• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKTIVITAS POLITIK NURCHOLISH MADJID

NASIONALISME DALAM PANDANGAN NUIRCHOLISH MADJID

A. Fase Awal Nasionalisme di Indonesia

platform platform Muqaddimah, Demokrasi Kita, fair chance Indonesia Kita Indonesia Kita

Pada bagian akhir buku itu, NCM membahas penilaian tentang krisis multi dimensional yang sedang dihadapi leh bangsa Indonesia saat ini, kemudian dia menawarkan jalan keluar dari krisis itu secara garis besar melalui deretan butir-butir sebuah

.

Apa tujuan NCM menyampaikan sepuluh politik “Membangun Kembali Indonesia” kepada masyarakat? Dengan menirukan Ibn Khaldun saat menutup pembahasannya dalam menurut NCM, apa yang dicoba lakukan adalah menyampaikan wacana sebagai suatu rintisan, dengan harapan bahwa siapapun yang memberikan keprihatinan yang sama, khususnya dari kalangan generasi penerus, akan mengembangkan dan memperbaikinya, dan melaksanakannya dengan memberi teladan sebaik-baiknya untuk warga masyarakat.3 Wacana ini menjadi penanda keprihatinan NCM terhadap persoalan kr is multidimensional yang menimpa bangsa Indonesia saat ini akibat tindakan dan perilaku pihak yang tidak benar dari masa lalu. Kebanyakan mereka hanya memikirkan kepentingan diri dan golongannya saja sehingga pembangunan untuk mewujudkan cita -cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bertambah jauh dari kenyataan. Barangkali seperti peringatan Mohamma Hatta

dalam risalahnya “sekarang ini pun Indonesia

adalah sebuah negara besar yang hanya menemukan orang-orang kerdil! Dan mengulangi sikap Bung Hatta saat itu, mungkin sekarang pun kita terpaksa harus memberi “ ” kepada pihak-pihak yang tidak sadar, untuk membuktikan sendiri apakah sistem dan jalan pikiran mereka akan berhasil atau gagal”.4

Jika disandingkan dengan beberapa karya kepustakaan NCM yang lain, sebelum tahun 1970 sebenarnya NCM telah menulis karya penting yang menjadi dasar ideologi gerakan HMI, yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). Walau beda cara penuturan kalimat dengan tulisan-tulisannya yang lain, dasar pemikiran NDP adalah sama, yaitu teologi inklusif dan

3Nurcholish Madjid, , 5. 4Nurcholish Madjid, , 4.

Islamic Reseach Centre

Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan

Islam Kemodernan dan Keindonesiaan

Artikulasi Islam Kultural dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban

humanistik.5 Pada tanggal 3 Januari 1970 dia berpidato dengan judul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah

Integrasi Umat” di Gedung Pertemuan ,

Menteng Raya, Jakarta,6 serta pada tahun 1992 dia berceramah dengan judul “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan di Indonesia untuk Generasi Mendatang”.7Pendulum sikap kritis NCM bergerak dari otokritik kritik atas keadaan umat Islam dan khazanahnya, penawaran alternatif pemecahan, laboratorium implementasi gagasan yang dikembangkan, sampai kepada membangun apresiasi atas realitas secara lebih mendalam, dengan tidak mengurangi sikap santun dan kritisnya.8 Dalam hal ini, NCM tidak sendiri, sejumlah tokoh lain baik dari kalangan lahir 1940-an seperti Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib dkk atau kalangan setelahnya 1950-an, seperti Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, M. Amin Abdullah, Masdar Farid Mas’udi dkk mengembangkan sikap keilmuan terbuka.9

Setelah angkatan 1950-an, seiring dengan jumlah alumni mereka yang berpendidikan tinggi di Barat dan bertamba ya PTAIN atau PT umum, secara umum mereka yang bersinergi dengan pemikiran terbuka NCM bertambah dalam menjawab 5Budhy Munawar-Rachman, “Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia”, dalam Abdul Halim, ed.

