BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Konseling Pastoral
12. Etika Pastoral dengan Kode Etiknya
Pembebasan dan penyembuhan menjadi tanda kedatangan kerajaan Allah di dunia yang menghadirkan keselamatan (Mat.11:4-5). Pembebasan dan penyembuhan sedemikian tak terbatas pada segi kejasmanian, melainkan menyangkut manusia seutuhnya. Karya rumah sakit katolik, yang merupakan salah satu ungkapan dan sarana gereja bagi sesama yang menderita, memberikan kesaksian bagi penyembuhan dan pembebasan.
Pada tahun 1978, MAWI telah menyampaikan dokumen “pesan MAWI kepada karya kesehatan katolik”. Dengan pedoman ini gereja ingin menyatakan bahwa pelayanan rumah sakit tetap dihargai dan didukung serta diperlukan bagi rujukan pelayanan kesehatan primer. Pedoman ini diharapkan menjadi landasan yang bermanfaat dalam upaya menciptakan suasana yang mendukung dalam dimensi religious dan tanggung jawab etis, membentuk hati nurani, menghormati martabat manusia,
mengembangkan solidaritas bagi yang menderita, dan menjalankan proses pengambilan keputusan yang mengindahkan segi-segi etis dan pastoral.
Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit 1987 pada butir terhadap pendampingan pasien dalam pelayanan pastoral itu antara lain:
1. Kemajuan manajemen, ilmu dan teknologi kedokteran, betapapun manfaatnya dapat disertai kekaburan nilai-nilai manusiawi. Pendampingan pasien sebagai bagian pelayanan pastoral,merupakan bagian hakiki Rumah Sakit Katolik berdasarkan ciri khas dan inspirasi kristiani yang menjiwainya.
Meskipun tidak dengan sendirinya membawa kesembuhan, sentuhan manusiawi dapat membuka jalan bagi hidup yang lebih berarti. Perhatian pada pribadi pasien secara utuh, kehadiran dan pendampingan yang memberikan dukungan, besar artinya dalam membantu penyembuhan.
Pendampingan secara profesional dan manusiawi, membantu pasien untuk menggali dan menemukan makna dalam hidupnya, memunculkan harapan dan mengutuhkan kembali relasinya dengan sang pencipta (butir 52).
2. Pendampingan pasien diarahkan agar penderita secara aktif dapat mengembangkan sikap yang tepat terhadap diri dan penderitaannya. Kunjungan pribadi, kesempatan berkomunikasi dan berdialog, konsultasi dengan tenaga ahli, dan berbagai perhatian akan mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya. Perlakuan terhadap pasien sebagai
subjek, dengan keterbatasannya memungkinkan mereka lebih menyadari makna hidupnya (butir 53).
3. Pendampingan terhadap orang yang akan meninggal dunia berarti bantuan bagi seseorang menuju peralihan hidup di dunia kepada hidup kekal. Hendaknya diusahakan agar menjelang kematian, penderita tidak ditinggal sendirian. Diusahakan agar penderita didampingi oleh keluarga, dokter, perawat, serta petugas agama yang dikehendaki pasien. Penataan ruang jenasah seyogyanya mencerminkan harapan kristiani dan suasana yang khidmad (butir 54).
4. Karena pendampingan pasien merupakan bagian yang hakiki dan menjadi tanggung jawab bersama, maka siapa saja yang berhubungan dengan pasien diharapkan mampu mengembangkan kerjasama sesuai dengan perannya masing-masing. Pengamalan cinta kasih hendaknya menjiwai masing-masing profesi dalam karya rumah sakit katolik. Pembinaan sikap manusiawi dan kristiani dalam bentuk sikap menghargai, peka dan tanggap terhadap situasi pasien menjadi program penting (butir 55).
