• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam dokumen Kajian (Halaman 30-33)

Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan  pelaksanaan suatu kebijakan publik. Evaluasi diartikan juga sebagai kegiatan pemberian nilai atas  sesuatu  fenomena  yang  di  dalamnya  terkandung  pertimbangan  nilai  tertentu  (Mustofadijaja,  2002:45). Dalam konteks kebijakan publik, fenomena yang dinilai adalah tujuan , sasaran kebijakan,  kelompok sasaran, instrumen kebijakan yang digunakan, responsi lingkungan kebijakan, kinerja yang  dicapai, dampak yang terjadi, dan sebagainya. Muhadjir (1996) menambahkan, evaluasi kebijakan  publik  merupakan  suatu  proses  untuk  menilai  seberapa  jauh  suatu  kebijakan  publik  dapat  membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan  dan/atau target kebikakan publik yang ditentukan. Dapat dikatakan pula, evaluasi digunakan untuk  melihat apakah proses pelaksanaan kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis yang  telah ditentukan. 

 

Mustopadidjaja (2002) menambahkan, evaluasi kebijakan dapat dilakukan pada tahap pemantauan  pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 

ƒ Evaluasi  kinerja  pada  pemantauan  dimaksudkan  untuk  mendapatkan  informasi  dini  mengenai perkembangan pelaksanaan kebijakan pada saat tertntu untuk mengetahui hal‐hal  yang perlu diperbaiki agar rumusan kebijakan lebih tepat, pelaksanaan kebijakan berjalan  baik, dan tujuan kebijakan dapat dicapai. 

ƒ Evaluasi kinerja dalam rangka pengawasan dilakukan untuk mendapatkan informasi objektif  tingkat capaian pelaksanaan kebijakan pada saat tertentu untuk mengetahui penyimpangan  pelaksanaan kebijakan. 

ƒ Evaluasi kinerja tahap pertanggungjawaban dilakukan untuk mendapatkan analisis objektif  perkembangan pelaksanaan, penyesuaian yang dilakukan, serta penilaian tingkat capaian  kiner dalam jangka waktu tertentu. 

 

Weiss (1972) menyimpulkan bahwa dalam mengevaluasi kebijakan publik, terdapat beberapa unsur  penting, yaitu : 

1. Untuk mengukur dampak berdasarkan metodologi riset yang digunakan. 

2. Dampak tadi menekankan pada suatu hasil dari efisiensi, kejujuran, moral yang melekat  pada aturan‐aturan atau standar. 

3. Perbandingan antara dampak dengan tujuan dengan menekankan pada penggunaan kriteria  yang jelas dalam menilai bagaimana suatu kebijakan telah dilaksanakan dengan baik. 

4. Memberikan kontribusi pada pembuatan keputusan selanjutnya dan perbaikan kebijakan  pada masa mendatang. 

 

Berdasarkan konsep mengenai analisis kebijakan publik di atas, maka dalam kerangka kajian ini yang  dimaksud dengan kebijakan publik adalah kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang disusun  untuk  memecahkan  masalah‐masalah  ketertinggalan  daerah  dan  mengupayakan  percepatan  pembangunan daerah tertinggal. Dalam kajian ini,  

 

2.2.2.

Evaluasi Kinerja Program Pembangunan 

 

Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan atau  organisasi dalam mewujudkan tujuan, sasaran, visi, dan/atau misi organisasi maupun kegiatan.  Untuk mengetahui seberapa jauh kinerja suatu kegiatan, program, ataupun organisasi dilaksanakan  dalam ra ngka mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan pengukuran terhadap kinerja tersebut. 

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR  17

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan  kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran, tujuan, visi, dan misi melalui hasil‐hasil yang ditampilkan  berupa produk, jasa, atau proses. Komponen yang terdapat dalam pengukuran kinerja meliputi : (1)  Penetapan indikator kinerja, (2) Pencapaian kinerja, dan (3) Evaluasi kinerja. 

 

Keberhasilan berbagai prorgam pembangunan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sering  diukur  dari  sudut  pandang  masing‐masing  stakeholder,  seperti  lembaga  legislatif,  instansi  pemerintah, LSM, masyarakat umum, dan sebagainya. Idealnya, penyusunan teknik pengukuran  kinerja pelaksanaan program pembngunan dilakukan melalui proses partisipasi yang transparan dari  berbagai pihak, sehingga diperoleh apa yang diharapkan oleh stakholder atas kinerja lembaga  tersebut. Penyusunan tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan besama dari stakeholder  kegiatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional. 

