BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Ada pun penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perencanaan, proses pelaksanaan dan hasil layanan konseling pastoral di rumah sakit katolik Budi Rahayu Blitar.
1. Perencanaan Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar Perencanaan layanan konseling pastoral RSK Budi Rahayu Blitar dilaksanakan berdasarkan visi dan misi rumah sakit. Selain itu, perencanaan layanan konseling pastoral sejalan dengan KWI tahun 1987 yaitu memberi perhatian kepada pasien sebagai pribadi yang luhur dan bermartabat.
Perhatian yang diberikan kepada pasien sebagai pribadi yang luhur dan bermartabat, dapat diwujudkan melalui sentuhan manusiawi dan juga secara rohani. Dengan sentuhan yang diberikan oleh pelayan pastoral, diharapkan setiap pribadi (pasien) dapat mengalami kembali kasih Allah Sang pencipta dan penyelamatnya.
Dari dokumen hasil evaluasi tim Pastoral Care tahun 2004, diketahui bahwa perencanaan layanan konseling pastoral dilaksanakan melalui program rohani pastoral. Dalam perencanaan konsep pastoral care didasarkan pada kebutuhan pelayanan. Hal itu meliputi bidang: pendampingan orang sakit, konseling karyawan, buku bacaan keliling, pewartaan dan penyiaran melalui
audio-visual. Lebih lanjut perencanaan tersebut tercantum dalam sebuah prosedur tetap Pastoral Care pada tahun 2012. Hal itu mencakup: kegiatan mausiawi; konseling/pendampingan ; siaran radio; perpustakaan; pelayanan doa dan sakramen-sakramen; dan pelayanan kerohanian melalui radio/audio.
Berdasarkan hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah ada perencanaan program konseling pastoral di RSK Budi Rahayu Blitar. Perencanaan berlandaskan visi dan misi Rumah Sakit, serta program secara
umum pastoral care.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan melalui studi dokumentasi, observasi, dan wawancara, maka ditemukan data sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Evaluasi Konteks
Aspek Indikator Kriteria Data
Konteks Perencanaan program Program memenuhi kebutuhan rohani pasien: kegiatan mausiawi; konseling/ pendampingan ; siaran radio; perpustakaan; pelayanan doa dan sakramen-sakramen; dan pelayanan kerohanian melalui radio/audio. Tersedia kegiatan manusiawi (sapaan, kunjungan), kegiatan pendampingan/konseling berjalan, ada siaran radio mulai pukul 05.30-06.15, dilanjutkan 07.00-15.00. penerimaan sakramen bagi pasien yang membutuhkan.
Data di atas menunjukkan bahwa program perencanaan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu mendampingi pasien dan memberikan sakramen-sakramen bagi pasien yang membutuhkan.
Lebih lanjut untuk melihat apakah program yang direncanakan dapat membawa perubahan maka perlu adanya evaluasi input. Yaitu sebuah
evaluasi yang bertujuan untuk mengindentifikasi dan menelaah sumber-sumber yang digunakan dan dipilih dalam pelayanan. Dari studi dokumentasi, wawancara, dan observasi dihasilkan data sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Evaluasi Inputs
Aspek Indikator Kriteria Data
Inputs Konselor/ petugas pastoral Terdapat tenaga pastoral yang mencukupi (Pastor,suster, petugas PC) Terdapat petugas PC, pastor, suster, pendeta, perawat dan dokter yang terlibat dalam layanan ini. Kompetensi yang dimiliki lebih pada adanya hati untuk melayani, tingkat pendidikan perawat adalah D3 keperawatan, dokter yang berperan dokter umum, serta suster yang terlibat S2 keperawatan (MN). Jam kerja 07.00-14.30 Sesuai dan bila ada yang
urgen bisa diluar jam tersebut.
Dukungan keuangan
Terdapat rencana anggaran
Tidak ada anggaran khusus, namun bila petugas PC mengajukan anggaran akan
dipertimbangkan oleh pihak rumah sakit. Ruangan Terdapat ruang
konseling yang nyaman
Terdapat satu ruang PC tidak kedap suara, berdekatan dengan ruang operasi, dan ruang lainnya. Situasi kurang tenang.
