• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Faktor-Faktor Strategis dan Pengaruhnya terhadap Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Donggala Hutan Rakyat di Kabupaten Donggala

5.3.3 Faktor Eksternal Peluang (Opportunities)

Faktor eksternal peluang yang dimaksud disini adalah faktor-faktor dari luar petani hutan rakyat yang dapat mempengaruhi kinerja pengelolaan hutan rakyat. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pedagang, pembeli, dan pemerintah sebagai regulator, yang dipandang sebagai peluang dari luar petani yang dapat dimanfaatkan guna peningkatan kinerja usaha kayu rakyat ke depan di Kabupaten Donggala.

Berdasarkan hasil wawancara dengan key informan dan petani pemilik hutan rakyat, maka diperoleh hasil evaluasi variabel-variabel peluang yang dapat dimanfaatkan oleh petani hutan rakyat. Variabel peluang yang mempunyai skor paling tinggi yaitu adanya industri yang menerima kayu rakyat dengan nilai skor sebesar 0.989. Selanjutnya variabel yang mempunyai skor paling rendah, yaitu peningkatan harga dari tahun ke tahun dengan nilai skor sebesar 0.315. Variabel-variabel eksternal peluang seperti pada Tabel 32.

Tabel 32 Hasil evaluasi variabel eksternal peluang (opportunity)

No Faktor eksternal (peluang) Bobot Rating Skor 1 Adanya industri yang menerima kayu rakyat 0.247 4.000 0.989 2 Dukungan pemerintah lewat kebijakan nasional 0.225 4.000 0.899 3 Peningkatan permintaan pasar kayu rakyat 0.191 3.000 0.573 4 Adanya gap pemenuhan bahan baku kayu 0.180 3.000 0.539 5 Peningkatan harga dari tahun ke tahun 0.157 2.000 0.315

Jumlah 1.000 3.315

Data pada Tabel 32 di atas menunjukkan bahwa terdapat lima variabel eksternal yang merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha kayu rakyat ke depan. Variabel-variabel eksternal peluang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Adanya Industri yang Menerima Kayu Rakyat.

Produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Donggala telah menjadi subsitusi pasokan kayu dari hutan alam yang berasal dari IUPHHK-HA/IPK. Hal ini merupakan suatu indikasi yang positif bagi pengembangan hutan rakyat ke depan. Karena itu peluang ini menjadi sangat penting bagi petani hutan rakyat

untuk melakukan upaya-upaya pengembangan hutan rakyat, yang diharapkan pada waktunya akan menjadi sumber pasokan utama bahan baku bagi industri kayu di Kabupaten Donggala.

Industri kayu hulu maupun hilir yang menerima pasokan kayu dari hutan rakyat umumnya berasal dari dalam kabupaten, luar kabupaten dalam provinsi dan luar provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa hutan rakyat memiliki prospek yang baik, karena tersedianya industri kayu yang membeli kayu rakyat. Jumlah industri yang membeli kayu rakyat dari Kabupaten Donggala, selengkapnya seperti pada Tabel 33.

Tabel 33 Jumlah industri yang membeli kayu rakyat

No Nama Industri Kapasitas Terpasang Letak Industri Luar kabupaten dalam provinsi

1 UD. Cahaya Sulawesi <2000 m³ Kec. Palu Timur 2 CV. Daya Mandiri <2000 m³ Kec. Palu Utara 3 CV. Palu Lumber Utama <2000 m³ Kec. Palu Utara 4 CV. Surya Utama <2000 m³ Kec. Palu Utara Luar provinsi

1 PT. Pamlply >6000 Kab Luwu-Sulawesi Selatan 2 PT. Nelly Jaya P. >6000 Kab Luwu-Sulawesi Selatan

3 Johan >6000 Surabaya-Jawa Timur

Luar kecamatan dalam kabupaten

1 UD. Almunawarah <2000 m³ Desa Labuan Kec. Labuan 2 CV. Bahtera Abadi <2000 m³ Desa Wani Kec. Tanantovea 3 CV. Celindo Cemerlang <2000 m³ Desa Walando Kec. Balaesang 4 CV. Indosul Harmoni <2000 m³ Desa Wani Kec. Tanantovea 5 UD. Mardianan <2000 m³ Desa Labuan Kec. Labuan 6 UD. Cahaya Kalbu <2000 m³ Desa Labuan Kec. Labuan Sumber: BP2HP XIV Palu (diolah), 2010.