(Jakarta, Kompas, Cetakan Kedua, Oktober 2006), 120-121.

6Nurcholish Madjid, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”, dalam Agus Sudibyo, ed.

(Bandung, Mizan, Cetakan XI, Nopember 1998), 204.

7Budhy Munawar-Rachman, “Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia”,131.

8Budhy Munawar-Rachman, “Dari Tahap Moral ke Periode Sejarah Pemikiran Neomoder-nisme Islam di Indonesia,” dalam Asep Gunawan, ed., (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Pertama, Maret 2004), 437-467.

9 Kusmana, “Politik Kesalehan Nurcholish Madjid Dari Kritik ke

Apresiasi”, , Volume 2, Nomor 2, Januari

Juni 2010, 58.

Indonesia Kita

nation building

Komposisi Bahasa Indonesia

persoalan bagaimana hubungan keagamaan dan kemoderenan berkaitan dengan proses pembangunan bangsa Indonesia (nation building) yang maju. Nation building di sini maksudnya adalah cara pandang dunia yang bersinergi antara kegamaan, kebudayaan atau keindonesiaan dengan modernitas. Sinergi hubungan ketiganya menjadi prasyarat untuk membangun Indonesia maju. Untuk memberikan kontribusi dalam proses ini, NCM terlibat bahkan mempelopori dalam pergulatan wacana re keagamaan dan modernitas dalam konteks keindonesiaan, melalui aktivisme dan pemikiran.10

Dalam buku karya NCM, proses

pembangunan bangsa Indonesia ( ) tersurat dengan jelas sekali dalam daftar isinya yang berisikan perjalanan nasionalisme Indonesia dan disusun berdasarkan kerangka karangan dengan pola alamiah yang merujuk pada urutan kejadian suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa secara kronologis,11seperti terlihat di bawah ini:

Mukadimah

Nasionalisme Klasik di Bumi Nusantara Lahirnya Nasionalisme Modern Indonesia Tentang “Negara-Bangsa” (“Nation-State”) “Negara-Bangsa” dan Nasionalisme

Indonesia Kita (I) Indonesia Kita (II)

Indonesia Menuju Masa Depan

Platform Membangun Kembali Indonesia

Nasionalisme di Indonesia dalam sejarahnya sangat dipengaruhi oleh budaya India, baik warisan Hindu Jawa maupun nasionalisme India kontemporer. Wacana nasionalisme Indonesia banyak diwarnai oleh kebanggaan sejarah akan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dan dipengaruhi oleh simbol-simbol Hindu-Jawa. 10 Kusmana, “Politik Kesalehan Nurcholish Madjid Dari Kritik ke Apresiasi”, 59.

11Lamuddin Finoza, , 221.

mainland Southeast Asia

Indianized Southeast Asia

Sinicized Souteast Asia

Imajeri India, Studi Tanda dan Wacana Imajeri India, Studi Tanda dan Wacana

Renaisans Islam Asia Tenggara

Renaisans Islam Asia Tenggara

Kitab “Negarakertagama” menceritakan bahwa Majapahit adalah zaman yang serba indah dan megah, masyarakat hidup sejahtera, kedamaian, dan kehidupan sosial yang harmonis.12

Dalam kitab itu, diceritakan pula bahwa Kedaulatan Majapahit ditegakkan dengan kuat oleh Raja Dyah Hayam uruk Sri Rajasanegara, sehingga barangsiapa yang keluar dar kesatuan Nusantara akan dipertahankan meskipun harus menggunakan kekuatan senjata. Raja mencoba untuk menciptakan sinkretisme antara Syiwa, Budha dan Brahma, agama Hindu dan Budha p bersama-sama tanpa ada pertentangan.13 Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh George Coedes, seorang arkeolog Prancis, seperti dikutip oleh Taufik Abdullah tentang sejarah Asia Tenggara Kuno dalam bukunya yang diterbitkan di Paris dengan judul Les Etats Hindouié d’Indo-Chine et d’Indonesie (1964) bahwa banyak kerajaan-kerajaan di kepulauan Indonesia dan di wilayah-wilayah yang sekarang secara konvensional disebut

