• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa politik nurcholish madjid: analisis semiotik terhadap platform membangun kembali Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa politik nurcholish madjid: analisis semiotik terhadap platform membangun kembali Indonesia"

Copied!
347
0
0

Teks penuh

(1)

Disertasi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi

Suhaimi

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Pembimbing:

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA.

2011M/1432H

(2)

PLATFORM Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP

“MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

yang telah dinyatakan lulus pada Ujian Promosi Doktor pada hari Jum’at, tanggal 13 Mei 2011 di Auditorium Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah diper-baiki sesuai saran-saran tim penguji sidang promosi dan layak diserahkan ke perpustakaan.

1 Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. (Ketua Sidang/Penguji)

2 Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Pembimbing/Penguji)

3 Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA. (Pembimbing/Penguji)

4 Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum. (Penguji)

5 Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. (Penguji)

6 Prof. Dr. Suwito, MA. (Penguji)

7 Dr. Yusuf Rahman, MA. (Sekretaris Sidang)

LEMBAR PENGESAHAN

Suhaimi

TIM SIDANG PROMOSI

No Nama Tanggal Tanda

(3)

PLATFORM

Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK

NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP

“MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang

ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji disertasi pada ujian tertutup tanggal 17 Maret 2011 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi doktor).

Ketua Sidang/Penguji:

Tanggal: ………..

PERSETUJUAN

Suhaimi

(4)

PLATFORM

Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK

NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP

“MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang

ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji disertasi pada ujian tertutup tanggal 17 Maret 2011 dan disetujui unt dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi doktor).

Promotor/Penguji:

Tanggal: ………..

PERSETUJUAN

Suhaimi

(5)

PLATFORM

Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK

NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP “MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji disertasi pada ujian tertutup tanggal 17 Maret 2011 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi doktor).

Promotor/Penguji:

Tanggal: ………..

PERSETUJUAN

Suhaimi

(6)

PLATFORM

Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK

NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP “MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji disertasi pada ujian tertutup tanggal 17 Maret 2011 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi doktor).

Penguji:

Tanggal: ………..

PERSETUJUAN

Suhaimi

(7)

PLATFORM

Disertasi dengan judul “BAHASA POLITIK

NURCHOLISH MADJID: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP “MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA” yang ditulis oleh:

Nama :

NIM : 05.3.00.107.01.0050

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji disertasi pada ujian tertutup tanggal 17 Maret 2011 dan disetujui unt dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi doktor).

Penguji:

Tanggal: ………..

PERSETUJUAN

Suhaimi

(8)

tunawisma, swasembada, pramuka, binaraga, purnayudha, tridarma, saptamarga

kramanisasi politesse kramanisasi

kramanisasi

The Language of Indonesian Politics

kramanisasi

ngoko language

krama language

This dissertation is written to reinforce earlier studies that question the validity of Anderson's conclusions, namely Mochtar Pabottingi (“ Bahasa, Kramanisasi dan Kerakyatan”, 1996, 156 – 157): Is it true that the emergence ofmany terms or words that are soft and "high", like the words of

etc are enough to say that Indonesian language has experienced ? At leastthere

are 3 groups of Indonesian who do not use languages

(meaning: soft, complicated words) or : 1) creative writers group/popular, 2) intellectuals and 3) community or religious meetings.

This dissertation shows that Nurcholish Madjid (1939-2005), hereafter defined as NCM, as a muslim intellectual from Jombang, East Java,did not use language or smoothing processby using complicated words ofeuphemism language style as seen in the

This dissertation proves the incorrect conclusions of Benedict R.O’G. Anderson in his famous articles

, in 1966 and "Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communication under the New Order," in 1978 stated that Bahasa Indonesia has experienced process because it is trapped in the "images of Javanese about politics". The process has been refined so that the dynamics of the original indication is now no longer exists. And conclusions of James Siegel in his thesis "Solo in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City", wrote: the Javanese language community "treat other languages as if they are " " and this communityallow "the perpetrators of those languages into the community which is defined as

".

(9)

Indonesia Kita

Indonesia Kita

Islam Doktrin dan Peradaban,

description of sentence 10 in the Basic Agenda of NCM and each explanations in his book, , Jakarta, Paramadina, Third edition, March 2004, pages 114-184.

This dissertation proved what is written in the above is based on the analysis of language structureand use ofthe sentence, NCM is using many comparing metaphor languages, as seen when he compared the multifaceted face of crisis and icebergs at the poles in the first paragraph of AD’s first explanation, etc. When NCM describes feudalism as the cause of the difficulty of sian people, he emphasizes

it in the style of the opposition language in the form of cynicism in the sense of satire and skepticism that contains a mockery of the sincerity and honesty, as seen in the fifth paragraph of the first AD. Some other NCMlanguagestylesare irony, stylistic repetition, and epitet.

Primary sources of this dissertation is the mind result of NCM in his politicalplatform "Rebuilding Indonesia" in hisbook

, Jakarta, University of Paramadina, Third edition, 2004. In addition, primary data was also obtained from literature research, written by NCM on related subjects such as in his book

(10)

The Language of Indonesian Politics

kramanisasi

ngoko

krama

tunawisma, swasembada, pramuka, binaraga, purnayudha, ridarma, saptamarga

kramanisasi

politesse kramanisasi

politesse

Kesimpulan besar disertasi ini membuktikan ketidakbenaran tesis Benedict R.O’G. Anderson dalam tulisannya yang terkenal

, tahun 1966 dan ”Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communications under the New Order,” tahun 1978 yang menyatakan bahwa Bahasa In nesia sudah mengalami proses karena sudah terperangkap dalam “imaji orang Jawa tentang politik”. Ia sudah tertimpa proses penghalusan sehingga dinamika yang semula menandainya ini tak ada lagi. Disertasi ini pun membuktikan ketidakbenaran tesis James Siegel yang menyatakan bahwa komunitas bahasa Jawa “memperlakukan bahasa lain seolah-olah semuanya itu termasuk bahasa “ ” dan komunitas ini memperkenankan “para pelaku bahasa-bahasa tersebut kedalam komunitas wacana yang dirumuskan sebagai bahasa .”

Perbedaan dan persamaan dengan kesimpulan yang diberikan komunitas akademik lain bahwa disertasi ini ditulis untuk memperkuat penelitian sebelumnya yang mempertanyakan keabsahan kesimpulan Anderson, yaitu Mochtar Pabottingi (”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan”, 1996, 156-157): Benarkah munculnya banyak istilah atau kata yang sifatnya halus dan “tinggi”, seperti kata-kata

dst. sudah cukup untuk mengatakan bahasa Indonesia mengalami ? Paling tidak ada 3 kelompok pelaku bahasa Indonesia yang tidak melakukan bahasa (baca: halus -topeng-aling-aling) atau : 1) kelompok sastrawan kreatif/populer, 2) kaum cendikiawan 3) komunitas atau pertemuan yang bersifat keagamaan.

Disertasi ini menunjukkan bahwa Nurcholish Madjid (1939– 2005), selanjutnya ditulis NCM, sebagai seorang cendikiawan muslim berasal dari Jombang, Jawa Timur tidak menggunakan bahasa . Sebaliknya sebagai seorang cendikiawan muslim, NCM

(11)

politesse kramanisasi

platform

Indonesia Kita

Islam Doktrin dan Peradaban

menuliskan pikiran-pikirannya tentang kebobrokan sosial yang terjadi dengan tegas seperti tertulis dalam kata-kata NCM dalam AD ke-satu sampai dengan AD ke-sepuluh dan uraian penjelasannya sepeerti antara lain: budaya KKN, upeti dan suap menyuap, feodalisme, patrimonialisme dan gaya hidup materialistik yang menjadi penanda bahwa dirinya menolak elitisme atau dalam berbahasa. Dia pun tidak melakukan bahasa atau proses penghalusan dengan menggunakan bahasa topeng/aling-aling berupa gaya bahasa eufemisme. Disertasi ini dengan berdasarkan analisis struktur bahasa dan pengunaan kalimatnya pun membuktikan bahwa NCM menggunakan gaya bahasa perbandingan metafora paling banyak dan gaya bahasa NCM lainnya adalah gaya bahasa ironi, repetisi, dan epitet.