 

Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja, bobot masing‐masing indikator, dan  penetapan capaian indikator kinerja. Pengukuran kinerja setiap kegiatan dapat dilakukan melalui  pencapaian yang didasarkan kepada indikator‐indikatornya. Penetapan indikator kinerja merupakan  proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data  (informasi) untuk menentukan kinerja kegiatan, program, dan kebijakan. 

 

Pada dasarnya, indikator adalah sautu alat ukur yang menunjukkan suatu isu atau kondisi. Tujuannya  adalah menunjukkan seberapa jauh suatu sistem bekerja, baik sistem kegiatan/program maupun  sistem organisasi. Indikator dapat membantu memahami dimana posisi pelaksanaan kegiatan atau  organisasi  berada,  ke  arah  mana  berjalannya,  dan  seberapa  jauh  perjalanan  ke  arah  yang  dikehendaki (tujuan). 

 

Indikator tidak dimaksudkan sebagai alat tunggal dalam evaluasi obyektif atas suatu keadaan. Yang  berlaku umum adalah dilakukannya pembatasan jumlah indikator untuk memperoleh gambaran  suatu keadaan yang ingin dinilai. Oleh karena itu, walaupun dinilai mengandung banyak kelemaham,  penggunaan indikator dalam jumlah terbatas lebih banyak diterima oleh banyak pihak. Dengan  jumlah indikator yang terbatas, maka perhatian lebih terarah pada tindakan‐tindakan yangd apat  dilakukan untuk mengubah besaran angka atau nilai indikator. 

 

Pengembangan dan pemilihan indikator dapat dilakukan secara sederhana karena smeua angka atau  besaran yang dapat emnggambarkan keadaan daerah dapat digunakan sebagai indikator. Namun  demikian, perlu disadari bahwa pemilihan indikator terkait erat dengan persoalan yang terjadi di  suatu daerah dan yang dinilai perlu dipecahkan oleh dan bagi penduduk daerah itu. Pemilihan  indikator kemudian menjadi penting bagi tindakan lebih lanjut yang perlu diambil oleh pemerintah  daerah tersebut agar di masa datang terjani peningkatan nilai bagi daerah tersebut. 

 

Indikator sangat bervariasi, bergantung pada tipe sistem yang dikendalikan. Namun demikian,  terdapat beberapa karakteristik yang sama terhadap indikator yang efektif, yaitu : 

ƒ Specific  (detail  dan  jelas).  Indikator  kinerja  yang  disusun  harus  jelas  agar  tidak  ada 

kemungkinan kesalahan interpretasi. 

ƒ Measurable  (dapat  diukur  secara  objektif).  Indikator  kinerja  yang  disusun  harus 

menggambarkan  sesuatu  yang  jelas  ukurannya.  Kejelasan  ukuran  tersebut  akan  menunjukkan tempat dan cara untuk mendapatkand ata pencapaian indikator tersebut. 

ƒ Attributable  (bermakna).  Indikator  kinerja  yang  ditetapkan  harus  bermanfaat  untuk 

kepentingan pengambilan keputusan. 

ƒ Relevant (sesuai). Indikator kinerja harus sesuai dengan ruang lingkup program/kegiatan dan 

ƒ Timely (tepat waktu). Indikator kinerja yang disusun harus didukung oleh ketersediaan data  yangd apat diperoleh pada waktu yang tepat dan akuran, sehingga dapat digunakan sebagai  bahan pengembalian keputusan pada saat yang dibutuhkan. 

 

Secara mendasar,  terdapat tiga fungsi  utama indikator,  yaitu (a) untuk  mengukur, (b) untuk  menyederhanakan, dan  (c) untuk  menginformasikan  perubahan.    Penetapan  indikator kinerja  merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indiaktor kinerja melalui sistem pengumpulan dan  pengolahan data untuk menentukan kinerja kegiatan, program, dan kebijakan. Pada dasarnya,  penetapan indikator kinerja dapat dikelompokkan berdasarkan : 

 

1. Indikator masukan (input indicator

  Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai keseuaian dan ketepatan atas  penyediaan masukan (input) dalam suatu program atau kegiatan. Termasuk di dalam indikator  masukan adalah pelaku/institusi pelaksana, kebijakan dan peraturan perundang‐undangan yang  mengatur program dan/atau kegiatan, serta sarana untuk mendukung pelaksanaan program  dan/atau kegiatan. 