Sarana dan prasarana
Tersedia sarana yang mendukung pelayanan rohani (konseling pastoral)
Tersedia telepon penghubung antar unit rumah sakit, 1 unit komputer, tape dan perlengkapan
audio/radio, lemari buku. Media Media yang menarik
dan menginspirasi
Poster dan mading
kesehatan dan hari-hari penting RSK Budi Rahayu maupun gereja. Metode
pelayanan pastoral
Kunjungan setiap hari kepada semua pasien tanpa memandang suku, agama, ras dan layanan konseling bagi pasien yang membutuhkan.
Petugas mengunjungi pasien setiap hari dengan menyapa, mendengarkan, dan memberi solusi serta dukungan.
Dari hasil evaluasi konteks dan input dapat ditarik kesimpulan bahwa program perencanaan sudah sesuai dengan indikator dan kriteria yang ada. Baik dalam hal perencanaan program maupun sumber-sumber yang mendukung terlaksananya suatu program yang direncanakan yaitu layanan konseling pastoral bagi pasien di RSK Budi Rahayu Blitar-Jawa Timur. 2. Pelaksanaan Layanan Konseling Pastoral RSK Budi Rahayu Blitar
Layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu sudah diprogramkan sejak tahun 2004. Hal itu terungkap dari dokumen hasil evaluasi tim pastoral care, yang menyebutkan bahwa salah satu program layanan hidup rohani adalah layanan konseling untuk pasien dan karyawan RSK Budi Rahayu. Layanan ini berjalan sedemikian tanpa adanya sebuah perencanaan yang tertulis. Program rutin yang dilaksanakan mengacu pada program pastoral care secara umum, salah satunya adalah kunjungan rutin kepada para pasien dan keluarganya.
Namun karena keterbatasan tenaga, maka yang mendapat layanan ini lebih terfokus pada pasien dan keluarganya. Dari hasil penelitian dapat ditemukan beberapa aspek yang terlaksana dari layanan konseling di RSK Budi Rahayu.
Peneliti lebih lanjut mendapatkan data dari dokumen prosedur tetap layanan pendampingan/konseling pastoral, prosedur ini dibuat pada tahun 2012. Berdasarkan kriteria evaluasi didapatkan hasil penelitian sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil Evaluasi Proses
Aspek Indikator Kriteria Data
Proses Keterlaksana an program Program terlaksana sesuai rencana Terlaksana. Waktu pelaksanaan
Sesuai rencana Sesuai rencana dan siap sedia bila dibutuhkan diluar jadwal yang ada. Pemberian layanan pastoral (pendamping an dan konseling )
Pasien merasa puas atas layanan rohani yang disediakan rumah sakit
Pasien merasa gembira, puas, bangga melalui pelayanan ini.
Penggunaan media layanan rohani
Pasien dan keluarga merasa terhibur, serta memperoleh
peneguhan.
Media audio/radio (musik instrument, lagu rohani maupun lagu profan, doa, pembacaan kitab suci dan renungan, cerita inspiratif) ada setiap hari mulai pukul 07.00-15.00, dan pukul 05.30-06.00 bisa ada misa. Kadang-kadang suara tidak terdengar dan juga kadang terlalu keras. Catatan: karena pasien mayoritas muslim, mereka lebih suka menonton televisi dari pada mendengarkan siaran radio rumah sakit. Penggunaan
metode pelayanan pastoral
Pasien terlibat dan mau terbuka terhadap layanan konseling pastoral
Petugas mencari data pasien terlebih dahulu,kemudian mengunjungi dengan beberapa tahap dan pasien dengan sendirinya cerita tentang kehidupan dan relasinya dengan
orang-orang terdekatnya. Ketercapaian layanan konseling pastoral Pasien merasakan dampak positip dari layanan yang diperolehnya (kesembuhan,
peneguhan, motivasi, makna hidup)
Pasien yang awalnya cemas, gelisah dan tidak merespon menjadi lebih tenang dan mau terbuka terhadap petugas dan tim medis.