(daratan Asia Tenggara) yang telah dipengaruhi Hindu (atau lebih tepat, barangkali, India).14

Lebih jauh lagi, Harry Benda membagi sejarah Asia Tenggara atas tiga wilayah kultural bahwa sebagian terbesar dari

kawasan ini boleh disebut sebagai , Asia

Tenggara yang telah di-India-kan, ia sengaja memilih kata “India”, sebab istilah “Hindu” (yang dipakai Coedes) lebih menu agama tertentu, padahal banyak kerajaaan kuno yang beragama Budha atau, seperti halnya beberapa kerajaan kuno di Indonesia, mengalami perubahan orientasi keagamaan.15Kedua ialah apa yang

disebutnya sebagai , yaitu yang telah “di

-Cina-kan” seperti wilayah orang Vietnam, kecuali di Vietnam

12 Andrik Purwasito,

(Surakarta, Pustaka Cakra, 2002), 407.

13Andrik Purwasito, , 407.

14 Taufik Abdullah, “Pengantar”, dalam Azyumardi Azra, , iii-iv.

15 Taufik Abdullah, “Pengantar”, dalam Azyumardi Azra, , vi-vii.

ndianized Hispanized Souteast Asia

Dutch East Indies

Imagined Communities Reflections on the Origin and Spread of Nationalism,

Imagined Communities,

Selatan yang juga pernah ada sebuah kerajaan yang “I ”, Champa, yang dihancurkan dalam proses gerak maju orang

Vietnam ke Selatan. Dan, ketiga, , yang

di-Spanyolkan, yang telah jelas maksudnya di sini ialah F lipina. Gerakan nasionalisme di Indocina berpusat di Vietnam. Tradisi nasionalisme mereka berawal dari perjuangan kemerdekaannya yang panjang melawan Cina. Kaum nasionalis Vietnam yang tampil melawan kolonialisme Prancis merupakan produk pendidikan Prancis sendiri. Sementara kolonialisme Spanyol di Filipina menghasil-kan pola yang bercirikan sistem feodalisme tanah.16 Keadaan ekonomi orang-orang mestizo yang relatif baik membawa para pemuda untuk belajar di Eropa. Mereka dinamakan ilustrado (orang-orang tercerahkan). Pada dasawarsa 1880-an, mereka menjadi kelompok cendikiawan yang pertama di daerah koloni dan memulai suatu serangan budaya terhadap klerikalisme, dan kemudian terhadap dominasi politik Spanyol. Tidak kurang signifikannya adalah kenyataan bahwa dengan belajar di sekolah yang sama, membaca buku yang sama, nulis untuk jurnal yang sama, dan menikah dengan saudara dan sepupu satu sama lain, mereka membuka konsolidasi atas kesadaran sendiri mengenai suatu strata mestizo Filipina Raya (kecuali untuk wilayah Moro).17

Indonesia berdasarkan wilayahnya merupakan kelanjutan dari wilayah kekuasaan penjajahan Belanda yang dikenal sebagai “Hindia Belanda” atau “Hindia Timur Belanda” (

), tapi sebagai suatu bangsa, Indonesia tidak dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda, melainkan justru oleh semangat perlawanan terhadap penjajahan itu bersenjatakan Islam sebagai

16Benedict Anderson,

(London and New York, Verso,Revised Edition, 1991), 124-125.

17Benedict Anderson, 126.

nation

nation”

Islam Doktrin dan Peradaban “Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemo an”

Imagined Communities,

The Handbook of Political Sociology States, Civil Societies, and Globalization

dasar nasionalisme dan patriotisme.18 Kaum nasionalis Indonesia pertama adalah mereka yang beruntung dapat menikmati pendidikan berkat Politik Etis pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pengalaman bersama di sekolah terutama memberikan kesempatan bagi mereka untuk membayangkan diri sebagai satu “komunitas”.

