• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap lembaga pertanian dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

b. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah dan pusat dalam menetapkan kebijakan harga pasar dan mempercepat penerapan kebijakan tersebut agar kesejahteraan petani lebih meningkat.

c. Untuk memberikan masukan-masukan bagi yang membutuhkannya terutama petani dan toke supaya memiliki organisasi atau kelompok tani yang bisa menjadi wadah penghubung untuk menghilangkan kesenjangan antara toke dengan petani serta memajukan kesejahteraan diantara keduanya.

1.5. Defenisi Konsep

Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan menfokuskan penelitian. Konsep merupakan rangkaian pengertian logis yang dipakai untuk menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh permasalahan yang tepat. Dengan kata lain konsep adalah istilah-istilah yang mewakili atau menyatakan suatu pengertian tertentu. Adapun konsep-konsep dalam penelitian

a. Patron Klien, Menurut Scott (James C. Scott, 1972 : 9) hubungan patron-klien merupakan hubungan pertukaran antara dua orang yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdaya yang dimilikinya untuk menyediakan perlindungan atau keuntungan bagi seseorang yang lebih rendah statusnya (klien). Pada gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron.

b. Toke Getah dalam penelitian ini adalah orang yang menjalankan perniagaan sebagai pembeli getah karet dari petani dan sebagi agen pemasaran getah secara tunai maupun hutang.

c. Petani karet dalam penelitian ini ialah penderes yang memiliki kebun karet sendiri dan tidak memiliki kebun karet.

d. Resiprositas dalam penelitian ini merupakan kewajiban atau utang balas budi atas apa yang pernah diberikan sebelumnya oleh patron (toke) terhadap petani (klien) ketika mengalami musibah atau kesulitan keuangan dengan menunjukkan loyalitasnya kepada toke (patron).

e. Loyalias dalam penelitian ini merupakan tindakan dari petani karet selaku klien kepada toke getah selaku patron untuk membalas jasa atas apa yang telah mereka terima dari patron.

f. Personalitas dalam penelitian ini merupakan hubungan yang bersifat langsung dan intensif antara petani karet (klien) dengan toke getah (patron) g. Jaringan Sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak

individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan

kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal (Damsar, 2002).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Patron Klien

Scott (1972: 8) menjabarkan makna hubungan patron-klien adalah suatu kasus khusus hubungan antar dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang yang lebih tinggi kedudukan sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh dan sumber daya yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan atau kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya (klien), yang pada gilirannya membalas pemberian tersebut dengan memberikan dukungan yang umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa pribadi kepada patron. Dalam hubungan ini, pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya baru terhapus dalam jangka panjang. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Si patron tidak akan mengharapkan materi atau uang dari klien tapi mengharapkan imbalan lainnya yang dibutuhkan si patron.

Hubungan patron-klien bersifat tatap muka, artinya bahwa patron mengenal secara pribadi klien karena mereka bertemu tatap muka, saling mengenal pribadinya, dan saling mempercayai. Hubungan patron klien umumnya terjadi di kalangan petani tradisional Asia Tenggara (Scott, 1972). Lebih lanjut dikatakan Scott ( 1972) bahwa pola hubungan patron-klien merupakan tindakan moral petani untuk memberikan perlindungan dan keamanan subsistensi kepada klien. Menurut Popkin (1980: 419) pola hubungan patron-klien merupakan tindakan monopoli dan eksploitasi karena patron menghalangi kliennya berhubungan dengan pasar.

Pola hubungan patron klien ada yang kuat bertahan lama dan lemah. Salah satu sebab melemahnya hubungan patron klien adalah konflik, misalnya di Jepang konflik antara tuan tanah dan para penyewa di dekat kota atau pusat industri tidak disebabkan oleh pindahnya tuan tanah ke kota dan berkurangnya perlindungan terhadap petani tetapi oleh fakta bahwa kesempatan-kesempatan bekerja di pabrik telah menarik para buruh tani keluar dari sektor pertanian (Ann Waswo, 1979: 582). Unsur penting dalam hubungan patron-klien adalah resiprositas yang diatur norma-norma tertentu. Norma-norma yang mengatur hubungan timbal balik adalah (1) orang seharusnya membantu mereka yang telah menolong; dan (2) jangan mengingkari mereka yang telah menolong (Alvin W.