Tabel 33 menunjukkan bahwa hasil kayu rakyat yang berasal dari Kabupaten Donggala selain dipasarkan di dalam kabupaten, juga di jual ke luar kabupaten dan provinsi. Kayu rakyat yang di jual ke luar Provinsi Sulawesi Tengah tujuannya adalah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Karena itu dibutuhkan peran serta dari para pihak di luar petani, yaitu pemerintah, Pemda, LSM dan perguruan tinggi untuk menciptakan kondisi pemungkin sehingga upaya-upaya pengembangan hutan rakyat yang telah dilakukan oleh petani selama ini dapat menjadi suatu entry point bagi peningkatan ekonomi rumah tangga petani dan juga untuk tumbuh dan berkembangnya industri kayu yang kompetitif.

b.Dukungan Pemerintah

Sektor kehutanan dewasa ini telah dihadapkan kepada beberapa permasalahan, yang secara keseluruhan menjadi kendala tersendiri dalam pembangunan hutan rakyat yang berkelanjutan. Permasalahan yang terjadi pada sektor kehutanan selama satu dekade terakhir ini, yaitu: 1) kawasan hutan yang belum mantap; 2) benturan kepentingan/konflik pemanfaatan; 3) rendahnya penilaian terhadap sumber daya hutan; 4) kesenjangan bahan baku industri kehutanan; 5) illegal logging; 6) illegal trade; 7) laju deforestasi yang tinggi; 8) rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan; dan 9) lemahnya penegakan hukum (Dephut 2006).

Selanjutnya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengembangan hutan rakyat diantaranya: 1) kebutuhan kayu terus meningkat, disisi lain pasokan kayu dari hutan alam terus menurun; 2) hutan rakyat yang sudah ada belum dikelolah dengan baik; 3) fasilitas pemerintah belum maksimal dalam kemitraan hutan rakyat; 4) data potensi dan industri perkayuan yang membutuhkan kayu rakyat belum tersedia secara akurat.

Pemerintah pusat sebagai regulator terus berupaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, dengan menetapkan kebijakan-kebijakan dan atau merevisi kebijakan-kebijakan yang telah ada yang terkait dengan pengembangan hutan rakyat ke depan. Aturan-aturan dimaksud sejalan dengan program prioritas di sektor kehutanan yang diantaranya, yaitu revitalisasi industri kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan. Kebijakan/program prioritas tersebut memiliki sasaran strategis diantaranya bertambahnya hutan rakyat.

Beberapa peraturan yang mendukung pengembangn hutan rakyat adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.26/Menhut-II/2005, tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak.

2. Permenhut. Nomor P.63/Menhut-II/2006, tentang Penetapan Jenis-Jenis Kayu Hutan Rakyat yang Peredarannya Menggunakan Dokumen SKSKB.

3. Permenhut. Nomor P.55/Menhut-II/2006, tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara.

4. Permenhut. Nomor P.33/Menhut-II/2007, tentang Perubahan Kedua atas Permenhut. No.P.51/Menhut-II/2006, tentang Penggunaan SKAU untuk Pengangkutan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak.

Secara umum peraturan-peraturan tersebut di atas mengarahkan kebijakan pengelolaan hutan rakyat melalui rehabilitasi lahan, pemanfaatan hutan rakyat

agroforestry, pemanfaatan hutan hak untuk fungsi konservasi, pengaturan hak dan kewajiban pemilik hutan rakyat, dan pengaturan peredaran kayu rakyat.

