KAJIAN
KESERASIAN
DAN
KETERPADUAN
PENGELOLAAN
PEMBANGUNAN
DAERAH
TERTINGGAL
SERTA
UJI
COBA
INDIKATOR
KINERJA
PEMBANGUNAN
DAERAH
TERTINGGAL
LAPORAN
FINAL
DIREKTORAT
KAWASAN
KHUSUS
DAN
DAERAH
TERTINGGAL
i
K
A
T
A
P
E
N
G
A
N
T
A
R
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk menjadi daerah yang maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal tidak dapat dilaksanakan secara parsial, namun harus dilaksanakan secara komprehensif. Untuk itu Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal harus dibangun berdasarkan komitmen bersama antara seluruh stakeholder pemerintah daerah dan pusat.
Pada tahun 2004, Pemerintah telah menetapkan 199 kabupaten yang tergolong daerah tertinggal. Melalui kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang dilaksanakan selama RPJMN 2004—2009, telah dihasilkan kemajuan dalam mengurangi daerah tertinggal. Hasil evaluasi daerah tertinggal menunjukkan bahwa selama periode RPJMN 2004‐2009 terdapat 50 kabupaten tertinggal yang telah keluar dari daftar daerah tertinggal. Walaupun telah dicapai beberapa keberhasilan dalam pengentasan ketertinggalan daerah, secara umum pembangunan daerah tertinggal masih dihadapkan kendala dan permasalahan dalam proses pengelolaan pembangunan, khususnya dalam aspek perencanaan dan pelaksanaan. Pembangunan daerah tertinggal masih diwarnai oleh belum optimalnya keberpihakan kebijakan, program, dan anggaran terhadap pembangunan daerah tertinggal oleh sektor terkait termasuk kesesuaiannya dengan kebutuhan riil daerah; lemahnya koordinasi perencanaan antar sektor dan antar daerah; serta belum optimalnya keselarasan dan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.
Kajian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran mengenai isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal, serta memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah, khususnya dalam rangka pelaksanaan agenda Pembangunan Daerah Tertinggal pada RPJMN periode 2010‐2014. Rekomendasi kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka mendorong keberpihakan kebijakan, program, dan anggaran seluruh sektor terkait serta mewujudkan keselarasan dan keterpaduan perencanaan dalam pembangunan daerah tertinggal baik di tingkat pusat maupun daerah.
Akhir kata semoga kajian ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
Suprayoga Hadi
D
A
F
T
A
R
I
S
I
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... . ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... vi
Daftar Singkatan ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... I – 1
1.1. Latar Belakang ... I – 1 1.2. Permasalahan ... I – 3 1.3. Tujuan dan Sasaran ... I – 3 1.4. Keluaran ... I – 4 1.5. Sistematika Penulisan ... I – 4
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN DAN TEORITIS ... II – 1
2.1. Landasan Kebijakan ... II – 1 2.1.1. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) ... II – 1 2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025 ... II – 4 2.1.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009 ... II – 5 2.1.4. Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT ... II – 6 2.2. Tinjauan Literatur ... II – 9 2.2.1. Analisis Kebijakan Publik ... II – 9 A. Konsep Kebijakan Publik ... II – 9 B. Analisis Kebijakan Publik ... II – 10 C. Tahapan Proses Kebijakan Publik ... II – 10 2.3.2. Evaluasi Kinerja Program Pembangunan ... II – 14 2.3.3. Logical Framework Analysis ... II – 16 A. Analisis Situasi ... II – 16 B. Analisis Strategi ... II – 17 C. Matriks Perencanaan Proyek ... II – 17 D. Implementasi ... II – 18
BAB III METODOLOGI ... III – 1
3.1. Data dan Sumber Data ... III – 1 3.2. Waktu Pelaksanaan Kajian ... III – 1 3.3. Metode Kajian ... III – 2 3.4. Kerangka Logis Kajian ... III – 2
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH TERTINGGAL ... IV – 1
iii
4.2. Gambaran Daerah Tertinggal di Wilayah Studi ... IV – 4 4.2.1. Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 4 A. Kondisi Wilayah ... IV – 4 B. Penduduk ... IV – 4 C. Potensi ... IV – 4 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 5 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 5 4.2.2. Kabupaten Landak ... IV – 10 A. Kondisi Wilayah ... IV – 10 B. Penduduk ... IV – 11 C. Potensi ... IV – 11 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 12 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 13 4.2.3. Kabupaten Gorontalo ... IV – 15 A. Kondisi Wilayah ... IV – 15 B. Penduduk ... IV – 15 C. Potensi ... IV – 16 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 16 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 17 4.2.4. Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 20 A. Kondisi Wilayah ... IV – 20 B. Penduduk ... IV – 21 C. Potensi ... IV – 21 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 21 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 22
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL ... V – 1
5.1. Realisasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 2 5.2. Proses Perencanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 21 5.2.1. Keserasian Substansi Perencanaan ... V – 21 5.2.2. Keterpaduan Proses Perencanaan ... V – 40 A. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Pusat ... V – 40 B. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Daerah dan
Antarlevel Pemerintah ... V – 42 5.3. Proses Koordinasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 63
BAB VI INDIKATOR KINERJA PROSES PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL . VI – 1