Gouldner, 1960: 171).

Petani berada pada batasan yang krusial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersumber dari hasil bertani. Agar petani tidak berada di bawah kebutuhan subsitensinya, mereka terkadang harus bergantung kepada jaringan atau pun lembaga yang berada di luar keluarga petani. Seperti keluarga, kerabat, tetangga dan sebagainya. Terkadang pula mereka tidak dapat membantu para petani karena, rata-rata kondisi mereka juga sama. Pada akhirnya, muncullah jaringan atau lembaga yang berfungsi sebagai peredam-kejutan selama krisis-krisis ekonomi dalam kehidupan petani (Scott, 1994). Mereka ini (jaringan yang berada di luar keluarga petani) memiliki sumber daya subsitensi yang dibutuhkan para petani. Sebagai upaya petani untuk menjaga kebutuhan subsistensi keluarganya, para petani ini menjalin hubungan dengan jaringan atau lembaga tersebut. Hubungan di antara keduanya kemudian berkembang dan melahirkan

hubungan yang bersifat resiprositas dan disebut dengan hubungan patron dan klien.

Scott (1994) memberikan contoh terhadap hasil temuannya dengan melihat hubungan timbal balik yang terjadi antara petani penggarap dengan pemilik lahan.

Supaya bisa menjadi patron, pemilik lahan memanfaatkan modal yang dimilikinya untuk merekrut klien. Mereka memberikan pekerjaan berupa menggarap lahan yang dimiliki patron. Selain patron juga tidak segan-segan melindungi kliennya dengan memberikan jaminan ketika paceklik tiba maupun melindungi para penggarap lahan terhadap makelar. Dari perlindungan inilah patron mengharapkan hadiah dari kliennya, tergantung pada apa yang dibutuhkan oleh sang patron kelak. Singkatnya, seorang patron menurut Scott berposisi dan berfungsi sebagai pemberi terhadap kliennya, sedangkan klien berposisi sebagai penerima segala sesuatu yang diberikan oleh patronnya.

Adapun arus patron ke klien yang dideteksi oleh Scott (1972: 9) berkaitan dengan kehidupan petani adalah:

1. Penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah untuk bercocok tanam.

2. Jaminan krisis subsistensi, patron menjamin dasar subsistensi bagi kliennya dengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan pertanian (peceklik dll) yang akan mengganggu kehidupan kliennya.

3. Perlindungan dari tekanan luar.

4. Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatannya untuk melindungi kliennya, ia juga dapat menggunakan kekuatannya untuk menarik keuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas perlindungannya.

5. Jasa patron secara kolektif. Secara internal patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif, yaitu mengelola berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya.

Sedangkan arus dari klien ke patron, menurut James Scott (1972: 9) adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagi kepentingan patron. Adapun jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi dan lain-lain. Dalam patron klien, hubungan dibangun tidak berdasarkan pemaksaan atau kekerasan. Hubungan ini identik terjadi dalam bentuk hubungan pertemanan atau hubungan yang sama-sama menguntungkan (simbiosis mutualisme). Dengan pemberian barang dan jasa pihak penerima merasa berkewajiban untuk membalasnya, sehingga terjadi hubungan timbal balik. Kedua adanya unsur timbal balik yang membedakan dengan hubungan yang bersifat pemaksaan atau hubungan karena adanya wewenang formal.

