• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Sosialisasi (Proses Belajar) 1. Pengertian Sosialisasi

3. Tahapan Sosialisasi

93  

Menurut Sri Lestari, sosialisasi merupakan proses yang dijalani individu dalam mempelajari perilaku dan keyakinan tentang dunia tempat tinggal. Tujuan utama dari proses sosialisasi adalah mengontrol impuls, termasuk mengembangkan hati nurani; persiapan dan pelaksanaan peran; pengembangan sumber-sumber bermakna, tentang apa makna hidup, apa yang bernilai, dan untuk apa individu hidup.125

Melalui proses sosialisasi seseorang atau sekelompok orang akan mengetahui dan memahami bagaimana ia atau mereka harus bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya, juga mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya berdasarkan peranan-peranan yang dimilikinya.

3. Tahapan Sosialisasi

Dalam sosialisasi di masyarakat, setiap orang mengalami sosialisasi sesuai tahapannya. Menurut George Herbert Mead, tahapan-tahapan tersebut dimulai dari tahap persiapan (preparatory stage), tahap meniru (play stage), tahap siap bertindak (game stage), dan tahap penerimaan norma kolektif (generalized others).126 Tahap-tahap tersebut berfungsi sebagai pengembangan diri manusia melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Adapun tahapan sosialisasi tersebut sebagai berikut:

a) Preparatory stage (Tahap Persiapan)

Tahap persiapan merupakan tahap anak mempersiakan diriuntuk mengenal lingkungan sosialnya, dan pemahaman tentang diri sendiri.

      

125 Sri Lestari, Psikologi Keluarga..., 81.

94  

Pada tahap persiapan ini, anak mulai melakukan tindakan meniru meskipun belum begitu sempurna.

b) Play Stage (Tahap Meniru)

Pada tahap ini, ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. 127 Dan juga munculnya kesadaran tentang keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya merupakan bagian penting dalam pembentukan kepribadiannya.

c) Game Stage (Tahap Siap Bertindak)

Pada tahap ini, peniruan yang dilakukan anak sudah mulai berkurang, anak tidak hanya telah mengetahui peran yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peran yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa anak berinteraksi. Dalam tahap ini dapat dikatakan bahwa seseorang telah dapat mengambil peran orang lain. Anak juga sudah mulai memahami aturan-aturan yang berlaku di luar keluarganya, dan pada saat itu juga anak menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarga.

      

127 Masdub, Sosiologi Pendidikan Agama Islam: Suatu Pendekatan Sosio Religius (Yogyakarta: ASWAJA Pressindo, 2011), 202.

95  

d) Gereralized Others (Tahap Penerimaan Norma Kolektif)

Pada tahap ini, seseorang dianggap telah dewasa dan mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat. Dan juga telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peran orang lain dengan siapa anak berinteraksi.128

Pandangan lain yang juga menekankan pada peran interaksi dalam proses sosialisasi dikemukan juga oleh Charles H. Cooley, menurutnya konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain disebut looking glass self. Ada tiga tahapan pembentuk looking glass

self yaitu;

a) Pada tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.

b) Pada tahap kedua, seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya.

c) Pada tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya.129

      

128 Kamanto Sunanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakutas Ekonomi, 2000), 24.

129 Charles Horton Cooley, Human Nature and the Social Order (New York: C. Scribner’sSons, 1902), 100. Cooley memberikan nama tersebut pada konsep diri dengan nama looking-glass self karena ia melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantukan apa yang terdapat didepannya, maka diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya. Aspek yang paling halus dalam looking-glass self adalah diri dihasilkan dari imajinasi individu mengenai bagaimana orang lain memandang diri mereka.

96  

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Sehingga akan berusaha hidup sesuai dengan label yang dilekatkan pada dirinya. Labeling sendiri menurut Leary dan Tangney130 adalah sebuah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian penilaian masyarakat kepada seseorang yang cenderung akan menyebabkan berlanjutnya penyimpangan tersebut. Labeling cenderung diberikan kepada perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma masyarakat. Menurutnya, penyimpangan berawal dari penyimpangan primer, namun apabila penyimpangan primer dilakukan secara berulang-ulang maka penyimpangan yang dilakukan tersebut akan berubah menjadi penyimpangan sekunder.

Selanjutnya dalam sosialisasi, terdapat jenis, pola, dan media yang dipandang memegang peranan penting. Jenis sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Sosialisasi Primer; merupakan tahap sosialisasi pertama yang diterima oleh individu dalam lingkungan keluarga, anak mulai mempelajari pengetahuan-pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk dapat menjadi bagian dari masyarakat melalui bermain, meniru, dan mengamati.131 Dalam tahap sosialisasi primer ini, peran-peran orang yang terdekat mejadi sangat penting karena anak melakukan sosialisasi terbatas di dalamnya. Sehingga, warna kepribadian anak juga sangat       

130 Mark R. Leary, June Price Tangney, Handbook of Self and Identity (London: The Guilford Press, 2012), 72.

97  

ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

b) Sosialisasi sekunder; merupakan proses sosialisasi lanjutan setelah proses sosialisasi primer yang memperkenalkan individu dalam kelompok tertentu dalam lingkungan masyarakat.132 Individu memperlajari ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan peran-peran yang sangat luas dan kompleks. Sosialisasi sekunder juga diartikan proses memahami berbagai macam warisan dan karakter kebudayaan yang kita temui selama hidup kita. (sekolah, teman, lingkungan, media massa).133

Sedangkan pola dalam sosialisasi berdasarkan cara yang digunakan dapat berlangsung dalam dua bentuk yaitu: sosialisasi represif yaitu sosialisasi yang menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru, hukuman dan imbalan material, kepatuhan anak, komunikasi non verbal dan sebagai perintah, sosialisasi berpusat pada orang tua, anak memerhatikan keinginan orang tua, keluarga merupakan

significant other. Sedang sosialisasi partisipatif yaitu sosialisasi yang

menekankan pada otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak yang baik, hukuman dan dan imbalan bersifat simbolik, komunikasi

      

132 Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian..., 186.

133 Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat adalah proses resosialisasi (resocialization) yang didahului dengan proses desosialisasi (desocialization). Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Kamanto Sunanto, Pengantar

98  

verbal dan sebagai interaksi, sosialisasi berpusat pada anak, orang tua memperhatikan keperluan anak, keluarga merupakan generalized other.134

Pola sosialisasi berdasarkan cara yang digunakan secara berbeda ini akan memengaruhi anak dalam tingkat kemandirian, kepemimpinan, dan kemampuan anak untuk bekerja dengan orang lain. Sosialisasi akan menghasilkan anak yang lebih mandiri, memiliki kemampuan memimpin, dan bekerja sama yang lebih baik dibandingkan apabila anak diasuh dengan pola sosialisasi represif.