Dari data kriteria dalam kolom di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Jadwal pelaksanaan layanan konseling pastoral
Ketepatan waktu para pelayan konseling pastoral sangat mempengaruhi kesiapan para pasien dan keluarganya dalam menerima layanan ini. Apabila layanan ini diberikan pada saat yang tepat, maka pasien dan keluarga tentunya merasa senang dan terdukung, serta mereka tidak merasa terganggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan layanan konseling pastoral/pelayanan pastoral RSK Budi Rahayu berjalan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Pelaksanaan pelayanan konseling pastoral/pastoral care dilaksanakan setiap hari, mulai pukul 08.30-10.00 WIB dilanjutkan pukul 11.00-12.30 WIB, seperti yang diungkapkan salah seorang petugas:
”…pendampingan dilakukan setiap hari, mulai pukul 08.30-10.00 dilanjutkan pukul 10.30-12.15 WIB. Karena jam itu pasien sudah selesai mendapat perawatan dan jam 09.30/10.00 kembali ke PC karena saat jam itu banyak pengunjung yang datang menjengguk pasien. Biasanya tidak bisa ditargetkan, tergantung situasi pasiennya. Biasanya per paviliun bergantian setiap hari. Jika perlu biasanya setelah jam kunjung, saya lanjutkan ”(PW.PC)
Dari pernyataan tersebut tampak bahwa waktu pelaksanaan layanan konseling pastoral diatur sedemikian rupa setelah pasien mendapatkan perawatan medis. Dari situasi tersebut diharapkan, bahwa para pasien dan keluarganya sudah siap menerima kehadiran pelayan pastoral care tanpa ada rasa terganggu. Sedangkan dokter waktunya meyesuaikan dengan jadwal kunjung pasien (visitebed) dan perawat menyesuaikan kondisi pasiennya. Pelayanan konseling pastoral dilakukan setiap hari, waktunya tidak tentu. Hal itu bergantung pada konselornya (dokter perawat, pendeta, romo). Pelayan pastoral/unit PC secara pasti melaksanakan layanan ini setiap hari. Waktu pelaksanaannya dari pukul 08.30-09.30 WIB, kemudian dilanjutkan pukul 10.30-12.15 WIB. Responden lain yang secara rutin kunjung pasien setiap hari adalah seorang suster pemilik rumah sakit, beliau sebagai ketua PKRS sekaligus sebagai SPI (Sistem Pengawas Internal) rumah sakit. Responden melaksanakan layanan konseling pastoral dari pukul 10.00-12.15/12.30 WIB.
Durasi waktu konseling pastoral tidak sepanjang konseling yang diberikan kepada orang sehat. Orang sakit tentu tidak sekuat orang sehat. Lama waktu konseling pastoral berkisar 15-30 menit, seperti yang dijelaskan seorang perawat:
“…tidak pasti, tergantung kasusnya. Seandainya ringan biasanya 15 menit, tapi kalau situasi kritis memang butuh waktu panjang . Selama ini waktunya tidak tentu, tergantung situasi dan kondisi pasien. Tetapi setiap hari sering terjadi konseling” (PW.IC).
b. Sasaran
Penentuan sasaran pelayanan konseling di RSK Budi Rahayu sangatlah penting. Hal ini akan membantu para pelayan konseling pastoral dalam melaksanakan tugasnya secara tepat sasaran. Dari hasil penelitian ini, secara umum responden menyatakan bahwa sasaran pelaksanaan layanan konseling pastoral adalah semua pasien rawat inap dan keluarganya tanpa memandang agama, seperti yang diungkapkan dokter dan perawat:
“Menurut saya seluruh pasien rawat inap di rumah sakit ini mendapat layanan konseling pastoral, tanpa memandang agama”
(PSs.D3; PSs.D2, PSs.D1, PSs.P1, PSs.P3).
Dari pernyataan di atas jelas bahwa pelayanan ini ditujukan untuk semua pasien khususnya pasien rawat inap. Kenyataan bahwa tenaga yang memberi pelayanan tersebut terbatas, maka pelayanan lebih difokuskan pada pasien-pasien istimewa/khusus dengan kasus penyakit berat dan yang lebih membutuhkan layanan konseling. Seperti yang diungkapkan beberapa perawat:
“selama ini pasien yang membutuhkan pendampingan khusus, pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi akan penyakit yang dideritanya yang akan menghambat aktifitasnya. Misalnya: pasien penderita kanker dan stroke (PSs.IC; PSs.P2;PSs.P4).
