PADA PRAKTIK RESIDENSI
2.2 Tinjauan Teoritis .1 Kanker .1 Kanker
2.2.2 Fatigue Pada Anak dengan Kanker .1 Definisi .1 Definisi
Fatigue atau kelelahan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan
stres dan masalah yang mendalam bagi pasien yang menderita kanker, menjalani pengobatan dan pasien kanker pada akhir kehidupan. Fatigue adalah sensasi atau perasaan lelah yang mendalam atau adanya kesulitan untuk melakukan pergerakan seperti menggerakan tangan, atau kaki atau membuka mata yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor personal (sosial), dan faktor pengobatan yang mengakibatkan kesulitan untuk bermain, susah berkonsentrasi, emosi negatif dan paling sering adalah perasaan sedih dan marah (Hockenberry et al., 2003; Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Pasien anak dengan usia yang berbeda dapat menggambarkan fatigue sebagai sesuatu yang berbeda. Anak yang lebih muda (< 9 tahun) mengungkapkan bahwa fatigue mempengaruhi kemampuan mereka dalam aktivitas fisik. Anak usia 10-12 tahun menggambarkan bahwa kelelahan yang berat akan mempengaruhi aktivitas harian mereka baik fisik ataupun psikososial dengan perubahan rutinitas harian, sekolah dan penampilan. Remaja menggambarkan fatigue sebagai suatu keadaan yang sangat lelah dan berbeda dengan kelelahan normal serta memberikan dampak yang sangat besar terhadap aspek fisik, psikososial terutama perubahan rencana masa depan mereka dan penampilan diri (Chiang et al., 2009).
2.2.2.2 Penyebab
Beberapa faktor yang menyebabkan fatigue adalah karena efek samping pengobatan, stres emosional, anemia, gangguan tidur, ketidakseimbangan nutrisi (tidak adekuat), penurunan status fungsional dan gejala ikutan akibat gangguan lain seperti alkohol/penyalahgunaan zat, gangguan jantung, gangguan endokrin, gangguan gastrointestinal (GI), gangguan hepar, infeksi, gangguan neurologis, gangguan
pernafasan dan gangguan perkemihan (NCCN, 2011). Pada anak, penggunaan obat kortikosteroid dan penurunan nilai hemoglobin meningkatkan terjadinya gejala fatigue (Yeh et al., 2008). Faktor penyebab fatigue pada anak terdiri atas faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor situasional.
1) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis seperti anemia, status nutrisi dan perubahan biokimia sekunder karena penyakit dan pengobatan. Fatigue dapat dihubungkan dengan transplantasi sumsum tulang, pembedahan radiasi atau kemoterapi (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010). Deksametason secara signifikan dapat menyebabkan perubahan waktu tidur, sering terbangun tengah malam dan kebutuhan untuk tidur siang serta dapat meningkatkan fatigue pada anak dan remaja dengan leukemia limfositik akut (Hinds et al., 2007).
Anak yang lebih kecil tidak menyadari perubahan pada stamina fisik dan aktivitas harian. Sementara anak yang lebih besar/remaja secara sederhana menerima fatigue dan berkurangnya energi sebagai konsekuensi dari kanker (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
2) Faktor psikologis
Kecemasan dan depresi dapat menyebabkan fatigue. Fatigue juga berhubungan dengan depresi atau seseorang dapat menjadi depresi karena fatigue yang menetap (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
3) Situasional
Pola tidur yang sering berubah terutama selama dirawat di rumah sakit dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya fatigue. Menurut Honckenberry-Eaton (1999) dalam Belmore dan Tomlinson
(2010) beberapa penyebab fatigue yang diungkapkan remaja adalah karena kebisingan, gangguan tidur, nyeri, ketakutan, efek pengobatan dan kebosanan. Sedangkan orang tua mengidentifikasi bahwa fatigue pada anak disebabkan oleh kebisingan di rumah sakit, banyak gangguan, menunggu dan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010). Tabel 2.1 menjelaskan tentang beberapa penyebab fatigue pada anak.
