• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Anak Berkebutuhan Khusus

6. Sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus

81  

dalam diri anak itu sendiri, lingkungan sekitar yang menjunjung tradisi Islam, lingkungan sekolah yang juga ikut menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak tunarungu, tunagrahita, dan autis.

Sedangkan faktor yang menghambat meliputi ketidaksabaran orang tua dalam menanamkan nilai-nilai Islam pada anak, kepribadian anak yang sulit diatur, keterbatasan intelegensi, terbatasnya komunikasi dan pendengaran, serta mood yang naik turun.

6. Sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus

Sosialisasi merupakan penanaman atau transfer kebiasaan, nilai dan norma dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.99

Dalam hal sosialisasi, bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang masih mampu bersosialisasi perlu ditanamkan ketrampilan untuk bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Minimal mereka bisa membawa diri dan berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Hal-hal yang perlu ditanamkan pada Anak Berkebutuhan Khusus tentang sosialisasi di masyarakat, yaitu pertama, memahami aturan dan norma yang berlaku dimasing-masing lingkungan atau daerah. Pemahaman ini selaras dengan pembiasaan normative yang dilakukan sesuai dengan norma agama, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kedua, Percaya diri dengan wajar, tidak

      

82  

terlalu merendahkan diri sehingga menjadi bahan ejekan dan tidak pula meninggikan diri sehingga dianggap sombong.100

a. Sosialisasi Anak Tunarungu

Kematangan hubungan sosial seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa tahapan.101 Namun, berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tunarungu, gangguan pendengarannya yang mengakibatkan hambatan melaksanakan tahapan itu dalam upaya mengadakan kontak dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak tunarungu merasa kesulitan untuk melakukannya, dan bahkan malah sering menarik diri dari lingkungannya. Kesulitan berbahasa dalam mengadakan kontak sosial dan sulitnya untuk mengungkapkan maksud hati dan perasaan itulah yang menjadi penyebab anak tunarungu sering menarik diri dari lingkungannya.

Pada umumnya, lingkungan melihat anak tunarungu sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menurut mereka kurang berkarya. Penilaian lingkungan yang demikian, membuat anak tunarungu merasa bahwa mereka benar-benar kurang berharga dan akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan fungsi sosialnya. Hambatan dalam

      

100 Ratih Putra Pratiwi dan Afin Murtiningsih, Kiat Sukses mengasuh Anak..., 159.

101 Perkembangan sosial menurut Trait dalam Edja Sadja’ah melalui beberapa tahapan sebagai berikut: tahap pertama; anak memusatkan perhatian terhadap dirinya sendiri, mengadakan penjajagan dunia melalui pengulangan persepsi dirinya. Tahap kedua; anak akan mengadakan kontak atau bermain dengan benda atau orang lain di sekitarnya dengan menggunakan bahasa terutama dengan ibunya. Tahap ketiga; di mana anak sampai pada penghayatan dari kehadiran orang lain di samping dirinya.

83  

fungsi sosialnya akan mengakibatkan minimnya penguasaan bahasa dan kecenderungan menyendiri serta muncul sifat egosentris.102

Anak tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal demikian membingungkan anak tunarungu. Mereka sering menghadapi berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena mereka sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam.103

Untuk dapat bersosialisasi dengan teman atau lingkungannya, maka anak tunarungu harus dilatih sedari awal. Perbendaharaan kata harus diberikan sebanyak-banyaknya, karena dengan penguasaan kosakata akan memudahkan ketrampilan berbahasa anak tunarungu. Menurut Tarigan, kualitas seseorang bisa dilihat dari banyaknya kosakata yang dimiliki. Semakin banyak kosakata maka akan semakin besar pula kemungkinan kita untuk terampil berbahasa.104

Hal yang bisa diupayakan untuk membantu kematangan sosial anak tunarungu adalah:

1) Membiasakan berkomunikasi dengan anak dengan segala situasi;

2) Mengusahakan agar anak tunarungu memahami keadaan

lingkungannya atau keadaan yang berada di sekitarnya;

      

102 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa..., 98.

103 Ibid., 99.

104 Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Ketrampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1980), 2.