Sejak akhir abad ke-19, di Hindia Belanda berkembang aktivitas penerbitan, yang awalnya dikendalikan oleh orang-orang Tionghoa peranakan dan Indo-Eropa. Para priyayi pemerintah dan orang partikelir dengan cepat melibatkan diri dalam aktivitas ini, pada awal abad ke-20, sudah mulai menjalankan penerbitannya sendiri. Melalui penerbitan ini mereka mulai mengungkapkan dan membaca tentang adanya “komunitas” yang lebih luas dar ikatan -ikatan yang selama ini mereka kenal.19

Periode akhir tahun 1970-an dan 1980-an beberapa ilmuwan mendominasi pembahasan tentang nasionalisme seperti a.l. Eric Hobsbawm, Ernest Gellner, Anthony Smith dan Benedict Anderson. Gellner mendefinisikan kata “ ” sebagai suatu bentuk kesadaran berbagi “kebudayaan” dalam berbagai bentuknya. Dia kemudian mengartikan nasionalisme sebagai “semacam patriotisme khusus yang menjadi penting ketika terjadi kondisi sosial tertentu seperti terlihat pada dunia modern dan di manapun tempat lainnya”. Contohnya saatini adalah “chauvinisme kebudayaan”.20

Hal itu serupa dengan Anthony Smith yang memberikan semacam “definisi kerja” tentang sebuah “ atau bangsa yang modern adalah “suatu nama bagi serumpun populasi sia yang berbagi mitos dan ingatan sejarah, suatu kebudayaan massa,

18 Nurcholish Madjid,

(Jakarta, Universitas Paramadina, Cetakan V, Agustus 2005), lxiv.

19Benedict Anderson, 117.

20 Liah Green and Jonathan Eastwood, “Nationalism in Comparative Perspective”, Thomas Janoski and others,eds.

(UK, Cambridge University, 2005), 248.

nation

nation

nation state

Imagined Communities,

Reorientasi Wawasan Kebangsaan di Era Demokrasi

suatu tanah kelahiran, persatuan ekonomi dan berbagi persamaan hak dan kewajiban antar sesama mereka”. Namun hal itu berlainan dengan Hobsbawm yang dengan tegas mendefinisikan kata “ ” sebagai suatu “fenomena objektif”. Dia menandaskan pengertian “ ” adalah “ suatu entitas sosial yang selama ini keberadaannya ditentukan oleh hubungannya dengan semacam teritorial negara modern yaitu suatu “ ”.21

Benedict Anderson mencermati keterkaitan faktor kesamaan bahasa dan kesamaan pengalaman bersama yang ditimbulkan oleh karya sastra menghasilkan suatu “komunitas imajiner” yang didasari oleh perasaan senasib dan sepenanggungan di Eropa abad pertengahan. Misalnya di Ukraina, pembentukan Universitas Kharkov pada tahun 1804 menyebabkan terjadinya “ledakan kesusasteraan” Ukraina yang dimotori oleh sastrawan Taras Shevchenko, yang kemudian disusul dengan pembent sebuah organisasi nasionalis Ukraina di Kiev pada tahun 1846.22Di samping itu agama-agama besar, dalam pandangan Anderson seperti dikutip oleh Fachry Ali, telah berjasa memberikan jawaban-jawaban pelik terhadap persoalan kemanusiaan yang tak mampu ditawarkan oleh ideologi-ideologi atau penjelasan -penjelasan rasional.23 Bahkan keberadaan agama-agama besar telah pernah mengasuh, mempertemukan, “mempersatukan” umat manusia lintas etnis dan wilayah dalam sebuah kerangka berpikir standar dan dengan itu memberikan kenangan yang bertahan secara kolektif dalam diri manusia.24

21Liah Green and Jonathan Eastwood, “Nationalism in Comparative Perspective”, 248.

