BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 6 Disamping urusan wajib, terdapat urusan pilihan yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada
STRADA PPDT 2007-
/2008-2009 Pembangunan kebun entris (10 kec, 20 ha, Rp. 1 Miliar - APBN) RAD PPDT2008 Pembangunan kebun entris (10 kec, 20 ha, Rp 1 Miliar- APBN) RENJA SKPD 2008 Pembangunan kebun entris (10 kec, 20 ha, Rp 1.5 M-APBD) REALISASI Pembangunan dan pemeliharaan kebun entris karet (13 kec, 13 ha, Rp 680 juta -APBD) input Dijabar kan
Ada keterkaitan, tapi Renja SKPD lebih
dipengaruhi Renstra SKPD
Jika STRADA dan RAD PPDT Kabupaten Landak kurang berperan dalam proses perencanaan di level SKPD, lalu bagaimanakah sesungguhnya Pemerintah Kabupaten Landak memposisikan dokumen STRADA dan RAD PPDT dalam konteks perencanaan ? Gambar diatas menunjukkan temuan menarik, dimana adanya perbedaan sumber pembiayaan kegiatan pada dokumen STRADA dan RAD dengan Renstra dan Renja SKPD. Pada Renstra SKPD dan Renja SKPD kegiatan ini direncanakan untuk dibiayai sepenuhnya dari APBD Kabupaten. Namun ketika dimasukkan ke dalam dokumen STRADA dan RAD PPDT, sebagian pembiayaan kegiatan ini diusulkan dibiayai dari APBN sebesar RP. 1 M, padahal di sisi lain telah direncanakan pula untuk dibiayai dari APBD sebesar Rp. 1.5 M. Fakta ini mempertegas kesimpulan‐kesimpulan sebelumnya, bahwa dalam konteks perencanaan pembangunan daerah tertinggal, STRADA dan RAD PPDT sesungguhnya kurang difungsikan oleh Pemerintah Kabupaten Landak sebagai instrumen untuk menciptakan integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, namun lebih difungsikan untuk memperoleh tambahan dana dari APBN. Hal ini tentunya merupakan pemahaman yang kurang tepat, mengingat dokumen STRADA dan RAD PPDT sesungguhnya bukanlah instrumen yang efektif untuk mengusulkan bantuan pembiayaan kepada Pemerintah (kecuali kegiatan yang dibiayai oleh KPDT). Jika ada usulan kegiatan berupa Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan kepada Pemerintah Provinsi maupun Pusat melalui RAD PPDT, maka usulan kegiatan tersebut harus tetap dilakukan secara paralel melalui mekanisme perencanaan sektoral di SKPD masing‐masing. Misalnya, pada contoh diatas, usulan pembiayaan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan kebun entris melalui APBD seharusnya dapat turut dimasukkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan di dalam Renja K/L‐nya untuk selanjutnya diproses ke dalam RKPD dan masuk ke dalam proses Musrenbang, tidak semata‐mata diusulkan melalui RAD. Tanpa adanya proses tersebut, maka pengusulan mealui RAD tersebut sia‐sia. Hal inilah yang menjelaskan mengapa RAD PPDT Kabupaten Landak 2008 yang sebagian besar pembiayaannya diusulkan bersumber dari APBN realisasinya sangat rendah, sementara yang bersumber dari APBD murni relatif tinggi. Pangkal permasalahannya adalah logika dibalik penyusunan RAD PPDT adalah ”pengajuan usulan pendanaan sebesar‐besarnya kepada Pemerintah Pusat” sehingga tidak heran kebutuhan pembiayaan total RAD cukup fantastis. Hal ini selaras dengan pernyataan Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak sebagai berikut :
”... apa yang ditulis dalam RAD ini saya kira sangat membantu sekali terutama dalam upaya menggali dana‐dana dari luar dan pembangunan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Landak. RAD ini tambahan lah untuk APBD ini..”