6.1. Kabupaten Landak ... VI – 1 6.2. Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 7
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... VII – 1
7.1. Kesimpulan ... VII – 1 7.2. Rekomendasi ... VII – 3
DAFTAR PUSTAKA
D
A
F
T
A
R
T
A
B
E
L
Tabel 2.1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ... II – 2 Tabel 2.2 Program‐Program yang Terkait dengan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam
RPJMN 2005‐2009 ... II – 6 Tabel 2.3 Prioritas Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ... II – 7 Tabel 3.1 Data yang Diperlukan ... III – 1 Tabel 4.1 Kriteria dan Indikator Penetapan Daerah Tertinggal ... IV – 2 Tabel 4.2 Misi dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 6 Tabel 4.3 Program Prioritas dalam Strada Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 7 Tabel 4.4 Program dan Kegiatan Prioritas RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan Tahun
2008 ... IV – 8 Tabel 4.5 Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Sealtan Tahun 2008 ... IV – 10 Tabel 4.6 Usulan Dana dalam RAD PPDT Kabupaten Gorontalo Tahun 2008 ... IV – 20 Tabel 4.7 Pulau‐Pulau yang Ada dalam Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 20 Tabel 4.8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2006 ‐ 2007 IV – 22 Tabel 5.1 Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2008 ... V – 2 Tabel 5.2 Kebutuhan Dana RAD PPDT Lampung Selatan Tahun 2008 ... V – 2 Tabel 5.3 Kebutuhan dan Realisasi Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan di
Empat SKPD ... V – 2 Tabel 5.4 Komposisi Sumber Pendanaan RAD PPDT Kabupaten Landak Tahun 2008 ... V – 3 Tabel 5.5 Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran APBD Kabupaten Landak Tahun 2008 ... V – 4 Tabel 5.6 Realisasi RAD PPDT Kabupaten Landak oleh 3 SKPD ... V – 4 Tabel 5.7 Analisis Realisasi Sektoral Program/Kegiatan SKPD di Provinsi Maluku Tahun 2008 V – 7 Tabel 5.8 Analisis Perbandingan Usulan RAD PDT terhadap Realisasi Program / Kegiatan
Sektoral di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 13 Tabel 5.9 Alokasi Dana Per Kegiatan Berdasarkan SPC, PNPM‐MP Tahun 2008 di Kab. SBB .... V – 20 Tabel 5.10 Kesesuaian Permasalahan dengan Kebijakan RAD PPDT Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2008 ... V – 22 Tabel 5.11 Perbandingan Permasalahan Antara RAD PPDT dengan STRANAS PPDT ... V – 24 Tabel 5.12 Perbandingan Arah Kebijakan dalam STRANAS PPDT, STRADA PPDT Kab. Landak,
dan RAD PPDT Kab. Landak ... V – 25 Tabel 5.13 Perbandingan Program Prioritas dalam STRADA 2007‐2009 dengan STRADA 2008‐
2009 ... V – 26 Tabel 5.14 Perbandingan RAD Kabupaten Landak 2008 dengan STRADA Kabupaten Landak
2007‐2009 ... V – 27 Tabel 5.15 Analisa Struktur Kebijakan ... V – 27 Tabel 5.16 Permasalahan dan Kebijakan dalam RAD PPDT Kabupaten Gorontalo Tahun 2008 . V – 28 Tabel 5.17 Analisis Keserasian Pokok Permasalahan Ketertinggalan Kabupaten Seram
v
Kalimantan Barat ... V – 44 Tabel 5.20 Analisis Keterpaduan Dokumen Rencana dalam Penyusunan STRANAS/STRADA
dan RAN/RAD PDT ... V – 56 Tabel 6.1 Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Studi Kasus Kabupaten Landak ... VI – 6 Tabel 6.2 Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Studi Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 18
D
A
F
T
A
R
G
A
M
B
A
R
Gambar 2.1 Alur Perencanaan dan Penganggaran ... II – 4 Gambar 2.2 Kerangka Koordinasi Perencanaan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal . II – 9 Gambar 2.3 Tahap Interpretasi Kebijakan ... II – 13 Gambar 2.4 Logical Framework Analysis ... II – 21 Gambar 3.1 Kerangka Logis Kajian ... III – 4 Gambar 4.1 Jumlah Daerah Tertinggal per Provinsi ... IV – 3 Gambar 4.2 Peta Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 4 Gambar 4.3 Komposisi Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2008 ... IV – 10 Gambar 4.4 Peta Kabupaten Landak ... IV – 10 Gambar 4.5 Peta Kabupaten Gorontalo ... IV – 15 Gambar 4.6 Peta Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 21 Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Usulan Kegiatan Antarsektor dalam RAD PPDT Provinsi
Maluku Tahun 2008 ... V – 10 Gambar 5.2 Perbandingan RAD PPDT Provinsi Maluku dengan Realisasi Sektoral Tahun 2008 V – 11 Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Usulan Program Prioritas PDT dalam RAD PDT terhadap
Realisasi Sektoral di Tingkat Provinsi Maluku Tahun 2008 ... V – 11
Gambar 5.4 Perbandingan Rencana PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Realisasi
Sektoral Tahun 2008 ... V – 15 Gambar 5.5 Perbandingan Usulan Program Prioritas PDT dalam RAD PDT terhadap Realisasi
Sektoral di Tingkat Kab. Seram Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 16 Gambar 5.6 Perbandingan Jumlah Usulan Kegiatan Antar Sektor dalam RAD PDT Kab. Seram
Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 16 Gambar 5.7 Struktur Kebijakan ... V – 22 Gambar 5.8 Faktor Penyebab Ketertinggalan Kabupaten Landak ... V – 23 Gambar 5.9 Hubungan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional ... V – 40 Gambar 5.10 Proses Perencanaan PPDT di Kabupaten Landak ... V – 48 Gambar 5.11 Proses Perencanaan Kegiatan PPDT : Studi Kasus di Dishutbun Kabupaten
Landak ... V – 50 Gambar 5.12 Pola Keterkaitan Strada PPDT dan RAD PPDT Kabupaten SBB dengan Dokumen
Perencanaan di Provinsi Maluku ... V – 52 Gambar 5.13 Mekanisme Penyusunan Strada PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dan
vii
