• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah/fokus penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Rumah sakit pada dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal itu nampak dari semakin menjamurnya rumah sakit di Indonesia pada dewasa ini. Hal itu tentu menjadi tantangan bagi setiap rumah sakit dalam usaha untuk meningkatkan profesionalisme. Profesionalisme tidak hanya dalam bidang medis, tetapi juga sarana-sarana dan media yang mendukung demi pelayanan yang memuaskan bagi pasien yang dilayani. Misalnya: laboratorium, ruang operasi, farmasi, bangsal, ruang rekam medis, administrasi keuangan, dan juga sarana spiritual yang disediakan melalui layanan konseling melalui unit pastoral care.

Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu merupakan rumah sakit katolik satu-satunya yang ada di Blitar-Jawa Timur. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta tipe C, dengan status penuh tingkat lengkap ini berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan secara holistik. Yaitu sebuah pelayanan yang menyeluruh dan mendalam, baik dalam pendampingan profesional maupun dalam pendampingan manusiawi. Tantangan dan perkembangan jaman yang begitu pesat dewasa ini, mengakibatkan semakin kaburnya nilai-nilai luhur pelayanan. Pendampingan sangat dibutuhkan di rumah sakit ini karena semakin kompleksnya masalah yang dihadapi oleh pasien maupun karyawan.

Menanggapi kebutuhan tersebut, maka rumah sakit ini mendirikan sebuah unit pelayanan pastoral atau biasa disebut unit Pastoral Care (PC). Unit PC didirikan pada tahun 1994, landasan diadakan pelayanan pastoral di RSK Budi Rahayu adalah untuk melaksanakan tugas sebagai sakramen keselamatan, meneruskan misi Yesus berdasarkan Visi dan Misi Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, serta penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila.

Kegiatan pastoral berawal dari sebuah kunjungan kepada pasien yang dilakukan oleh para Suster SSpS (kebangsaan Eropa). Kunjungan dan sapaan tersebut diberikan kepada seluruh pasien rawat inap dan keluarganya, tanpa membedakan agama, suku, maupun latar belakangnya. Kepedulian yang tinggi kepada pasien dan anggota keluarganya diberikan setiap hari di sela-sela kekosongan waktu mereka. Kehadiran yang dilandasi nilai kasih Kristus, dengan menyapa semua pasien dan keluarganya membuat pasien dan keluarganya merasa gembira dan dikuatkan. Kunjungan yang kadang hanya menyapa dan memberi senyum tersebut, ternyata menjadi kenangan tersendiri bagi para pasien dimasa itu. Kegiatan tersebut selalu dirindukan pasien dan keluarganya pada zaman ini.

Dari hasil wawancara dan observasi kepada para pasien, menunjukkan bahwa pasien sangat gembira menerima kunjungan dari petugas PC maupun pihak-pihak yang terlibat dalam layanan pastoral (Romo, Suster SSpS, dan Majelis). Para pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa pelayanan di RSK Budi Rahayu sangat memuaskan, penuh perhatian, dan mengorangkan orang lain. RSK Budi Rahayu Blitar merupakan rumah sakit katolik, mayoritas pasiennya adalah muslim. Namun mereka senang memilih rumah sakit ini karena cepat

ditangani, bahkan ketika ternyata pembayarannya kurang mereka boleh pulang dengan syarat meninggalkan KTP tanpa jaminan apapun. Demikian dalam pelayanan doa yang diberikan oleh Romo umat yang beragama lain juga minta didoakan.