”(dana‐dana) dari yang kami usulkan atau tuliskan dalam RAD (untuk dibiayai Pemerintah Pusat) hanya sepersekian persen saja yang terealisir. Kami belum melaksanakan evaluasi secara menyeluruh. Tetapi saya sangat percaya, APBD murni banyak yang sangat mendukung untuk kegiatan pengentasan kemiskinan. Kalau yang
namanya usulan (kepada Pemerintah Pusat) kita minta (anggaran)‐nya banyak‐
banyak”
Ketidakefektifan RAD sebagai instrumen untuk mengusulkan anggaran kepada K/L terkait tampaknya sudah disadari sejak awal oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian, RAD menjadi menarik bagi kebanyakan Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Landak, karena memang mengandung “insentif”. Insentif tersebut berupa bantuan dana stimulan dari KPDT untuk menyusun RAD. Pada Tahun Anggaran 2007 Kabupaten Landak mendapat bantuan dana stimulan dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal sebesar Rp. 91.000.000 untuk membiayai Penyusunan RAD‐PPDT 2008.. Penyusunan RAD juga menjadi penting agar Pemerintah Kabupaten dapat mengakses dana‐dana Tugas Pembantuan yang langsung dieksekusi dan dibiayai oleh KPDT melalui 5 instrumen utama, yaitu P2SEDT, P2WP, P2IPDT, P2DTK, dan P2KPDT. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Landak memperoleh bantuan
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 52
sebesar Rp. 1 Miliar dari KPDT untuk kegiatan P2KPDT. Hal ini juga diungkapkan dalam pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak BD, Kepala Bappeda Kabupaten Landak :
“KPDT ini kan (sifatnya) hanya memfasilitasi. Kalau (kegiatan) K/L (memang) ada yang terelisasi, tapi kita tidak tahu apa itu karena fasilitasi PDT atau bukan, misalnya ada PNPM PISEW dan P2KP dari PU. Kalau dari kami dapat P2KPDT. Tapi instrumen lain seperti P2DTK, P2WP. Dan P2SEDT tidak bisa masuk karena tidak sesuai dengan kondisi karaktersitik daerah”
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
Penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal (STRADA PDT) Kabupaten SBB, merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001/KEP/M‐PDT/II/2005, penyusunan ”Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal” (STRANAS PDT). Menurut Kepala Bappeda Kabupaten SBB, STRADA PDT Kabupaten SBB selain mengacu pada SK 001/KEP/M‐PDT/II/2005 tentang penyusunan STRANAS PDT tersebut juga menerima masukan dari berbagai stakeholders. Dalam penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal (STRADA PDT) Kabupaten SBB mengacu pada Keputusan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dimaksud, Tim di Kabupaten SBB juga memperhatikan semua masukan dari semua pemangku kepentingan (stakehoders). Sementara itu Rencana Aksi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PDT) menurut Kementerian PDT masih disusun berdasarkan Pendekatan Sektoral dengan melakukan Rekapitulasi Program dan Kegiatan Sektor, belum menuju pada Pendekatan Kewilayahan dengan melakukan Sinkronisasi Program Sektor untuk terjadinya Sinergitas Program dan Kegiatan antar sektor (sumber : kebijakan PPDT dalam rangka penanggulangan kemiskinan, disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Gubernur dan Bupati Lokasi PNPM Mandiri Perdesaan, Jakarta, 31 Januari 2008).
Pola keterkaitan antara STRADA PDT Kabupaten SBB dengan dokumen perencanaan di tingkat provinsi, dapat dilihat dari landasan hukum yang menjadi acuannya. Dalam dokumen RAD PDT Kabupaten SBB ini hanya terlihat aturan yang diacu adalah PERDA No. 01/2004 Provinsi Maluku tentang RENSTRA Pemda Maluku Tahun 2003‐2008 dan PERGUB No. 467/2005 tentang RKPD tahun 2006. Tahun 2007 telah dilakukan revisi SK Meneg PDT Nomor 001/KEP/M‐PDT/II/2005 tentang penyusunan STRANAS PDT, namun penyusunan STRADA PDT Kabupaten SBB tetap tidak menunjukkan sesuatu yang mengacu pada RPJMD Provinsi Maluku maupun RPJMD Kabupaten sebagaimana yang dipaparkan dalam RAD PDT Tahun 2008.
Gambar 5.12 Pola Keterkaitan Strada PPDT dan RAD PPDT Kabupaten SBB dengan Dokumen
Perencanaan di Provinsi Maluku
RENSTRA Pemda Maluku Tahun 2003 ‐ 2008 PERGUB No. 467/2005 tentang RKPD Tahun 2006 SK Meneg PDT Nomor 001/KEP/M‐
PDT/II/2005 tentang penyusunan STRANAS PDT
STRADA dan RAD PDT Kabupaten SBB
Sebelum menganalisis keterpaduan RAD PDT, perlu diinformasikan mengenai bentuk dukungan Kementerian PDT kepada Tim Koordinasi Provinsi Maluku dan Kabupaten SBB dalam rangka penyusunan STRADA PDT. Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian PDT, sumber dana untuk kegiatan penyusunan STRADA PDT Tahun 2007 untuk diimplementasikan Tahun 2008, berasal dari DIPA Kementerian Negara Pembangunan Darah Tertinggal Tahun 2006. Untuk pelaksanaan kegiatan ini kepada Tim Provinsi diberikan dana stimulan antara Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan kepada kabupaten diberikan dana stimulan antara antara Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Ketentuan ini tidak berlaku untuk kabupaten tertinggal yang berada di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) karena sesuai dengan ketentuan yang ada, untuk masalah NAD dikoordinasikan langsung oleh BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi). Bantuan stimulan dipergunakan untuk hal‐hal sebagai berikut :
Komponen Biaya Honorarium Tim
Komponen Biaya ATK dan Bahan
Komponen Biaya Akomodasi dan Konsumsi Pelaksanaan Rapat Tim
Untuk biaya perjalanan dinas Tim Koordinasi Provinsi maupun Kabupaten dalam rangka konsultasi dan koordinasi baik ke pusat maupun di provinsi dibebankan kepada APBD Provinsi/Kabupaten masing‐masing, dalam bentuk dana pendamping yang besarnya minimal 5 % dari alokasi dana bantuan stimulan. Dana stimulan diberikan langsung kepada daerah melalui rekening Tim Koordinasi Provinsi dan Tim Penyusun Kabupaten yang penyalurannya diatur melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Selanjutnya dijelaskan hasil analisis keterpaduan dalam proses penyusunan RAD dan RAN PDT di daerah hingga ke tingkat pusat, ditelaah dari keterpaduan program/kegiatan antar sektor, antar pelaku usaha, dan keterpaduan antar daerah.
