• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Anak Berkebutuhan Khusus

3) Faktor Penyebab Autis

68  

g) Anak dapat terlihat hiperaktif, misalnya mengulang suatu gerakan tertentu, sering menyakiti diri sendiri, seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding.

h) Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat ketika ia tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tidak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.

i) Gangguan dalam persepi sensoris meliputi perasaan sensitive terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman. Bila mendengar sesuatu yang keras dia akan menutup telinga.73

3) Faktor Penyebab Autis

Gejala autisme pada anak muncul pada saat mereka berusia 1,5 hingga 2 tahun. Pada saat usia itu seharusnya anak berkembang secara normal, tetapi kemudian perkembangannya berhenti dan mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut yang menyebabkan anak mengalami gangguan autis. Kemungkinan lain yang menyebabkan anak mengalami gangguan autis adalah keracunan merkuri. Namun anak dengan gangguan autis yang keracunan merkuri dapat ditanggulangi dengan terapi kelasi yaitu dengan cara mengeluarkan merkuri tersebut dari otak dan tubuh anak. 74

Menurut Joko Yuwono, bahwasannya gangguan pada anak autis juga bisa disebabkan karena para ibu gemar makan makanan seafood       

73 Huzaemah, Kenali Autisme..., 7.

74 Dwi Sunar Prasetyono, Biarkan Anakmu Bermain; Mengenal Manfaat dan Pengaruh Positif

69  

pada masa kehamilannya. Hal tersebut konon hasil laut Indonesia mengandung merkuri yang tinggi karena adanya pencemaran air laut.75

Teori lain juga mengungkapkan bahwa gangguan autis pada anak juga dapat disebabkan oleh virus rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi buruk, pendarahan, dan keracunan pada saat ibu hamil. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel otak pada bayi sehingga fungsi otak terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi anak.76

3. Kepribadian Anak Berkebutuhan Khusus a. Kepribadian Tunarungu

Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap seseorang yang menentukan cara-cara unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Masalah penyesuaian seseorang dapat dijadikan alat untuk mengetahui bagaimana kepribadiannya. Begitu juga dengan anak tunarungu, untuk mengetahui keadaan kepribadiannya, perlu kita perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka.

Pertemuan faktor-faktor yang ada dalam diri anak tunarungu yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktepatan emosi, dan keterbatasan intelegensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya, dan akan

      

75 Joko Yuwono, Memahami Anak..., 33.

70  

menghambat perkembangan kepribadiannya.77 Oleh karena itu, segala hambatan yang ada pada anak tunarungu dalam melakukan penyesuaian sosial harus diupayakan langkah-langkah untuk menghilangkan masalah-masalah tersebut.

Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah sehingga sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan.

Emosi anak tunarungu selalu bergejolak, disatu pihak karena kemiskinan bahasanya dan dipihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Dan apabila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya maka anak tunarungu akan tampak resah dan gelisah.78

b. Kepribadian Tunagrahita

Pada anak tunagrahita, keterbatasan daya pikir akan menyebabkan sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar ataukah tidak wajar (menurut ukuran normal) baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku yang kurang serasi. Karena pada dasarnya pola perkembangan perilaku anak tunagrahita tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.79

      

77 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa..., 100.

78 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa..., 98.

79 J.R Patton and M. B. Smith, Mental Retardation (Colombus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company, A bell & Howell Company, 1986), 84.

71  

Perkembangan tunagrahita, dorongan (drive) dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak. Anak dengan tunagrahita berat tidak dapat menunjukkan dorongan dalam pemeliharaan diri sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar, haus dan yang terpenting lagi mereka tidak dapat menghindari bahaya. Sedangkan pada anak dengan tunagrahita sedang, dorongan perkembangan lebih baik tetapi emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana.

Dan pada anak dengan tunagrahita ringan, emosi pada diri mereka tidak jauh dari emosi anak normal pada umumnya. Anak tunagrahita

mampu memperlihatkan rasa sedihnya tetapi sukar untuk

menggambarkan suasana haru. Mereka bisa mengespresikan kegembiraan tetapi sulit mengungkapkan kekaguman mereka terhadap sesuatu.80

Kelemahan yang ada pada anak dengan tunagrahita adalah tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsif, lancang, dan cenderung merusak. Kekurangan-kekurangan dalam kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri anak tersebut.81

Atas dasar dari beberapa perilaku anak tunagrahita, baik perilaku yang tampak dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak wajar, maka untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi       

80 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa..., 116.

81 Penyesuaian diri merupakan proses psikologis yang terjadi ketika menghadapi berbagai situasi. Jika lingkungan bersikap positif maka anak tunagrahita mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif. Namun sebaliknya, apabila lingkungan bersifat negative, maka emosi-emosi yang bersifat negative akan muncul seperti perasaan takut, marah, dan benci.

72  

perilaku. Dalam terapi perilaku tersebut harus dengan penerimaan yang hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tunagrahita, sehingga akan memberikan hasil yang berarti.82

c. Kepribadian Autis

Pada anak dengan autis menunjukkan beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan keberbedaan yang mencolok dibanding dengan anak-anak seusianya. Anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami sikap yang ditunjukkan oleh anak autis, mereka sulit untuk mengekaspresikan kebutuhannya, dan banyak hipersensif terhadap suara, cahaya, dan sentuhan. Dan tidak mengherankan jika mereka sewaktu-waktu mengamuk.83

Gangguan perasaan dan emosi anak autis dapat dilihat ketika ia tertawa-tawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tidak terkendali, terutama bila mereka tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.

Anak autis dapat terlihat berperilaku hiperaktif, misalnya mengulang suatu gerakan tertentu, sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkannya ke dinding. Namun pada suatu

      

82 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik..., 104.

83 Yoko Yuwono, Memahami Anak Autis..., 43. Yang membedakan perilaku anak autis dengan anak-anak pada umumnya adalah perilaku agresif. Mereka kadang menunjukkan agresifitas yang berlebihan. Agresif bukan merupakan bentuk dari kemanjaan atau kenakalan. Perilaku agresif merupakan symptom (gejala) dari gangguan.

73  

waktu, anak autis bisa terlihat pasif (pendiam) dengan tatapan kosong, dan dapat menjadi agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.84