Dalam kunjungan dan observasi dapat dilihat bahwa kegiatan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu sangat dibutuhkan. Hal itu nampak ketika pasien mendapat kunjungan dari unit PC maupun Suster SSpS dengan sendirinya mereka menceritakan perasaan dan pergulatan, baik dengan anak, menantu, dan dengan orang lainnya. Mereka membutuhkan kehadiran seseorang yang bisa mendengarkannya. Ada seorang pasien muslim (32/L) yang dua kali dalam hitungan bulan menjalani rawat inap di RSK Budi Rahayu karena psikosomatis dengan sakit magnya, bahkan ketika sudah diijinkan untuk pulang dia masih takut karena takut kambuh penyakitnya. Setelah memperoleh pendampingan ia menjadi lebih siap dan mampu berpikir positip terhadap sakitnya, serta ada harapan bahwa bisa sembuh dengan niat pola hidup yang sehat. Pasien ini menyatakan bahwa sebelumnya tidak pernah mendapatkan kunjungan dari PC dan baru tahu bahwa ada layanan semacam ini.

Kenyataan menunjukkan bahwa hampir semua pasien mengharapkan kunjungan dan perhatian. Meskipun kadang pasien ingin bercerita sedang keluarga berusaha menutupinya, misalnya: kasus minum racun. Petugas pastoral hanya bisa menemani dan menguatkan pasien dan keluarganya. Kegiatan kunjungan terhadap pasien dan keluarga pasien bisa dilaksanakan setiap hari. Kendalanya adalah keterbatasan tenaga, sehingga membuat pelayanan ini kurang

mampu menjangkau seluruh pasien dan keluarganya. Pasien yang mayoritas muslim banyak yang belum mengerti tentang unit PC fungsi dan manfaatnya bagi mereka.

Semakin kompleknya masalah dan kebutuhan pasien, membuat pasien dan keluarganya terutama yang beragama katolik merindukan adanya kehadiran Romo atau suster di RSK Budi Rahayu Blitar. Hal itu terjadi karena jumlah suster biarawati yang berkarya di tempat ini berkurang, dan semakin banyaknya tuntutan tugas yang diembannya terkait peraturan-peraturan pemerintah saat ini.

Pada awal berdirinya unit ini ada suster dan tim yang khusus dibidang ini, tetapi karena suster tersebut harus pergi misi ke luar negeri, maka tugas tersebut digantikan oleh awam. Kenyataan bahwa jumlah tenaga yang bergerak dalam bidang pelayanan ini kurang, maka tim medis (dokter dan perawat) juga terlibat melakukan layanan ini. Hal itu dilakukan sebagai bagian yang terintegrasi antara layanan medis dan spiritual, demi kesembuhan pasien secara utuh (holistik). Meski demikian pelayanan tersebut belum dirasakan oleh semua pasien dan anggota keluarganya.

Pengadaan layanan ini juga sebagai bentuk jawaban atas seruan MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia), bahwa karya rumah sakit katolik merupakan sarana untuk mewartakan kehadiran kerajaan Allah bagi mereka yang menderita sakit. Maka untuk itu perlu adanya tenaga yang mampu mendampingi pasien secara profesional, yaitu sebuah perhatian dan pendampingan kepada pribadi pasien secara utuh agar mereka yang sakit dapat merasakan adanya dukungan, perhatian, dan pada akhirnya dapat menemukan makna dalam

hidupnya, serta dapat berelasi dengan baik terhadap sang Pencipta (Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik 1987 dan Pesan-Pesan MAWI Kepada Karya-Karya Kesehatan Katolik 1978, butir: 52 ).

Pada fajar abad baru, spiritualitas diliput secara luas oleh media dan didiskusikan oleh banyak kalangan, baik pekerja, politisi, dan pendidik (Messikomer De Craemer, 2002). Spiritualitas juga menarik perhatian para professional penyelenggara perawatan kesehatan, karena terbukti bahwa faktor spiritual merupakan unsur penting dari kesehatan dan kesejahteraan (Dossey, 2001). Para penyelenggara kesehatan semakin sadar untuk memusatkan perhatian pada hubungan spiritualitas dan kesehatan. Zaman informasi juga mengakui zaman intuisi, para profesional perawatan kesehatan harus lebih memusatkan perhatian pada pola pikir kreatif, lateral, dan emosional daripada pola pikir logis, linier, dan mekanistik (Reynolds, 2001). Pergeseran pusat perhatian menuntut tersedianya perawatan yang meliputi perspektif yang mencakup seluruh aspek jiwa, tubuh, dan spirit. Burkhardt dan Nagai-Jacobson (Spirituality: Living Our Contentedness 2002:1), mengungkapkan bahwa spiritualitas merupakan pusat perawatan seluruh pribadi manusia.