Keterpaduan Program/Kegiatan PDT Antarsektor (SKPD)
Proses urutan kegiatan dalam penyusunan STRADA dan RAD yang dikeluarkan oleh Kementerian PDT dari STRADA PDT di kabupaten Seram Bagian Barat hingga sampai ke tahap terbentuknya Rencana Aksi Nasional (RAN) PDT mencakup beberapa kegiatan pokok, yaitu :
a. Pembentukan Tim Penyusun STRADA PDT di daerah oleh Bupati b. Penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT
c. Konsolidasi Program Sektoral (di tingkat Kabupaten)
d. Rapat Regional (antar wilayah kabupaten)
e. Penyusunan Rancangan Akhir STRADA PDT
f. Penetapan Peraturan Bupati tentang STRADA PDT g. Workshop/Lokakarya Nasional
h. Penetapan Rencana Aksi Nasional PDT
Analisis keterpaduan terletak pada pelaksanaan point (c) yang seharusnya dapat menunjukkan keterpaduan antar sektor, dan analisis point (d) yang seharusnya dapat menunjukkan keterpaduan antar wilayah dan juga keterpaduan antar pelaku usaha. Berikut hasil analisis yang dapat disimpulkan :
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 54
Gambar 5.13 Mekanisme Penyusunan Strada PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dan Stranas
PPDT
Sumber : Diolah dari pedoman penyusunan STRADA Kementerian PDT, 2007
Dari hasil FGD dan wawancara dengan responden di Bappeda Provinsi Maluku dan Bappeda Kabupaten Seram Bagian Barat disimpulkan bahwa :
1. Di Tingkat Kabupaten SBB :
Setelah Tim Penyusun STRADA PDT di daerah dibentuk oleh Bupati, Tim melakukan penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT di tingkat kabupoten SBB. Kemudian tim melakukan konsolidasi Program Sektoral (di tingkat Kabupaten). Namun hasil wawancara tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa tim melakukan konsultasi lebih lanjut ke tingkat provinsi dan pusat untuk mewujudkan keterpaduan program antar sektor.
Peran Tim Koordinasi di kabupaten lebih pada penyusunan STRADA dan RAD PDT kabupaten dan mengkonsolidasikannya dengan SKPD di kabupaten. Kemudian dokumen STRADA dan RAD tersebut disetor ke provinsi (BAPPEDA) dan pusat (melalui Kementerian PDT). Setelah itu, tidak ada koordinasi lebih lanjut ke tingkat provinsi dan kabupaten yang dilakukan oleh provinsi maupun Kementerian PDT untuk mengupayakan keterpaduan program/kegiatan antar sektor. Dengan demikian, keterpaduan antar sektor relatif hanya terjadi di tingkat kabupaten, sedangkan di tingkat provinsi, tim tidak banyak mendapatkan koordinasi lebih lanjut.
Perlu diketahui bahwa program/kegiatan yang dibuat dalam RAD PPDT SBB sebelumnya telah mengacu pada RAS SKPD kabupaten dan RAS SKPD provinsi, namun RAS tersebut tidak disusun secara khusus dalam kerangka PDT, RAS tersebut adalah RAS SKPD yang bersifat umum dan rutinitas. Kondisi seperti ini dimana tidak ada RAS khusus PDT menunjukkan bahwa meski ada keterpaduan antar sektor tersebut namun keterpaduan itu bersifat rutinitas SKPD secara umum. Artinya RAD PDT sangat tergantung pada konsistensi SKPD. Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah apabila SKPD tidak konsisten dalam melaksanakan RAS‐nya, karena semua tergantung pada SKPD apakah mau memprioritaskan RAD PPDT atau tidak. Selain itu akan mempersulit proses monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan RAD PDT kabupaten SBB, yang sudah jelas merupakan tugas Tim Koordinasi RAD PDT baik di kabupaten, provinsi maupun pusat.
Untuk itu ke depan perlu diperbaiki mekanisme proses koordinasi keterpaduan dalam penyusunan RAD PPDT, serta mengupayakan penyusunan RAS khusus PPDT yang disusun berdasarkan fokus prioritas PPDT yang diposisikan sebagai bagian dari RAS SKPD yang bersifat rutinitas/reguler, dengan demikian keterpaduan dalam penyusunan RAD PPDT tidak hanya mengandalkan RAS SKPD reguler. Pembentukan Tim Penyusun STRADA PDT di daerah oleh Bupati Penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT Konsolidasi Program Sektoral Rapat Regional Penyusunan rancangan akhir STRADA PDT Penetapan Peraturan Bupati tentang STRADA PDT Workshop/Loka karya Nasional Penetapan Rencana Aksi Nasional PDT