• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PEMBAHASAN

4.5. Faktor Bertahannya Patron Klien antara Petani Karet dengan Toke Getah di

Hubungan patron klien di kalangan petani desa Gunung Baringin terjadi antara petani karet dengan toke getah yang umumnya berlangsung lama. Toke getah sebagai patron dan petani karet sebagai klien. Kondisi patronase antara petani karet dengan toke karena ada ketergantungan. Petani karet sebagai klien ingin mendapatkan keamanan subsistensi sepanjang tahun, sementara toke sebagai patron ingin usahanya stabil serta berjalan lancar karena mendapatkan pasokan getah dari petani karet. Menurut Scott (1972) hubungan patron klien antara petani dengan toke untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan subsistensi. Petani karet di desa Gunung Baringin merasa aman dan terlindungi karena disaat krisis mendapatkan pinjaman untuk memenuhi kemutuhan hidup serta modal. Berbeda dengan pendapat Popkin (1980) hubungan patron klien antara petani dengan toke dapat dipandang sebagai eksploitasi dan monopoli karena petani sebagai klien tidak mempunyai kebebasan menjual hasil pertaniannya ke pasar, tetapi wajib menjual ke patron dengan mendapatkan komisi yang tinggi.

Hubungan patron klien yang terjadi antara petani karet dengan toke getah di desa Gunung Baringin sudah mengalami pergeseran, hubungan yang menurut Popkin (1980) sebagai eksploitasi tidak dianggap lagi sebagai eksploitasi karena petani karet menjual getah karet kepada toke berdasarkan atas keinginan mereka sendiri, patron tidak lagi memaksakan bahwa petani tersebut harus menjual getah kepada toke yang memberikan pinjaman hutang. Namun hal ini berdasarkan hubungan saling percaya antara petani karet dengan toke, toke sebagai patron yang memberikan jaminan subsistensi tidak khawatir jika petani karet sebagai

pinjaman hutang tidak ingin pindah ke toke lain karena rasa terima kasih serta tetap memberikan hasil karet sebagai balas jasa atas apa yang telah toke lakukan.

Petani karet sebagai klien menganggap hubungan patron klien sebagai hubungan yang harus dijalani sebagai klien, petani karet di desa Gunung Baringin beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sudah hukum alam dimana petani karet sebagi klien akan tetap mendapatkan jaminan subsistensi dari toke sebagai patron, petani merasa hubungan patron klien yang terjadi bukanlah sesuatu hal yang merugikan walaupun tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal yang membuat mereka rugi. Namun dengan kehadiran patron telah membantu kehidupan para petani karet di desa Gunung Baringin salah satunya ialah dengan mendapatkan pinjaman uang jika dalam keadaan krisis.

Berikut hasil wawancara di lapangan dengan petani karet mengenai keuntungan hubungan patron klien antara petani karet dengan toke getah di Desa Gunung Barimgin.

“Untungnya kalo menurut nanguda itulah bisa mangutang, bisa iba mangido tolong anggo adong oppot na porlu bisa pinjaman ima”.

(“Untungnya kalau menurut saya itu tadi bisa pinjaman, saya bisa minta tolong disaat saya tiba-tiba sedang membutuhkan tambahan biaya”). Remsi Ritonga (petani karet, 40 tahun).

Hal senada juga di ungkapkan oleh informan berikut:

“Anggo bagi au ttong harana bisa iba pinjaman, baru anggo abis boras bisa dialap tusikan bopena balanjaan tusi doi anggo ma nadong be hepeng niba, jot jot doi anggo au, harana kan pasikolahon dope iba bahat na giot bayaron, uttung mada adong toke niba, naron gota nibai dibaen pambayarna”. (“Bagi saya sendiri karena bisa meminjam, dan jika beras saya habis saya akan kesana untuk mengutang atau keperluan sehari-hari juga biasanya saya akan pinjam kesana jika saya tidak punya uang lagi saya juga mempunyai anak yang masih bersekolah jadi bayak yang harus saya

Hal senada juga disampaikan oleh informan berikut:

“Uttung na tong bahat na hum mangutang hepeng sajo, boras be bisa, kan na giot manabusi tano i pe tu tulangan ngan do hu pangido panjar na, tar tusi do ma hurasa na donok”. (“Untungnya banyak tidak hanya bisa meminjam uang saja, beras juga bisa, waktu saya ingin beli tanah kemarin saya pinjam ke toke untuk DP nya, toke lah yang saya rasa paling bisa diharapkan”). Ahir Pane (petani karet, 28 tahun).