Gambar 6.3 Pohon Permasalahan Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 10 Gambar 6.4 Pohon Tujuan Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 14
D
A
F
T
A
R
S
I
N
G
K
A
T
A
N
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
FGD : Focus Group Discussion
K/L : Kementerian/Lembaga
LFA : Logical Framework Analysis
RAD PPDT : Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAN PPDT : Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
RAS : Rencana Aksi Sektor
Renja K/L : Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Renja SKPD : Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Renstra K/L : Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
Renstra SKPD : Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah RKA K/L : Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RKA SKPD : Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJPD : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
Strada PPDT : Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Stranas PPDT : Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk menjadi daerah yang maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal tidak dapat dilaksanakan secara parsial, namun harus dilaksanakan secara komprehensif. Oleh karena itu Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal harus dibangun berdasarkan komitmen bersama antara daerah dengan seluruh sektor di pusat. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Bersatu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 bertugas untuk merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004‐2009, telah menetapkan 199 kabupaten yang dikatagorikan sebagai daerah tertinggal yang ditetapkan berdasarkan 6 (enam) kriteria dasar, yaitu: (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia, (3) prasarana dan sarana (infrastruktur), (4) kemampuan keuangan daerah, (5) aksesibilitas, serta (6) karakteristik daerah (daerah perbatasan antar negara, gugusan pulau‐pulau kecil, rawan bencana, dan rawan konflik).
tersebut merupakan bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional, sehingga STRANAS PPDT ini menjadi rujukan sektor dan daerah dalam merumuskan strategi dan program dalam komponen pembangunan daerah tertinggal. Sejalan dengan itu di tingkat Provinsi dan Kabupaten telah disusun Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRADA PPDT) 2007 – 2009 yang diterjemahkan setiap tahunnya ke dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAD PPDT) Provinsi dan Kabupaten.
Namun demikian hingga saat ini, masih terdapat berbagai permasalahan dalam upaya pembangunan daerah tertinggal khususnya dalam aspek keberpihakan kebijakan, program, dan anggaran terhadap pembangunan daerah tertinggal oleh sektor terkait termasuk kesesuaiannya dengan kebutuhan riil daerah; aspek koordinasi perencanaan antar sektor dan antar daerah; keselarasan dan keterpaduan diantara tiga tingkatan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam perencanaan dan pelaksanaan; serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi pembangunan daerah tertinggal.
Kajian ini akan membahas permasalahan‐permasalahan yang diuraikan diatas, yaitu sejauh mana keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal pada berbagai tingkatan, dengan mengambil sampel proses penyusunan dan pelaksanaan STRADA dan RAD PPDT Kabupaten Tahun 2008. Kajian ini akan merumuskan pula indikator‐indikator bagi proses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal. Perumusan Indikator tersebut akan menjadi masukan bagi upaya pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan PPDT secara lebih komprehensif. Secara keseluruhan, kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan kualitas dalam proses pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan daerah tertinggal oleh seluruh stakeholder terkait.
1.2.
Permasalahan
Permasalahan studi yang akan dibahas pada kajian ini antara lain :
1. Bagaimana kualitas dokumen rencana PPDT dalam mengoptimalkan potensi dan menjawab permasalahan pembangunan daerah tertinggal di tingkat daerah?
2. Bagaimana efektivitas mekanisme proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten dalam mewujudkan keterpaduan antar sektor, antar daerah, dan antar tingkat pemerintahan serta mendorong keberpihakan stakeholder terhadap pembangunan daerah tertinggal?
3. Bagaimana realisasi kegiatan dari dokumen rencana PPDT di tingkat daerah?
4. Isu dan permasalahan apa yang dihadapi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dalam dokumen rencana PPDT?
5. Indikator apa yang digunakan dalam mengukur kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal?
1.3.
Maksud
dan
Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 3
1.4.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah :
1. Teridentifikasinya kebijakan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah, termasuk mekanisme pengelolaannya.
2. Terevaluasinya kualitas dokumen perencanaan PPDT dari sisi keserasian dalam perumusan substansi rencana.
3. Terevaluasinya keterkaitan antar dokumen perencanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan.
4. Terevaluasinya proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten serta antar tingkatan pemerintahan
5. Terevaluasinya realisasi pelaksanaan RAD PPDT di tingkat kabupaten
6. Teridentifikasinya isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT 7. Tersusunnya indikator kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal
8. Terumuskannya rekomendasi bagi penyempuranaan substansi perencanaan serta proses perencanaan dan pelaksanaan KPDT
1.5.