22Benedict Anderson, 74.

23Facry Ali, “Kesetaraan Wacana Demokrasi dan Wawasan Nasional”, dalam Bambang Pranowo dan Darmawan, ed.

(Yogyakarta, Aditya Karya Nusa, Cetakan pertama, Januari 2003), 10.

24Facry Ali, “Kesetaraan Wacana Demokrasi dan Wawasan Nasional”, 10.

ethnic nationalism

The end of Ideology

Nations and Nationalism since 1780: Programme, Myth, Reality

Ethnonationalism The Quest for Understanding

Renai-sans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Apa pun alasannya, menurut catatan Connor, hari ini seperti

telah terjadi dua dekade sebelumnya, telah

menjadi ancaman serius terhadap stabilitas politik di negara-negara seperti Belgia, Burma [Myanmar], Ethiopia, Guyana, Nigeria, the Soviet Union, Sri Lanka, Yugoslavia dan Zimbabwe. “Nation-building” telah gagal memberi jawaban yang tepat tentang rintangan utama pembangunan politik.25

Benarkah “nasionalisme” telah mati? Demikian Azyumardi Azra membuka tulisannya yang berjudul “Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Asia Tenggara”, yang membantah tesis klasik Daniel Bell bahwa secara implisit riwayat “nasionalisme” yang dipahami sebagai suatu ideologi telah tamat dalam karyanya,

(1960). Kesimpulan Bell bahwa nasionalisme sebagai ideologi telah tamat adalah kekeliruan yang cukup distortif, karena jelas “nasionalisme” tidak mati, ia memang surut dalam negara-negara maju. Menurut Hobsbawm, ahli nasionalisme Marxis, dalam bukunya

(1990), seperti dikutip Azra, nasionalisme kini memang tidak lagi menjadi kekuatan utama dalam perkembangan historis. Ia tidak lagi menjadi program politik global sebagaimana h terjadi pada abad XIX dan XX. Namun, ini tidak berarti bahwa nasionalisme tidak begitu terkemuka dalam politik dunia sekarang ini, atau sudah sangat berkurang dibandingkan sebelumn Nasionalisme dapat menjadi satu faktor yang rumit atau katalis bagi perkembangan lain. Hal ini kemudian berdasarkan pengamatannya tentang konsep nasionalisme di Asia Teng Azra menyatakan bahwa nasionalisme sesungguhnya merupakan konsep dinamis yang mengalami perubahan sebagai hasil dialektika, baik dengan perubahan sosial, politik, dan ekonomi dalam negeri maupun perubahan-perubahan pada tingkat global.26

25 Walker Connor,

(New Jersey, Princeton University Press, Fifth Published, 1994), 71.

26 Azyumardi Azra, Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Asia Tenggara”, dalam

Kekuasaan

Islam Doktrin dan Peradaban

Dalam kerangka itu, menurutnya terdapat tiga tahap perkembangan nasionalisme di Asia Tenggara, Pertama tahap “protonasionalisme” atau fase penyerapan gagasan nasionalisme yang diikuti pembentukan organisasi-organisasi, Kedua fase yang sarat dengan muatan politis ketimbang sosial dan kultural, nasional di Indonesia saat ini bertujuan mencegah dengan cara apapun kembalinya kolonialisme dan imperialisme Eropa. Ketiga fase penekakanan nasionalisme ekonomi dalam bentuk program modernisasi dan industrialisasi atau pembangunan.27