“...,biasanya yang dikunjungi adalah pasien-pasien dengan kondisi penyakit yang berat seperti Stroke (CVA), Hipertensi” (PSs.P3)
c. Jumlah Perjumpaan
Layanan konseling yang efektif terjadi bila seorang konselor mampu menyadarkan konseli akan dirinya dan ada perubahan sikap, cara
berpikir, serta ada rencana jangka pendek yang akan dibuatnya. Kehadiran konselor juga mampu memandirikan konseli, agar tidak tergantung pada konselor. Maka untuk itu konselor perlu peka akan kebutuhan konseli dan berani untuk tegas bila muncul ketergantungan pada diri konseli. Penentuan jumlah pertemuan konseling sangat penting dalam layanan konseling pastoral.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pelayan/yang terlibat dalam layanan konseling pastoral memberikan layanan pendampingan kepada pasien hanya satu kali. Seperti diungkapkan perawat dan petugas pastoral:
”…., biasanya sekali. Biasanya saya menawarkan apakah saya perlu datang atau tidak? Jika ya, maka saya akan hadir lagi”(PJP.PC; PJP.IC; PJP.Rm; PJP.SS )
Pertemuan terjadi hanya satu kali, karena pelayan pastoral merasa bahwa konseli (pasien/keluarganya) sudah mampu untuk berpikir dan mengambil keputusan secara tepat. Petugas yang terlibat dalam pemberian konseling menemukan bahwa kasus konseli tidak terlalu serius. Pernyataan tersebut bukanlah sebuah ketentuan yang baku, perawat ataupun petugas yang terlibat dalam pemberian layanan konseling pastoral akan terbuka melayani bila diminta dan akan menindaklanjuti layanan tersebut bila dirasa perlu untuk dilakukannya, seperti diungkapkan pelayan pastoral:
“Biasanya ketika mereka sudah mencari alternatif-alternatif dan
sudah cocok dengan dirinya. Saya rasa mereka sudah bisa mandiri, saya menghindari adanya ketergantungan,
menghibur-hibur, memang arahnya tidak kesana, dan saya rasa ia sudah bisa. Mungkin sekali dilihat, ternyata dia sudah merasa senang, mau apa sudah direncanakan, biasanya ya sudah jalan sendiri” (PJP.SS).
”Itu juga tergantung kasusnya. Biasanya pasien dan keluarganya
kalau sudah tenang ya sudah cukup, dan bila mereka konsultasi lagi ya kita layani” (PJP.IC)
Dari pernyataan di atas, semakin jelas bahwa jumlah pertemuan layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu tergantung kasus dan tingkat kebutuhan pasien maupun keluarga pasien. Hal itu bertujuan agar konseli (pasien dan keluarganya) mampu untuk mandiri.
d. Tahap-tahap Layanan Konseling Pastoral
Pengetahuan dan pemahaman terhadap tahap-tahap layanan konseling pastoral membantu pelayan konseling pastoral RSK Budi Rahayu melaksanakan layanan ini secara terarah. Hal itu tentu membuat proses layanan konseling berjalan secara efektif. Proses ini bukan sekedar kunjungan orang sakit. Pelayan konseling pastoral berhadapan dengan mereka yang sakit. Mayoritas pasien yang dilayani kelompok ekonomi menengah ke bawah, maka sangat penting bagi pelayan konseling pastoral mengenal pasien yang hendak dikunjunginya. Jika pelaksana berjalan/melangkah sesuai prosedur/tahap-tahap yang ada, tentunya akan sangat membantu mereka ketika berhadapan dengan pasien.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, mereka yang terlibat dalam layanan konseling pastoral sudah mengetahui penyakit, asal pasien, bahkan masalah-masalah yang mungkin ditangkap oleh perawat yang merawatnya. Pelayan pastoral sebelum datang ke pasien sudah melakukan
identifikasi kebutuhan dan masalah pasien, sehingga ketika datang ke pasien ia sudah memiliki gambaran tentang pasien yang dikunjunginya. Seperti diungkapkan seorang suster:
”saya mencari datanya dulu, kondisi bagaimana, hasil
pemeriksaan lab bagaimana, mencari informasi ke perawat kira-kira pasien butuh bantuan apa?, jadi saya datang tidak kosong-kosong. Saya datang ke pasien sudah tahu dan punya gambaran, kira-kira saya bisa memberi apa pada mereka. Awalnya saya mem-perkenalkan diri, kemudian tanya gejala yang dirasakan, dan memang segala penyakit itu memiliki gejala yang berbeda karena secara ilmu saya tahu dan mengingat itu. Kemudian baru secara ekonomi, saya jelaskan untuk pengobatan selanjutnya, biaya dan kondisinya bagaimana, pasti secara kejiwaan, mereka ada rasa sedih, cemas, maka saat itu saya mengajak mereka utk berpikir, juga memberi alternatif-alternatif, disamping itu juga tak terlepas dari campur tangan Tuhan, sambil mengajak mereka untuk tetap berdoa. Jika mungkin saya ajak berdoa, menganjurkan doa Rosario jika mungkin bagi keluarga yang menjaganya. Saya sampai follow up untuk hari selanjutnya mereka biasanya lebih
baik” (PLL.SS).