Keluaran
Keluaran yang akan dihasilkan dari pekerjaan ini yakni buku laporan kajian yang berisi :
1. Identifikasi kebijakan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah, termasuk mekanisme pengelolaannya.
2. Evaluasi kualitas dokumen perencanaan PPDT dari sisi keserasian dalam perumusan substansi rencana.
3. Evaluasi keterkaitan antar dokumen perencanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan.
4. Evaluasi efektivitas proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten serta antar tingkatan pemerintahan
5. Evaluasi realisasi pelaksanaan RAD PPDT di tingkat kabupaten
6. Identifikasi isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT 7. Perumusan indikator kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal
8. Rekomendasi bagi penyempuranaan substansi perencanaan serta proses perencanaan dan pelaksanaan KPDT
1.6.
Ruang
Lingkup
1.6.1.
Ruang
Lingkup
Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam kajian ini adalah Dokumen Rencana Aksi Daerah PPDT Tahun 2008 di 3 (tiga) daerah sampel, meliputi analisis terhadap substansi dokumen, analisis keserasiannya dengan produk perencanaan lain sesuai mekanisme/kaidah yang ditetapkan, analisis proses koordinasi perencanaan, analisis proses koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta analisis keserasian dan keterpaduannya dengan aktivitas perencanaan dan pelaksanaan PPDT di tingkat pusat dan provinsi.
1.6.2.
Ruang
Lingkup
Wilayah
Tabel 1.1 Lokasi Studi
Kawasan Tipologi
Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia
Provinsi Kabupaten Provinsi Kabupaten
Daratan Kalimantan Barat Landak Gorontalo Gorontalo
Kelautan Lampung Lampung Selatan Maluku Seram Bagian Barat
1.7.
Sistematika
Penulisan
Penulisan laporan kajian ini terdiri dari 7 bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang dan permasalahan yang menjadi dasar pentingnya penyusunan kajian, serta berisi tujuan, sasaran, dan keluaran yang diharapkan dengan adanya kajian.
Bab II Landasan Kebijakan dan Teoritis
Secara umum, Bab II dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kebijakan‐kebijakan dan teori‐teori yang menjadi landasan penyusunan dan metodologi kajin.
Bab III Metodologi
Setelah mengulas teori‐teori yang dijadikan dasar dalam analisis kajian, maka pada Bab III akan mengulas secara ringkas mengenai metodologi kajian, yaitu data dan sumber data, waktu pelaksanaan, metode, dan kerangka logis kajian.
Bab IV Gambaran Umum Daerah Tertinggal
Pada bab ini akan membahas mengenai gambaran daerah tertinggal. Tiap‐tiap daerah akan digambarkan kondisi wilayah, penduduk, potensi yang dimiliki, faktor‐faktor yang menyebabkan daerah tersebut menjadi tertinggal, serta kebijakan pembangunan daerah tertinggal.
Bab V Analisis Keserasian dan Keterpadan Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal
Sesuai dengan tujuan dan sasaran kajian, bab ini mengulas keserasian dan keterpaduan kebijakan pembangunan daerah tertinggal, dari sisi proses penyusunan, substansi perencanaan, dan realisasi.
Bab VI Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal
Bab ini merupakan pembahasan dalam menyusun indikator proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal, berdasarkan temuan‐temuan masalah dari Bab V.
Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 1
BAB
II
LANDASAN
KEBIJAKAN
DAN
TEORITIS
Pada Bab II akan menjelaskan mengenai kebijakan nasional yang menjadi landasan dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal, diantaranya Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009, dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT). Selain landasan kebijakan, pada bab ini juga akan menjelaskan teori‐teori yang terkait dengan analisis kebijakan publik dan penyusunan indikator kinerja.
2.1.
Landasan
Kebijakan
2.1.1.
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(SPPN)
Di tingkat nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional merupakan penjabaran
dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional. Selanjutnya, RPJP Nasional ini menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang menjabarkan visi, misi, dan
program Presiden. Dalam RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program KL dan lintas KL, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Kemudian, RPJM Nasional ini dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang bersifat
tahunan. Dalam RKP berisi mengenai prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro, serta program KL, lintas KL, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Dalam kebijakan sektoral, terdapat Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra‐KL) yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi KL yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Dari Renstra KL ini, kemudian disusun Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja‐KL) yang berpedoman pada
Renstra KL dan mengacu pada prioritas pembangunan dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Sebagaimana di tingkat nasional, kebijakan di tingkat daerah meliputi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah dengan
mengacu pada RPJP Nasional. Selanjutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN. RPJMD ini
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat darah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana‐rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJMD kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam
penyusunannya, RKPD mengacu pada RKP. RKPD ini memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Sementara untuk kebijakan sektoral, terdapat Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra‐SKPD) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Renstra SKPD ini kemudian menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja‐SKPD). Selain mengacu pada Renstra‐SKPD,
Renja‐SKPD juga mengacu kepada RKP. Isinya adalah kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Untuk lebih jelasnya, Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 di bawah ini menggambarkan secara ringkas mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional.
Tabel 2.1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Kebijakan Perencanaan Jangka Waktu Isi
Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
20 tahun Penjabaran tujuan nasional ke dalam :
‐ Visi
‐ Misi
‐ Arah pembangunan nasional
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 3 Kebijakan Perencanaan Jangka Waktu Isi
Menengah Nasional (RPJMN) Berpedoman pada RPJPN.