Abad ke-7 M (Masehi), menurut catatan I Tsing, seorang sarjana musafir Cina, Sumatera menjadi pulau terpenting di Nusantara, sebagai pusat peradaban Asia Tenggara. Saat itu Agama Budha mulai datang ke Sumatera dan pengaruh Budhisme Mahayana sudah muncul yang kemudian melahirkan kerajaan Sriwijaya. Pengembara Cina itu pun mencatat pada tahun 671 M, di Palembang ada pasar besar dengan para pedagang yang datang dari Tamil, Persia, Arabia, Yunani, Kamboja, Siam, Cina dan Birma. Ribuan kapal berlabuh di sana dan ada Universitas Sriw yang menjadi tempat belajar ribuan pendeta dari seluruh dunia. Jadi Palembang saat itu sebagai ibu kota Sriwijaya merupakan kota metropolitan yang kosmopolit.28 NCM mencatat bahwa masa itu sekitar masa kerasulan Nabi Muhammad saw dan kekhalifaan Abu Bakr, ‘Uthman dan ‘Ali.

Sriwijaya yang berkuasa atas Selat Malaka berperan sebagai penjaga lalulintas maritim dan perdagangan internasional yang pengaruhnya secara politik dan komersial mencapai Hainan dan Taiwan. Pada awal abad ke-11, Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya, sekitar satu abad setelah kekhalifaan Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun Dinasti Islam Banu ‘Abbasiyah pun sedang mencapai puncak kebesarannya, maka menurut NCM mungkin (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan kedua, Mei 2000), 105-112.

27 Azyumardi Azra, “Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Asia Tenggara”,105-112.

28Nurcholish Madjid, , lv-lvi.

Islam Doktrin dan Peradaban

Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia

sekali Sriwijaya adalah salah satu dari rekanan dagang kaum ‘Abasi di Timur.29

Pada akhir abad ke-12, para pedagang Muslim Arab dan Persia menghadapi kesulitan berat akibat para penguasa Sriwijaya menerapkan kebijakan perdagangangan monopolistik, maka mereka mulai mengalihkan kegiatan dagang dan dakwah Islam ke tempat-tempat lain di Nusantara. Hasilnya bukan saja hubungan dagang yang berkembang, tapi juga hubungan religio-kultural dan politik diperkuat.

Kapan Islam pertama kali datang ke bumi Nusantara? Apakah sejak abad ketujuh M atau abad ke-12 M? Bisa saja seperti yang TW Arnold kemukakan bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di Nusantara pada abad pertama Hijri, tetapi hanyalah setelah abad ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu, proses Islamisasi tampaknya mengalami akselerasi abad ke-12 dan ke-16.30 Para penyebar pertama Islam di Nusantara adalah para pedagang muslim yang berdakwah Islam bersamaan dengan melakukan perdagangan di wilayah ini, maka nucleus

29Nurcholish Madjid, , lviii.

30 Azyumardi Azra,

(Jakarta, Prenada Media, Cetakan ke-2, Oktober 2005), 12. Lebih lanjut dalam buku ini Azra menjelaskan berdasarkan pada data sejarah lokal d literatur sejarah Melayu-Indonesia, AH. Johns menyatakan kecilnya kemungkinan p pedagang muslim memainkan peranan terpenting dalam penyebaran Islam di kawasan Nusantara, melainkan para sufi pengembaralah yang terutama berdakwah Islam di sana. Menurut Johns, banyak sumber lokal yang mengaitkan pengenalan Islam ke kawasan ini dengan guru-guru pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Sebagian mereka dapat mengawini putri-putri bangsawan dan memberikan kepada anak-anak mereka gengsi darah bangsawan dan sekaligus aura keilahian atau karisma keagamaan. Setelah Baghdad jatuh ke tangan laskar Mongol pada 656 H/1258 M, kaum sufi memainkan peran kian penting dalam memelihara keutuhan Dunia Muslim dengan menghadapi tantangan pengepungan kawasan-kawasan kekhalifaan dalam wilayah-wilayah linguistik Arab, Persia dan Turki. Secara bertahap, tarekat sufi institusi yang stabil dan disiplin serta mengembangkan afiliasi dengan kelompok-kelompok dagang dan kerajinan tangan yang ikut membentuk masyarakat urban.

hemispheric reconquista hemispheric Indonesia Kita Al-Maghrib Nation Building

komunitas-komunitas muslim pun terbentuk, yang pada gilirannya memainkan andil besar dalam penyebaran Islam. Sebagian mereka kawin dengan keluarga bangsawan lokal sehingga memungkin -kannya atau keturunan diri mereka mencapai kekuasaan politik yang dapat digunakan untuk penyebaran Islam.