Sama halnya seperti pernyataan informan berikut ini:

“Au sebagai toke na ttong anggi niat mambantu do, on pe inda memang gota sajo na ta buat kan, pinang, pisang, coklat pokokna ta tamping ma sude, pertamana pe najolo jadi toke on niat na so mur ringgas do halak di son na karejo i kan mangkana bahat ta tamping, bia so maju, halak nai pe semangat ai na karejoi kan, suni do jo”. (“Saya sebagai toke niatnya hanya membantu, bukan hanya getah saja yang kita tampung, pinang, pisang coklat juga akan saya tampung, dulunya juga saya menjadi toke saya berkeinginan agar orang yang tinggal di desa ini menjadi lebih rajin bekerja, bagaimana dia menjadi maju dan bersemangat untuk bekerja, saya ingin desa ini maju”). Parlaungan Siregar (toke getah, 48 tahun).

Begitu juga dengan pemaparan informan berikut:

“Kalo dia anggota kita udah pasti kita bantu, kadang mereka gak pinjam uang aja, ada juga yang ngutang belanjaan di warung uda ini, udah biasanya itu kek gitulah kalo kita sebagai toke sama anggotanya, kamu pun kek gitunya pasti abang sama anggotanya kan?”. Muhammad Ritonga (toke getah, 47 tahun).

Faktor penarik hubungan antara petani karet dengan toke adalah faktor yang mempengaruhi petani karet agar tetap bertahan untuk menjual karet ke toke tersebut. Faktor yang menyebabkan bertahannya hubungan patron klien antara petani karet dengan toke getah di Desa Gunung Baringin hingga saat ini adalah sebagai berikut:

1. Pemberian Hutang

Adanya hubungan patron klien petani karet yang menjual getah pada toke menyebabkan petani bisa meminjam uang ke toke apabila sewaktu-waktu

perawatan lahan. Pemberian hutang ini menyebabkan petani menjadi terikat dan terasa betah untuk selalu menjual hasil produksi karetnya dengan toke tersebut.

Didalam pemberian hutang toke tidak menentukan berapa maksimal uang yang akan dipinjam petani serta tidak menentukan berapa lamanya pengembalian hutang, pemberian hutang didasarkan berapa uang yang dibutuhkan petani dan pengembalian menurut kemampuan petani asalkan petani tetap menjual getahnya pada toke tersebut.

Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh ibu Remsi Ritonga (40 tahun, petani karet)

“itulah tadi, harana bisa pinjaman nanguda tu toke i , anggo oppot adong na masa niba bisa mangido tolong jolo tusi,anggo nadong toke niba ba borat doi, dung pinjaman topet martimbang tong di potong kon sanga sadia na bisa niba. Inda, inda jungada pola di paksahon toke so dibayar, targantung iba ma, kalo nanguda sogannya itu, kalo masi sikitnyo langsung nanguda bayar, anggo bahat ba dicicil doma pambaenna da”. (Itulah tadi, karena bisa meminjam ke toke, kalau tiba-tiba saya perlu uang saya bisa minta tolong kesana, kalau kita tidak punya toke nanti susah, setelah meminjam uang, nanti ketika menimbang getah dipotong, tergantung kita berapa banyak yang mau kita bayarkan dulu. Tidak pernah toke memaksa kita untuk bayar hutang, semua tergantung kita, kalau saya sendiri segan jika membayar hutang terlalu lama, jika masih dalam jumlah yang sedikit akan langsung saya bayar semua, tetapi jika dalam jumlah yang besar akan saya cicil.