Isi :
‐ Strategi pembangunan nasional
‐ Kebijakan umum
‐ Kerangka ekonomi makro
‐ Program kementerian, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Kerja Pemerintah
(RKP)
1 tahun Penjabaran RPJMN.
Isi :
‐ Prioritas pembangunan nasional
‐ Rancangan kerangka ekonomi makro
‐ Arah kebijakan fsikal
‐ Program kementerian, lintas kementerian, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka
anggaran
Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga (Renstra‐KL)
‐ Kegiatan indikatif
Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (Renja‐KL)
1 tahun Penjabaran Renstra‐KL
Isi :
‐ Kebijakan KL
‐ Program dan kegiatan pembangunan
Daerah Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD)
20 tahun Mengacu pada RPJPN dan memuat :
‐ Visi
‐ Misi
‐ Arah pembangunan daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
5 tahun Penjabaran visi, misi, program kepala daerah. Berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN Isi :
‐ Strategi pembangunan daerah
‐ Kebijakan umum
‐ Arah kebijakan keuangan daerah
‐ Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
1 tahun Penjabaran RPJMD.
Mengacu pada RKP. Isi :
‐ Prioritas pembangunan daerah
‐ Rancangan kerangka ekonomi makro daerah
‐ Arah kebijakan keuangan daerah
‐ Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra‐ SKPD)
‐ Kegiatan indikatif
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja‐SKPD)
1 tahun Penjabaran Renstra‐SKPD
Isi :
‐ Kebijakan SKPD
‐ Program dan kegiatan pembangunan
Gambar an harus teri n antara pem keserasian d tertinggal.
Rencana
Pe
a Pembang naan pem ntahan Nega k Indoneesia 0 tahun ke d n pedoman
nasional ya ngunan bersif
RPJPN 2005‐ atu fokus m
ngunan nasio
ngan :
rencanaan d
s, dapat disim integrasi, sin
a Tahun 194 depan, terhit kan akses ya dan sarana e gkan diskrim
dan Pengan
mpulkan bah 45 dalam be tung mulai t gan sosial s
/daerah yan inan dan pen ang sama ba ekonomi
Panjang
Nas
Nasional ( ang merup antum dalam entuk visi, m tahun 2005
sional
(RPJP
(RPJPN) 20 pakan jabar m Pembukaa misi, dan ara hingga 2025 ya yang dila
danya daera salah satu n pembangun
berpihakan
tis
p bebagai pe
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 5
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005‐2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju,
mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian delapan sasaran pokok, salah satunya
adalah terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hal ini ditandai dengan : 1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah, diwujudkan dengan
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai seta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
3. Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
4. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Untuk mencapai sasaran pokok tersebut, arah pembangunan Indonesia selama 20 tahun mendatang
yang terkait dengan penyelesaian kesenjangan pembangunan dan ketertinggalan daerah adalah mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hal ini dilakukan melalui peningkatakan keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan wilayah tertinggal, sehingga wilayah‐wilayah tersebut dapat tumbuh kembang lebih cepat dan mengurangi ketertinggalannya. Pendekatan yang dilakukan diantaranya pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, juga penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah strategis dan cepat tumbuh.
Khusus untuk daerah tertinggal yang ada di wilayah perbatasan negara, pengembangannya diarahkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderungg berorientasi
inward looking menjadi outward looking, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang
aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Selain sisi keamanan, pendekatan pembangunan yang dilakukan juga dari sisi kesejahteraan.
2.1.3.
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
2005
‐
2009
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009, sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang‐Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden selama lima tahun, yang ditempuh melalui strategi pokok dan dijabarkan ke dalam agenda pembangunan nasional. Di dalamnya memuat sasaran‐sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program pembangunan.
Pembangunan nasional yang telah dilakukan selama ini belum mampu menciptakan kesejahteraan secara merata. Muncul kesenjangan pembangunan antarwilayah, terutama antara Jawa‐luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)‐Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antarkota‐kota dan antara kota‐desa. Mengingat ketimpangan pembangunan telah berakibat langsung pada munculknya semangat kedaerahan yang diwujudkan dalam bentuk gerakan separatisme, permasalahan ini menjadi salah satu fokus dalam RPJMN 2005‐1009 pada Bab 26 Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah.
Khusus untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal, sasaran yang ingin dicapai selama lima
tahun ke depan adalah terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah‐wilayah strategis dan cepat tumbuh dan wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan, dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis.
Untuk mencapai sasaran pembangunan daerah tertinggal tersebut, maka arah kebijakan yang
diperlukan adalah :
1. Meningkatkan keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan wilayah tertinggal dan terpencil agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat. Pendekatan yang dilakukan meliputi :
Pemberdayaan masyarakat secara langsung, melalui skema dana alokasi khusus, public service obligation (PSO), universal service obligation (USO), dan keperintisan
Penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah‐wilayah strategis dan cepat tumbuh
2. Mengembangkan wilayah‐wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward loojking menjadi outward
looking, sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendektan yang digunakan :
Pendekatan keamanan
Pendekatan kesejahteraan
Dalam menerapkan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal di atas, program pembangunan
yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Wilayah Tertinggal dan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan.