Salah satu kebijakan pemerintah pusat dalam pengembangan usaha kayu rakyat adalah Permenhut. No. P.33/Menhut-II/2007 tentang Penggunaan SKAU saat pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah terus berupaya melakukan perubahan atas peraturan-peraturan sebelumnya, terkait produksi dan peredaran kayu yang diantaranya adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK.Menhut) No.230/Menhut-II/1993, tentang Tata Usaha Kayu, dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan (SK. Dirjen PH) No.126/Ditjen PH-IV/2001, tentang Penatausahaan Hasil Hutan. Pada kedua aturan tersebut belum ada pembedaan secara tegas penatausahaan hasil hutan dari hutan alam maupun hutan rakyat. Selanjutnya pada Permenhut. Nomor P.33/Menhut-II/2007 telah memberikan pembedaan secara tegas antara kayu rakyat dan kayu dari hutan alam.

Implikasinya yaitu menghindari penerapan hukuman yang sama atas pelanggaran pemungutan dan peredaran kayu yang dilakukan terhadap hasil hutan negara dan hutan rakyat, mencegah ekonomi biaya tinggi terutama akibat pelayanan yang bersifat birokratis, rent seeking dan pengendalian distribusi kayu bulat. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan maksud melindungi hak-hak rakyat terhadap hasil hutan miliknya, sedangkan tujuannya adalah memberikan kepastian hukum terhadap konsumen, menekan biaya tinggi yang ditanggung masyarakat, dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Meskipun semangatnya memberikan apresiasi kepada pengelolah hutan rakyat, namun pengaturan semacam ini seringkali justru akan membuka peluang bagi praktek-praktek

pungutan liar yang membebani masyarakat. Oleh sebab itu perlu diupayakan sistem insentif yang lain agar masyarakat termotivasi untuk mengembangkan hutan rakyat.

Pemda Kabupaten Donggala lewat Dinas Kehutanan dan Perkebunan telah berupaya untuk mendukung upaya pengembangan hutan rakyat. Dukungan Pemda tersebut secara nyata lewat pelaksanaan kegiatan Gerhan. Pelaksanaan kegiatan Gerhan tersebut telah memicu masyarakat untuk mengembangkan hutan rakyat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyukseskan program Gerhan, yaitu penyediaan bibit, penyuluhan dan pelatihan singkat. Pelatihan singkat ini dimaksudkan untuk membekali petani dengan pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan. Kegiatan tersebut mulai dari penyiapan lahan, penggalian lubang tanaman, pengangkutan bibit, dan penanaman. Di samping itu, Pemda Kabupaten Donggala telah menerbitkan Perbub Nomor 14 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan Hutan Hak. Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan kepada para petani pemilik hutan hak, dalam memanfaatkan hasil hutan yang tumbuh di atas lahan milik pribadi.

c. Peningkatan Permintaan Pasar Kayu Rakyat

Sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan para petani hutan rakyat, diperoleh informasi bahwa industri plywood yang ada di Kota Palu sangat antusias untuk memperoleh pasokan bahan baku dari tanaman rakyat berupa kayu jati dan gmelina dengan diameter 20 cm ke atas. Namun karena belum adanya kesepakatan harga, maka petani belum bersedia untuk menjualnya. Hal ini harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk memberikan informasi harga yang tidak merugikan petani.

Di samping itu, permintaan kayu dari unit-unit usaha kayu pertukangan yang tersebar di luar Kabupaten Donggala khususnya Kota Palu cukup banyak. Hal ini dapat dijadikan suatu peluang karena usaha kayu pertukangan tidak memberikan syarat kayu dengan kelas awet dan kelas kuat tertentu. Sebaliknya, justru dibutuhkan kayu dengan jenis-jenis yang ringan untuk tujuan pembuatan

Peningkatan permintaann kayu rakyat tersebut sebagai respon pasar yang dari tahun ke tahun mengalami kesulitan untuk mendapatkan kayu dari hutan alam. Hal ini menjadi suatu peluang yang menjanjikan bagi para petani pengembang hutan rakyat.

d. Adanya Gap Pemenuhan Kayu dari Hutan Alam

Kesenjangan antara permintaan kayu bulat oleh industri kayu dengan jumlah pasokan bahan baku, telah menjadi isu yang penting dalam pertumbuhan industri kayu di Kabupaten Donggala. Sesuai dengan data Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) bahwa pada tahun 2010 jumlah permintaan kayu bulat oleh industri penggergajian kayu yang ada di Kabupaten Donggala dan Kota Palu sebesar 28.244.30 m³.