Tabel 2.1. Faktor Penyebab Fatigue pada Anak
(Hockenberry-Eaton et al. 1999 dalam Belmore & Tomlinson, 2010) Penyebab fatigue Faktor yang berkontribusi
Pengobatan Kemoterapi, radiasi, pembedahan
Manjadi aktif Merasa lelah setelah bermain atau beraktivitas
Nyeri Lelah ketika mengalami nyeri
Lingkungan rumah sakit Kebisingan, banyaknya gangguan Perubahan tidur Perubahan pola tidur menyebabkan
kesulitan untuk tidur disepanjang malam
Penurunan jumlah sel darah
Merasa lelah ketika terjadi mielosupresi
2.2.2.3 Patofisiologi
Fatigue pada pasien kanker dianalisis berdasarkan perspektif fisiologis,
anatomi dan psikologis. Fatigue terjadi karena adanya perubahan pada otak dan tulang belakang (fatigue sentral dengan fatigue perifer) yang berada pada sambungan neuromuskular dan jaringan otot. Fatigue sentral digambarkan sebagai kesulitan untuk mempertahankan aktivitas volunter yang dimanifestasikan dengan kegagalan untuk melaksanakan fungsi fisik dan mental yang membutuhkan motivasi diri dan perilaku internal, atau kegagalan fungsi kognitif dan kelemahan pergerakan (Wang, 2008).
Menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN), penyebab
transplantasi sumsum tulang, imunoterapi, terapi radiasi, anemia dan faktor yang diidentifikasi dapat menyebabkan fatigue seperti nyeri, stres emosional, gangguan tidur, anemia, defisiensi nutrisi, kondisi kardial, gangguan lain yang dapat berkembang menjadi fatigue. Namun tidak semua pasien dengan penyebab ini, menunjukkan tanda fatigue (Wang, 2008).
Meskipun penyebab dan faktor risiko terjadinya fatigue pada pasien kanker kurang terlalu jelas, ada beberapa hipotesa atau teori yang menjadi patofisiologi dari fatigue. Mekanismenya terdiri atas
proinflamatory sitokin, faktor pertumbuhan, modulasi ritmik sirkadian,
gangguan aksis HPA, disregulasi serotonin, aktivasti vagal-afferent, anemia dan abnormalitas dari adenosine trifosfat (Wang, 2008).
1) Mekanisme proinflamatory sitokinin
Beberapa studi menunjukkan bahwa sitokinin memainkan peranan yang penting terhadap terjadinya fatigue pada pasien kanker sebagai mekanisme biologis. Hipotesa proinflamatori sitokinin berdasarkan pada reaksi inflamasi yang menyebabkan perilaku sakit dimana disregulasi inflamasi dan toksik yang dihasilkan dan menyebabkan perubahan biologis yang diungkapkan sebagai gejala fatigue.
2) Mekanisme faktor pertumbuhan
Hipotesis faktor pertumbuhan menyatakan bahwa tingkat faktor pertumbuhan endotel vaskuler (vascular endothelial growth
faktor/VEGF) berhubungan dengan pengobatan yang menyebabkan
fatigue. VEGF adalah sitokin angiogenik yang mempunyai relevansi
yang tinggi terhadap kanker, menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru yang penting untuk pertumbuhan tumor dan metastasis.
3) Mekanisme modulasi irama sirkadian (Circadian Rhythm Modulation Hypothesis)
Penelitian menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara ritmik sirkadian dan fatigue pada pasien kanker yang berfokus pada ritme sekresi dan hormon kortisol pada waktu stres dan waktu istirahat/aktivitas. Studi klinis menunjukkan bahwa epidermal growth
factor receptor (EGFR) seperti transforming growth factor-alpha
(TGF-a), menghambat sinyal ke hipotalamus yang mengatur ritme perilaku. Observasi klinis mengindikasikan bahwa peningkatan tingkatan TGF-a berhubungan dengan fatigue, ritme sirkadian yang datar dan penurunan nafsu makan. Gangguan tidur dapat terjadi pada pasien kanker dan dapat mengakibatkan perubahan ritme sirkadian pada waktu istirahat/aktivitas.
