• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA PRAKTIK RESIDENSI

2.1 Gambaran Kasus

Kasus 1

An R1, laki-laki (12 tahun 6 bulan), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama lemas, demam, demam meningkat pada malam hari disertai batuk kering dan berkeringat dingin. Diagnosis medis An R1 pada waktu pengkajian adalah Limfoma Hodgkin stadium IV. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 28 Desember 2011 pukul 15.00 WIB, An R1 mengeluhkan mual dan tidak nafsu makan. Ibu mengatakan An R1 hanya menghabiskan ½ sampai ¾ porsi yang disediakan rumah sakit. Menurut Ibu suhu tubuh An R1 naik menjelang sore hari dan turun bila minum obat penurun panas. An R1 mengatakan bahwa dia merasa sesak nafas dan lebih nyaman tidur dengan posisi bantal dan kepala tempat tidur ditinggikan. An R1 juga mengeluhkan badannya lemah, dan tidak kuat untuk melakukan aktivitasnya sendiri (skor fatigue 6).

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An R1 adalah 24 kg, tinggi badan An R1 124 cm (BB standar berdasarkan usia adalah 42,3 kg, klasifikasi BB/TB adalah 86% BB standar dengan kriteria malnutrisi ringan, perawakan pendek, tinggi badan usia 7 tahun). Tanda-tanda vital (nadi: 80x/mnt, nafas: 40x/mnt, suhu:38,3°C dan tekanan darah 110/55 mmHg). An R1 terlihat lemah, nafas sesak, pucat, demam dan gelisah. Semua aktivitas An R1 dibantu oleh Ibu dan Ayahnya.

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 27 Desember 2011, ditemukan adanya anemia dan hipoalbuminemia, dengan nilai hemoglobin: 6,2 gr%, leukosit: 3300/mm3, trombosit: 146000/mm3 dan kadar albumin : 2,2 gr/dL.

Selama pemberian asuhan keperawatan pada An R1, trophicognosis yang muncul adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan keseimbangan suhu tubuh, pola nafas tidak efektif, perubahan perfusi jaringan, risiko infeksi dan risiko cedera akibat pemberian kemoterapi. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah: memberikan latihan fisik, membantu aktivitas anak, memantau nutrisi dan berat badan, memonitor suhu tubuh, memberikan kompres hangat, mempertahankan posisi semi fowler memberikan oksigen, melibatkan orang tua dalam perawatan anak, dan berkolaborasi dalam memberikan transfusi darah, obat-obatan dan pemeriksaan penunjang

Hasil evaluasi setelah melakukan intervensi selama 2 minggu adalah kondisi An R1 cukup stabil, dimana klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri atau dengan bantuan ringan dari orang tua, suhu tubuh klien dapat dipertahankan dalam batas normal, peningkatan nafsu makan namun belum menunjukkan peningkatan berat badan, pola nafas klien efektif, adanya perbaikan perfusi jaringan, An R1 tidak menujukkan tanda-tanda infeksi dan cedera selama dirawat.

Kasus 2

An M1, perempuan (14 tahun) datang ke Rumah Sakit untuk kemoterapi protokol osteosarkoma siklus ke 2. Ibu mengatakan awal mulanya penyakit An M1 adalah karena terjatuh dari sepeda motor. An M1 tidak mengeluhkan sakit pada waktu itu, dibawa ke tukang urut dan sembuh. Namun, setelah satu bulan, An M1 sering mengeluhkan pegel dan nyeri di kaki, ada bengkak, makin lama makin membesar An M1 tidak bisa berjalan secara normal (pincang). Karena tidak ada perubahan setelah berobat ke dokter, keluarga kemudian membawa An M1 ke Rumah Sakit Umum Daerah Jambi, dilakukan

pemeriksaan radiologi kaki, anak didiagnosis mengalami tumor tulang dan dirujuk ke RSCM.

Saat pengkajian (tanggal 12 Maret 2012), An M1 mengeluhkan nafsu makannya berkurang semenjak sakit. An M1 juga mengeluhkan nyeri pada paha kiri, nyeri tersebut datang mendadak, tajam dengan intensitas nyeri mulai dari ringan sampai sedang. An M1 mengatakan bahwa badannya sudah tidak sekuat dulu lagi dan sering merasa capak dan lelah (skor fatigue 4). An M1 merasa semuanya menjadi berubah semenjak sakit dan harus dirawat di RSCM. Aktivitas dibatasi dan hanya mengandalkan kursi roda dan bantuan dari Ibu untuk melakukan aktivitasnya. An M1 sedih harus berpisah dengan ayah dan adik-adiknya yang ada di Jambi. Semenjak sakit pun, An M1 tidak pernah lagi bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Ibu N mengatakan penyakit yang dialami oleh An M1 merupakan cobaan terbesar yang ada dalam kehidupan keluarganya. Ibu N menyatakan kebingungannya dan kadang-kadang merasa putus asa, apakah pengobatan yang dijalani An M1 saat ini benar-benar dapat memberikan kesembuhan dan An M1 bisa pulih seperti semula. Ibu N cemas membayangkan dan khawatir tentang kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada anaknya