84  

3) Menanamkan sedini mungkin nilai-nilai sosial sejak kecil, kasus anak tunarungu diarahkan untuk memperhatikan dan menghargai orang lain;

4) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru pada anak tunarungu dari lingkungannya;

5) Memberi arahan atau nasehat yang cukup dimengerti oleh anak tunarungu.105

b. Sosialisasi anak tunagrahita

Sebagai makhluk individu dan sosial, anak tunagrahita juga mempunyai keinginan yang besar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya layak seperti anak normal, namun anak tunagrahita selalu mengalami kesulitan bahkan kegagalan. Dari itu, anak tunagrahita akan mudah mengalami frustasi, dan rasa frustasi tersebut akan menimbulkan

social deviation (perilaku menyimpang) sebagai wujud dalam

mempetahanankan diri, dan wujud penyesuaian sosial yang salah. Beberapa perlakuan yang kurang wajar orang lain pada anak tunagrahita, lemahnya konsistensi anak tunagrahita terhadap tujuan yang akan dicapai, yang menjadi salah satu sebab anak tunagrahita mudah untuk dipengaruhi untuk melakukan hal-hal menyimpang. Rendahnya tingkat kematangan emosi yang ada pada anak tunagrahita menimbulkan kesukaran untuk memahami aturan atau norma yang berlaku di

      

85  

lingkungannya, karena secara umum anak tunagrahita senang menghindar dari keramaian.106

Anak dengan gangguan tunagrahita pada tahap perkembangan sosialnya selalu mengalami kendala sehingga seringkali perilaku dan sikap yang ditunjukkan kadang tidak sesuai dengan usianya, misalnya saja pada usia5-6 tahun anak dengan tunagrahita belum mencapai kematangan untuk belajar di sekolah. Terlambatnya sosialisasi tersebut pada umumnya dikarenakan taraf kecerdasan yang sangat rendah. Beberapa indikasi anak tunagrahita dalam bidang sosial umumnya terjadi karena hal-hal berikut: 1) Kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk melakukan sosialisasi. 2) Anak tunagrahita mengalami kurangnya motivasi untuk melakukan sosialisasi. 3) Kurangnya bimbingan untuk melakukan sosialisasi.107

c. Sosialisasi Anak Autis

Anak dengan gangguan autis memiliki minat yang sangat terbatas pada lingkungan sosialnya, dan mereka lebih tertarik dengan benda-benda mati di sekitar lingkungannya. Mereka mungkin tidak mengenali orang tuanya, namun mereka lebih menyukai memperhatikan barang-barang yang disusun di dalam ruangan.

      

106 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita; Suatu Pengantar dalam Pendidikan Inklusi (Bandung: Refika Aditama, 2012), 68. Beberapa ketrampilan sosial yang tidak dimiliki anak tunagrahita; ketergantungan pada keluarga, kurangnya kemampuan mengatasi marah, rasa takut yangberlebihan.

107 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik..., 102. Selanjutnya dijelaskan bahwa sebenarnya anak tunagrahita mampu atau dapat mencapai penyesuaian sosial yang baik, namun tetap belum bisa maksimal sebagaimana anak normal seusianya. Untuk membantuanak tunagrahita agar mampumencapai penyesuaian sosial yang baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan; kurikulum sekolah harus memperhatikan kebutuhan anak tunagrahita, lingkungan sekitar harus kondusif, pemenuhan kebutuhan dasar anak tunagrahita, bimbingan dan latihan kerja.

86  

Menurut Kanner dalam Plimley dan Bowen, menyatakan bahwa dalam anak tunagrahita terdapat disfungsi sosial dan respon yang tidak biasa menjadi dua ciri esensial dari sindrom ini.108 Gangguan utisme pada anak ditandai dengan tiga gangguan utama yaitu:

1) Gangguan interaksi sosial 2) Gangguan komunikasi sosial 3) Gangguan perilaku sosial109

Pada dasarnya, anak autis mungkin sangat tertarik untuk berinteraksi sosial, tetapi gaya sosial interaksinya aneh dan eksentrik dan memiliki kapasitas untuk memahami interaksi sosial atau mengantisipasi pernyataan emsional orang lain secara terbatas, di mana tujuan dan motivasi untuk membuat hal itu sangat sulit untuk bernegosiasi dalam suasana interaksi sosial.110