4) Disregulasi serotonin
Teori yang mendasari disregulasi serotonin yang dapat menjelaskan kanker adalah bahwa fatigue dan pengobatannya dapat menyebabkan peningkatan kadar serotonin otak (5-hydroxytryptamine[5-HT) yang berada di bagian otak. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pergerakan somatomotor, modifikasi fungsi aksis HPA dan sensasi penurunan kapasitas/kemampuan untuk melakukan fungsi fisik.
5) Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis Disruption Hypothesis
Aksis HPA merupakan sistem sentral yang mengatur pelepasan hormon stres kortisol. Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kanker dan pengobatannya baik langsung ataupun tidak langsung dapat menyebabkan perubahan fungsi HPA, menyebabkan perubahan endokrin, yang berkontribusi terhadap fatigue.
6) Vagal-Afferent–Activation Hypothesis
Hipotesis vagal afferent activation menyatakan bahwa kanker dan pengobatannya menyebabkan pelepasan spektrum molekul neuroaktif perifer (seperti serotonin, sitokin, prostaglandin) yang dapat mengaktivasi nervus vagus aferen. Efek keseluruhan dapat dimanifestasikan dengan penurunan gerakan somatik dan perubahan yang berkelanjutan pada otak yang dapat menyebabkan fatigue.
7) Hipotesis anemia
Kanker yang berhubungan dengan anemia dapat memberikan dampak pada pasien dan berhubungan dengan komplikasi seperti fatigue, dispnea, palpitasi, pusing dan penurunan fungsi kognitif. Anemia mengakibatkan berkurangnya hantaran oksigen ke jaringan meskipun tubuh melakukan kompensasi untuk mengurangi efek pada sel darah merah. Hipoksia berhubungan dengan perubahan fungsi organ yang mengakibatkan anemia atau disfungsi hemoglobin yang dapat menyebabkan fatigue.
8) Adenosine Triphosphate Hypothesis
Perasaan kelelahan dan berkurangnya energi dikeluhkan oleh pasien dengan kanker yang selalu mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan kerja mekanis. Kanker dan pengobatannya dapat menyebabkan kerusakan pada regenerasi adenosine trifosfat dan penumpukan hasil metabolisme sampingan dalam sambungan neuromuskular dan otot tulang. Adenosin trifosfat merupakan sumber energi yang paling tinggi untuk kontraksi otot skeletal dan adanya gangguan metabolisme adenosine trifosfat pada pasien kanker dapat menurunkan kemampuan fisik. Mekanisme ini dapat menyebabkan
2.2.2.4 Penanganan
Pedoman umum untuk managemen fatigue terdiri atas beberapa proses yaitu screening (pengkajian), evaluasi primer, intervensi dan evaluasi kembali. Tenaga kesehatan professional harus mengkaji fatigue dan apabila ditemukan adanya gejala fatigue, maka perlu ditentukan intensitas dan tingkatan dari gejala. Apabila pasien mengalami intensitas fatigue sedang sampai dengan berat, maka perlu dilakukan evaluasi primer yang berfokus pada riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Pada fase evaluasi primer, juga dilakukan pengkajian yang mendalam terkait dengan gejala fatigue dan mengevaluasi faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya fatigue sehingga memungkinkan untuk memberikan penanganan yang tepat dan cepat (NCCN, 2011). Setelah dilakukan evaluasi primer, kemudian disusun suatu intervensi yang dapat menangani fatigue berdasarkan status klinis pasien (sedang menjalani pengobatan, setelah pengobatan, atau pada akhir kehidupan). Pendidikan kesehatan dan konseling diyakini sebagai fokus utama penanganan fatigue. Intervensi dapat berupa intervensi farmakologis, dan nonfarmakologis atau kombinasi diantara keduanya. Tahapan akhir dalam managemen fatigue adalah evaluasi kembali tentang keefektivan intervensi yang diberikan dalam menangani gejala fatigue (NCCN, 2011).