Dari pernyataan di atas tampak bahwa petugas layanan konseling pastoral menerapkan langkah-langkah yang tersusun rapi dari awal konseling sampai akhir atau penutup. Hal itu juga didasari oleh pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam bidang ini yang memadahi, sehingga mampu berjalan secara terstruktur.
Hal itu berbeda dengan petugas yang memiliki latar belakang pendidikan di luar bidang ini. Petugas melaksanakannya sejauh yang ia tahu dan apa adanya, meskipun demikian bila dilihat lebih dalam, mereka juga melaksanakan sesuai prosedur. Hal itu meliputi: meminta ijin kepala ruangan, mencari informasi/data pasien, melakukan pendekatan terhadap
pasien dan keluarganya, menggali masalah, dan pemberian saran. Seperti diungkapkan petugas pastoral yang terlibat dalam layanan ini:
”biasanya saya kunjungan pasien dan keluarga pasien, untuk
langkah-langkahnya itu biasanya seperti ini: saya datang langsung ke ruangan, setelah itu melihat status pasien (agamanya apa, sakitnya, dokter, asalnya); (pertama melakukan pendekatan dengan berkunjung, menyapa, dan menemani; 2) memberikan pendampingan untuk menggali sejauh mana apa yang dialami pasien pada saat itu; 3) menanggapi ungkapan pasien; 4) memberikan saran), setelah selesai kunjungan biasanya keruangan lagi untuk melakukan pencatatan ”.(PLL.Pc)
Demikian perawat dan dokter yang terdorong untuk memberikan layanan konseling pastoral, juga secara otomatis menerapkan langkah-langkah dalam pelayanan ini. Pelayanan ini mereka sadari sebagai bagian dari pelayanan mereka, yang mana mereka juga diundang untuk memberi perawatan secara holistik. Seperti diungkapkan seorang dokter yang terlibat dalam pelaksanaan layanan konseling pastoral:
”Proses konseling dilakukan sambil dokter melakukan visite
(bed-visite counseling).”….Awalnya kita perlu mengenal latar
belakang pasien, pekerjaannya, “pak, bu…nopo sing dirasake?”, kebiasaannya, karena kadang penyakitnya ada kaitannya dengan pekerjaannya. Tetapi untuk kasus-kasus penyakit yang tidak bisa sembuh. Prosesnya: keluarga dipanggil ke ruang perawat untuk mendapat penjelasan detail, sedangkan untuk pasiennya sendiri diupayakan agar mendapatkan informasi-informasi yang tidak menambah stress pada yang bersangkutan” (PLL.D1).
Ungkapan pelayan pastoral konseling yang lain:
”Kami menyapa pasien dan keluarganya sambil memberikan sentuhan (jabat tangan sambil mengenalkan diri); Menanyakan bagaimana yang dirasakan pada saat ini; Melakukan pendekatan agar pasien merasa nyaman dengan bahasa yang halus,bukan mendikte tetapi memberi dukungan; Dengan demikian biasanya pasien/keluarga akan lebih terbuka dan kemudian bercerita/menyampaikan beberapa hal; Bila sudah terkaji
kemudian kita memberikan arahan, support ke pasien/keluarga dan bila perlu kami menanyakan ke pasien/keluarga apakah perlu mendatangkan pendeta/pak kyai/romo untuk doa bersama/sakramen; Bila memang memerlukan kami kemudian menghubungi petugas PC dan kami menyiapkan segala
keperluannya”. (PLL.IC; PLL.Rm, PLL.PC1; PLL.P2)
Dari beberapa pernyataan responden menunjukkan bahwa tahap-tahap layanan konseling pastoral di RSK Budi Rahayu tidak ada patokan yang baku, hal itu tergantung pada setiap pelayan pastoral yang terlibat dan situasi pasien yang dilayaninya.
e. Teknik Komunikasi
Penguasaan teknik komunikasi yang tepat akan membantu berjalannya proses pelayanan konseling pastoral. Komunikasi secara tepat akan membantu pasien berani terbuka dan merasa nyaman dengan pelayan pastoral yang mengunjunginya. Pasien dan keluarga pasien juga akan merasa dihargai sebagai pribadi, dan kehadiran pelayan konseling pastoral dirasakan memberi dukungan, serta mampu mendengarkan sehingga mereka merasa lega setelah mengungkapkan masalahnya.
