• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN ANAK

5.4. Odds Ratio

Besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap keputusan anak untuk bekerja dapat dilihat berdasarkan nilai odds ratio. Nilai odds ratio dalam model tersebut adalah:

θ = exp(--6,385+ 0,510 anak_B1905(1) - 0,451 anak_JK(1) + 0,240

anak_UMUR + 0,040 anak_JART0 + 0,337 krt_JK(1) - 0,014 krt_UMUR + 2,339 sekolah(1) + 0,503 status_kerja(1) + 0,208 statuskawin_KRT(1) + 0,268 KLUIKRT(1) – 0,060 tamatSDSMP(1) +

0,246 tdktamatSD(1))……… (5.4)

Nilai exp (B) menunjukkan besarnya perubahan odds ratio jika X naik satu satuan. Oleh karena itu dapat ditafsirkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Koefisien variabel daerah tempat tinggal bertanda positif. Berarti anak-anak yang tinggal di daerah perdesaan memiliki peluang lebih tinggi untuk bekerja dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Jika variabel yang lain konstan, maka kecenderungan anak bekerja di daerah perdesaan sebesar 1,665 kali dibandingkan di daerah perkotaan. Besarnya kecenderungan anak bekerja di daerah perdesaan diduga antara lain karena keadaan ekonomi di

daerah perdesaan yang lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan, rendahnya kemauan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, dan sistem budaya yang berlaku, yaitu pandangan bahwa anak bekerja sebagai salah satu cara untuk mendidik anak.

2. Koefisien jenis kelamin anak bertanda negatif. Koefisien tersebut

menunjukkan bahwa anak perempuan mempunyai peluang lebih kecil untuk bekerja dibandingkan dengan anak laki-laki atau dengan kata lain, anak laki- laki mempunyai pengaruh positif terhadap kecenderungan anak untuk bekerja. Dengan nilai odds ratio sebesar 0,637 dapat diartikan bahwa anak perempuan memiliki peluang 0,637 kali untuk bekerja dibandingkan anak laki-laki, atau jika dibalik, anak laki-laki memiliki peluang yang 1,570 kali lebih besar untuk bekerja. Hal ini diduga karena anak laki-laki lebih dituntut untuk ikut bertanggung jawab secara ekonomi di dalam rumah tangga. Selain itu, diduga anak perempuan lebih baik bekerja di rumah membantu orang tua dibandingkan masuk ke pasar tenaga kerja.

3. Koefisien umur anak bertanda positif, artinya semakin tinggi umur anak, maka kecenderungan anak untuk bekerja semakin besar. Angka exp (B) yang sebesar 1,271 berarti bahwa apabila umur anak bertambah satu satuan, maka kecenderungan anak untuk bekerja sebesar 1,271 kali dari umur sebelumnya. Hal ini diduga karena anak yang lebih tua memiliki tanggung jawab yang lebih besar, termasuk juga tanggung jawab dalam masalah ekonomi rumah tangga.

4. Koefisien jumlah anggota rumah tangga bertanda positif, artinya semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka kecenderungan anak untuk bekerja semakin besar. Angka exp (B) yang sebesar 1,041 berarti bahwa setiap penambahan satu anggota rumah tangga, maka kecenderungan anak untuk bekerja meningkat sebesar 1,041 kali. Hal ini diduga karena dengan bertambahnya jumlah anggota rumah tangga, maka makin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga tersebut, sehingga dengan anak ikut bekerja, diharapkan memperingan beban ekonomi rumah tangga.

5. Jika variabel yang lain konstan, maka kecenderungan anak untuk bekerja pada rumah tangga dengan KRT berjenis kelamin perempuan sebesar 1,400 kali dari pada anak pada rumah tangga dengan KRT laki-laki. Hal ini dapat disebabkan beratnya beban ekonomi yang harus ditanggung karena suami sudah meninggal atau hidup terpisah.