1) Screening
NCNN tahun 2011 merekomendasikan screening fatigue pada pasien kanker usia > 12 tahun adalah dengan menggunakan skala 0-10, di mana 0 menunjukkan tidak adanya gejala fatigue dan 10 menunjukkan gejala fatigue yang sangat berat. Skala ini digunakan dengan menanyakan kepada pasien tentang seberapa besar gejala fatigue yang dirasakan dalam satu minggu terakhir. Klasifikasi berat ringannya
fatigue adalah ringan 0-3, sedang 4-6 dan berat 7-10. Screening fatigue pada anak usia 7-12 tahun adalah dengan menggunakan skala
Gambar 1. Skala Fatigue
1-5, dimana 1 menunjukkan tidak adanya fatigue, dan 5 menunjukkan gejala fatigue yang berat. Klasifikasi berat ringannya fatigue adalah ringan 1-2, sedang 3 dan berat 4-5. Screening fatigue pada anak usia 5-6 tahun adalah dengan menggunakan pertanyaan sederhana apakah anak merasakan letih atau tidak, dengan klasifikasi ringan: tidak letih dan berat jika letih.
Pengkajian fatigue oleh Oncology Nursing Society (ONS) dapat digunakan pada pasien yang belum mempunyai kemampuan untuk membaca dan memudahkan dalam interpretasi. Skala pengkajian ini diadaptasi oleh ONS dari Lienar Analog Scale Assessment (LASA) yang menggambarkan fatigue dengan kata-kata dengan skala 0-10 dan gambar kartun (ONS dalam Madden & Newton, 2005) (lihat gambar 1).
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa adanya tingkatan fatigue dimana angka 0 menyatakan tidak ada fatigue, 1-3 fatigue ringan, 4-6
fatigue sedang, 7-9 fatigue berat dan 10 gejala fatigue yang sangat
berat.
Suatu studi yang bertujuan untuk mengembangkan instrumen pengkajian fatigue pada anak menunjukkan bahwa skala fatigue pada anak (childhood fatigue scale/CSF) dapat digunakan untuk mengkaji
adanya fatigue pada anak usia 7-12 tahun. Uji instrument ini dilakukan pada 149 anak usia 7-12 tahun yang menjalani kemoterapi untuk kanker di 7 rumah sakit pusat kanker anak Amerika Serikat. CSF terdiri atas 14 item pernyataan dengan 2 bagian yaitu frekuensi dan intensitas. Anak ditanya tentang gejala fatigue yang dialami dalam 1 minggu terakhir dengan alternatif jawaban ya/tidak (frekuensi). Apabila anak menjawa “ya”, anak akan ditanya tentang intensitas
fatigue yang dirasakan dengan menggunakan skala Likert (1: tidak
merasakan sama sekali, 2: sedikit, 3: agak, 4: cukup, dan 5: sangat berat). Rentang skor frekuensi adalah 0 sampai 14 dan skor untuk intensitas adalah 0-70, dengan skor tertinggi menunjukkan fatigue yang sangat berat. Instrumen ini menunjukkan estimasi validitas dan reliabilitas yang cukup kuat untuk mengukur gejala fatigue pada anak (Hockenberry et al., 2003). Skala fatigue pada anak dapat dilihat pada table 2.2.
Pengkajian fatigue pada anak remaja dikembangkan oleh Hinds et al., (2008). Skala fatigue pada remaja (Fatigue scale adolescent/FS-A), diuji pada 64 remaja yang menjalani pengobatan kuratif kanker. FS-A terdiri atas 14 item pernyataan. Anak ditanya tentang apa yang dirasakan dalam 1 minggu terakhir dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert yaitu 1: tidak merasakan sama sekali, 2: sedikit, 3: sebagian waktu, 4: cukup, dan 5: setiap waktu. Rentang estimasi konsistensi internal 0,67-0,95. FS-A dapat digunakan untuk mengukur gejala fatigue pada remaja dengan validitas yang cukup kuat dan reliabilitas yang baik. Skala fatigue pada remaja dapat dilihat pada table 2.3.