Pastoral care adalah sebuah kegiatan pendampingan dan bimbingan

manusiawi khususnya kepada sesama yang menderita kearah hubungan yang lebih baik, akrab dan percaya kepada Tuhan, diri sendiri, sesama, keluarga, dan lingkungan sekitarnya (Tim Pastoral Care RS X, 2011:8). Pastoral care memiliki peran dalam pelayanan di rumah sakit khususnya memberi siraman rohani, mendampingi dan membimbing pasien juga keluarganya yang membutuhkan

informasi, sebuah kehadiran dan motivasi, bagi yang mengalami masalah ataupun tekanan batin.

Menurut Willis (2014:3), pasien adalah manusia dengan segenap aspeknya (fisik, psikis, sosial, dan sebagainya). Dia mempunyai kebutuhan yang amat mendalam yakni ingin sembuh dengan biaya terjangkau. Pelayanan yang baik terhadap kesehatannya menjadi kebutuhan kejiwaan yang mendalam. Yang dibutuhkan mereka bukan semata-mata kebutuhan fisik saja, lebih dari itu keramahan dan kesabaran para dokter dan perawat juga turut membantu kesembuhan pasien, serta sebaliknya.

Relasi dokter dan pasien merupakan hubungan yang membantu (helping

relationship). Artinya sebagai tenaga profesional dibidang kesehatan, dokter

membantu pasien dengan hati nurani yang ikhlas dan rela demi ibadah kepada Tuhan melalui hubungan yang baik dengan sesama manusia. Dokter adalah profesional yang ahli dalam penyembuhan. Dokter yang menghargai, ramah, penuh perhatian dan memotivasi pasien supaya cepat sembuh, maka pasien dapat segera sembuh sebab kejiwaannya menjadi senang, tenang, dan punya harapan yang tinggi untuk hidup (Willis. 2014:3).

Pasien adalah orang yang sakit. Sakit yang dimaksudkan tidak hanya secara fisik tetapi secara psikologis dan mentalnya juga mengalami kemunduran. Biasanya orang sakit sering tidak stabil secara psikologis, dia akan mudah marah dan sensitif terhadap sikap/perilaku dan tutur kata orang di sekitarnya, serta membutuhkan perhatian dan dukungan di luar kebiasaan orang sehat. Secara fisik melalui perawatan dokter dan perawat dengan obat yang diberikan mungkin bisa

mengurangi ataupun mengatasi rasa sakitnya, namun hal itu juga masih membuat seorang pasien belum mengalami sebuah kesembuhan karena masih ada hal-hal lain di luar sakit fisiknya. Model keperawatan terbaru mengakui peran penting suatu pendekatan holistik pada perawatan pasien. Pandangan spiritual tentang hidup, termasuk cinta, kegembiraan, kelemahlembutan, kebaikan hati, kesetiaan, ugahari, harapan, kelembutan, dan kesabaran, tak pernah pudar hanya karena seorang menjadi pasien. Seperti diungkapkan Kleindienst (Young dan Koopsen. 2007: 45), bahwa pasien yang tidak berpengharapan biasanya lebih membutuhkan pendampingan untuk menemukan makna hidup daripada pengobatan.

Sapaan dokter dan para perawat mungkin bisa memberi motivasi bagi pasien, namun hal itu kurang didapatkan mengingat kesibukan para dokter dan perawat, terkait administrasi yang harus diselesaikan dan karena banyaknya pasien. Selain itu Willis (2014:3) mengatakan bahwa, masalah yang dihadapi oleh dokter dan perawat bukan soal profesinya, melainkan cara (teknik) komunikasi yang mempercepat kesembuhan dan perkembangan pasien. Yaitu komunikasi dua arah (dialog) yang membuat pasien menyatakan semua keinginan, keluhan, kecemasan, dan sebagainya. Bila hal itu ditanggapi secara positip maka terjadilah konseling. Hal itu menjadi masalah karena mereka kurang waktu untuk melakukan pelayanan itu.