Sumber primer disertasi ini adalah butir-butir pemikiran NCM tentang politik dalam “Membangun Kembali Indonesia” yang tertulis dalam buku karya NCM berjudul “ ,” Jakarta, Universitas Paramadina, Cetakan III, 2004. Di samping itu data primer penelitian ini diperoleh juga dari studi kepustakaan yang ditulis oleh NCM mengenai subjek pembahasan terkait seperti

karyanya berjudul , Jakarta, Paramadina,

(12)

,

(13)

Maha suci Allah, segala puji hanya bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Dia dan Dialah Tuhan yang Maha Besar menjadi susunan kalimat pertama yang penulis persembahkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan cinta kasih-Nya kepada penulis,baik ketika penulis belajar untuk menyelesaikan disertasi ini sebagai tugas akhir, maupun sebelum dan sesudahnya kelak. Penulis berharap semoga Allah swt menjadikan seluruh aktivitas belajar penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bekal menambah kecintaan penulis kepada Rasulullah Muhammad saw dan para nabi-Nya dengan meneladani perilaku merekasesuai yang Allah swt perintahkan.

Disertasi berjudul

merupakan analisis teks terhadap sepuluh agenda dasar Nurcholish Madjid, ketika menyatakan diri siap dicalonkan menjadi calon presiden Republik Indonesia, pada pemilihan umum (Pemilu) 2004 ini merekomendasikan signifikansi moral dan nasionalisme modern dalam melaksanakan pembangunan bangsa Indonesia. Penulis dapat menyelesaikan disertasi ini berkat bantuan dari i pihak yang turut membantu proses perampungannya.

Karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, baik selaku Rektor UIN Jakarta yang telah memberikan bantuan beasiswa kepada penulis, maupun sebagai pejabat terdahulu Direktur Sekolah Pascasarjana serta selaku pembimbing disertasi penulis atas segala bantuan yang beliau berikan. Penulis pun mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Andi Faisal Bakti selaku pembimbing penulis yang juga telah memberikan banyak andil dalam penyelesaian disertasi ini.

Selain itu, penulis menyatakan juga banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana saat ini atas segala kemudahan yang diberikan kepada

KATA PENGANTAR

Bahasa Politik Nurcholish Madjid:

Analisis Semiotik terhadap “Membangun Kembali

Indonesia”,

(14)

penulis ketika menyelesaikan disertasi ini, kepada Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Fuad Jabali, MA dan Dr. Yusuf Rahman, MA serta Dr. Udjang Tholib, MA yang telah memberikan kemudahan dan sukan yang berarti bagi kesempurnaan disertasi ini.

Terima kasih pun penulis sampaikan kepada para pengajar di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta atas berbagai ilmu pengetahuan yang mereka telah ajarkan kepada penulis selama belajar di pascasarjana, seperti Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA, Dr. M. Idris Abdul Shamad, MA, Dr. Jamhari, Prof. Dr. Aqil Siradj, Dr. Abdul Chair, Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, MA, Prof. Dr. Sukarja, MA, Dr. Saiful Mujani, MA, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Prof. Dr. Amani Lubis, MA, almarhum Prof. Dr. Badri Yatim, MA, serta Prof. Dr. Ibnu Hamad, MSi, dll.

Kemudian, terima kasih juga kepada Prof. Dr. Murodi, Dekan terdahulu Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) UIN Jakarta dan Dr. Arief Subhan, MA, Dekan FIDKOM saat ini yang tak henti-hentinya mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan disertasi ini, dan kepada para pengajar terutama Dr. Asep Usman Ismail, MA, Drs. Studi Rizal, MA, Dra. Asriati Jamil, MHum, Dr. Shihabuddin Noer, MA yang sering bertanya kapan penulis menyelesaikan disertasi ini, dan terima kasih juga kepada Dr. Fariz Pari yang telah menjadi teman berdiskusi penulis sejak penyusunan proposal disertasi ini.

(15)

Terima kasih terutama penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah berdoa dan membesarkan serta mengasihi ri ini dengan penuh cinta kasih, almarhum H. Abdul Somad dan almarhumah Hj. Siti Asiah dan ibu mertua almarhumah Dedeh Saoriah dan almarhum Bapak Memen Nurmudin dengan permohonan doa semoga Allah swt selalu mencurahkan ampunan dan kasih sayang-Nya. Penulis pun berterimakasih teristimewa kepada istri tercinta Nani Muryani, SPd dan putera puteri penulis Bunayya Ittaqi Al-Majid Al-Bar dan Fiyki Taqiyya Billah yang menemani penulis dalam suka dan duka, serta kepada adinda Zahrul Qomariyah, BA dan Sukria, BA dan Ferdiyansyah, BSc, kakanda Hj. Siti Maryam dan Mas Wiwit Waskito, Ir. Muhammad Thohir dan Anna Safina, SH, serta Jidah Hj. Fahmiah, Ahmad Damanhuri dan Fahriah dan kemenakan -kemenakan penulis Annisa Maulidia dan Rizki Akbarulwildan, Diandra M. Rafiansyah dan M. Riandy Aji.

Penulis berharap dan berdoa agar Allah swt memberikan balasan yang tidak terhingga kepada mereka semua dan menjadikan amal kebajikannya kepada penulis sebagai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir dari dunia fana ini sampai alam baka nanti. Semoga.

Depok, 11 April 2011

(16)

Halaman

HALAMANJUDUL ... i SURAT PERNYATAAN ... ii HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

ABSTRAK... ix ix PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN... xv KATA PENGANTAR ... xvi

DAFTARTABEL... ... xix DAFTAR SINGKATAN ... xx DAFTAR ISI... xxiii

A. Latar Belakang ... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 14 C. Tujuan Penelitian ... 15 D. Manfaat Penelitian... 16 E. Tinjauan Kepustakaan... 16 F. MetodologiPenelitian... 24 G. Disain Penelitian ... 27 H.Sistematika Penulisan ... 29

A. Integrasi Dakwah Islam dan Ilmu Komunikasi ... 32 1. Pengertian Dakwah Islam dan Komunikasi ... 32 2. Objek Material dan Objek Formal Dakwah

Islam dan Ilmu Komunikasi ... 38 3. Dakwah Islam dalam Perspektif Ilmu Komunikasi 39 B. Pengertian Bahasa Politik ... 44

DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN

(17)

Platform

C. Komunikator dan Pesan dalam Komunikasi Politik 49 D. Perspektif Interpretatif untuk Memahami Teks ... 57 E. Analisis Teks dalam Semiotik dan Interpretatif... 58 1. Teks sebagai Pesan Budaya ... ... 67 2. Teks sebagai Pesan Verbal... 68 E. Kerangka Penelitian ... 71 F. Definisi Istilah dalam Penelitian ini ... 73

A. Nurcholish Madjid Sebagai Komunikator Politik... 75 B. Respons Terhadap aktivitas Politik Nurcholish

Madjid... 106

A. Fase Awal Nasionalisme di Indonesia ... 128 B. Nasionalisme di Indonesia pada Masa Penjajahan

Jepang... .... 155 C. Nasionalisme di Indonesia pada Masa Pembangunan 170

A. Makna Pesan Politik Nurcholish Madjid ... 187 1. Makna Teks Judul AD NCM ... 187 2. Makna AD kesatu dan Kalimat Penjelasannya... 191 3. Makna AD kedua dan Kalimat Penjelasannya... 199 4. Makna AD ketiga dan Kalimat Penjelasannya... 204 5. Makna AD keempat dan Kalimat Penjelasannya .. 209 6. Makna AD kelima dan Kalimat Penjelasannya ... 213 7. Makna AD keenam dan Kalimat Penjelasannya ... 219 8. Makna AD ketujuh danKalimat Penjelasannya... 223 9. Makna AD kedelapan dan Kalimat Penjelasannya 227 10. Makna AD kesembilan dan Kalimat Penjelasannya 239 11. Makna AD kesepuluh dan Kalimat Penjelasannya 243 B.Penggunaan Kalimat dalam Politik Nurcholish Madjid...………… 249

1.Penggunaan Kalimat dalam AD NCM kesatu sampai BAB III. AKTIVITAS POLITIK NURCHOLISH MADJID

BAB IV. NASIONALISME DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

(18)

xxv

dengan kesepuluh ... 249

2.Penggunaan Kalimat dalam Penjelasan AD NCM kesatu sampai dengan kesepuluh ... .. .. 251

A. Kesimpulan ... 256

B. Implikasi ... 259

... 261

... 272

………... 309

………... 311

... 314 BAB VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN GLOSSARY

INDEKS

(19)