Berdasarkan izin pemungutan kayu yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, maka rencana pasokan kayu pada tahun 2010 sebesar 11.645.26 m³ dengan rincian pasokan dari hutan alam sebesar 970 m3

Sesuai dengan data yang tersedia dan berdasarkan hasil pengamatan lapangan, bahwa pasokan bahan baku kayu yang diperoleh dari IPK hanya untuk memenuhi kebutuhan industri kayu yang terkait langsung dalan satu manejemen usaha. Hal ini dapat dilihat bahwa PT. Satya Sena Indratama sebagai produsen kayu bulat, bertindak sebagai pemasok bahan baku bagi industri kayu PT. Laju Lancar Lestari. Kedua perusahaan tersebut bernaung dalam satu manajemen usaha. Sebaliknya pasokan bahan baku kayu dari IPKHH adalah untuk memenuhi kebutuhan industri kayu lainnya. Akibat yang ditimbulkan dari kesenjangan tersebut di atas adalah menurunnya jumlah pasokan kayu bagi industri perkayuan di Kabupaten Donggala. Hal ini berimplikasi pada tidak beroperasinya sejumlah industri kayu. Di samping itu industri kayu yang masih aktif beroperasipun melakukan penurunan pemenuhan kebutuhan bahan baku.

yang berasal dari IPK dan dari hutan rakyat berupa IPKHH sebesar 10.725.26 m³. Besar kesenjangan antara permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran kayu bulat sebesar 16.599.04 m³.

Dengan demikian pasokan kebutuhan akan bahan baku kepada industri kayu seperti tersebut di atas telah menunjukkan bahwa peran hutan rakyat sebagai

subsitusi kebutuhan bahan baku dari IPK hutan alam dapat dijadikan peluang untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Donggala.

e. Peningkatan Harga Kayu dari Tahun ke Tahun

Peningkatan harga kayu secara umum dipengaruhi oleh peningkatan permintaan kayu oleh konsumen. Di samping itu, peningkatan harga kayu di tingkat produsen/petani juga disebabkan oleh menurunnya pasokan kayu dari hutan alam. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para petani, harga kayu untuk jenis non komersial atau sebutan lain untuk jenis rimba campuran setiap tahun mengalami peningkatan sebesar rata-rata 10-12%. Sebagai contoh pada tahun 2009 harga kayu untuk jenis rimba campuran dari hutan rakyat rata-rata sebesar Rp 1 100 000/m³, sedangkan pada tahun 2010 naik menjadi Rp 1 250 000/m³.

Selanjutnya untuk kayu yang termasuk dalam kelompok jenis meranti mengalami kenaikan rata-rata sebesar 11%. Pada tahun 2009 harga kayu untuk jenis meranti sebesar Rp 1 200 000/m³ dan pada tahun 2010 rata-rata naik menjadi Rp 1 350 000/m³. Walaupun kenaikan harga kayu pada tingkat petani belum signifikan, namun hal ini dapat merupakan peluang bagi petani untuk terus mengembangkan hutan rakyat. Peningkatan harga tiga tahun terakhir seperti pada Gambar 14.

Gambar 14 Peningkatan harga kayu rakyat tahun 2008-2010

Gambar 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan pada setiap tahun terjadi peningkatan harga. Perbedaan peningkatan harga pada petani dipengaruhi

oleh jenis kayu yang dijual. Harga kayu tertinggi umumnya pada kelompok jenis meranti. Hal ini sangat berhubungan dengan pengenaan pungutan terhadap jenis meranti yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok rimba campuran.