5. Agar tanggung jawab bisa terlaksana dengan baik oleh semua pihak, maka perlu dibentuk tim pastoral yang bertugas (butir 56):
a. Membangkitkan dan memantapkan kesadaran, motivasi dan tanggung jawab semua pihak untuk melaksanakan peran masing-masing dalam pelayanan pendampingan.
b. Mengorganisasikan usaha pelayanan, agar terarah, terpadu, bermutu, dan merata.
c. Mengembangkan lebih lanjut bentuk dan metoda pelayanan.
d. Menyelenggarakan kaderisasi dan penyegaran personil, agar lebih mampu dan sanggup melaksanakan pelayanan pastoral.
e. Menyelenggarakan evaluasi tentang kegiatan pelayanan yang dijalankan.
Sedangkan menurut Young dan Koopsen (2009: 47-48), prinsip etis utama dalam perawatan spiritual bidang kesehatan adalah:
1. Berbudi pekerti, yaitu kewajiban untuk melakukan apa yang benar. Penggelola perawatan kesehatan diwajibkan untuk bertindak dengan cara positip agar bermanfaat bagi pasien. Cara bertindak yang positip akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi antara penyelenggara kesehatan dengan pasien, sehingga pasien merasa terbantu dan tidak dirugikan (Mueller, dkk. 2001).
2. Tidak berperilaku buruk, yaitu perilaku yang tidak menimbulkan keburukan pasien. Artinya bahwa para profesional perawatan kesehatan harus menyelenggarakan perawatan spiritual sebagai bagian dari seluruh perawatan, karena pengabaian perawatan spiritual berdampak negatif pada pasien,dan pasien berpandangan bahwa kesehatan spiritual dan fisik sama-sama penting (Mueller, at al.2001)
3. Otonomi, berarti membantu pasien sesuai dengan kebutuhan spiritual mereka tanpa mempengaruhi apa yang diyakini oleh pasien. Dalam arti lain bahwa tiap orang memiliki kemerdekaan untuk menentukan hidup mereka sendiri (Burkhardt dan Nathanael.1998, Purtillo. 1999). Lebih lanjut Lo (2000), mengungkapkan bahwa orang mengharapkan mereka memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan hidup berpengaruh besar dalam perawatan kesehatan. Otonomi berkaitan erat dengan konsep tentang hati nurani yang dipenuhi informasi yang baik.
4. Kerahasiaan, merupakan prinsip etis yang menuntut seseorang yang kepadanya dipercayakan informasi pribadi dan rahasia. Kerahasiaan disebut dalam janji Nightingale untuk kelulusan perawat: “dengan sekuat tenaga saya akan meningkatkan standart profesi saya dan memegang teguh seluruh perkara pribadi yang dipercayakan pada saya dan seluruh urusan keluarga yang saya ketahui dalam praktik profesi saya (Thomas, 1997:1301)”. Lebih lanjut Thomas (Young dan Koopsen. 2009:48), menyebutkan bahwa kerahasiaan disebut juga dalam supah Hipokrates untuk para dokter: “Apapun juga yang terkait dengan praktik profesional saya, atau tidak dalam kaitan dengan ini, saya ketahui dan dengar, dalam hidup manusia, yang harus tidak diketahui umum, saya tidak akan mengatakan apapun, karena memandang semua itu harus disimpan sebagai rahasia”.
5. Dukungan, meliputi pemberian bantuan pada pasien untuk melaksanakan otonomi. Dorongan menuntut peran serta profesional perawatan kesehatan untuk menghormati martabat dan kemerdekaan pasien dalam hubungan perjanjian seperti dicontohkan oleh hubungan antara Tuhan dengan kaum beriman (Salladay dan McDonnell. 1989:543). Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa, penyelenggara perawatan spiritual yang merupakan pendukung pasien harus mampu mengesampingkan agenda pribadinya dan membantu pasien mencari makna hidup selama masa penderitaan, frustasi, dan lemah.
