• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Setting Lokasi

D. Temuan Penelitian

171  

berkebutuhan khusus baik penyandang tunarungu, tunagrahita, maupun autis. Problem yang muncul sesuai dengan tingkat ketunaan masing-masing anak. Namun hal tersebut tidak menjadi halangan bagi para orang tua untuk tetap menanamankan nilai-nilai agama Islam, mereka tetap sabar dan penuh motivasi dalam memberikan bimbingan pada anak-anaknya. Menurut para orang tua, tetaplah bersyukur atas semua hal yang diberikan kepada kita semua. Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka.

D. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa temuan penelitian sesuai dengan fokus masalah yang dikaji, meliputi proses penanaman nilai-nilai agama Islam pada Anak Berkebutuhan Khusus, penanaman nilai-nilai agama Islam dalam mendukung sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus, dan problematika yang dihadapi dalam penanaman nilai-nilai agama Islam pada Anak Berkebutuhan Khusus.

1. Beberapa keluarga Anak Berkebutuhan Khusus memang sudah menerapkan atau mengaplikasikan penanaman nilai keimanan, nilai ibadah, dan nilai moral pada anak-anaknya baik tunarungu, tunagrahita, dan autis. Setiap keluarga mempunyai metode masing-masing disesuaikan dengan kondisi fisik, mental, dan mood anak agar penanaman tersebut bisa diterima dan terinternalisasi dalam diri anak dengan baik.

Metode yang digunakan dalam penanaman nilai-nilai agama Islam sangat variatif, Beberapa keluarga yang menyatakan bahwa penanaman nilai

172  

keimanan, nilai ibadah, dan nilai moral melalui, pertama keteladanan; artinya keluarga memberikan contoh perbuatan sehari-hari agar anak menirukan. Orang tua melaksanakan sholat lima waktu dan berjamaah, berbicara sopan, berperilaku baik. Apa yang di lakukan orang tua akan diperhatikan oleh anak dan akan di tiru. Kedua, pembiasaan, dengan membiasakan melakukan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Beberapa keluarga menggunakan metode pembiasaan, di mana anak akan belajar untuk berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam dan di lakukan secara berulang-ulang. Semisal, orang tua membiasakan anak masuk rumah untuk mengucapkan salam, berdoa saat akan makan. Namun berdasarkan data di atas, pembiasaan pada anak tunarungu, tunagrahita, dan autis akan lebih sulit karena keterbatasan yang dimiliki. Ketiga, metode nasehat; Metode ini bertujuan membentuk keimanan, akhlak dan sosial anak. Dengan nasehat, anak akan menyadari tentang prinsip-prinsip ajaran Islam. Apabila anak melakukan kekeliruan, orang tua memberikan nasehat agar anak tidak mengulanginya. Penerapan metode nasehat disesuaikan dengan kondisi ketunaan masing-masing anak.

Keempat, metode bercerita; Metode ini digunakan orang tua untuk

memahamkan anak tentang suatu hal. Semisal, bercerita tentang kisah nabi, dan kisah Islami lainnya. Beberapa orang tua menerapkan metode itu saat

mood anak baik, dan sebelum anak tidur. Kelima, metode reward (hadiah)

dan punnishmant (hukuman); Metode reward ini digunakan orang tua saat anak bersikap baik dan metode punnishmat diberikan orang tua saat anak

173  

bersikap kurang baik atau salah. Namun hukuman yang diberikan anak hanya sebatas memberikan efek jera, tidak dari hati yang terdalam dengan tujuan agar anak tidak mengulangi perbuatan itu lagi.

2. Penanaman nilai-nilai agama Islam dapat mendukung sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus baik anak tunarungu, tunagrahita, dan autis. Namun dari paparan data di atas, hampir semua anak baik tunarungu, tunagrahita, dan autis lebih banyak mengaji di rumah dan sekolah. Untuk kegiatan keagamaan, beberapa anak memang sengaja di ajak oleh orang tua dengan tujuan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan ada yang hanya berdiam diri di rumah. Sehingga untuk proses sosialisasi bisa dikatakan masih sangat minim. Dijelaskan juga ada faktor lain yang yang dapat mendukung terwujudnya sosialisasi anak, yaitu keteladanan dan pembiasaan dari keluarga. Berdasarkan hasil di atasa, hal tersebut juga sudah diterapkan pada masing-masing keluarga anak tunarungu, tunagrahita, dan autis.