Hubungun parton-klien yang ada di masyarakat berkaitan dengan hubungan khusus yang merupakan hubungan pribadi yang mengandung keakraban dan juga hubungan yang berdasarkan atas asas saling menguntunngkan. Sekalipun hubungan patron klien terbangun bukan karena atas dasar paksaan, tetapi hubungan ini tetaplah tidak seimbang. Ketidakseimbangan terjadi karena ada satu aktor (patron) yang mendominasi aktor yang lain (klien). Patron memiliki sesuatu modal yang bisa ditawarkan kepada klien, sementara klien hanya bisa memberikan hadiah sebagai bentuk timbal balik. Seperti dalam halnya penderes dengan toke tentu penderes sebagai klien lebih tergantung kepada sang patron.

Hubungan patron klien ini juga mempunyai akhir atau bisa diakhiri.

Adapun pertukaran dari klien ke patron, adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagi kepentingan patron. Adapun jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodik. Bagi klien, unsur kunci yang mempengaruhi tingkat ketergantungan dan loyalitasnya kepada patron adalah perbandingan antara jasa yang diberikannya kepada patron dan hasil/jasa yang diterimanya, makin besar nilai yang diterimanya dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat ikatan patron-klien itu menjadi sah dan legal.

Dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan antara patron dan klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral tersendiri dimana di dalamnya berisi hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

Norma-norma tersebut akan bertahan jika patron terus memberikan jaminan perlindungan dan keamanan dasar bagi klien. Usaha-usaha tersebut kemudian dianggap sebagai usaha pelanggaran yang mengancam pola interaksi tersebut karena kaum elit/patronlah yang selalu berusahan untuk mempertahankan sistem tersebut demi mempertahankan keuntungannya. Hubungan ini berlaku karena pada dasarnya hubungan sosial adalah hubungan antar posisi atau status dimana masing-masing membawa perannya masing-masing. Peran ini ada berdasarkan fungsi masyarakat atau kelompok, maupun aktor tersebut dalam masyarakat, sehingga apa yang terjadi adalah hubungan antar kedua posisi.

Tujuan dasar dari hubungan patron klien bagi klien yang sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan. Apabila hubungan yang menjadi dasar pola hubungan patron klien ini melemah karena

tidak lagi memberikan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan maka klien akan mempertimbangkan hubungannya dengan patron menjadi tidak adil dan eksploitasif.

Dalam hal ini Scott (1972) telah menjabarkan ciri-ciri hubungan dari patron klien itu sendiri diantaranya adalah:

1. Hubungan Personalia, yaitu hubungan yang bersifat langsung dan intensif antara patron dengan klien, artinya bahwa patron dan klien saling mengenal secara pribadi, dan saling percaya.

2. Hubungan Loyalitas. Loyalitas adalah kesetiaan atau kepatuhan. yaitu hubungan timbal balik antara patron dengan klien, bahwa bagi klien unsur kunci yang mempengaruhi tingkat loyalitasnya kepada patron adalah perbandingan antara jasa yang diberikanya kepada patron dan hasil atau jasa yang diterimanya.

3. Hubungan Resiprositas (Scott, 1994), yaitu Hubungan yang saling menguntungkan, dimana patron dan klien saling memberi dan menerima walaupun dalam kadar yang tidak seimbang.

Terkait dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini maka konsep tersebut diatas berguna untuk mengidentifikasikan pola hubungan yang terjadi antara toke dengan petani karet, apakah pola patron klien yang disebutkan Scott memang berlaku pada petani di Desa Gunung Baringin atau sudah mengalami pergeseran.

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan patron klien dilakukan oleh Priyatna (2011: 37-45) dengan judul Pola Pemanfaatan Sumber Daya, Subsistensi dan Pola Hubungan Patron-Klien Masyarakat Nelayan Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan secara sengaja, dengan memilih informan dari masing-masing kategori nelayan kecil dan besar, untuk mendapatkan keterwakilan keduanya dalam memahami fenomena sosial patron-klien yang terjadi.Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan konsep moral ekonomi dari James C.