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2012, didapatkan data berat badan An M adalah : 47 kg, TB: 158 cm. BB standar berdasarkan Usia: 47 kg (47/47: 100%). TB standar berdasarkan usia (158/160: 98,75%). Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi normal. Tanda-tanda vital (Nadi: 80x/mnt, Nafas:16x/mnt, suhu:36,5°C dan tekanan darah: 120/70 mmHg). Pada pemeriksaan ekstremitas di regio femur distal (kaki kiri) teraba benjolan/massa, lingkar 40 cm, batas tidak tegas, terfiksasi, permukaan rata, konsistensi keras, warna seperti kulit sekitar, adanya nyeri tekan.

An M1 mendapatkan diet makanan biasa 2500 KKal ditambah ekstra susu dua kali dan cairan IVFD dengan ciaran N2 yaitu 127,5 ml/jam selama 12 jam (hidrasi). Pengobatan adalah Ondancentron : 3 x 8 mg i.v, Mesna bolus 860

mg (15 menit sebelum ifosfamid), Ifosfamid 4300 mg ditambah dengan mesna 4300 mg dengan jumlah 20,8 ml/jam dan cairan N2 106,25 ml/jam.

Trophicognosis yang muncul pada An M1 adalah kelelahan,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelelahan, nyeri risiko cedera akibat pemberian kemoterapi, gangguan citra diri dan perubahan proses keluarga. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An M1 diantaranya adalah memberikan latihan fisik, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, memberikan tindakan kenyamanan dan mengajarkan keluarga tentang tindakan mengurangi nyeri, membantu dalam prosedur kemoterapi dan mencegah efek samping pengobatan, berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan pemeriksaan penunjang, mendorong ekspresi perasaan dari klien dan keluarga serta memberikan dukungan.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 minggu, An M melaporkan peningkatan energi dan mampu melakukan aktivitas secara mandiri, nafsu makan klien cukup baik yang ditandai dengan berat badan stabil, membran mukosa lembab, tidak ada tanda anemia dan klien mampu menghabiskan porsi yang disediakan, nyeri klien terkontrol, klien tidak memperlihatkan tanda-tanda cedera atau tidak mengalami efek samping yang serius akibat pemberian obat kemoterapi. Hasil evaluasi keperawatan lain yang dapat dilaporkan seperti klien dapat mempertahankan sikap yang positif dan keluarga mendapatkan dukungan.

Kasus 3

An M2, perempuan (14 tahun) dibawa ke rumah sakit pada tanggal 21 Maret 2012 untuk menjalani kemoterapi AML (acute myeloid leukemia) siklus ke 2. An M2 terdiagnosis AML pada awal bulan Februari 2012 dan langsung menjalani kemoterapi AML siklus pertama. Ibu menceritakan awal mula penyakit An M2 hanya berupa keluhan pegal-pegal pada kaki dan nyeri saat buang air kecil. Awalnya ibu hanya membiarkan keluhan An M2 karena berfikir sakit yang dialami An M2 adalah hal yang biasa dan sembuh sediri,

sampai akhirnya ibu memperhatikan perubahan pada gaya berjalan An M2 (berjalan pincang). Ibu kemudian membawa An M2 pergi ke tukang urut untuk pijat, tapi tidak ada perubahan. Sejak saat itu, An M2 jadi sering sakit, sering demam (naik turun), nyeri pada saat buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit dan anak sering mengeluhkan nyeri pada kaki kiri terutama jari-jari kaki. Keluarga sudah membawa An M2 berobat ke bidan, Puskemas dan Rumah Sakit Budhi Asih, tapi kondisi An M2 tidak juga mengalami perubahan dan semakin memburuk yang kemudian akhirnya dirujuk ke RSCM.

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Maret 2012, An M2 mengeluhkan badannya tidak kuat dan tidak mampu melakukan aktivitas (skor

fatigue 6). An M2 juga mengeluhkan nyeri pada kaki, sulit untuk

menggerakkan kedua kakinya, dan tidak bisa berjalan. Menurut An M2, nafsu makannya menurun apabila dirawat. An M2 mengatakan bahwa dia tidak bisa merasakan keinginan untuk buang air kecil (mengompol). Klien juga mengatakan bahwa dia tidak merasa sedih dengan kondisi sakitnya dan cukup bahagia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An M2 adalah 42 kg, tinggi badan 157 cm. BB standar berdasarkan usia adalah 50 kg (42/50 = 84%). TB standar berdasarkan usia 163 cm (157/163 = 96%). Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi cukup dengan perawakan normal. Tanda-tanda vital (nadi: 74x/mnt, nafas:28x/mnt, suhu:35,7°C dan tekanan darah: 110/60 mmHg). Klien menggunakan diapers untuk pemenuhan kebutuhan eliminasinya, dan terlihat luka lecet ringan pada bokong. Klien adalah anak yang cukup kooperatif. Beberapa kali terlihat klien meneteskan air mata pada saat menceritakan penyakit dan kondisinya sebelum sakit.