3. Setiap keluarga memang mempunyai problem masing-masing dalam proses penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus baik penyandang tunarungu, tunagrahita, maupun autis. Problem yang muncul sesuai dengan tingkat ketunaan masing-masing anak, baik problem internal maupun eksternal. Namun beberapa problem yang ada tidak menjadi halangan bagi para orang tua untuk tetap menanamankan nilai-nilai agama Islam, orang tua tetap sabar dan selalu memotivasi dalam memberikan bimbingan pada anak-anaknya. Menurut

174  

para orang tua, hal yang menjadikan mereka bersemangat dalam membimbing anak yaitu dengan tetap bersyukur atas semua hal yang diberikan kepada kita semua. Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka.

Gambar 4.1 Temuan Penelitian

Melalui Pendidikan Agama Islam

ABK

Penanaman Nilai-nilai Agama Islam

Penanaman Nilai-nilai Agama Islam pada ABK

Nilai Keimanan: cerita mengEsakan Allah, menuntut ilmu, tidak boleh nakal, tidak boleh

bohong

Nilai ibadah: sholat lima waktu, puasa ramadhan, membantu orang tua di

rumah

Nilai moral: berbicara yang sopan, perilaku baik

Menggunakan pendekatan penanaman nilai dengan

metode: keteladanan, pmbiasaan, cerita,

hukuman

Penanaman Nilai-nilai Agama Islam dapat mendukung sosialisasi

ABK

Dari ke 8 responden hanya dua anak yang

mengaji di TPQ, selebihnya di rumah, sekolah, dan guru privat,

dan ada beberapa anak yang mengikuti kegiatan

keagamaan di desa

Interaksi dengan keluarga baik, namun sosialisasi

anak dengan sekitar masih kurang karena faktor di ejek, minder, dan anak lebih memilih

bermain di rumah dan dengan teman di sekolah

Problem Penanaman Nilai-nilai Agama Islam

pada ABK

Problem internal: ketidaksabaran orang tua,

pola asuh keluarga yang belum tepat, metode yang

digunakan belum tepat,

self concept dan self confidence yang rendah

Problem eksternal: penilaian, penerimaan, dan anggapan masyarakat

yang kurang baik terhadap keberadaan ABK, sehingga akan berpengaruh terhadap pola piker dan eksistensi

BAB V PEMBAHASAN

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha dalam pembentukan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dan berdasarkan nilai-nilai Islam pula. Proses Pendidikan Agama Islam akan terealisasi melalui proses penanaman nilai-nilai agama Islam yang meliputi nilai keimanan, nilai ibadah, dan nilai moral. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, termasuk didalamnya Pendidikan Agama Islam dan tidak terkecuali bagi Anak Berkebutuhan Khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mempunyai berbagai macam kesulitan dan keterbatasan dalam beberapa hal, baik dari segi fisik, mental maupun sosialnya. Artinya bahwa Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan seperti halnya pada anak normal lainnya, yang membedakan adalah metode yang digunakan. Hal itu disebabkan karena ketunaan yang dimiliki masing-masing anak berbeda dan berbagai kesulitan yang mengikutinya. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi Pendidikan Agama Islam melalui proses penanaman nilai-nilai agama Islam di lingkungan informal atau dalam keluarga untuk Anak Berkebutuhan Khusus di Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk dengan tiga klasifikasi ketunaan saja, yaitu tunarungu, tunagrahita, dan autis. Dengan perincian, 3 anak tunarungu tipe konduktif, 3 anak tunagrahita tipe mampu didik atau level ringan, dan 2 anak autis tipe klasik.

176  

Dalam lingkungan informal keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian anak. Bagi Anak Berkebutuhan Khusus, keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi anak agar anak selalu merasakan kasih sayang dan selalu terlindungi. Dengan keadaan seperti itu, akan membuat anak merasa nyaman dan termotivasi untuk mampu berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Pemahaman terhadap keberadaan anak memang harus dimiliki orang tua Anak Berkebutuhan Khusus dan komunikasipun harus dijaga dengan baik, disesuaikan dengan keadaan masing-masing anak. Dengan pemahaman dan komunikasi yang baik, maka Anak Berkebutuhan Khusus akan merasa nyaman berkomunikasi dengan orang tua.

Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus akan berbeda dengan mendidik anak normal pada umumnya, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus pula. Hal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan dari masing-masing anak tiga klasifikasi tersebut, yaitu kondisi tunarungu, tunagrahita, dan anak autis.

A. Penanaman Nilai-nilai Agama Islam Pada Anak Berkebutuhan Khusus