Platform

Good Governance

Tabel 1 Perbandingan Politik 4

Tabel 2 Perbandingan Bahasa Politik 8

Tabel 3 Disain Penelitian 27

Tabel 2 Hubungan antar Komunikasi Islam dan Ilmu Lain 41

Tabel 1 Oposisi Biner AD kesatu 192

Tabel di Asia Tenggara 1999 195

Tabel 2 Oposisi Biner AD kedua 200

Tabel 3 Oposisi Biner AD ketiga 205

Tabel 4 Oposisi Biner AD keempat 210

Tabel 3 Oposisi Biner AD kelima 215

Tabel 2 Oposisi Biner AD keenam 220

Tabel 3 Oposisi Biner AD ketujuh 224

Tabel 2 Oposisi Biner AD kedelapan 229

Tabel 3 Oposisi Biner AD kesembilan 240

Tabel 2 Oposisi Biner AD kesepuluh 245 DAFTAR TABEL

(20)

Perkembangan yang tidak menggembirakan bagi bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kegelisahan mendalam bagi anak bangsa yang mencintai tanah air tumpah darahnya. Semenjak menjabat sebagai ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode tahun 1966-1969 dan 1969-1971, Nurcholish Madjid (1939–2005), selanjutnya ditulis NCM*, telah terkenal dengan ide-idenya tentang keislaman, kemodernan dan keindonesiaan dalam rangka menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebagai bangsa yang siap mendukung nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Bab pendahuluan ini dari awal menegaskan bahwa politik NCM ketika menyatakan diri siap dicalonkan menjadi calon presiden Republik Indonesia (RI) pada pemilu 2004 itu sebagai penanda kompatibel dengan nilai-nilai pembangunan bangsa Indonesia pada masa sekarang dan masa depan. Kemudian hal itu dipertanyakan dalam perumusan masalah yang akan dicoba untuk mencarikan jawabannya masing-masing berdasarkan analisis teks semiotik dan hermeneutik dengan mengikuti sistematika pembahasan sebuah penelitian.

Sembilan dari sepuluh agenda dasar (AD)/ politik NCM,1 saat ini ternyata juga menjadi agenda pemerintahan Presiden

* Almarhum Nurcholish Madjid memiliki panggilan akrab Cak Nur atau

singkatan nama NM, namun dalam penelitian ini penulis gunakan akronim NCM seperti yang tertulis dalam bukunya (Jakarta, Universitas Paramadina, Cetakan III, Maret 2004), v dan vi yang menjadi sumber data primer.

1

Nurcholish Madjid, , 114. Menurut NCM sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” yang tertulis berikut di bawah ini sifatnya mendesak untuk dilaksanakan: 1) Mewujudkan “ ” pada semua lapisan pengelolaan negara; 2) Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen; 3) Melaksanakan rekonsiliasi nasional; 4)Merintis reformasi ekonomi dengan mengutamakan pengembangan kegiatan produktif dari bawah;

5)Mengembangkan dan memperkuat pranata-pranata demokrasi: kebebasan sipil (khususnya kebebasan pers dan akademik), pembagian tugas dan wewenang yang

platform

platform

Indonesia Kita Indonesia Kita

good governance BAB I

PENDAHULUAN

(21)

platform good governance

Madina Online

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II (2009–2014).

NCM dan SBY-Boediono mengagendakan reformasi birokrasi

pemerin-tahan. NCM menandaskannya dalam 1)

Mewujudkan pada semua lapisan pengelolaan

negara; sedang SBY-Boediono menuliskannya dalam program 12) Reformasi birokrasi dan pencegahan serta pemberantasan KKN ditingkatkanserta peningkatan pelayanan publik.2

jelas antara pemerintahan, perwakilan, dan pengadilan; 6)Meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional dengan membangun harkat dan martabat personil dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi; 7)Memelihara keutuhan wilayah negara melalui pendekatan budaya, peneguhan ke-Bhineka-an dan ke-Eka-an, serta pembangunan otonomisasi; 8)Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Nusantara; 9) Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan bernegara; 10)Mengambil peran aktif dalam usaha bersama menciptakan perdamaian dunia.

2Usman Yatim, SBY Demokrat Tuntaskan Agenda Reformasi,

, (diakses tanggal 9 Pebruari 2010). 15 program kerja SBY untuk menuntaskan agenda reformasi yang dijanjikannya pada kampanye pemilihan presiden di Stadion Utama Gelora Bung Karno sbb.: 1) Pertumbuhan ekonomi meningkat, minimal 7%, kesejahteraan rakyat meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka; 2) Kemiskinan mesti berkurang mencapai 8-10%. Pembangunan pedesaan dilakukan pro rakyat; 3) Pengangguran akan berkurang lagi,

(22)

Reformasi birokrasi ini bagi SBY-Boediono meliputi 11) Pertahanan dan keamanan. Pembaruan alat persenjataan TNI dan Polri; sama halnya dengan NCM 5) Meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional dengan membangun harkat dan martabat personil dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi.

SBY-Boediono menyatakan pembangunan demokrasi sebagai program 14) Demokrasi dan penghormatan terhadap HAM akan semakin dikembangkan agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM berat di negeri ini dan 13) Otonomi daerah dan pemerataan pembangunan ditingkatkan.

Sedangkan NCM menyatakan pembangunan demokrasi dalam agenda 2) Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen dan 5) Mengembangkan dan memperkuat pranata-pranata demokrasi: kebebasan sipil (khususnya kebebasan pers dan akademik), pembagian tugas dan wewenang yang jelas antara pemerintahan, perwakilan, dan pengadilan; serta 7) Memelihara keutuhan wilayah negara melalui pendekatan budaya, peneguhan ke -Bhineka-an dan ke-Eka-an, serta pembangunan otonomisasi.

SBY-Boediono terlihat secara terperinci memprogramkan pembangunan sosial-ekonomi dalam agenda pembangunan ekonomi 1) Pertumbuhan ekonomi meningkat, minimal 7%, kesejahteraan rakyat meningkat untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka; 2) Kemiskinan mesti berkurang 8-10%. Pembangunan pedesaan dilakukan pro rakyat; 3) Pengangguran akan berkurang lagi, 5-6%, lapangan pekerjaan dan peningkatanusaha bagi yang berwira usaha.

Sementara itu agenda mereka dalam pembangunan sosial-ekonomi secara keseluruhan adalah 4) Pendidikan harus meningkat lagi. Mutu infrastruktur, kesejahteraan guru bertambah dengan anggaran pendidikan yang merata, tetapi gratis bagi yang belum mampu; 5) Kesehatan masyarakat mesti meningkat lagi. Pemberantasan penyakit menular gratis bagi yang belum mampu.

sehingga bangsa kita berbuat banyak untuk kedamaian, kemakmuran, dan keadilan dunia.

(23)

platform

Program pembangunan sosial-ekonomi pun dikemukakan dalam agenda 6) Ketahanan pangan mesti meningkat lagi. Kita sudah berswasembada beras, kopi, daging dan kedelai. Jaringan pupuk harus ditingkatkan agar pertanian kita subur; 7) Ketahanan energi meningkat lagi. Menambah daya listrik untuk rakyat, dan energi yang terbarukan; 8) Pembangunan infrastruktur yang bermanfaat. Baik di maupun luar Jawa; 9) Peningkatan pembangunan perumahan rakyat. Misalnya, rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; 10) Peningkatan pengelolaan lingkungan dan penghijauan, untuk menanggulangi bencana alam;

NCM memprogramkan pembangunan sosial ekonomi dalam 4) Merintis reformasi ekonomi dengan mengutamakan pengembangan kegiatan produktif dari bawah dan 8) Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Nusantara serta 9) Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan bernegara.

Baik NCM maupun SBY-Boediono memprogramkan peran aktif Indonesia menciptakan perdamaian dunia. Hal itu NCM kemukakan dalam 10) Mengambil peran aktif dalam usaha bersama menciptakan perdamaian dunia. Sedangkan SBY-Boediono mencantumkannya dalam agenda 15) Peran internasional Indonesia

(24)

makin ditingkatkan, sehingga bangsa kita berbuat banyak untuk kedamaian, kemakmuran, dan keadilan dunia. Persamaan antara politik NCM dan politik SBY-Boediono secara jelas dapat diringkas dalam tabel 1 tertulis di atas.