Tabel 2.2 Program‐Program yang Terkait dengan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RPJMN
2005‐2009
Program Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
Tujuan Mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat di wilayah tertinggal
yang tersebar di seluruh nusantara, termasuk
wilayah‐wilayah yang dihuni komunitas adat
terpencil.
Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui
penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin
oleh hukuminternasional, juga untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat dengan menggali potensi ekonomi,
sosial, dan budaya, serta keuntungan lokasi yang
strategis dalam berhubungan dengan negara
tetangga.
Kegiatan pokok 1. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam
pembiayaan pembangunan, khususnya untuk
pembangunan prasarana dan sarana ekonomi
di wilayah‐wilayah tertinggal.
2. Peningkatan kapasitas terhadap masyarakat,
aparatur pemerintah, kelembagaan, dan
keuangan daerah.
3. Pemberdayaan komunitas adat terpencil
untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemampuan beradaptasi dengan kehidupan
masyarakat yang lebih kompetitif.
4. Pembentukan pengelompokan permukiman
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyediaan pelayanan umum.
5. Peningkatan akses petani, nelayan,
tranasmigran, dan pengusaha kecil menengah
kepada sumber‐sumber permodalan.
6. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di
wilayah tertinggal dengan wilayah strategis
dan cepat, terutama pembangunan sistem
1. Penguatan pemerintah daerah dalam
mempercepat peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat.
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam
pembiayaan pembangunan, terutama untuk
pembangunan prasarana dan sarana ekonomi
di wilayah perbatasan dan pulau‐pulau kecil.
3. Percepatan pendeklarasian dan penetapan
garis perbatasan antarnegara dengan tanda‐
tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh
hukum internasional.
4. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam
memelihara lingkungan (hutan) dan
mencegah penyelundupan barang, termasuk
hasil hutan dan perdagangan manusia.
5. Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan
ekonomi antarwilayah perbatasan dengan
negara tetangga.
6. Peningkatan wawasan kebangsaan
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 7 Program Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
jaringan transportasi. serta aturan perndung‐undangan terhadap
pelanggaran yang terjadi di wilayah
perbatasan.
2.1.4.
Strategi
Nasional
Percepatan
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
(Stranas
PPDT)
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT), sebagaimana dalam Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal No. 07/Per/M‐PDT/III/2007 tentang Perbahan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal No. 001/Kep/M‐PDT/II/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, merupakan dokumen kebijakan yang memberikan arah, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan jangka menengah kepada kementerian, departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, serta masyarakat agar tercapai optimalisasi nilai pembangunan di daerah tertinggal. Tujuannya adalah :
1. Mendukung koordinasi antar kementerian, departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, serta masyarakat.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaa, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
6. Menjaga kesinambungan dan kesatuan arah antara pembanguna jangka menengah dengan operasional kebijakan pembangunan daerah tertinggal.
A.
Visi,
Misi,
dan
Sasaran
Melalui Stranas PPDT, visi dalam pembangunan daerah tertinggal adalah terwujudnya daerah
tertinggal sebagai daerah dengan wilayah dan masyarakat yang maju dan setaraf dengan daerah lain di Indonesia, melalui misi mengembangkan perekonomian lokal, memberdayakan masyarakat,
meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, mengurangi keterisolasian daerah tertinggal, dan mengembangkan daerah perbatasan sebagai beranda depan negara.
Agar pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal dapat terlaksana secara terpadu, tepat sasaran, dan tepat kegiatan, maka terdapat lima prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan‐
persoalan mendasar, yaitu pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan, pengurangan keterisolasian daerah, dan penanganan karakteristik khusus daerah.
Tabel 2.3 Prioritas Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Prioritas PPDT Tujuan Fokus
1. Pengembangan Ekonomi Lokal
Mengembangkan ekonomi
daerah tertinggal didasarkan
pada pendayagunaan potensi
sumberdaya lokal (manusia,
kelembagaan, dan fisik) yang
dimiliki masing‐masing daerah
a. Kemampuan dan keterampilan masyarakat
b. Modal sosial yang ada dalam masyarakat
c. Tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru
d. Akses masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah
kepada permodalan, pasar, informasi, dan teknologi
e. Keterkaitan kegiatan ekonomi di daerah tertinggal dengan
pusat‐pusat pertumbuhan
f. Kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antardaerah
Prioritas PPDT Tujuan Fokus
g. Penguatan dan penataan kelembagaan pemerintahan
daerah dan masyarakat
2. Pemberdayaan Masyarakat
Meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk berperan aktif
dalam mengatasi
ketertinggalannya di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan
pembangunan regional.
a. Pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat
b. Kemampuan dan keterampilan massyarakat
c. Pengelompokkan permukiman untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan umum,
khususnya untuk komunitas adat terpencil
d. Kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat
melalui penegakan hukum pertanahan yang adil dan
transparan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan sumberdaya
manusia pemerintah dan
masyarakat di daerah tertinggal.