Tabel. 2.2. Childhood Fatigue Scale
No Pernyataan Frekuensi Intensitas
Ya Tidak 1 2 3 4 5
1 Saya merasa capek
2 Saya merasakan tubuh saya berbeda dari sebelumnya 3 Saya merasa capek pada pagi
hari
4 Saya merasa butuh tidur siang 5 Saya merasa capek ketika
bermain
6 Saya hanya bermain di sekitar rumah
7 Saya merasa sedih 8 Saya merasa marah 9 Saya harus berhenti dan
beristirahat ketika berjalan 10 Saya merasa capek untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
11 Saya merasa capek ketika berlari
12 Saya sangat ingin tidur 13 Tidur malam saya cukup lama 14 Saya susah berkonsentrasi atau
berfikir Skor total
Keterangan (intensitas):
1 : tidak sama sekali 2 : sedikit
3 : lebih dari sedikit (agak) 4 : cukup
Tabel. 2.3. Fatigue Scale Adolescent (FS-A)
Apakah yang kamu rasakan dalam waktu 7 hari terakhit, silahkan pilih jawaban sesuai dengan yang kamu alami
Silahkan berikan tanda (√) jawaban sesuai dengan yang
kamu alami
1 2 3 4 5
1 Saya merasa tubuh saya letih 2 Saya merasakan tidak bertenaga 3 Saya merasa bergerak lebih lambat 4 Saya butuh istirahat lebih banyak 5 Saya ingin tidur lebih lama
6 Saya merasa kesulitan untuk melakukan tugas sekolah
7 Saya tidak ingin melakukan apapun 8 Saya merasa tubuh saya berbeda dengan
orang lain
9 Saya mampu melakukan aktivitas harian 10 Saya merasa marah
11 Saya merasa tidak ingin berbicara 12 Saya butuh bantuan dalam melakukan
aktivitas
13 Saya merasa ingin sendiri 14 Saya harus berusaha keras untuk
melakukan aktivitas Skor total
Keterangan (intensitas):
1 : tidak sama sekali 2 : sedikit
3 : sebagian dari waktu 4 : lebih dari sebagian waktu 5 : setiap waktu
2) Intervensi pada pasien yang menjalani pengobatan
Pada pasien dengan fatigue ringan, dapat dilakukan pendidikan kesehatan dan konseling pada pasien dan keluarga serta beberapa strategi dalam penanganan fatigue. Beberapa strategi yang dilakukan untuk mengatasi kelelahan dapat memberikan efek yang positif pada pasien diantaranya adalah stress psikologis, fisik, fungsi vokasional,
kesejahteraan keluarga dan kualitas hidup (Hockenberry et al. 2010). Rasa lelah yang mendalam dapat akut, episodik dan kronik dan dapat berkurang dengan istirahat atau distraksi (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Kanker dan pengobatan kanker dapat meningkatkan kebutuhan energi pada anak. Fatigue juga berhubungan dengan kesehatan mental pada anak dengan masalah onkologi. Gejala fatigue kadang-kadang dapat berkembang menjadi gejala depresi. Oleh karena itu, anak yang menunjukkan tanda fatigue dan depresi harus mendapatkan dukungan perawatan dari tim kesehatan mental (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Fatigue dapat disebabkan oleh kurangnya intake nutrisi, karena
ketidakadekuatan nutrisi dan anoreksia akan mempengaruhi cadangan energi dalam tubuh. Fatigue dapat ditangani dengan cara mengoptimalkan status nutrisi pasien yang berfokus pada memberikan lingkungan yang menyenangkan pada saat anak makan. Pemahaman tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fatigue pada anak dapat memberikan kenyamanan selama pengobatan. Suatu studi yang dilakukan oleh Hockenberry-Eaton (1999) dalam Balmore dan Tomlinson, 2010 menunjukkan hasil tentang gambaran faktor yang dapat membantu mengatasi fatigue berdasarkan persepsi anak dan remaja dengan kanker, yaitu:
1) Tidur siang/tidur, anak mendapatkan waktu istirahat pada siang dan malam hari.
2) Pengunjung, seseorang yang datang berkunjung mungkin dapat membantu.
