• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Konseling Pastoral

9. Teknik-teknik Konseling

Ada berbagai ragam teknik pendampingan/konseling, menurut Wilis (2014:160-174) disebutkan sebagai berikut:

a. Perilaku attending

Perilaku attending disebut sebagai perilaku memperhatikan seorang konselor kepada konseli. Perilaku ini mencakup: kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Komponen ini penting agar klien mampu terbuka dan mudah berbicara dengan konselor. Attending yang baik berdampak: meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas. b. Empati

Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa, dan berpikir bersama klien, bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan

Attending. Empati ada dua macam: a) empati primer (premary

emphaty), yaitu bentuk empati yang hanya memahami perasaan,

pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat dan terbuka dalam pembicaraan; b) empati tingkat tinggi (advanced accurate emphaty) yaitu pemahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien secara mendalam dan menyentuh klien, sehingga membuatnya tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hatinya yang terdalam, baik perasaan, pikiran, pengalaman, termasuk juga penderitaannya. Dalam teknik

ini, konselor harus mampu: mengosongkan perasaan dan pikiran

egoistik, memasuki dunia dalam klien, melakukan empati primer

dengan mengatakan “saya dapat merasakan perasaan anda”, dan melakukan empati tinggi dengan mengatakan “saya merasakan apa yang saudara rasakan”, dan saya ikut terluka dengan pengalaman anda itu”.

c. Refleksi

Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun nonverbal. Refleksi mencakup refleksi perasaan, refleksi pegalaman, dan refleksi pikiran.

d. Eksplorasi

Eksplorasi adalah keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini memungkinkan klien yang bersikap tertutup menjadi bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Sebagaimana refleksi mencakup tiga hal,dalam eksplorasi juga yaitu: eksplorasi perasaan, eksplorasi pegalaman, dan eksplorasi pikiran.

e. Menangkap pesan utama (paraphrasing)

Seorang konselor perlu menangkap pesan utama yang disampaikan oleh klien mengenai ide, perasaan, dan pengalamannya. Kemudian konselor menyampaikan kembali kepada konseli secara sederhana

agar konseli mampu memahaminya. Karena sering klien menyampaikan ide, perasaan, dan pikirannya dengan cara berputar-putar dan panjang, serta berbelit-belit. Tujuan paraphrasing adalah a) meyakinkan konseli bahwa konselor ada dan memahami perkataannya; b) mengendapkan dalam ringkasan; c) mengarahkan; d) pengecekan kembali persepsi konselor tentang yang dikatakan oleh konseli.

f. Bertanya untuk membuka percakapan (open question)

Kebanyakan calon konselor mengalami kesulitan dalam membuka percakapan dengan klien. Untuk itu perlu dilatih keterampilan bertanya dalam bentuk terbuka (open-ended) yang memungkinkan munculnya pernyataan-pernyataan baru dari klien. Pertanyaan terbuka yang baik dimulai dengan: apakah, bagaimana, adakah, bolehkah, dapatkan. Sebaiknya dihindari menggunakan kata: mengapa, apa sebabnya? Kata itu menyulitkan klien membuka wawasannya.

g. Bertanya tertutup (closed questions)

Tujuan keterampilan bertanya tertutup adalah untuk mengumpulkan informasi, untuk menjernihkan atau memperjelas sesuatu, dan menghentikan omongan klien yang sudah menyimpang jauh/melantur. Contoh pertanyaan tersebut misalnya: apakah, adakah, dan harus dijawab dengan ya atau tidak.

h. Dorongan minimal (minimal encouragement)

Upaya utama konselor agar konseli selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Dorongan minimal adalah dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang dikatakan klien. Contohnya: oh…., ya…., terus…., lalu…, dorongan ini tepat digunakan bila klien sudah kelihatan mengurangi ataupun menghentikan pembicaraannya, kurang memusatkan pikiran dalam pembicaraan, dan konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Hal ini dapat meningkatkan eksplorasi diri.

i. Interpretasi

Upaya konselor untuk mengulas pemikiran, perasaan, dan perilaku/pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori. Tujuan teknik ini adalah memberikan rujukan, pandangan atau perilaku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasilrujukan tersebut.

j. Mengarahkan (directing)

Keterampilan konselor untuk mengajak dan mengarahkan klien berpartisipasi secara penuh dalam proses konseling. Misalnya: menyuruh klien bermain peran dengan konselor, atau mengkhayalkan sesuatu.

k. Menyimpulkan sementara (summarizing)

Saat periode waktu tertentu konselor bersama klien menyimpulkan pembicaraan. Tujuan teknik ini adalah: a) memberi kesempatan

kepada klien untuk mengambil kilas balik (feedback) dari hal-hal yang dibicarakan; b) untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; c) untuk meningkatkan kualitas diskusi; d) mempertajam atau memperjelas fokus pada wawancara konseling. l. Memimpin (leading)

Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, maka konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan demi tercapainya tujuan. Sehingga klien mampu untuk terfokus, dan arah pembicaraan fokus pada tujuan.

m. Fokus

Konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan klien. Fokus membantu klien terpusat pada pokok pembicaraannya. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan konselor: a) fokus pada diri klien; b) fokus pada orang lain; c) fokus pada topik; d) fokus mengenai budaya.

n. Konfrontasi

Konfrontasi adalah teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inskonsistensi antara perkataan dan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.

untuk meningkatkan potensi klien, untuk membawa kesadaran klien adanya diskrepansi, konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.

o. Menjernihkan (clarifying)

Menjernihkan adalah keterampilan untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya agar: pasien menyampaikan pesannya secara jelas dengan ungkapan kata-kata yang tegas, dan alasan-alasan yang logis; agar klien menjelaskan,megulang, dan mengilustrasikan perasaannya. p. Memudahkan (facilitating)

Memudahkan adalah keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas, sehingga komunikasi dan partisipasi dalam proses konseling berjalan efektif.

q. Diam

Diam amat penting dengan cara attending. Diam yang ideal dilakukan antara 5-10 detik dan selebihnya bisa diganti dengan dorongan minimal. Tujuan teknik ini adalah: menanti klien sedang berpikir; sebagai protes bila klien ngomong berbelit-belit; menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.

r. Mengambil inisiatif

Konselor mengambil inisiatif bila klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif. Tujuan teknik ini adalah: mengambil inisiatif bila klien kurang bersemangat; jika klien

lambat berpikir untuk mengambil keputusan; dan jika klien kehilangan arah pembicaraan.

s. Memberi nasihat

Pemberian nasihat dilakukan bila klien memintanya, meskipun demikian seorang konselor perlu mempertimbangkan apakah perlu atau tidak. Hal ini bertujuan agar tujuan konseling yakni memandirikan klien tetap tercapai.

t. Pemberian informasi u. Merencanakan

Menjelang akhir konseling, seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk

action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya.

v. Menyimpulkan

Pada akhir konseling konselor membantu klien untuk menyimpilkan hasil pembicaraan yang menyangkut: perasaannya saat ini terutama mengenai kecemasan; memantapkan rencana klien; pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya.

Dokumen terkait