Peranan penting para pedagang dalam dakwah Islam di kawasan Asia Tenggara terus berlanjut, sehingga kawasan itu menyatu dalam pola budaya Islam, Islam saat itu meliputi seluruh belahan bumi yang setara dengan dimensi “global” sekarang ini. Ketika itulah bangsa-bangsa Eropa yang di dahului oleh Spanyol dan Portugis dari Semenanjung Iberia datang ke Nusantara.31 Mereka mengembara ke seluruh muka bumi setelah berhasil dengan gerakan (penaklukan kembali orang-orang Iberia atas kaum muslim) dengan tujuan menemukan jalur perdagangan sendiri langsung ke India dan Timur jauh (khususnya Cina dan Maluku), sehingga tidak tergantung kepada para pedagang Muslim Arab, Persi, India dan Cina.

Keserakahan bangsa Portugis dan Spanyol yang menjajah bangsa-bangsa di Asia Tenggara hanya terhambat oleh perlawanan sengit dari masyarakat dalam lingkungan peradaban

Islam yang sudah mapan. Sejak awal proses islamisasi, ya sejak abad ke-13 ke atas, peranan Islam dalam membangun protonasionalisme di Indonesia sangat penting. Islam telah datang menyatakan kesetiaan mayoritas penduduk di Indonesia dalam sistem sosio-politik, kultural, maupun ekonomi.32 Dari abad ke-14 mobilitas ulama di dunia Melayu dan materi kitab yang produksi menjadi faktor penting bagi tersebarnya karya-karya -Islam Melayu di seluruh Nusantara. Hal ini membangkitkan perasaan persatuan di antara pembaca yang kemudian menjadi cikal 31Nurcholish Madjid, , 14.Menurutnya dalam buku ini orang Arab menamakan Semenanjung Iberia di Eropa Barat Daya secara keseluruhan sebagai Andalusia yang selama lima sampai abad berada di bawah kekuasaan Islam. Kaum muslim berhasil membangun ndalusia menjadi pusat peradaban dunia, khususnya untuk wilayah Barat ( ).

32Andi Faisal Bakti, , xxi.

Verrenidge Oast Indische Companie

Nation Building Nation Building

Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,

bakal persatuan Indonesia.33Pada abad ke-14 inilah Samudra Pasai menjadi pusat aktivitas Islam dan pertemuan ulama di Nusantara. Raja Pasai Maulana Malik al-Zahir (1326-1371), sangat gemar belajar. Dia dikelilingi oleh ulama dari berbagai bangsa, khususnya ulama Persia. Dia mengangkat Qadi Syarif Amir Sayyid dari Shiraz dan Taj al-Din dari Isfahan sebagai penasihat sultan dan anaknya.

Kendati Islam tidak menciptakan kesatuan politik, tapi sejak abad ke-15, Islam mulai menyediakan pondasi bagi manifestasi integrasi budaya. Arus aktivitas pedagang dan pengembaraan ulama serta penggunaan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi merupakan tulang punggung bagi integrasi budaya itu. Kolonial-isme yang datang kemudian bahkan membantu untuk memperta-hankan pondasi itu.34

Ketika Dinasti Uthmani berhasil menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, supremasi politik dan ltural Rum (Turki Utsmani) disebarkan ke berbagai Dunia Muslim, termasuk Nusantara dan Turki Uthmani menutup pintu perdaga -ngan (antara lain dalam rempah-rempah) bagi bangsa-bangsa Barat yang sangat membutuhkannya.35 Oleh karena itu saat abad ke-16 sampai paruh kedua abad ke-17 terjadi perang memperebutkan