• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Anak Berkebutuhan Khusus

7. Problema Anak Berkebutuhan Khusus

86  

Menurut Kanner dalam Plimley dan Bowen, menyatakan bahwa dalam anak tunagrahita terdapat disfungsi sosial dan respon yang tidak biasa menjadi dua ciri esensial dari sindrom ini.108 Gangguan utisme pada anak ditandai dengan tiga gangguan utama yaitu:

1) Gangguan interaksi sosial 2) Gangguan komunikasi sosial 3) Gangguan perilaku sosial109

Pada dasarnya, anak autis mungkin sangat tertarik untuk berinteraksi sosial, tetapi gaya sosial interaksinya aneh dan eksentrik dan memiliki kapasitas untuk memahami interaksi sosial atau mengantisipasi pernyataan emsional orang lain secara terbatas, di mana tujuan dan motivasi untuk membuat hal itu sangat sulit untuk bernegosiasi dalam suasana interaksi sosial.110

7. Problema Anak Berkebutuhan Khusus

Hampir semua Anak Berkebutuhan Khusus mengalami problema baik perilaku, penyesuaian sosial, maupun pendidikannya, hanya saja intensitas dan keluasannya yang berbeda tergantung dari ketunaan yang disandang masing-masing anak. Di antara mereka, ada yang karena proses perkembangan mampu mengatasi problema tersebut, tetapi ada pula       

108 Plimley. L dan Bowen, The Autism Inclusion Toolkit (London: Sage, 2008), 1.

109 E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus..., 45. Menurutnya ketiga gangguan tersebut yang harus mendapat penanganan terlebih dahulu adalah gangguan interaksi social. Jika interaksi social pada anak autis membaik, maka gangguan komunikasi dan gangguan perilaku akan membaik pula. Sebaliknya, jika perilaku anak autis bermasalah, maka dalam aspek interaksi dan komunikasisosial juga akan bermasalah. Artinyabahwa ketiga gangguan tersebut saling terkait.

110 Yoko Yuwono, Memahami Anak Autistik..., 83. Anak-anak autistic menunjukkan ketidakmampuan dalam mengakses aspek social secara kompleks.

87  

sebagian dari mereka yang mengalami kesulitan untuk mengatasi problema tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal lebih berasal dari anak itu sendiri (penyandang ketunaan). Kepercayaan dan konsep diri yang rendah menjadi hambatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus untuk mampu menyesuaikan diri di masyarakat. Kemampuan memahami konsep diri sebenarnya merupakan gambaran yang realistis terhadap diri sendiri. Urgensi kemampuan ini bagi Anak Berkebutuhan Khusus yaitu untuk menghindarkan diri terhadap reaksi pertahanan diri yang tidak sehat.111 Namun tidak seperti itu bagi mereka, ada beberapa alasan yang dijadikan sebab mereka memiliki konsep diri (self-concept) yang rendah.

Hambatan yang dialami oleh Anak Berkebutuhan Khusus tersebut dalam melakukan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan reaksi-reaksi emosional akibat ketidakberdayaannya.112 Sikap dan tanggapan lingkungan terhadap mereka yang kurang positif, dan tidak memandang sosok Anak Berkebutuhan Khusus sebagai individu yang mempunyai harkat sebagaimana manusia normal lainnya karena ketidaksempurnaanya.

Tumbuh kembang sikap yang kontradiktif, secara perlahan akan mempengaruhi tindakan yang diberikan pada Anak Berkebutuhan Khusus. Tindakan lingkungan yang diberikan bukan lagi berorientasi pada       

111 Cruickshank, W.M, Psychology of Exeptional.

112 Apabila reaksi-reaksi emosional yang ditimbulkan oleh hambatan terus menumpuk danintensitasnya semakin meningkat, maka reaksi emosional yang muncul justru tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak tersebut. Misalnya, reaksi emosional yang berupa rendah diri, minder, frustasi, dan menutup diri.

88  

kebutuhan yang diperlukan oleh anak, melainkan sebatas pada perasaan belas kasihan sebagai individu yang memiliki keterbatasan. Padahal Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan perhatian yang besar terhadap keberadaan dan potensinya yang perlu dikembangkan.113

Penerimaan orang tua atau keluarga yang merasa malu menghadapi kenyataan anaknya mengalami ketunaan. Perlakuan kontraproduktif tersebut sangat merugikan anak sebab perkembangan kepribadian maupun penyesuaian sosial Anak Berkebutuhan Khusus menjadi terhambat. Dan efek psikologis yang muncul pada anak tersebut yakni timbulnya perasaan tidak nyaman, rendah diri, serta merasa tidak berharga atau tidak berguna.114 Untuk faktor eksternal meliputi sikap orang tua atau keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap Anak Berkebutuhan Khusus.

Pertama, sikap orang tua atau keluarga yang merasa malu dan kecewa

atas kehadiran anaknya yang menyandang kelainan. Perasaan malu dan kecewa tersebut akan memunculkan perlakuan cenderung menyembunyikan keberadaan anaknya yang dianggap tidak sama dengan anak-anak lainnya. Mereka biasanya tidak mengizinkan anaknya keluar rumah. Mereka beranggapan bahwa kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus dapat menurunkan martabat, gengsi orang tua atau keluarga. Anggapan dan pemikiran tersebut yang dapat menyebabkan efek psikologis anak akan

      

113 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik..., 16.

89  

terguncang, akhirnya perkembangan kepribadian maupun penyesuaian sosial anak menjadi terhambat.115

Kedua, faktor eksternal selanjutnya adalah pandangan masyarakat

terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Pandangan masyarakat terhadap keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus di dalam sistem sosial budaya terdapat berbagai reaksi. Sebagian masyarakat ada yang menolak terhadap keberadaan mereka di tengah masyarakat. Ada pula sebagian dari masyarakat yang menerima keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus di lingkungan, sehingga secara fisik tidak diabaikan namun sebenarnya secara sosial dan psikis terabaikan. Sehingga akan muncul sikap diskriminatif tanpa alasan yang objektif dan menjadi penghambat perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus. Namun, ada juga yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus seutuhnya dan memberi kesempatan untuk mendapat pendidikan yang sama dengan anak normal.

Sejak dulu Anak Berkebutuhan Khusus mengikuti pendidikan sesuai dengan ketunaannya. Misalnya dimasukkan ke SLB yang ternyata secara tidak sadar dapat terbangun eksklusifme sehingga dapat menghambat proses saling mengenal dan memahami antara Anak Berkebutuhan Khusus dengan anak regular. Namun pemerintah berusaha memberikan hak pendidikan

      

115 Moerdani, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Universitas Islam Nusantara, 1987), 16. Untuk orang tua yang mempunyai anak berkelainan untuk pertama kalinya, mereka tidak akan mudah untuk menerimanya, reaksi yang muncul adalah rasa terpukul dan bingung. Dari perasaan-perasaan tersebut akan muncul reaksi beragam, rasa bersalah, kecewa, malu. Reaksi tersebur dilebur dengan cara mencurahkan kasih sayang secara berlebihan terhadap anaknya. Tidak jarang pula, keluarga terkesan melindungi segala kepentingan anak (overprotection). Sikap orang tua tersebut justru membuat anak semakin tidak berdaya dan dapat menghambat pertumbuhannya.

90  

terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dengan menyelenggarakan sekolah inklusi.116

C. Sosialisasi (Proses Belajar)