Di samping itu penyelenggaraan perawatan spiritual bisa mengalami hambatan yang disebabkan oleh pasien. Seperti diungkapkan oleh McShherry dan Cash (Young dan Koopsen. 2007:45), pasien juga menjadi sumber hambatan perawatan spiritual. Hambatan tersebut antara lain: ketakutan mereka akan

disalahpahami, kekurangpahaman akan spiritual dan akibatnya bagi kesehatannya, ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi karena penyakit atau mati rasa, atau prasangka buruk mereka pada penyelenggara perawatan.

Adanya situasi seperti itu sangatlah penting bagi sebuah rumah sakit memiliki sebuah unit yang secara khusus memberi pelayanan pendampingan bagi para pasien. Sebuah unit yang menyediakan tenaga konseling, yang mampu hadir, mendengarkan setiap keluhan dan kebutuhan pasien dan keluarganya, serta mampu memberi dukungan dan perhatian. Sebuah integrasi antara obat yang diberikan dan pendampingan secara rohani/spiritual akan turut menyembuhkan secara utuh. Ini yang menjadi harapan dibeberapa rumah sakit yaitu mencapai rumah sakit yang sehat secara holistik. Pelayanan rohani melalui unit pastoral

care diharapkan memberi kesembuhan bagi pasien secara holistik, demikian juga

memberi dukungan bagi keluarganya.

Menurut Wiryasaputra (2006) , pendampingan pastoral care memberi dampak positif bagi yang didampingi (pasien dan keluarga). Pendampingan

Pastoral Care membantu orang yang didampingi mampu menggunakan sumber

daya yang dimilikinya untuk berubah, dengan bantuan pendampingan orang bisa mampu memobilisasi seluruh kekuatannya untuk berubah mencapai pertumbuhan secara penuh dan utuh, sehingga orang yang didampingi benar-benar mewujudkan dirinya yang sejati, berani, dan bersedia merubah diri untuk bertumbuh. Baik bertumbuh secara fungsional, dinamis, penuh, maupun utuh. Dampak tersebut tampak dari beberapa hal sebagai berikut: berubah menuju pertumbuhan, dapat mencapai pemahaman diri secara utuh, dapat berkomunikasi secara sehat, dapat

melatih diri untuk bertingkah laku yang lebih positip, dapat mengungkapkan diri secara utuh dan penuh, dapat bertahan dengan keadaannya, dapat menghilangkan gejala disfungsional, dan mengalami pertumbuhan iman.

Berdasarkan pengamatan peneliti, belum banyak rumah sakit yang menyediakan layanan konseling ataupun Pastoral Care bagi para pasiennya, maka peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas layanan konseling yang terjadi di rumah sakit. Hal itu untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan manfaat layanan konseling bagi pasien, rumah sakit, ataupun keluarga pasien.

Pada zaman ini sering didengungkan tentang kesembuhan secara holistik, yaitu sebuah kesembuhan secara menyeluruh dari aspek fisik, mental, maupun spiritual. Aspek spiritual menjadi fondasi utama dalam kesehatan setiap pribadi. Maka peran seorang pastor/rohaniwan/hamba Tuhan yang mampu memberi pelayanan ini sangat dibutuhkan. Kenyataan mengungkapkan bahwa tim medis (dokter dan para perawat) juga turut berperan aktif dalam proses kesembuhan secara menyeluruh.

Bagi rumah sakit yang besar dengan pasien yang sangat banyak, mungkin tim medis tidak bisa secara penuh memberi pelayanan bimbingan dan konseling bagi pasien yang membutuhkan. Kondisi demikian membuat rumah sakit mendirikan sebuah unit yang bisa memberi pelayanan secara kontinyu, yaitu unit

pastoral care yang menjadi kekhasan rumah sakit katolik/Kristen. Kesembuhan

secara holistik dapat tercapai apabila ada kerjasama yang baik antara tim medis dengan pelayan pastoral care maupun pihak-pihak lain yang mendukung kesembuhan pasien secara menyeluruh.