Scott. Dan hasil penelitian yang diperolah adalah peneliti membedakan beberapa ciri hubungan patron-klien di Danau Tempe tersebut yang terdiri dari ciri umum dan ciri khusus. Ciri Umum 1). Kedua belah pihak menguasai sumber daya yang berbeda 2). Hubungan terbentuk atas dasar saling percaya (nelayan kecil) dan kekeluargaan (nelayan besar) 3). Hubungan berdasarkan asas saling menguntungkan serta saling memberi dan menerima. Ciri Khusus 1). Semi eksploitatif 2). Tidak terdapat hubungan mengikat (nelayan kecil) dan mengikat (nelayan besar) 3). Kebebasan klien untuk memilih patron (nelayan kecil) dan terikat (Nelayan besar) 4). Kemandirian nelayan yang tinggi (nelayan kecil) dan rendah (nelayan besar) 5). Penentuan harga ditentukan bandar ikan (nelayan kecil)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2007), penelitian kualitatif didefinisikan sebagai sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Moleong menjelaskan dalam pendekatan kualitatif deskriptif, data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut bisa diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, video, foto, dan dokumentasi pribadi. Hasil penelitian ini berupa kutipan dari transkrip hasil wawancara yang sebelumnya telah diolah dan kemudian disajikan secara deskriptif. Pengambilan data dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dan tentunya juga dengan melakukan wawancara terhadap petani karet dan toke getah.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena Desa ini merupakan salah satu penghasil getah karet di Kabupaten Tapanuli Selatan, sehingga masyarakat yang tinggal di Desa Gunung Baringin banyak yang bekerja sebagai petani karet.

3.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah petani karet dan toke getah yang berada di Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.3.2. Informan

Informan Penelitian di dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan bagaimana langkah yang ditempuh peneliti agar data atau informasi dapat diperoleh. Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2014 : 78).

Penentuan informan didasarkan pada kriteria berikut ini :

1. Masyarakat setempat yang berprofesi sebagai petani karet, baik yang memiliki lahan kebun karet sendiri maupun yang tidak memiliki kebun karet tetapi berprofesi sebagai petani karet. Petani ini mencakup enam petani karet dan sudah lebih dari dua tahun bekerja sebagai petani karet.

2. Toke getah yang mencakup tiga toke kecil yang bertempat tinggal di Desa Gunung Baringin dan satu toke besar yang datang dari luar daerah.

Dalam pemilihan informan peneliti menggunakan teknik purposif. Teknik purposif merupakan salah satu strategi untuk menentukan informan yang paling umum digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta

yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.

3.4. Sumber Data Penelitian

Untuk memperoleh data atau informasi dalam penelitian dilapangan, maka diperlukan adanya alat pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data dan informasi, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar mendapat kesesuaian dengan kebutuhan peneliti dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh di lapangan. Data dalam sebuah penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dimana data tersebut diambil langsung oleh peneliti kepada sumber secara langsung melalui informan. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/ audio tape, pengambilan foto dan film (Moleong, 2006). Data diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sumber data primer pada penelitian ini adalah melalui wawancara kepada petani karet dan toke getah tersebut.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung atau menggunakan media perantara misalnya data yang diperoleh dari buku, tulisan/karya ilmiah, jurnal, serta laporan penelitian yang berkaitan dengan topic

penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan berhubungan dengan keabsahan masalah yang diteliti.

3.5 . Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi:

3.5.1. Observasi

Merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, dimana data penelitian itu dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti, data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan pancaindra (Burhan Bungin, 2007). Adapun yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung kepada petani dan toke mengenai pola hubungan sosial ekonomi diantara keduanya yang berada di Desa Gunung Baringin.

3.5.2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam Moleong (2006: 186) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur memiliki arti bahwa wawancara yang dilakukan dimana pewawancara telah menetapkan sendiri masalah-masalah yang akan diajukan sebagai pertanyaan. Sedangkan wawancara

tidak terstruktur merupakan wawancara yang memiliki ciri kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara tersebut digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal (Moleong, 2006: 190).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara secara semi terstruktur. Maka sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada informan. Namun, pada pelaksanaannya nanti akan disesuaikan dengan keadaan informan.

3.5.3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan,buku, surat kabar, foto dan lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian yang diteliti.