Memberikan dukungan strategi pengembangan ekonomi lokal,
pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan prasarana
dan sarana
4. Pengurangan Keterisolasian Daerah
Membuka keterisolasian daerah
tertinggal agar mempunyai
keterkatian dengan daerah maju,
meningkatkan mobilisasi
masayrakat, modal, dan faktor‐
faktor produksi lainnya guna
menunjang pengembangan
ekonomi lokal.
a. Pengembangan prasarana dan sarana sosial dasar,
terutama bidang pendidikan dan kesehatan
b. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana
ekonomi, antara lain melalui sim USO (universal service
obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk
transportasi, dan listrik masuk desa
c. Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke
dalam satu kesatuan sistem yang terpadu dengan daerah
maju
d. Memperluas jaringan informasi dan teknologi
e. Mengembangkan prasarana perdesaan, khususnya
prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan
kawasan perkotaan
5. Penanganan Karakteristik Khusus Daerah
Mengurangi risiko dan
memulihkan dampak kerusakan
yang diakibatkan oleh konflik dan
Mengembangkan daerah
perbatasan sebagai garda
terdepan dalam pengembangan
ekonomi regional.
a. Rehabilitasi prasarana dan sarana sosial ekonomi yang
rusak akibat bencana
b. Percepatan proses rekonsiliasi antara masyarakat yang
terlibat konflik dan pemulihan mental masyarakat akibat
trauma konflik
c. Peningkatan rasa saling percaya dan harmoni
antarkelompok
d. Sosialisasi penerapan spesifikasi bangunan yang memiliki
ketahanan terhadap bencana
e. Menerapkan sistem deteksi dini terjadinya bencana
a. Memfasilitasi dan memotivasi pemerintah daerah untuk
menjadikan wilayahnya sebagai beranda depan negara
dengan mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi
b. Meningkatkan kapasitas daerah perbatasan sebagai
koridor peningkatan ekspor dan perolehan devisa
c. Menyusun rencana strategis pengembangan wilayah
perbatasan
d. Mengembangkan wawasan kebangsaan masyarakat
Berdasarkan tahapan pembangunan, sasaran pembangunan daerah tertinggal jangka panjang dan
jangka menengah mengacu pada RPJPN 2005‐2025 dan RPJMN 2005‐2009.
Sasaran jangka panjang tahun 2025 :
1. Berkurangnya isu kesenjangan antardaerah
2. Munculnya pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi pada daerah yang saat ini dikategorikan tertinggal
3. Hilangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi)
4. Berkurangnya kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah tertinggal dengan daerah lain 5. Meningkatnya pendapatan per kapita penduduk did aerah tertinggal mendekati pendapatan
a Aksi Nasio an menjadi
gka
Koordin
ng‐Undang N halnya di ti na Aksi Daer
kabupaten.
ka Koordinas
n 2009 :
nasi
Perenca
No. 25 Tah
si Perencana
ggal sesuai de
hun 2004 te berada di b mengacu pa program, d nya, Stranas angunan Dae n Rencana K
tinggal.
uan bagi pem h Tertinggal onal, Strada
tan Pemban
aan Percepa
BAB II TINJAUA engan kriteri
tertinggal m kal
k (transporta
i daerah te
ngunan di da
tan Pemban
AN KEBIJAKAN D
Daerah
Ter
em Perenca N 2005‐2009 005‐2009, te n pokok yan njadi acuan
ngunan Daer
AN LITERATUR h ditetapkan ningkatan p
unikasi) pad
bih besar d
konflik dan
rtinggal
naan Pemb 9, dalam art erutama men gal (RAD PPD
rah Tertingga
C.
Kaidah
dan
Prinsip
Pelaksanaan
Percepatan pembangunan daerah tertinggal akan mampu memberikan nilai bagi seluruh lapisan masyarakat apabila pembangunan tersebut dapat mencapai visi, misi, dan arah kebijakan yang tertuang dalam Stranas PPDT. Untuk itu, kaidah pelaksanaan disusun agar Stranas PPDT dapat dilaksanakan secara efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Adapun kaidah pelaksanaan Stranas PPDT adalah sebagai berikut :
1. Adanya koordinasi antara Kementerian/Lembaga (K/L), Provinsi, dan Kabupaten dalam hal perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja dan penganggaran, mengacu pada Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PPDT), Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Provinsi (RAD PPDT Provinsi), dan Rencana Aksi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten (RAD PPDT Kabupaten) oleh Tim Koordinasi RAN PPDT.