Setelah melihat semua hal di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Program Konseling Pastoral di Rumah Sakit (Studi Evaluasi Program Konseling Pastoral Di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, Tahun 2015)”. B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait keterlaksaaan dan hambatan layanan konseling pastoral bagi pasien di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, maka dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Ada indikasi bahwa layanan konseling pastoral melalui unit pastoral care di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar, belum dirasakan secara menyeluruh manfaatnya oleh para pasien ataupun anggota keluarganya. 2. Pasien belum mengetahui adanya layanan konseling pastoral di Rumah

Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar dan kurang memahami fungsi layanan tersebut.

3. Kurangnya tenaga/konselor di unit pastoral care Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar, sehingga pelayanannya kurang optimal.

4. Adanya indikasi bahwa perencanaan, proses maupun hasil layanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, belum pernah dievaluasi sebelumnya.

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada evaluasi pelaksanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur, yang meliputi perencanaan, proses dan hasil.

D. PERTANYAAN PENELITIAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini disajikan melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur?

a. Apa saja program pelayanan konseling pastoral yang direncanakan? b. Siapa saja yang menjadi sasaran utama pelayanan konseling pastoral? c. Siapa saja yang memberi dan terlibat dalam pelayanan konseling

pastoral?

2. Bagaimana proses pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur?

a. Sejauh mana program pelayanan konseling pastoral yang direncanakan terlaksana?

b. Sudahkah sasaran utama pelayanan konseling pastoral tercapai?

c. Bagaimanakah cara konselor ataupun pihak yang terlibat dalam konseling pastoral melakukan pelayanan pastoral?

3. Bagaimana hasil pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur?

a. Apa sajakah manfaat dari perencanaan program pelayanan konseling pastoral?

b. Manfaat apa sajakah yang diperoleh oleh sasaran pelayanan konseling pastoral (pasien, keluarga pasien, dokter dan tim medis, dan sebagainya)

E. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan, proses dan hasil dari pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perencanaan pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.

2. Mengetahui proses pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.

3. Mengetahui hasil pelayanan konseling pastoral di Rumah Sakit Katolik Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur.

F. MANFAAT PENELITIAN

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap bahwa penelitian ini memberi beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap pengembangan pengetahuan mengenai pelayanan konseling pastoral bagi pasien di rumah sakit dan sebagai wacana untuk membuat program

mengenai cara, teknik konseling yang dapat digunakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan peran dan manfaat konseling bagi pasien di rumah sakit.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para pasien agar mereka merasa ditemani dalam masa sakit karena memperoleh bimbingan dan konseling, sehingga memunculkan harapan berkat dukungan pada akhirnya mereka mengalami kesembuhan secara holistik yaitu sembuh secara fisik, psikologis, dan juga batin.

b. Bagi anggota keluarganya, mereka mendapatkan dukungan dan juga informasi-informasi yang dibutuhkan, mampu keluar dari kebingungannya dari segala aspek (ekonomi, social, adat-istiadat/budaya), sehingga dalam mendampingi pasien juga tetap sehat dan mampu melayani dengan penuh kasih dan pengharapan.

c. Manfaat pelayanan konseling bagi rumah sakit, membantu tim medis bila ada pasien yang menurun perkembangan kesehatannya karena mengalami kemunduran kesehatan mental maupun spiritualnya dan membantu proses sembuhnya pasien karena adanya dukungan secara spiritual, sehingga para pasien dapat mengalami kesembuhan secara holistik.

d. Manfaat penelitian ini bagi peneliti, adalah menambah wawasan si peneliti agar peneliti semakin memahami proses layanan konseling pastoral di rumah sakit dan pada akhirnya mampu mengaplikasikan dalam realitas kehidupan zaman ini.

14

Dokumen terkait