Para pelayan pastoral dalam gereja katolik Roma tidak mempunyai kode etik yang resmi. Kode etik tanggung jawab pelayanan profesional ini sebagai usaha percobaan dan terbatas. Kode etik ini tidak hanya mencakup kotbah, latihan-latihan konseling, pengaturan keuangan, penggajian dan pemberhentian pegawai-pegawai, tugas-tugas administratif, dan wilayah-wilayah lain yang mungkin dikenal para pelayan pastoral.
Gula (2009:229-244), mendasarkan kode etik ini pada kerangka kerja teologis-etis dan dikembangkan dari posisi moral. Kode etik pelayanan profesional antara lain:
1. Pembukaan
Gereja adalah komunitas kaum beriman yang dipersatukan bersama oleh iman, harapan, dan kasih. Sebagai orang beriman yang telah menerima sakramen baptis, semua mengambil tanggung jawab
meneruskan perintah Yesus di dunia ini yaitu mencintai Tuhan dan sesama seperti dirinya sendiri. Kode etik ini hanya sebuah tawaran, tidak ada paksaan ataupun sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. 2. Kerangka teologis
Pelayanan pastoral adalah suatu panggilan dan suatu profesi. Panggilan merupakan suatu tanggapan bebas terhadap penggilan Tuhan di dalam dan melalui komunitas untuk mengabdikan diri dalam kasih pelayanan terhadap sesama. Keyakinan bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah membangun keluhuran pribadi dan kodrat sosial, sehingga menerima sesama bukan berdasarkan nilai fungsional untuk kepentingan pribadi, lebih dari pada itu bahwa menyalurkan anugerah-anugerah yang dimilikinya kepada sesamanya adalah sebagai keharusan.
Yesus sebagai model pelayanan ini, sebagai murid yang dewasa seorang pelayan pastoral hendaknya menghayati semangat gurunya yaitu melaksanakan pelayanan pastoral secara inklusif dan menghayati pelayanan ini sebagai sarana untuk pembebasan manusia demi kepenuhan hidup semua orang karena mengalami anugerah ilahi. 3. Kekhasan ideal para pelayan pastoral
Watak dan keutamaan menunjukkan identitas setiap pribadi dalam pelyanannya. Watak adalah himpunan tujuan, perilaku, dan alasan yang memberikan arah bagi hidup kita. Sedangkan keutamaan- keutamaan adalah keterampilan-keterampilan praktis yang
mengkaitkan kenyataan-kenyataan dan aspirasi-aspirasi dengan tindakan-tindakan.
Keutamaan- keutamaan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelayan pastoral adalah sebagai berikut:
a. Kesucian
Seorang pelayan pastoral sebagai pribadi yang menjembatani kehadiran yang ilahi, maka hendaklah mengembangkan relasi yang teguh dengan Allah Tritunggal. Dengan ciri sebagai berikut: hidup terarah kepada Allah, rajin berdoa, dan memiliki kedisiplinan rohani, terbuka pada Roh kudus.
Selain itu juga dinyatakan dalam pribadi yang asli, tidak defensif, tidak memihak, luwes, menerima pengalaman-pengalaman dan orang-orang yang berbeda, kesadaran diri yang kritis, mengusahakan keseimbangan dalam hidupnya, dan keadilan dalam hidup orang lain.
b. Cinta kasih
Cinta kasih sebagai bela rasa terhadap orang lain, harus dimulai dengan self-care yang sesuai dengan diri sendiri,agar dapat melayani secara bebas. Hal itu mencakup kesabaran dalam hidup dengan orang lain dan mengusahakan kebaikan orang lain.
c. Kelayakan untuk di percayai
Keutamaan ini mencakup ungkapan: kesetiaan, kejujuran, keadilan, kebenaran, kemurahan hati, dan kerendahan hati. Sebagai orang
yang dipercayai hendaknya seorang pelayan pastoral dapat menjadi tempat yang aman dan dapat memegang rahasia dalam komunikasi. Ia juga mampu memperhatikan konseli, mampu menghargainya dan tahu batas-batas fisik maupun emosional, menyampaikan hal yang penting, mampu memenuhi komitmen-komitmennya, dan terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya agar semakin kompeten dan dipercaya.