6. Koefisien umur KRT bertanda negatif, yang berarti bahwa semakin

bertambahnya umur KRT, maka peluang anak dalam rumah tangga itu untuk bekerja semakin menurun. Dengan nilai odds ratio yang sebesar 0,986 dapat diartikan bahwa apabila umur KRT meningkat satu tahun, maka kecenderungan anak untuk bekerja menjadi lebih kecil 0,986 kali. Hal ini diduga antara lain karena semakin tua umur KRT maka sudah ada anggota rumah tangga yang dewasa yang menjadi pencari nafkah kedua selain KRT.

7. Odds ratio untuk perbandingan partisipasi sekolah anak adalah sebesar

10,370. Berarti, anak-anak yang belum/tidak bersekolah lagi memiliki peluang untuk bekerja sebesar 10,370 kali dibandingkan anak yang masih bersekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Tjandraningsih (1995) bahwa ketika anak-anak tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah, maka pilihan hidupnya hanya dua, yaitu masuk angkatan kerja atau tidak, dan apabila kondisi orang tuanya kurang mampu dalam hal ekonomi, anak cenderung memilih untuk bekerja. 8. Anak dari KRT yang bekerja di sektor informal memiliki kecenderungan

untuk bekerja sebesar 1,653 kali dibandingkan anak dari KRT yang bekerja di sektor formal. KRT yang bekerja di sektor informal tidak memiliki pendapatan/upah yang tetap dan jam kerja yang pasti, sehingga dengan bekerja, anak dapat membantu menambah pendapatan keluarga.

9. Pendidikan KRT dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu KRT tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD, KRT berpendidikan SD-SMP, dan KRT berpendidikan lainnya. Oleh karena itu, faktor ini terdiri atas dua variabel

bebas, yaitu tdktamatSD(1) dan tamatSDSMP(1). Nilai odds ratio

tdktamatSD(1) adalah 1,279 artinya anak dengan KRT yang tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD memiliki peluang untuk bekerja sebesar 1,279 kali dibandingkan anak dengan KRT yang berpendidikan lainnya. Sedangkan

variabel tamatSDSMP(1) memiliki nilai odds ratio sebesar 0,942, yang berarti anak dengan KRT berpendidikan SD-SMP memiliki kecenderungan untuk bekerja sebesar 0,942 kali anak dari KRT yang berpendidikan lainnya. SMERU (2003) menyatakan bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih sedikit melibatkan anak-anaknya untuk bekerja dibandingkan rumah tangga dengan KRT yang berpendidikan rendah. Setidaknya ada dua penjelasan untuk mendukung penelitian ini. Pertama, KRT dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk memeroleh pendapatan yang lebih besar untuk keluarganya, sehingga mereka tidak perlu melibatkan anaknya untuk bekerja. Kedua, orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki pemahaman yang lebih baik tentang manfaat dan pentingnya pendidikan berdasarkan pengalaman mereka sendiri, sehingga mereka akan berusaha memberikan pendidikan yang tinggi juga untuk anak-anaknya.

10. Faktor lapangan usaha terdiri atas dua kategori, yaitu pertanian dan lainnya (nonpertanian). Variabel KLUI1(1) memiliki koefisen 0,268 yang berarti bahwa anak-anak yang memiliki KRT yang bekerja di sektor pertanian lebih berpeluang untuk bekerja dibandingkan anak-anak yang memiliki KRT yang bekerja di sektor lainnya. Dengan nilai exp (B) yang sebesar 1,307 menunjukkan bahwa besarnya peluang anak-anak dari KRT yang bekerja di sektor pertanian untuk bekerja lebih besar 1,307 kali dibandingkan anak-anak dari KRT yang bekerja di sektor lainnya.

11.Koefisien status perkawinan KRT bertanda positif. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa anak yang bekerja dari KRT yang berstatus single/cerai mempunyai peluang lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan anak dari KRT yang berstatus kawin. Dengan nilai odds ratio sebesar 1,231 dapat diartikan bahwa anak yang bekerja dari KRT yang berstatus single/cerai mempunyai peluang 1,231 kali lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan anak dari KRT yang berstatus kawin. Hal ini diduga karena KRT yang berstatus single/cerai memiliki beban tanggungan yang lebih besar dari KRT yang berstatus kawin sehingga anak-anak mereka diharapkan dapat membantu dengan terjun ke dunia kerja.

Dokumen terkait