Dari sepuluh agenda dasar NCM seperti tertulis dalam tabel 1 di atas itu, hanya nomor tiga berupa melaksanaan rekonsiliasi nasional saja yang secara harfiah tidak menjadi program kerja SBY, Presiden RI saat ini. Hal tersebut membuktikan bahwa NCM adalah seorang intelektual yang memiliki wawasan politik yang jauh ke masa depan. Menurut Franz Magnis Suseno, wawasan politik seperti itu lahir dari dasar-dasar inklusivisme Islam yang diyakini oleh NCM sejak lama, sehingga memungkinkan dirinya merangkul bangsa Indonesia, baik umat muslim maupun non-muslim, untuk saling menerima dalam perbedaan….3 Dia mengajarkan bangsa Indonesia nilai-nilai dan keyakinan etis dasar yang sama seperti terumus dalam bahasa etika politik Pancasila sebagai tekad politik membangun satu yang bebas, damai, sejahtera, adil dan solider. Oleh karena itu NCMmemang pantas disebut guru bangsa.

Ketajaman wawasan politik NCMyang menatap jauh ke masa depan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sesungguhnya sejak ia muda sudah mencolok. Hal itu terlihat jelas sejak seruan yang membuatnya dahulu menjadi terkenal di kalangan umat Islam Indonesia.

“Islam Yes, Partai Islam, No ?,” merupakan salah satu seruan NCM tentang pembaruan Islam di Indonesia pada tahun 1970.4 Saat itu sebagai Ketua Umum PB HMI, dia melihat meskipun jumlah pemeluk Islam di Indonesia bertambah, tapi umat Islam telah kehilangan semangat berijtihad karena tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai transendental dan temporal sehingga tidak

3 Franz Magnis Suseno, Nurcholish Madjid dan Inklusivisme Islam,

dalam Abdul Halim, ed.

(Jakarta, Kompas, Cetakan II, Oktober 2006), 164.

4Nurcholish Madjid, ( Bandung, Mizan, Cetakan XI, Nopember 1998), 204-208.

platform platform

platform

nation

Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan: Refleksi atas Pemikiran Nurcholish Madjid

(25)

setting

semiologie

Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media

Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi al-Mushtahi>r bi al

-Tafsi>r al-Kabi>r wa Mafa>tih al-Ghaib

Communication in a Divided World: Opportunities and Constrain

Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media,

Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya

kreatif, seperti partai-partai atau organisasi-organisasi Islam yang tidak menarik bagi umatIslam sendiri.

Dalam uraian tertulis di atas, tampak bahwa NCM adalah seorang komunikator politik. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dan D. Nimmo (1978) bahwa siapapun yang berada dalam politik adalah komunikator politik.5 Politik di sini dapat berarti kegiatan pemilihan aparatur negara maupun politik dalam arti kekuasaan atau pemimpin pemerintahan, yudikatif atau legislatif. Sedangkan jika dilihat berdasarkan pendapat Al-Ra@zi bahwa dakwah Islam adalah aktivitas komunikasi antar manusia yang terbaik dan bentuk ketaatan dan ibadah yang paling sempurna.6 NCM juga adalah seorang aktivis dakwah Islam

Hal itu pun sesuai dengan pendapat Harold D. Lasswell mengidentifikasi secara lebih khusus komunikator polit k sebagai mereka yang menjadi pemimpin dalam proses opini, seperti politisi baik ideolog maupun wakil partisan, komunikator professional dan aktivis.7

Sejalan dengan hal itu, Dan D. Nimmo menguraikan bahwa komunikator politik menyampaikan pesannya sebagai pembicaraan politik bertujuan memberikan informasi dan meyakinkan layak, maka untuk memahami pesan politik perlu dilihat gejala linguistik bahasa dan simbol politik serta penggunaan bahasa untuk persuasi politik dalam wujud propaganda, periklanan maupun retorika.8 Ilmu yang mengkaji tentang tanda dalam kehidupan manusia termasuk di dalamnya tanda-tanda bahasa disebut semiotik atau “ ”. 9

5 Dan D. Nimmo, .

Penerjemah Tjun Surjaman (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan Kelima, 2004), 13-21.

6 Muhammad Al-Razi,

(Dar Al-Fikr, Juz ke-27), 125.

7 Harold D. Lasswell,

(London, International Institute of Communications, the Loius G. Cowan Lecture, 1977), 5. Lihat juga Dan D. Nimmo,

13-21.

8Dan D. Nimmo, 16.

9 Benny Hoed, (Jakarta, Fakultas

(26)

Ada tiga ciri dalam bahasa politik yakni (1) politik berkaitan dengan pengaturan masyarakat banyak, oleh karena itu bahasa politik harus menjadi alat komunikasi yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, (2) bahasa politik bertujuan untuk membujuk dan merayu khalayak, dan (3) bahasa politik penuh dengan semboyan -semboyan dan kata-kata bersayap seraya menghindari penggunaan bahasa yangberkonotasi netral dan objektif.10

Tokoh-tokoh politik mendayagunakan bahasa bukan saja untuk menyatakan ide, pendapat, atau pikirannya, melainkan juga untuk menyembunyikannya, karena di balik pikiran ini terdapat kepentingan-kepentingan yang harus dipertahankan.11

Benedict R. O’G Anderson pun mengamati bahasa politik Indonesia pada akhir pemerintahan Presidern Soekarno dan awal pemerintahan Orba. Hasil pengamatannya menunjukkan bahasa politik Indonesia merupakan tanda atau cerminan adanya suatu penyakit yang parah. Mengutip pendapat Herbert Luethy, Anderson mengatakan bahwa sakitnya itu tampak pada kenyataan bahwa bahasa politik Indonesia sebagai gado-gado irasional dari uraian yang berbelit-belit yang mengarah pada kemabukan ideologis dan sinkretisme magis.12

Pandangan senada dikemukakan oleh Geertz, bahwa yang tidak masuk akal seperti dikemukakan Anderson memang marak di Indonesia seperti dalam pidato-pidato Presiden Soekarno pada masa surutnya memang kosong secara amat menyedihkan dengan bergerak mundur ke revivalisme kultural, pengkambinghitaman rasial, dan penciptaan musuh-musuh eksternal sebagai bentuk kepanikan

sini semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda alam kehidupan manusia, sedang K. Bertens memakai kata semiotika yang menurut nnya diperkenalkan oleh C Pierce yang digunakan dengan arti yang sama dengan semiologi. Lihat K. Bertens, 209.

10 Anwar, (Yogyakarta,

Gadjah Mada University Press, Cetakan I, 1984), 19.

11 Panggabean MH, ed. (Jakarta, PT Gramedia, Cetakan I, 1981), vii-x.

12 Benedict R. O’G. Anderson,

( Ithaca and London, Cornell University Press, First

Published, 1990), 124.

Filsafat Barat Kontemporer Jilid II,Prancis, Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar

Bahasa, Pengaruh dan Peranannya

(27)

Language and Power

Bahasa dan Kekuasaan

kepemimpinan negara lantaran gagal melingkupi masalah-masalah de -mografi, ekonomi, sosial, dan politik yang luas.13

Di Indonesia setiap periode pemerintahan atau rezim memiliki kekhasan dalam repertoar bahasa politiknya. Hal itu setidaknya tercermin masing-masing pada ideologi elit politik yang memiliki repertoar yang membedakannya antara satu dan lainsecara linguistik. Perbedaan itu dapat dilihat pada level kosakata, gramatika, dan struktur teks yang digunakan oleh rezim Orde Lama dan rde Baru (Orba). Pada level kosakata, misalnya, perbedaan-perbedaan itu akan tampak pada pilihan kata dan pergeseran maknanya yang menjadi "arus besar" wacana politik yang menunjukkan pergantian elit penguasa dari Orde Lama dengan ideologi “revolusi” ke Orba dengan ideologi “pembangunan”, 14 seperti dapat dilihat dalam hasil penelitian Jalaluddin Rakhmat, bahwa ada sejumlah kata dalam wacana politik Orde Lama yang tidak terdengar lagi pad Orba seperti kata “Revolusi”, “Nasakom”, “antek kapitalis”, “antek imperialis”, dll. Sebaliknya pada masa Orba sering terdengar kosa kata baru yang tidak ada pada wacana Orde Lama seperti kata “Pembangunan”, “asas tunggal”, “anti-pembangunan”, SARA, “penataran”, dll yang secara terurai dapat diperban-dingkan dalam tabel 1 sbb.15:

Pembangunan Asas Tunggal Anti pembangunan SARA

Penataran

13Benedict R. O’G. Anderson, ,124.

14Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi dan Perubahan Politik Indonesia,

dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. (Bandung, Mizan, Cetakan II, Juni 1996), 49-55.