3) Aktivitas yang menyenangkan seperti nonton televisi, mendengarkan musik dan membaca buku cerita.
5) Mempertahankan waktu istirahat dan menghindari gangguan selama waktu istirahat.
6) Jalan-jalan, jalan-jalan untuk menikmati pemandangan dan menghirup udara segar.
7) Bersenang-senang (having fun), dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan baik di rumah sakit ataupun dirumah.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan faktor penyebab fatigue menurut Hockenberry-Eaton, 1999 (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010) adalah:
1) Lingkungan rumah sakit
a) Mengurangi tingkat kebisingan.
b) Memberikan aktivitas kelompok secara bersama. c) Menghindari gangguan pada saat anak istirahat. d) Meningkatkan suasana yang tenang di ruang rawat.
2) Personal/perilaku
a) Buatkan jadwal aktivitas di rumah sakit.
b) Tawarkan pilihan perawatan yang diinginkan pasien.
c) Berikan aktivitas yang mencegah kebosanan selama dirumah sakit.
d) Dorong partisipasi dalam perawatan dengan cara yang positif. 3) Pengobatan
a) Kaji kebutuhan untuk transfusi darah.
b) Pertimbangkan latihan fisik sebagai bagian dari jadwal kegiatan di rumah sakit.
c) Berikan dukungan nutrisi yang sesuai kebutuhan. d) Atasi efek samping yang dapat meningkatkan fatigue.
4) Kultural, keluarga dan lainnya
a) Ajarkan keluarga tentang gejala dari fatigue.
b) Informasikan kepada orang tua bahwa anak bisa menunjukkan perubahan perilaku.
c) Anjurkan kunjungan dari keluarga atau teman.
d) Dorong aktivitas ringan yang hanya membutuhkan energi minimal.
2.2.2.5 Evidence Based Practice Penanganan Fatigue pada Pasien Kanker
Suatu sistematik review yang dilakukan oleh Mitchel et al. (2007) bertujuan untuk mereview dan menyimpulkan beberapa hasil temuan ilmiah yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam praktik (evidence
based practice) untuk intervensi keperawatan pada fatigue akibat
kanker dan pengobatan. Pada Artikel ini, teridentifikasi beberapa tingkatan intervensi pada pasien kanker yang menunjukkan gejala
fatigue berdasarkan keefektivan dan keamanan hasil temuan terhadap
pasien. Tingkatan intervensi tersebut adalah dapat dilihat pada table 2.4. Tabel 2.4. Evidence Based Practice Fatigue pada Pasien Kanker
Kategori hasil temuan
Deskripsi Intervensi
Direkomendasikan untuk praktik
Keefektifan dari intervensi yang dilakukan didukung oleh hasil temuan yang kuat dengan disain penelitian yang tepat, metaanalisis, atau systematic review dan memberikan manfaat tanpa efek yang merugikan bagi pasien.
Latihan fisik
Intervensi yang mungkin efektif
Intervensi yang diberikan cukup efektif namun belum cukup bukti atau hasil temuan yang mendukung untuk direkomentasikan dalam praktik
Menentukan faktor etiologi dan mengatasi dengan tepat.
Konservasi energi dan manajemen aktivitas. Meningkatkan kualitas tidur. Pendidikan atau informasi. Relaksasi.
terapeutik. Manfaat dan efek
merugikan seimbang
Dokter dan pasien harus mempertimbangkan manfaat dan efek merugikan yang dapat terjadi pada individu.
Koreksi anemia dibawah 10 gr/dl
Intervensi efektif tetapi belum banyak diteliti
Data terbaru belum cukup dengan kualitas yang tidak adekuat atau keefektifan dari intervensi masih dipertanyakan dan perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut
Beberapa jenis obat seperti paroxetine, methylphenidate,
denepezil, bupropion, modafinil.
Complementary therapy seperti yoga, expressive writing, acupuncture, distraksi (bermain game, membaca, musik, sosialisasi dan virtual imagery immersion. Diet dan supplement
nutrisi.