2. Indikator proses (process indicator

  Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai proses pelaksanaan kegiatan.  Termasuk  kinerja  proses  adalah  menyangkut  pengorganisasian  pekerjaan;  manajemen  pengelolaan dan pembagian wewenang; partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan  kegiatan; ketepatan pelaksanaan pekerjaan yang menyangkut sasaran, waktu, dan hasil program  atau kegiatan; dan sebagainya. 

3. Indikator keluaran (outpur indicator

  Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan ketepatan atas  keluaran dari suatu program atau kegiatan yang diharapkan. 

4. Indikator hasil (outcome indicator

  Yaitu suatu alat ukur yang dapat meberikan indikasi mengenai ketepatan dan kesesuaian hasil  kegiatan dengan target program. 

5. Indikator manfaat (benefit indicator

  Yaitu suatu alat  ukur yang dapat  digunakan  untuk mengindikasikan manfaat yang dapat  diperoleh dengan terlaksananya program dan/atau kegiatan oleh masyarakat. 

6. Indikator dampak (impact indicator

  Yaitu suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya dampak positif  maupun negatif atas pelaksanaan program dan/atau kegiatan. 

 

Indikator masukan, proses, dan keluaran dinilai sebelum kegiatan selesai dilaksanakan, sedangkan  indikator hasil, manfaat, dan dampak dinilai setelah kegaitan dilaksanakan. Penetapan indikator  tidak selalu harus menggunakan seluruh komponen indikator di atas, melainkan dapat menggunakan  hanya satu atau beberapa komponen indikator saja. Penetapannya ditentukan oleh kondisi dan  tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran kinerja program dan/atau kegiatan. 

 

2.2.3.

Logical Framework Analysis 

 

Logical Framewok Analysis (LFA) adalah instrumen analisis, presentasi, dan manajemen yang dapat 

membantu perencana untuk menganalisis situasi eksisting, membangun hirarki logika dari tujuan  yang akan dicapai, mengidentifikasi resiko potensial yang dihadapi dalam pencapaian tujuan dan  hasil, membangun cara untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tujuan (output) dan hasil 

(outcomes), menyajikan ringkasan aktivitas suatu kegiatan, serta membantu upaya monitoring 

selama pelaksanaan implementasi proyek (Ausguidline, 2005).   

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR  19

Tujuan dari penggunaan LFA adalah untuk melakukan suatu proses perencanaan proyek yang  bersifat partisipatoris dan berorientasi kepada tujuan. Teknik ini memerlukan keterlibatan seluruh  stakeholder  terkait  dalam  suatu  serial  workshop  untuk  menentukan  prioritas  dan  rencana  implementasi serta monitoring. Terdapat 4 langkah utama dalam melakukan LFA, yaiitu : (1) Analisis  Situasi; (2) Analisis Strategis; (3) Penyusunan Matriks Perencanaan Proyek; (4) Implementasi. 

 

A.

Analisis Situasi 

 

LFA dimulai dengan menganalisis situasi eksisting dan membangun tujuan‐tujuan untuk mengatasi  kebutuhan  nyata  di  lapangan.  Tahapan  ini  merupakan  tahapan  paling kritis  dan  sulit  untuk  membangun kerangka logis proyek.  Analisis situasi terdiri dari 3 aspek :  a. Analisis stakeholder  b. Analisis masalah  c. Analisis tujuan 

 

ANALISIS STAKEHOLDER 

Suatu proyek dipengaruhi oleh banyak aktor, dimana berbagai kepentingan yang dimiliki oleh   berbagai  aktor  tersebut  dapat  mempengaruhi  desain  dan  implementasi  dari  suatu  kegiatan.  Seringkali terjadi permasalahan dalam proses pembangunan karena tidak dilibatkannya beberapa  kelompok stakeholder dalam perencanaannya. Analisis stakeholder sangat penting untuk dilakukan,  antara lain untuk mengidentifikasi masalah, kepentingan, harapan, dan hambatan yang dihadapi  oleh stakhodelder, baik pihak‐pihak yang dapat mempengaruhi jalannya proyek atau sebaliknya,  dipengaruhi oleh kegiatan.  

 

Dalam dokumen Kajian (Halaman 30-33)