15Jalaluddin Rakhmat, “Komunikasi dan Perubahan Politik di Indonesia”, 51-52.

Tabel 2. Perbandingan Bahasa P olitik

Orde Lama Orde Baru

(28)

Setelah tiga dasawarsa lebih penelitian Anderson tersebut dilaksanakan, kajian mendalam terhadap bahasa politik Indonesia kontemporer menjadi sebuah tantangan. Perkembangan ideologi, sosial, budaya, dan politik di Indonesia memungkinkan terjadinya pergeseran dan perubahan repertoar dalam rangka menyesuaikan tuntutan perkembangan tersebut. Bahasa politik era akhir Orba dan awal reformasi tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan era sebelumnya, yakni era Orde Lama dan Orba, khususnya "Orde Soeharto".

Persoalan bahasa politik di Indonesia sudah cukup banyak ditulis oleh para pakar, baik oleh pakar dari Indonesia maupun asing. Sebagian besar tulisan itu mengkaji bahasa politik dar perspektif ilmu-ilmu sosial, yakni ilmu politik, ilmu komunikasi massa, dan ilmu sejarah. Dari perspektif ilmu politik, kajian terhadap bahasa politik Indonesia dapat diperhatikan pada tulisan-tulisan Anderson (1966; 1981), van Langenberg (1990),16 Hikam (1993),17 Pabottingi (1991; 1993a; 1993b), dan Dhakidae (1992).18 Dari perspektif ilmu komunikasi massa, kajian terhadap bahasa politik Indonesia dapat diperhatikan pada tulisan Rakhmat (1993). Dari perspektif ilmu sejarah, kajian terhadap bahasa politik Indonesia dapat diperhatikan padatulisan Farid (1994).19

Sebaliknya, kajian bahasa politik dari perspektif ling istik relatif belum begitu banyak dikerjakan. Kajian bahasa politik dari

16 Michael van Langenberg, “Negara Orde Baru: Bahasa, Ideologi, Hegemoni,” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds.

, 223-245.

17Muhammad AS Hikam, “Bahasa dan Politik: Penghampiran “Discursive

Practice,”Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 77-93.

18 Daniel Dhakidae, “Bahasa, Jurnalisme, dan Politik Orde Baru,” dalam

Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 246-251.

19Hilman Farid, “Menemukan Bahasa, Mencipta Bahasa: Bahasa, Politik,

dan Nasionalisme Indonesia,” dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 107-123.

Bahasa dan Kekuasaan

Bahasa dan Kekuasaan Bahasa dan Kekuasaan

(29)

(field of discourse), (tenor of discourse),

Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme

perspektif kebahasaan pertama dilakukan oleh Hooker (1 0)20 dengan mempergunakan pendekatan linguistik fungsional-sistemik Halliday (1985), khususnya trilogi konteks situasi yakni wilayah

wacana penyampai wacana

dan modus wacana Kajian kedua dilakukan oleh

Heryanto (1992; 1993; 1996) dengan mempergunakan pendekatan sosiopolitikolinguistik.21 Kajian ketiga dilakukan oleh Tampubolon (1998) dengan mempergunakan pisau analisis teori semantik generatif Chafe(1971), Lech (1974), dan Nida. (1975).22

Khusus berkaitan dengan bahasa politik Islam, Bernard Lewis membatasi pembahasannya tentang bahasa politik Islam hanya pada bahasa Arab, Turki dan Persia, Analisisnya dalam,

(1991), seperti dijelaskan oleh Azyumardi Azra, menunjukkan bahwa bahasa Persia dan Turki mempunyai andil besar dalam memperkaya bahasa politik Islam.23 Hal itu tentu berkaitan dengan pergeseran geo-politik dan pusat-pusat kekuasaan muslim.

Dalam tulisannya yang lain berjudul “Bahasa Politik Islam di Asia Tenggara,” Azra menegaskan sejauh ini belum ada studi khusus tentang bahasa politik Islam di Asia, khususnya Asia Tenggara. Berdasarkan argumentasi Lewis, dia menandaskan bahwa proses penyebaran Islam secara damai di Asia Tenggara memberi konsekuensi wilayah muslim Asia Tenggara merupakan yang paling kurang tersentuh usaha Arabisasi. Mayoritas penduduk di Nusantara menerima Islam melalui proses yang lebih tepat daripada konversi, penerimaan berangsur-angsur daripada penerimaan

20 Virginia Matheson Hooker, “The New Standardization of Language”,

terjemahan, Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim, dalam Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds. , 56-93.

21 Ariel Heryanto, “Pembakuan Bahasa dan totalitarianism,” dalam Yudi

Latif dan Idi Subandy Ibrahim, eds., , 252.

22 Tampubolon, DP, “Gejala-Gejala Kematian Bahasa:Suatu Observasi

(30)

sepenuhnya atas eksklusivisme Islam.24 Meskipun demikian bahasa politik Islam di Melayu-Indonesia, sangat dipengaruhi bahasa politik Islam yang berlaku di Timur Tengah.

Mochtar Pabottingi menilai bahwa studi komunikasi politik menjadi tanda sebuah pendekatan baru dalam ilmu politik di mana bahasa secara ontologis dilihat sebagai alat atau “wak l” suatu kekuasaan dan secara epistimologis dilihat berdasarkan pemahaman bahwa bahasa adalah produk suatu zaman/ kebudayaan/kekuasaan, bahasa lalu dilihat sebagai paradigma.25 Menurut Pabottingi contoh penggunaan bahasa sebagai paradigma dalam studi ilmu politik antara lain dilakukan oleh Anderson dalam tulisannya yang terkenal

, tahun 1966 dan ”Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communications under the New Order,” tahun 1978 yang berisikan tesis bahwa Bahasa Indonesia sudah kehilangan etos “revolusioner”-nya, karena tertimpa proses penghalusan sehingga dinamika yang semula menandainya ini tak ada lagi. Ia sudah mengalami proses kramanisasi. Ia sudah terperangkap dalam “imaji orang Jawa tentang politik” dimana topeng ( ) punya peranan penting. Selain itu dua puluh tahun sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia “sama sekali bukanlah bahasa sehari-hari yang dipakai oleh lebih dari sejumlah kecil” penduduk Indonesia.26

Tesis serupa dikemukakan pula oleh James Siegel dalam ”Solo in the New Order: Language and Hierarchy in an Indonesian City”, New Jersey: Princeton University Press, 1986, bahwa komunitas bahasa Jawa “memperlakukan bahasa lain seolah-olah semuanya itu

24Azyumardi Azra, “Bahasa Politik Islam di Asia Tenggara”, dalam Idris

Thaha, ed.,

(Bandung, PT Remaja Rosda Karya, Cetakan Kedua, Mei 2000), 75-76.

25Mochtar Pabottingi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik”

dalam Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun, ed.

(Jakarta, Gramedia, 1993), 45-50.

26Benedict R. O. G. Anderson, Cartoons and Monuments: The Evolution of Political Communicationunder the New Order, dalam Karl D. Jackson and Lucian W. Pye, (California, University

of CaliforniaPress, First Edition, 1978), 319-331.

The Language of Indonesian Politics

mask

Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan

Indonesia dan Komunikasi Politik

(31)

ngoko

krama

politesse

Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru

termasuk bahasa “ ” dan komunitas ini memperkenankan “para pelaku bahasa-bahasa tersebut kedalam komunitas wacana yang dirumuskan sebagai bahasa .”27

Pabottingi kemudian menyanggah tesis Anderson tentang kramanisasi dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan paling tidak ada 3 kelompok pelaku bahasa Indonesia yang tidak melakukan bahasa (baca: halus-topeng-aling-aling) atau kramanisasi: 1) kelompok sastrawan kreatif/populer, 2) kaum cendikiawan 3) komunitas atau pertemuan yang bersifat keagamaan.28

Dalam bagian tulisannya yang lain, Pabottingi lebih lanjut mencatat setidaknya ada empat praktek bahasa yang distortif dalam komunikasi politik sebagai berikut: Distorsi bahasa sebagai topeng, distorsi bahasa sebagai proyek lupa, distorsi bahasa sebagai representasi dan distorsi bahasa sebagai ideologi.

Dalam menjelaskan distorsi bahasa sebagai ideologi, dia mencatat ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distorsi ideologis. 1) Perspektif yang mengidentikkan kegiatan ik sebagai hak istimewa sekelompok orang; dan 2) Perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik.