d. Altruisme
Altruisme adalah sebuah pelayanan yang ditandai dengan kemurahan hati. Pelayan yang murah hati mampu mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, bisa didekati, menawarkan pelayanan secara inklusif, mampu berbagi waktu dan bakat dengan orang lain, dan berusaha melindungi keluhuran dan hak dasar setiap pribadi.
e. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah hati yang mampu untuk memilah dengan tajam. Ia juga memiliki ketelitian dalam melihat apa yang sedang terjadi, mampu membedakan secara rinci,terbuka untuk belajar, menanyakan pengertian dan bias dalam diri sendiri, mengambil hasil yang mungkin, mengambil waktu untuk mendengarkan dan hening dalam doa, memutuskan dan melaksanakan.
4. Kewajiban profesional
Seorang pelayan pastoral memiliki kewajiban profesional meliputi: a. Kompetensi teologis
Seorang pelayan pastoral memberikan waktu untuk mengembangkan pengetahuan teologis dan keterampilan pastoralnya, baik studi secara pribadi maupun ambil pogram profesional. Selain itu juga mengembangkan diri dengan mengadakan refleksi teologis untuk memediasi makna sumber-sumber kristiani.
b. Pelayanan kebutuhan umat untuk keselamatan
Pelayanan yang dilaksanakan dengan jalan memelihara kasih, yaitu dengan mencintai Allah dan sesama sepereti diri sendiri.
c. Komitmen untuk kepentingan terbaik bagi sesama
Pelayan diharapkan menjadi pribadi yang mudah dihubungi dan siap menolong; mampu menghargai keluhuran setiap pribadi tanpa membeda-bedakan; memiliki kualitas pelayanan yang luwes, fleksibel dan mampu melampaui batas.
d. Pemeliharaan diri
Pelayan berusaha memelihara hidup sehat baik secara fisik, emosional, sosial, spiritual, maupun berusaha hidup sehat secara moral dengan terlibat dalam kegiatan yang bersifat konfidensial, supportif untuk mendapat nasihat dan dukungan untuk visi dan nilai hidupnya.
e. Penggunaan kuasa
Pelayan pastoral hendaknya berusaha menggunakan kekuasaannya untuk menghargai keluhuran pribadi-pribadi yang dilayaninya dan memberdayakan mereka; memiliki kediplinan diri yang jelas dan tahu batas-batas dalam relasi dengan pribadi yan dilayani.
f. Tanggung jawab
Pelayan pastoral berusaha untuk membatinkan dan melaksanakan, serta bertanggung jawab terhadap kode etik yang menjadi standart tugas pelayanannya.
5. Perilaku seksual
Pelayan pastoral hendaknya memberi kesaksian tentang kemurnian baik sebagai kaum selibat, berkeluarga, maupun yang masih singgle dalam semua jenis hubungan; ia juga harus menghindari perilaku-perilaku menyimpang; bisa menjadi tempat yang aman untuk mereka yang terluka, bertanggung jawab dan tahu batas-batas seksual dalam relasi pastoral, berani menolak, bijaksana dan mampu mengendalikan dalam memberikan sentuhan; peka terhadap dinamika diri maupun yang dilayani; memiliki kesadaran akan dinamika seksual dalam relasi pastoral yang sedang terjadi; berani terbuka untuk mencari dan bertanya kepada yang lebih profesional mengenai batas-batas dan tanggung jawab dalam pelayanan pastoral; berani melaporkan
pelanggaran-pelanggaran tentang perilaku seksual dan adil terhadap korban.
6. Konfidensialitas
Pelayan pastoral hendaknya menjaga semua informasi konfidensial yang disampaikan kepadanya; mampu menahan diri terhadap gosip yang salah, merendahkan martabat, mencemarkan nama baik, melanggar dan berbahaya untuk nama orang lain.
B. Hakikat Pasien/orang-orang sakit