1) Direkomendasikan untuk praktik
Latihan fisik adalah salah satu intervensi yang direkomendasikan untuk mengatasi kekakuan pada tubuh. Intervensi latihan fisik sangat penting dan berperan dalam meningkatkan fungsi jantung paru dan fungsi muskuloskeletal, yang dapat mencegah dampak jangka panjang pada kebugaran fisik apabila dilakukan selama atau segera setelah pengobatan pada anak-anak dengan diagnosis kanker. 34 penelitian terkontrol yang direview dalam artikel ini, menunjukkan 27 studi yang melakukan penelitian secara randomisasi yang mengidentifikasi bahwa latihan fisik efektif untuk mengurangi gejala fatigue pada pasien selama atau sedang menjalani pengobatan kanker. Selain itu, sebuah systematic review yang dilakukan oleh de Nijs, Ros dan Grijpdonck (2008), mengidentifikasi bahwa intervensi yang memberikan efek pada fatigue adalah intervensi latihan fisik. Beberapa jenis latihan yang dilakukan pada pasien dalam penelitian tersebut diantaranya:
a) Berdasarkan konten: jalan kaki, sepeda, berenang dan latihan berat atau latihan kombinasi.
b) Berdasarkan frekuensi: bervariasi mulai dari dua kali seminggu sampai 2 kali sehari.
c) Intensitas: pada umumnya dilakukan 50-90% dari estimasi maksimal konsumsi oksigen frekuensi jantung.
d) Lama: 2 minggu sampai satu tahun.
Pada anak, latihan fisik dan latihan peningkatan aktivitas menunjukkan beberapa keberhasilan dalam pengelolaan kelelahan selama dan setelah kemoterapi kanker. Yeh et al., (2011) melaporkan berkurangnya tingkat kelelahan (P = 0,03, Cohen d = 0,54) diantara anak-anak dengan ALL (n = 12) yang menyelesaikan suatu program latihan aerobik yang dilaksanakan di rumah selama 6 minggu bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan (n = 10). Sama halnya dengan hasil penelitian diatas, sebuah studi oleh Keats dan Culos-Reed (2008) juga menunjukkan pengurangan kelelahan (P = 0,01, Cohen d = 0,69) setelah latihan aktivitas fisik selama 16 minggu secara berkelompok pada anak yang menderita kanker (n = 10). Sebaliknya, latihan selama 12 minggu yang dilaksanakan di masyarakat menunjukkan tidak ada respon terhadap latihan, mungkin karena ketidakpatuhan, juga menunjukkan tidak ada respon pengurangan kelelahan (P = NS, Cohen d = -0,26)
2) Intervensi yang mungkin efektif
a) Menentukan faktor potensial penyebab fatigue dan atasi dengan tepat.
NCNN (2011), merekomendasikan untuk menentukan faktor penyebab pasien mengalami fatigue termasuk gejala yang dapat menimbulkan stres seperti mual, depresi, hipotiroid, kardiomiopati, gangguan fungsi pernafasan, anemia, gangguan tidur, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, stres emosional dan obat-obat penenang spesifik yang dapat menimbulkan interaksi obat. Apabila ada indikasi tersebut diatas, lakukan penanganan dengan tepat.
b) Konservasi energi dan manajemen aktivitas.
Intervensi yang dilakukan dengan prinsip menjaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas melalui perencanaan, penentuan prioritas dan pengalihan (meminta bantuan).
c) Tindakan yang dapat mengoptimalkan kualitas tidur.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah latihan relaksasi, strategi untuk meningkatkan kualitas tidur seperti hindari tidur siang terlalu lama, di tempat tidur hanya pada waktu tidur, tidur ketika mengantuk, gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, hindari kafein dan aktivitas yang berlebihan pada malam hari. Tidur dan istirahat yang adekuat dapat mengurangi fatigue, tetapi pada umumnya pasien akan mengeluhkan insomnia dan susah tidur. Untuk mengatasinya dapat diatasi secara non farmakologis dengan mengatur jadwal tidur siang atau malam yang konsisten, menghindari minuman yang mengandung kafein, stimulasi dengan