Menurutnya untuk menghindari kedua perspektif distorsi di atas, maka perlu adanya alternatif baru yang menekankan pada prosedur politik yang bertolak dari pandangan bahwa tujuan-tujuan politik selamanya akan berbeda-beda bukan hanya dari satu bangsa ke bangsa lain, tapi juga dari satu individu/kelompok ke individu/kelompok lain. Pabottingi mencontohkan bahwa perhatian besar pada prosedur inilah yang membuat Habermas sangat gigih berbicara tentang syarat-syarat bagi terciptanya suatu komunikasi politik yang ideal dimana setiap unit politik bisa maju dan berkembang secara demokratis.29

27Mochtar Pabottingi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan” dalam Yudi

Latif dan Idi Subandi Ibrahim, ed.,

(Bandung, Mizan, Cetakan Ke-2, Juni 1996), 154.

28Mochtar Pabottingi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan”, 156-157. 29Mochtar Pabottingi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu

(32)

Jurgen Habermas adalah pendukung teori kritis yang melakukan perubahan paradigma “filsafat subjek” model Cartesian ke “filsafat komunikasi,” menurutnya komunikasi atau interaksi merupakan tindakan manusia yang paling dasar. Habermas berpendapat bahwa kritik ideologi dapat dijalankan dalam empat tahapan 1) Deskripsi dan interpretasi dari situasi yang ada dengan penelitian hermeneutik, 2) Melakukan refleksi terhadap faktor penyebab situasi yang ada serta tujuan yang ingin dicapainya, 3) Menyusun agenda untuk mengubah situasi menuju masyarakat egaliter;4)Melakukan evaluasi terhadap pencapaian situasi yang lebih egaliter dan demokratis yang telah dicapai.30

Penelitian ini menggunakan analisis teks semiotik yang tidak berhenti pada kajian tanda dalam jenis, struktur dan maknanya secara individu, akan tetapi melingkupi pemilahan tanda-tanda yang dikombinasikan dalam pola-pola yang lebih besar sebagai teks dan pesan verbal seperti yang dikemukakan oleh Roland Barthes ( 1915-1980). Dalam tulisan ini teks agenda dasar atau NCM “Membangun Kembali Indonesia” akan dianalisis sebagai pesan politiknya.

Bersamaan dengan itu penelitian ini menggunakan juga analisis hermeneutik terhadap teks agenda dasar NCM “Membangun Kembali Indonesia” dalam relasinya dengan banyak teks lain. Proses

penafsiran dalam hermeneutik disebut . Orang

menafsirkan suatu teks dimulai dengan cara dia memeriksanya dalam istilah-istilah pengertian umum yang mungkin teks itu miliki, dia memberi batasan pengertian umum itu dengan mengujinya teks tersebut. Demikian seterusnya proses penafsiran dapat dimulai dari spesifik ke umum.31

Lebih lanjut penulis bermaksud meneliti bagaimana makna bahasa politik NCM seperti yang ditulisnya secara tekstual dalam agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” dengan judul Bahasa

30 Akhyar Yusuf Lubis,

(Jakarta,

Pustaka Indonesia Satu, Cetakan Pertama, April 2006), 44-45.

31 Stephen W. Littlejohn, (California,

Wadsworth Publishing Company, Fifth Edition, 1996), 211.

platform

hermeneutic circle

Dekonstruksi Epistimologi Modern Dari Posmodernisme Teori Kritis Poskolonialisme Hingga Cultural Studies

(33)

Platform

Indonesia Kita

mask

The Language of Indonesian Politics

.

Politik Nurcholish Madjid: Analisis Semiotik terhadap “Membangun Kembali Indonesia”.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dengan judul tertulis di atas, penulis merumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah bagaimana makna pesan politik NCM yang ditulisnya secara tekstual menjadi agenda dasar “Membangun

Kembali Indonesia” dalam buku yang diterbitkan oleh

Universitas Paramadina, Cetakan ketiga, Maret 2004. Permasalahan pokok itu kemudian penulis uraikan dalam beberapa permasalahan terkait sebagai berikut:

1. Bagaimana makna pesan politik NCM dalam sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” dilihat berdasarkan lingkungan teks dan dialog dengan teks lainnya (intertekstualitas)?

2. Bagaimana makna struktur bahasa politik NCM (makna pembentukan unsur-unsur teks) dan bagaimana NCM menyusun dan memaknai nilai-nilai ajaran Islam dalam politik (makna teks berdasarkan latar belakang pemroduksi teks) seperti yang ditulisnya secara tekstual dalam sepuluh agenda dasar politik “Membangun Kembali Indonesia”? Penelitian ini lebih lanjut akan memperkuat bantahan Mochtar Pabottingi terhadap tesis Anderson bahwa bahasa Indonesia sudah kehilangan etos “revolusioner”-nya, karena tertimpa proses penghalusan sehingga dinamika yang semula menandainya ini tak ada lagi. Ia sudah mengalami proses kramanisasi. Ia sudah terperangkap dalam “imaji orang Jawa tentang politik” dimana topeng ( ) punya peranan penting dalam tulisannya yang terkenal , tahun 1966 dan ”Cartoons and Monuments: The Evolutions of Political Communications under the New Order,” tahun 1978

(34)

termasuk bahasa “ ” dan komunitas ini memperkenankan “para pelaku bahasa-bahasa tersebut kedalam komunitas wacana yang dirumuskan sebagai bahasa .”32 Hasil penelitian ini pun membantah tesis Siegel tersebut. Almarhum NCM sebagai seorang cendikiawan muslim terkemuka tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai topeng dengan cara penghalusan kata berupa gaya bahasa eufemisme seperti tertulis dalam “Membangun Kembali Indonesia”.

Penelitian ini bertujuan merumuskan konsep bagaimana bahasa politik NCM yang ditulisnya secara tekstual dalam agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” dan telah dipublikasikan kepada masyarakat Indonesia. Di samping itu penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui makna bahasa politik NCM seperti yang ditulisnya secara tekstual menjadi sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia”;

2. Mengungkap bagaimana makna intertekstualitas pesan politik NCM dan menjelaskan makna nilai-nilai ajaran Islam dalam politik seperti yang ditulis oleh NCM secara tekstual menjadi sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia”;

Penelitian tentang bahasa politik NCM ini dapat memberikan kontribusi sbb.:

1. Secara teoritis

Penelitian ini menambah khazanah ilmiah dalam konsep komunikasi pilitik di Indonesia berupa bukti-bukti empiris sosialisasi penerapan nilai-nilai Islam dalam sistem demokrasi politik Indonesia modern;

2. Secara praktis

32Mochtar Pabottingi, ”Bahasa, Kramanisasi, dan Kerakyatan,” dalam Yudi Latif dan Idi Subandi Ibrahim, ed. 154.

ngoko

krama

platform

C. Tujuan Penelitian

(35)

Peranan Pers dalam Politik di Indonesia,

Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikira Politik Radikal dan Akomodatif

Komunikasi Politik Indonesia dinamika

Peranan Pers dalam Politik

Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif

Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian mendalam bagi partai-partai politik di Indonesia dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional berdasarkan karakter nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman.

Penelitian tentang komunikasi politik sesungguhnya sejak dini telah menjadi subjek yang menarik perhatian tokoh-tokoh pertama ilmu komunikasi di Indonesia, seperti terlihat dalam disertasi Astrid S. Susanto Sunario tentang pengaruh kekuatan politik di lik pendirian Dewan Pers di Inggris –“Die Politischen Krafte hinter der Enstehung des Britischen Presserates” tahun 1964 dan disertasi M. Alwi Dahlan berjudul “Anonymous Disclosure of Goverment Information as a Form of Political Communication,” di University of Il inois tahun 1967.