Hal senada juga disampaikan oleh ibu Nur Kaidah Rambe (41 tahun, petani karet).

“ya salah satunya karna bisa maminjam itu awak, macam ginila kan udah mau lebaran disitulah sering awak maminjam sama toke, kalau sudah maminjam janganlah pula nanti kita lari dari dia, tiba-tiba nanti gak ke dia lagi kita jual gota kita, kalo kek gitu nanti gak dikasinya lagi kita pinjaman”.

Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Panangian Ritonga (42 tahun,toke getah).

“Muda adong ta lehen pinjaman, bope na hepeng sanga balanjaan kan ta lehen. Na pola mamaksa da nian topet martimbang ia sapaan sanga do potong sadia, tarsongoni domai anggo tu anggota niba”. (“Kalau ada kita

tanya saja berapa banyak yang harus dipotong hutangnya, saya rasa seperti itu”.)

Di Desa Gunung Baringin, dalam sebuah hubungan antara petani karet dengan toke getah cenderung menimbulkan hutang piutang yang kerap dilakukan oleh klien kepada patron. Hal tersebut dilakukan oleh klien untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan patron akan dengan sukarela memberikannya.

Berawal dari pemberian hutang tersebut, secara otomatis klien akan selalu terikat pada patron. Hal ini menimbulkan bahwa petani karet tersebut hanya akan melakukan transaksi penjualan getah dengan toke yang telah memberikan pinjaman. Sehingga walaupun harga beli getah karet pada toke lain lebih besar maka petani karet tersebut akan tetap menjual hasil karetnya kepada toke yang telah memberikan hutang.

Seperti yang dipaparkan oleh Ibu Tiarma Rambe (46) yang bekerja sebagai petani karet di Desa Gunung Baringin Kecamatan Angkola Selatan yang memiliki luas lahan kebun karet sebanyak 3 ha yang di deres sendiri oleh beliau.

“On ma nggi, au pe dong do utang ku di si Panangian an, dor do adong disi i. di son nggi pala ma adong utang niba di toke niba, napuluk iba be tu halakan, leng na akkon tu si do, bia baenon anggo ma porlu kan.topet martimbang tong potong, kadang do da, kadang na tarbagi bia baenon”. (“Saya juga memiliki hutang pada toke saya bapak Panangian, selalu ada hutang saya disana, disini jika sudah memiliki utang pada toke, saya tidak berani berpindah toke, ya harus kesana, karema sudah perlu. Kalau waktunya menimbang getah maka akan dipotong, tapi kadang tidak”. )

2. Hubungan Keluarga

Petani karet dan toke getah merupakan masyarakat setempat, sehingga sangat memungkinkan sekali mereka mempunyai hubungan keluarga atau saudara. Berikut beberapa hasil wawancara dilapangan:

“baru harani aha niba dope famili, tapi rambe uda mu kalainlah keluarga kami disini baya. Solkot muse dirasa ida hodo hup hamu ma aha nai di hutaon, na nalin-lain nai jabut do mai”. (“Terus karena masih keluarga, uda mu dari rumah ini kan rambe. Hanya kalianlah keluarga kami, kamu lihat sendiri hanya kalian keluarga kami di desa ini, kalau yang lainnya jabut itu”.) Remsi Ritonga, 40 tahun.

“harani iboto nibai muse, anggo solkot niba dia ma mungkin tu lain iba manoke i, anggo adong na mahua niba leng na tusi do iba”. (“ Karena saudara juga, kalau saudara sendiri toke tidak mungkin kita mencari toke lain, kalau kita ada masalah tetap akan ke saudara kita berbagi”.) Tiarma Rambe, 46 tahun)

Dengan adanya hubungan keluarga ini petani karet merasa lebih baik menjual hasil karetnya ke saudara mereka sendiri.