Dari hasil penelitian tampak bahwa setiap pribadi yang terlibat dalam layanan konseling bagi pasien dan keluarga pasien di RSK Budi Rahayu, sudah menggunakan teknik komunikasi yang menunjukkan penerimaan, empati, dan lain-lain. Seperti diungkapkan seorang dokter:
”biasanya dengan pelan-pelan dan sabar kita memberi tahu,
pak…bu…kita lihat dulu hasil lab, nah untuk itu harus periksa darah. Belum tentu penyakitnya seperti apa yang bapak, ibu takutkan. Kalaupun benar supaya cepat memperoleh penanganan, secepatnya dan jika sembuh, maka bapak, ibu akan hidup seperti orang normal”. (PTK.D1)
Ungkapan perawat lainnya:
“Dalam komunikasi dengan pasien maupun keluarga pasien biasanya, saya melakukan pendekatan secara halus dan tidak mendikte. Maksudnya,….mendengarkan mereka sampai selesai, walaupun ada kalanya cara pikir mereka yang tidak sesuai. Setelah itu baru saya mengarahkan dan memberi penjelasan,
dengan menghindari kata “harus”, tetapi lebih menggunakan kata
“sebaiknya”. Sehingga mereka tidak merasa digurui, juga kita tidak memaksakan untuk ikut kita kok. ….Dalam mendengarkan juga perlu kontak mata, tapi kontak mata yang menunjukkan pandangan yang bersahabat, teduh, sehingga orang merasa diterima dan dihargai. Saya juga sering memberikan sentuhan sebagai bentuk dukungan yaitu berjabat tangan dan memegang tangan pasien terutama yang kondisinya kritis (PTK.IC).
Ungkapan perawat yang lain:
”….biasanya saya menggunakan komunikasi teraupetik. Komunikasi teraupetik yang sering saya lakukan itu bahwa ada empatinya yaitu kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh pasien, sehingga permasalahan yang ada bisa dikomunikasikan, mencari solusi, sehingga sangat penting memahami apa yang dirasakan, dialami pasien jadi lebih keempati ya.Tidak ada paksaan, memahami, ada kontrak waktu, boleh mengungkapkan, menjaga kerahasiaan, kalau ada tekanan-tekanan kita mungkin bisa membantu mungkin privasinya yang harus dijaga karena kerahasiaan perlu dijaga, kalau ujung-ujungnya keluarga”. (PTK.P2).
Dari hasil penelitian terungkap bahwa perawat/kepala ruangan yang dipercaya untuk memberi pendampingan bila pasien mengalami masalah, ada usaha dan inisiatif untuk belajar, serta bertanya pada yang lebih ahli termasuk dalam hal konseling dan teknik komunikasi yang tepat bagi pasien. Seperti yang diungkapkan perawat sebagai berikut:
“…..seandainya tidak bisa, biasanya saya tanya yang lebih menguasai teori “suster S…”. hal itu sangat membantu karena beliau mempunyai teori dan biasanya kita bisa lihat panduannya via online. Bila tidak bisa saya minta bantu beliau, karena ada trik-triknya” (PTK.P2).
f. Kerja Sama
Kerja sama adalah hal penting untuk dilakukan dalam bidang apapun, hal itu sebagai bentuk kesadaran manusia bahwa mereka makhluk sosial yang saling membutuhkan antara pribadi satu dengan yang lainnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, antara petugas konseling pastoral dengan para perawat, serta dokter ada relasi dan kerja sama yang baik. Seperti diungkapkan seorang perawat:
“sejauh yang saya tahu ada kerjasama dan relasi yang baik antara petugas PC dengan para perawat , karena memang ada kesinambungan yang tidak bisa terpisah-pisah (PKs.S, PKs.P1 PKs.P2, PKs.P3, PKs.IC, PKs.S).
Dari pernyataan tersebut nampak adanya kesadaran dari petugas pastoral dan para perawat, bahwa layanan konseling pastoral merupakan sebuah layanan yang saling terintegrasi antara petugas pastoral dengan tim medis di RSK Budi Rahayu Blitar. Adanya integrasi dan kerjasama akan membantu proses pelaksanaan konseling pastoral bisa berjalan dengan baik.
Hal ini berbeda yang diungkapkan oleh seorang dokter yang merasa selama ini tidak melibatkan petugas pastoral untuk layanan ini, hal ini terjadi karena dokter tersebut lebih memilih untuk melaksanakan