2. K/L berkewajiban untuk : (a) Menjabarkan Strategi Sektoral PPDT setiap tahunnya ke dalam Rencana Aksi Sektoral Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAS PPDT) yang akan dijadikan acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) yang memuat rencana tahunan kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal yang bersumber dari pendanaan APBN; (b) Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program Renja K/L dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya; dan (c) Melakukan pemantauan dan melaporkan evaluasi pelaksanaan secara berkala kepada Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
3. Gubernur berkewajiban untuk : (a) Menyusun Strada PPDT di tingkat provinsi dengan mengacu kepada RPJM Daerah Provinsi dan memperhatikan Stranas PPDT dalam rangka mendukung langkah‐langkah komprehensif bagi penyelesaian masalah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal di wilayahnya masing‐masing; (b) Menjabarkan Strada PPDT ke dalam RAD PPDT Provinsi dengan memperhatikan RAN PPDT setiap tahunnya, serta melaksanakan dan mengendalikannya; (c) Bersama‐sama dengan Menteri Dalam Negeri meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah; (d) Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program RAD PPDT Provinsi dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi; (e) Membangun hubungan kerja yang harmonis dengan lembaga pemerintahan lainnya baik di Provinsi dan Kabupaten daerah tertinggal di wilayahnya masing‐masing, dalam kerangka pendanaan yang bersumber dari APBD Provinsi; (f) Mengendalikan pelaksanaan Instruksi Presiden di daerah sesuai kewenangannya; dan (g) Melakukan pemantauan serta melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan ini secara berkala kepada Pemerintah melalui Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
4. Bupadi di Daerah Tertinggal berkewajiban untuk : (a) Menyusun Strada PPDT di tingkat kabupaten dengan mengacu pada RPJM Daerah Kabupaten dan memperhatikan Stranas PPDT dan Strada PPDT Provinsi dalam rangka mendukung langkah‐langkah konkrit bagi penyelesaian masalah dan percepatan pembangunan daerahnya masing‐masing; (b) Menjabarkan Strada PPDT Kabupaten ke dalam RAD PPDT Kabupaten dengan memperhatikan RAN PPDT dan RAD PPDT Provinsi setiap tahunnya, serta melaksanakan dan mengendalikannya; (c) Membangun dialog yang aktif dengan penduduk di daerahnya masing‐masing; (d) Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program RAD PPDT Kabupaten dengan RKPD; (e) Melaksanakan RAD PPDT Kabupaten dalam rangka percepatan pembangunan di daerahnya masing‐masing; dan (f) Melakukan pemantauan serta melaporkan evaluasi pelaksanaan sercara berkala kepada Pemerintah melalui Gubernur.
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 11
1. Berorientasi pada masyarakat. Masyarakat di daerah tertinggal adalah pelaku sekaligus
pihak yang mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu, program pembangunan daerah tertinggal diarahkan untuk membiayai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis, yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.
2. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan pembangunan daerah tertinggal harus
berdasarkan kebutuhan daerah dan masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan asas pemerataan. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang optimal dan tanggung jawab secara penuh terhadap program pembangunan daerah tertinggal.
3. Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat. Pengembangan kegiatan yang
berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional dalam kehidupan masyarakat setempat
4. Berwawasan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan dalam program pembangunan daerah
tertinggal harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat did aerah yang bersangkutan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
5. Tidak diskriminatif. Dalam pelaksanaan kegiatan di daerah tertinggal tidak diskriminatif, baik
dari segi suku, agama, ras, dan golongan. Prinsip ini digunakan agar kegiatan pembangunan daerah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu.
2.2.
Tinjauan
Literatur
2.2.1.
Analisis
Kebijakan
Publik
A.
Konsep
Kebijakan
Publik
Sebelum memahami jauh mengenai analisis kebijakan publik, perlu dipahami mengenai konsep kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik oleh Dye (1992:2) diartikan sebagai whatever government choose to do or not to do, yaitu apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kartasasmita (1997:142) lebih lanjut menjelaskan mengenai kebijakan publik, yaitu serangkain tujaun dan sasaran dari program‐program pemerintah. Kebijakan ini meurpakan upaya untuk memahami dan mengartikan : (1) Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) Apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya, dan (3) Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut.
kebijakan publik, dan lingkungan kebijakan. Mustopadidja (1992) menambah satu elemen, yaitu kelompk sasaran kebijakan. sementara menurut David Easton sistem terdiri atas unsur inputs,
process, outputs, feedback,dan lingkungan. Lingkungan kebijakan dibagi dalam dua jenis, yaitu intra
dan extra societal environment. Dalam lingkungan ini mengalir dua input, yaitu demands/claims dan
supports yang kemudian diproses ke dalam sistem politik yang selanjutnya melahirkan policy
outputs, berupa policy dan decision. Policy outputs kembali ke social environment sebagai respon terhadap demands/claims dan social environments.
Atas dasar pengertian tersebut dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang dikemukakan Anderson dalam Islamy (1994:2021) yang antara lain mencakup beberapa hal berikut :
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu 2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat‐pejabat pemerintah
3. Kebijakan adalah apa yang benar‐benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoratif).
Berdasarkan elemen‐elemen tersebut, maka kebijakan publik dibuat untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu yang diinginkan. Dengan kata lain, maksud dan tujuan dari kebijakan publik adalah untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh kembang di masyarakat.
B.
Analisis
Kebijakan
Publik
Seperti halnya kebijakan publik, analisis kebijakan publik juga memiliki beberapa definisi. D.L. Weimer dan A.R. Vining (1998)1 menyatakan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah proses
mengevaluasi beberapa alternatif kebijakan dengan menggunakan kriteria‐kriteria yang relevan agar diperoleh alternatif terbaik untuk dijadikan tindakan kebijakan. Hal ini diperjelas oleh W.N. Dunn (1988)2 yang menyatakan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multi‐metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi kebijakan yang sesuai untuk menentukan masalah kebijakan. Kedua definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat (Walter Williams, 1971)3, yaitu sebuah cara untuk mensintesakan informasi, termasuk hasil penelitian, untuk menghasilkan format keputusan kebijakan (penentuan pilihan‐pillihan alternatif) dan untuk menentukan kebutuhan masa depan akan informasi kebijakan yang sesuai.
Dari berbagai definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah cara untuk mendapatkan rekomendasi berbagai alternatif untuk memperbaiki atau memecahkan permasalahan kebijakan publik dengan menggunakan multi metode penelitian yang sesuai dengan kepentingannya.