3. Modal

Modal merupakan hal yang sangat penting dalam berusaha baik bagi petani karet maupun toke. Toke memiliki kelebihan ekonomi (modal) dibandingkan petani. Dengan modal yang berlebih toke bisa memberikan pinjaman berupa uang atau barang ke petani tanpa bunga. Berikut beberapa hasil wawancara dilapangan:

“Bisa iba pinjaman jolo tu toke, songon mamboli pupuk, lehen nia do naron ni.anggo tu halak na lain belum tentu dope lehen nia, anggo tu toke di usaho on nia doi so adong”. (“Saya bisa meminjam ke toke, seperti membeli pupuk, nanti di kasih, kalau meminjam ke orang lain belum tentu ada tapi kalau meminjam sama toke nanti pasti diusahakan”.) Ahir Pane, 28 tahun.

“anggo au anggi sering doi maminjam hepeng tu toke, umpamana biasana anggo saotik gota kan, sangape hona udan katimpa ma iba, lehen

saya sering meminjam uang pada toke, biasanya kalau sedikit hasil getah getah karet atau karena hujan, toke pasti memberi pinjaman. Lihat saja untuk membangun rumah kita ini sebagian modalnya saya pinjam ke toke, dan sampai saat ini belum lunas, seperti itu”.) Abdul Wahid Rangkuti, 52 tahun

Hal ini dibenarkan oleh jawaban yang disampaikan informan bapak Parlaungan Siregar (48 tahun, toke getah).

“istilahna anggi sama-sama memberi do hita, anggo ro anggota tu hita giot maminjam, ta lehen. Tapi muda au tergantung situasi nai doi, misalna kan hona udan gota nia i, tontu tong katimpa ma ia, ima ta lehen pinjaman sesuai dohot keadaan keluarga nia, piga anak nia, biaya-biaya aha, tontu tong iba sebagai toke di boto sanga bia keadaan ni anggota niba, na porlu tong ke jujuran”.(“Istilahnya kita sama-sama memberi, jika ada anggota yang datang ingin meminjam, kita kasih. Tapi kalau saya tergantung situasi, misalnya getahnya kena hujan, tentu dia akan rugi. Jadi kita kasih meminjam sejumlah dengan kebutuhannya, berapa anaknya, berapa kebutuhan sehari-harinya, tentu kita sebagai toke tahu keadaan anggota kita.

Yang penting di sini adalah kejujuran”).

4. Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR)

Setiap bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri toke akan memberikan THR kepada petani karet berupa minuman dalam kemasan, maupun kain sarung untuk sholat Idul Fitri nanti. Semua petani yang menjual getah karetnya kepada toke mendapatkan THR. THR sangat ditunggu oleh petani karena sifat manusia adalah senang diberi. Adanya THR ini menyebabkan hubungan toke dengan petani karet sangat erat dan dipandang toke merupakan orang yang baik hati.

BAB V Penutup

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Patron klien antara petani karet dengan toke getah di Desa Gunung Baringin terlihat dari adanya hubungan ketergantungan antara petani dengan toke yaitu karen, hubungan loyalitas, dan hubungan personalia. Hubungan patron klien antara petani karet dengan toke getah didukung dengan adanya kepercayaan antara petani dengan toke sehingga toke tidak perlu takut kehilangan pemasok hasil karet. Ketergantungan petani karet terhadap toke karena toke sebagai patron merupakan penghubung pemasaran tata niaga hasil produksi karet.

Patron juga berfungsi sebagai pemberi jaminan subsistensi bagi petani karet sebagai klien untuk kebutuhan konsumsi, serta sebagai penghubung jaringan pemasaran dalam menunjang tata perniagaan produksi karet.

2. Kerugian dari hubungan patron klien di Desa Gunung Baringin adalah terdapat penyalahgunaan peran patron terhadap klien terkait partisipasi politik patron dalam mendapatkan suara.

3. Hubungan patron klien antara petani karet dengan toke di Desa Gunung Baringin dapat bertahan hingga saat ini karena adanya hubungan loyalitas, hubungan porsonalia, pemberian hutang, hubungan keluarga, pemberian modal, dan pemberian tunjangan hari raya serta adanya kepercayaan yang terjalin antara petani karet dengan toke getah.