3.5.4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang sesuai dengan topik atau tema yang diteliti. Studi pustaka ini digunakan untuk menunjang kelengkapan data dalam penelitian dengan menggunakan sumber-sumber dari kepustakaan yang relevan.

3.5.5. Interpretasi Data

Data yang dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan data dilakukan secara intensif setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan. Menurut pada Lexy J.

Meleong (200 6: 245), pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan, pengamatan

(observasi) yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto dan sebagainya.

Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan telah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang terperinci, merujuk keinti dengan menelaah pernyataan – pernyataan yang diperlukan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Langkah selanjutnya adalah menyusun data – data dalam satuan – satuan itu kemudian dikategorisasikan.

Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan lainnya dan diintepretasikan secara kualitatif. Proses analisis dalam penelitian ini telah dimulai sejak awal penulisan proposal, sehingga selesainya penelitian ini yang menjadi ciri khas dari analisis kualitatif.

3.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Terkait dengan keterbatasan waktu terutama pada informan membuat peneliti harus membuat jadwal pertemuan. Terlepas dari kendala diatas peneliti menyadari keterbatasan dalam proses penelitian yang dilakukan. Meskipun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan penelitian semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang akurat.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Gunung Baringin

Desa Gunung Baringin awal mulanya merupakan sebuah hutan rimba yang padat ditumbuhi oleh pohon-pohon besar. Tahun 1969 Baginda Salamat membuka hutan bersama dengan Sembilan kepala keluarga lainnya dan menjadikan hutan tersebut menjadi sebuah desa yang awalnya di beri nama Desa Napa Maranti, dengan kondisi lahan yang kasar yang hanya dikelilingi hutan lebat. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Desa Napa Maranti memiliki mata pencarian sebagai pencari rotan, dan berkebun. Hasil kebun ini akan dijual ke Padang Sidempuan dengan berjalan kaki selama sehari dan pulang pada keesokan harinya. Untuk menyekolahkan anak-anak, mereka menyekolahkannya keluar daerah yang pada masa itu ke daerah Padang Bolak. Hal tersebut berlangsung selama hampir 10 tahun dan pada tahun 1978 dengan di adakannya pemilihan kepala desa pertama dan desa Napa Maranti di ganti dengan nama Desa Gunung Baringin lambat laun banyak anggota keluarga lainnya yang pindah ke Desa Gunung Baringin. Mata pencaharian masyarakat desa juga mulai beralih menjadi petani. Namun hutan di Desa Gunung Baringin sangat luas, pada masa itu Oppung Baginda Sinandean memiliki inisiatif membuat kebun percontohan, beliau membuka hutan untuk dijadikan lahan berkebun karet, beberapa tahun kemudian Oppung Baginda Sinandean sudah bisa menderesnya dan karet tersebut telah

cara berkebun beliau, namun beliau tidak berpuas hati, beliau membuat kebun percontohan lainnya yaitu menanam pisang, hal ini juga kembali menjadi inspirasi bagi masyarakat setempat untuk bercocok tanam pohon pisang, dan pada akhirnya selain menanam pisang masyarakat Desa Gunung Baringin mulai menanam kunyit, kencur, coklat, jagung, kacang dan terakhir masyarakat Desa Gunung Baringin mulai menanam kelapa sawit. Akhirnya masyarakat Desa Gunung Baringin mulai mengalami perkembangan, baik dari segi ekonomi maupun

cara berkebun beliau, namun beliau tidak berpuas hati, beliau membuat kebun percontohan lainnya yaitu menanam pisang, hal ini juga kembali menjadi inspirasi bagi masyarakat setempat untuk bercocok tanam pohon pisang, dan pada akhirnya selain menanam pisang masyarakat Desa Gunung Baringin mulai menanam kunyit, kencur, coklat, jagung, kacang dan terakhir masyarakat Desa Gunung Baringin mulai menanam kelapa sawit. Akhirnya masyarakat Desa Gunung Baringin mulai mengalami perkembangan, baik dari segi ekonomi maupun