Harsono Suwardi pada tahun 1993 menulis buku berjudul Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, membahas bagaimana kontribusi media massa dalam proses kehidupan politik bagi para pembaca pada Pemilui 1987 1992 di Indonesia. Menurutnya komunikasi politik adalah setiap bentuk penyampaian pesan politik, baik berupa lambang, kata-kata terucapkan, atau tertulis, ataupun melalui pesan-pesan visual, baik secara langsung ataupun tidak kepada sejumlah sasarannya.33

Pada tahun 2004 Asep Saeful Muhtadi menulis buku berjudul

, Jakarta, LP3ES, Cetakan I, membahas bagaimana Nahdlatul Ulama meneruskan informasi politik dari penguasa kepada ummat dan mengemukakan kepentingan ummat ke pihak penguasa.34

Empat tahun kemudian, pada tahun 2008 Asep Saeful Muhtadi pun menulis buku berjudul

33 Harsono Suwardi, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, Cetakan I, 1993),44.

34Asep Saeful Muhtadi,

(36)

, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan I, membahas tentang peran-peran yang dimainkan kekuatan-kekuatan Islam dalam politik yang pada umumnya dilakukan secara individual dan tidak dilakukan secara kelembagaan baik yang disadari atau tidak disadari. Proses tersebut pada dasarnya telah membawa kekuatan Islam dalam ruang politik praktis.35

Studi komunikasi politik juga menjadi tanda sebuah pendekatan baru dalam ilmu politik di mana bahasa secara ontologis dilihat sebagai alat atau “wakil” suatu kekuasaan dan secara epistimologis dilihat berdasarkan pemahaman bahwa bahasa adalah produk suatu zaman/kebudayaan/kekuasaan, bahasa lalu dilihat sebagai paradigma. Paradigma positivisme telah memberikan sumbangan yang besar dalam penelitian bahasa politik dan sejak lahirnya paradigma baru dalam penelitian, yakni postpo isme dengan model pendekatan kualitatif, khazanah penelitian bahasa politik pun bertambah. Kini mulai dikembangkan teori-teori baru yang secara internal dalam ilmu bahasa maupun teori-teori yang lahir dari perpaduan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam ilmu komunikasi misalnya dikembangkan teori-teori analisis wacana, stilistika, semiotik, dramaturgi, yang merupakan teori-teori sastra dan bahasa, di samping teori-teori sosial teori dan teori-teori psikologi. Teori-teori ini biasanya dijadikan alat untuk mengkaji teks media.36

Politisasi bahasa memang sudah menjadi karakter dari penggunaan bahasa kekuasaan Orde Baru. Penguasa Orde Baru telah menjadikan bahasa sebagai subordinat dari kekuasaan politik yang tercermin dalam pembangunan. Bahasa telah direkayasa sebagai komoditas politik demi kepentingan kelompok-kelompok dominan. Munculnya istilah-istilah eufimisme yang secara makna dikudeta oleh para penguasa Orde Baru telah mengubah pandangan dan cara berpikir masyarakat Indonesia yang menjadi subjek bahasa.37 Kata rawan

35 Asep Saeful Muhtadi,

(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, Cetakan I, 2008), iii.

36 Deddy Mulyana,

(Bandung,Rosdakarya, 2001), 143.

37 Virginia Matheson Hooker, “The New Standardization of Language”,

90.

Islam Politik Pasca-Orde Baru

Komunikasi Politik Indonesia Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru

(37)

Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar

pangan berbeda makna dengan kelaparan, karena dalam pikiran kita tidak pernah hadir bayangan orang-orang yang kelaparan karena tidak ada yang bisa dimakan. Demikian pula kata demi nusa dan bangsa. atau demi persatuan dieksploitasi untuk kepentingan politik agar kita tidak berpikir kritis. Di sini bahasa politik merupakan bahasa yang dipergunakan para elite politik dan elite birokrasi untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan kekuasaan.

Berdasarkan uraian di atas dan fakta-fakta di lapangan, bahasa politik akan bercirikan: 1) terjadinya politisasi makna atas bahasa -bahasa yang dipergunakan-nya; 2) terjadi penghalu-san makna, dalam bentuk eufimisme bahasa dan 3) terjadinya bentuk-bentuk bahasa propaganda dalam rangka meyakinkan pihak lain, terutama masyarakat. Propaganda yang paling berbahaya adalah bahasa-bahasa agitasi (menebar permusuhan) dan bahasa-bahasa rumor (tidak jelas sumber beritanya).38

Sementara karya tulis tentang NCM pada ghalibnya berhubungan dengan studi Islam seperti dalam tesis pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditulis oleh Ahmad Tho’at (2002) berjudul “Gerakan Dakwah Islam Kultural dan Islam Skriptural di Indonesia 1970-1998:Studi Komperatif Nurcholish Madjid dan A.M. Fatwa,”39 dan tesis Muhammad Afif (2003), “Teologi Islam tentang Agama-Agama Studi Kritis terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid,”40 dengan permasalahan pokok bagaimana keabsahan dan posisi pemikiran atau gagasan teologi agama-agama NCM dalam doktrin ajaran Islam (Al-Qur’an) dan masih relevankah pemikiran atau gagasan teologi agama-agama NCMdengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, serta tesis Siti Nadrah, “Pandangan Keagamaan Nurcholish Madjid: Perspektif Paham Keagamaan Post-Modernisme.”.

38Anwar, , 19.

39Ahmad Thoat, “Gerakan Dakwah Islam Kultural dan Islam Skriptural di

Indonesia 1970-1998: Studi Komperatif Nurcholish Madjid dan A.M. Fatwa” (Jakarta, Sekolah Pascasarjana Institut agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002).

(38)

Chaeder S. Bamualim pada tahun 1998 menulis tesisnya di Universitas Leiden tentang pembaruan Islam NCM berjudul “Transforming the Ideal Transcendental into Historical Humanistic: Nurcholish Madjid Islamic Thingking in Indonesia (1970-1995), ” dan pada tahun 1999 Siti Fatimah menulis tesis di McGill University berjudul, “Modernism and Contextualization of Islamic Doctrines: The Reform of Indonesian Islamic Preoposed by Nurcholish Madjid.”.

Sedangkan karya tulis dalam bentuk buku tentang NCMantara lain adalah buku yang berisikan kritik terhadap ide sekularisasi NCM

,41 oleh M. Rasjidi, Jakarta, Yayasan Bangkit, 1972 dan

,42 oleh Endang Saefuddin Anshori, Bandung, Bulan Sabit, 1973, serta buku

,43 Jakarta, LSI, 1987 karya Muhammad Kamal Hassan yang diterjemahkan oleh Ahmadie Thoha dari disertasinya di Columbia University tahun 1975 berjudul “Muslim Intelectual Responses to “New Order” Modernization in Indonesia.”.

Buku ,44

Jakarta, Usamah Press, 1993 dan buku

,45 Jakarta, LSIP, 1995 keduanya ditulis oleh Daud Rasyid yang mengkritisi apa saja kesalahan-kesalahan ide pembaruan Islam NCM secara evaluatif, seperti halnya buku ,46 oleh Abdul Qadir Djaelani, Bandung, Yadia, 1994.

41 M. Rasjidi, (Jakarta, Yayasan

Bangkit, 1972).

42 Endang Saefuddin Anshori,

(Bandung, Bulan Sabit, 1973). 43 Muhammad Kamal Hassan,

,” terj. Ahmadie Thoha(Jakarta, LSI, 1987).

Sekularisme dalam Persoalan Lagi

Kritik atas Paham dan Gerakan Pembaharuan Drs. Nurcholish Madjid

Modernisasi Indonesia: Respon Cendikiawan Muslim

Pembaharuan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan Menggugat Pembaharuan Pemikiran Keagamaan

Menelusuri Kekeliruan Pembaharuan Pemikiran Islam Cak Nur

Sekularisme dalam Persoalan Lagi

Kritik atas Paham dan Gerakan Pembaharuan Drs. Nurcholish Madjid

Modernisasi Indonesia: Respon

Cendikiawan Muslim

Pembaharuan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan Menggugat Pembaharuan Pemikiran Keagamaan

(39)

Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid

Neo-Modernisme Islam di Indonesia: Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurraman Wahid,.

Zaman Baru

Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman

Wahid

Greg Barton dari Monash University pada Departement of Asian Studies and Languages pada tahun 1995 menulis disertasi berjudul “The Emergences of Neo-Modernism: A Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought in Indonesia (A Textual Study Examining the Writing of Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib and Abdurrahman Wahid 1968-1980).”. Disertasi ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Nanang Tahqiq dengan judul

,47 diterbitkan oleh Paramadina bekerjasama dengan Pustaka Antara, Yayasan Adikarya IKAPI dan the ord Foundation tahun 1999. Isinya secara deskriptif memaparkan pembaruan pemikiran Islam NCM tanpa berpretensi menilainya atau meng-kritisinya. Kajian atas pemikiran NCM dalam buku ini menyangkut tiga hal: 1) Pembaruan pemikiran Islam; 2) Islam dan masyarakat modern-industrial dan 3) Islam dan hubungan antara iman dan ilmu.

Hasil penelitian Amir Aziz yang diterbitkan bekerjasama dengan The Toyota Foundation dan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Jakarta dengan judul

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai tokoh neo-modernis pemikiran NCM secara adil menakar kelebihan modernisme dan tradisionalisme dalam Islam dan merumuskannya dalam pandangan Islam yang komprehensif bercirikan watak inklusivismenya terutama terlihat dalam pemikiran-pemikiran NCM tentang masalah-masalah aktualyang terjadi di tengah umat Islam Indonesia, terutama dalam bidang sosial dan politik.

Buku karya Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandi Ibrahim meneliti perbandingan pemikiran dan aksi politik cendi iawan muslim Indonesia pada dekade 1980-1990an dengan judul,

47 Greg Barton,

(40)

,48 Jakarta, Penerbit Zaman Wacana Mulia, Cetakan I, 1998. Buku ini berasal dari tesis Dedy Djamaluddin Malik di Universitas Padjajaran, Bandung, tahun 1992.

Buku

,49 oleh Sufyanto, Yogyakarta, Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001 dan buku

,50 oleh Nur Kholik Ridwan, Yogyakarta, Galang Press, 2002. Pembahasan buku pertama menitikberatkan pada konsep masyarakat madani yang dikemukakan oleh NCMberkaitan dengan persoalan sosial politik bangsa Indonesia. Sedangkan buku kedua menguraikan tentang gagasan pluralismenya secara kritis dalam perspektif sosiologi.

Demikian pula Andi Faisal Bakti menuliskan hasil penelitiannya pada tahun 2004 berjudul Paramadina and its Approach to Culture and Communication: an Engagement in Civil Society,” dalam jurnal TIRE A PART ARCHIPEL 68. Isinya antara lain berkenaan tentang konsep dan masyarakat madani menurut NCM yang terdiri dari berbagai pendekatan Paramadina dalam upaya mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

Satu tahun kemudian Bakti secara lebih khusus meneliti tentang pemikiran NCM dalam satu tulisannya yang dimuat dalam Asian Journal of Social Science berjudul “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid’s Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularization, and Democracy mengungkapkan bahwa NCM menggunakan pendekatan budaya dalam kerangka nasionalisme

48Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandi Ibrahim,

(Jakarta, Penerbit Zaman Wacana Mulia, Cetakan I, 1998).

49 Sufyanto,

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001).

50 Nur Kholik Ridwan,

(Yogyakarta, Galang Press, 2002).

Muslim Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, Jalaluddin Rakhmat

Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholish Madjid

Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Nurcholish Madjid

Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholish Madjid

(41)

Teologi Pembaruan Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX

Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais

platform

,

Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid Seputar Isu Sekularisasi dalam Islam

Pergulatan Pemikiran Islam Kontemporer di

Brill

Teologi Pembaruan Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX

Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais

Studia Islamika

Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid Seputar Isu Sekularisasi dalam Islam

Indonesia untuk membahas masalah sosial dan politik umat Islam di Indonesia.51

Buku karya Fauzan Saleh diterbitkan pada bulan Juli tahun 2004 berjudul

, Jakarta, PT Serambi Ilmu Semesta, Cetakan I, antara lain berisikan tentang konsep Islam kultural NCM.52

Buku karya Idris Thaha berjudul

,53 Jakarta, Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, 2004 merupakan hasil penelitian tentang kesesuaian antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Buku ini berisikan kajian ilmu politik yang meneliti perbandingan pemikiran dan aksi politik M. Amien Rais dan NCM termasuk sebagian butir-butir politik NCM, tapi tidak membahas tentang rekonsiliasi nasional dan reformasi ekonomi.

Ann Kull pada tahun 2005 menulis buku dari disertasinya berjudul “Piety and Politics: Nurcholish Madjid and His Interpretation of Islam in Modern Indonesia” pada Departement of History and Anthropology of Religion, Lund University, Sweden yang menekankan pembahasan tentang masalah keagamaan dan politik.54 Pada bulan Juli 2010 Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Faisal Ismail menulis buku

, Jakarta, Lasswell Visitama.55

Alkhendra dalam disertasinya melakukan kajian komparatif pemikiran tentang Islam antara Harun Nasution, Munawir Sjadzali dan NCM dengan judul “

51Andi Faisal Bakti, “Islam and Modernity: Nurcholish Madjid’s

Interpretation of Civil Society, Pluralism, Secularization, and Democracy” dalm (Leiden: Brill Academic Publisher, 2005).

52Fauzan Saleh,

(Jakarta, PT Serambi Ilmu Semesta, Cetakan I, Juli 2004).

53 Idris Thaha,

(Jakarta, Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, 2004).

54 Nurcholish Madjid, Memadukan Kesalehan dan Politik,

, Volume 12, Number 2, 2005.

55 Faisal Ismail ,

(42)

56 Disertasi lainnya yang mengikutsertakan NCM sebagai subjek penelitian adalah karya Awis Karni berjudul “

Disertasi yang khusus meneliti NCM sebagai subjek penelitian dari perspektif dakwah Islam adalah karya Abdul Pirol berjudul “Gerakan dan Pemikiran Dakwah Nurcholish Madjid,” di dalamnya dinyatakan bahwa NCM adalah seorang cendikiawan muslim yang

melaksanakan dakwah Islam melalui pendekatan yang

mengedepankan tindakan partisipatoris.57 Selain itu penelitian yang khusus membahas pemikiran NCM tentang sekularisasi dan pluralisme telah dilakukan oleh Muhammad Rusydi berjudul “Analisis terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi dan Pluralisme,” penelitian ini menguraikan secara historis gagasan NCM tentang sekularisasi dan pluralisme.58

Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan tinjauan kepustakaan tertulis di atas, penulis menganggap persoalan bagaimana makna pesan politik NCM yang ditulisnya secara tekstual menjadi sepuluh agenda dasar “Membangun Kembali Indonesia” dalam buku yang diterbitkan oleh Universitas Paramadina, Cetakan ketiga, Tahun 2004, belum diteliti secara khusus dan mendalam sehingga dapat mengungkap bagaimana bahasa politik NCM dan apa maknanya serta relevansinya dengan pembangunan RI pasca era reformasi ini.

56 Alkhendra, Pergulatan Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia:

Studi terhadap Pemikiran Harun Nasution, Munawir Sjadzali dan Nurcholish

Madjid” (Jakarta, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).

57 Abdul Pirol, “Gerakan dan Pemikiran Dakwah Nurcholish Madjid” (DisertasiSekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

58 Muhammad Rusydi, “Analisis terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid

tentang Sekularisasi dan Pluralisme” (Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009).

Indonesia: Studi terhadap Pemikiran Harun Nasution, Mu ir Sjadzali dan Nurcholish Madjid.”

Dakwah Islam di Perkotaan: Studi Kasus Yayasan Wakaf Paramadina.”.

communitarian

Indonesia Kita

Gambar

Tabel 2. Perbandingan Bahasa Politik
Tabel 3 Disain Penelitian
Tabel 1 diadaptasi dari Jalaluddin Rakhmat (1990) dan M. Ali Aziz (2009).41
Gambar 2 diadaptasi dari Tina         BagianKoch, 1995.114
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua perspektif inilah yang saat ini telah digunakan oleh masyarakat dalam melihat mitos seni propaganda pada kegiatan pilpres 2014 dalam bentuk video klip musik

Bagi penulis dalam proses transisi demokrasi di Indonesia, khususnya pada aspek politik lokal, media memainkan peran yang penting dalam komunikasi politik

Berdasarkan hasil perumusan seminar politik bahasa nasional dikemukakan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi, yakni (1) bahasa

Seiring dengan perubahan sistem politik di Indonesia, utamanya dalam Pemilu 2009, dengan masa kampanye lebih lama dan sistem suara terbanyak, membuat komunikasi dan pencitraan

Alasan pemilihan bahasa yang dilakukan oleh parlok dalam komunikasi politik secara dominan disebabkan oleh karena kebiasaan dan fasih (58.48%), merasa akrab (17.98%),

Di dalam konteks wacana iklan kampanye politik caleg, pilihan bahasa melalui klasifikasi leksikal berfungsi sebagai ekspresi ideologis untuk membentuk pandangan

kajian Teori Pemikiran Politik dalam Islam Secara etimologi, politik berasal dari Bahasa Latin politicos atau politicus, artinya relating to citizen hubungan warga negara, keduanya

Jadi, kesimpulannya, penggunaan kata-kata atau bahasa politik bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi instrumen kekuasaan yang kuat dalam membentuk opini publik,