Tropichognosis pada An M2 adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, inkontinensia urin, risiko cedera, kerusakan integritas kulit dan berduka. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah memberikan latihan fisik, membantu aktivitas anak, melibatkan

keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, mengontrol nyeri dan mengajarkan ibu tindakan penurunan nyeri, memonitor eliminasi urin, melibatkan orang tua dalam perawatan lukan, membantu prosedur pemberian kemoterapi, mencegah efek samping kemoterapi, dan berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan pemeriksaan penunjang serta mendorong sikap yang positif pada anak.

An M2 sudah mulai menunjukkan perbaikan setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 minggu. Kemampuan aktivitas anak M2 juga sudah mulai meningkat, anak sudah mulai bisa melakukan perubahan posisi dengan bantuan minimal dari keluarga serta duduk dengan dibantu oleh keluarga. Intake nutrisi belum terpenuhi secara maksimal dengan berat badan 41,5 kg, anak bebas demam, sehingga dinyatakan pulang oleh dokter dengan catatan kunjungan ulang atau rawat jalan ke Poliklinik Anak RSCM Jakarta. Anak belum bisa berjalan karena adanya nyeri dan spasme lumbosakral sehingga anak membutuhkan perawatan dari ahli fisioterapi atau okupasi fisik. Anak masih mengompol dan menggunakan diapers. Anak mampu mengungkapkan kesedihannya dan merasa senang karena akan pulang.

Kasus 4

An A, laki-laki (11 tahun) dibawa ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi protokol ALL (leukemia limfositik akut) high risk fase konsolidasi minggu ke 10. Pasien dirawat pada bulan Oktober 2011 dengan keluhan pucat, sering sakit kepala dan demam yang tidak sembuh. Riwayat mimisan (tidak ada), gusi berdarah (tidak ada), berobat ke rumah sakit PMI Bogor diberikan transfusi darah merah 3 kantong kemudian dirujuk ke RSCM. Pasien pada saat itu sering demam, batuk pilek , BAB dan BAK normal. BMP dilakukan pada tanggal 30 November 2011, yang menunjukkan adanya gambaran monoton sel-sel abnormal dengan sitoplasma sempit, kromatin inti padat. Anak inti ditemukan, dengan kesimpulan gambaran sumsum tulang sesuai LLA L1. An A pada waktu dilakukan pemeriksaan (27 Maret 2012) sedang berbaring. An A mengatakan bahwa saat ini nafsu makannya sedikit berkurang karena

mual. An A menghabiskan ¾ porsi yang disediakan rumah sakit. An A mengatakan bahwa dia masih sekolah dan sudah kelas lima SD. Waktunya lebih banyak di rumah sakit, sehingga sering absen di sekolah . Namun, dia merasa beruntung karena masih bisa mengejar ketinggalan pelajaran dari guru-guru Sekolah-Ku. An A mengatakan bahwa dia merasa capek harus bolak balik ke rumah sakit (skor fatigue 2), dan ingin segera cepat menyelesaikan pengobatannya. Menurutnya, karena sakit, aktivitasnya menjadi terbatas, dia tidak boleh capek, tidak boleh olahraga dan harus banyak istirahat. Di sekolah juga seperti itu, dia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga, padahal dia sangat senang sekali bermain bola.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An A adalah 29,5 kg, tinggi badan 137cm. BB standar berdasarkan usia adalah 29,5/32=92,1%. TB standar berdasarkan usia 137/139=98,56%. Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal dimana nadi: 84x/mnt, nafas:20x/mnt, suhu:35,6°C dan tekanan darah: 90/60 mmHg. Klien tidak mengeluhkan demam, batuk pilek, mual, muntah, sesak, mimisan dan gusi berdarah. An A terlihat sangat mudah bergaul dengan anak lain yang berada di ruang perawatan yang sama dengannya, sambil mengajak mereka bercanda, bercerita dan bermain. An A juga terlihat kooperatif dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang melakukan pemeriksaan dan tindakan perawatan. An A cukup mandiri, dan tidak terlalu tergantung kepada ayahnya.

Diet An A adalah makanan biasa 2000 KKal ditambah ekstra susu dua kali, dan anak mendapatkan hidrasi dengan IVFD (Kaen 1 B + Bicnat 25 MEq dengan tetesan infus 25 tetes per menit). Obat yang diberikan pada An A diantaranya adalah: Ondancentron : 3 x 6 mg i.v, 6 MP 1 x 50 mg p, MTX IT 12 mg + Dexa 1mg IT, MTX HD i.v 1000 mg i.v dan Leucovorin 15 mg i.v. Pada anak An A trophocognosis yang teridentifikasi adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan risiko cedera. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An A adalah memberikan latihan

fisik, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, membantu prosedur kemoterapi dan berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan.

Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An A selama 4 hari menunjukkan hasil yang cukup baik, dimana An A menunjukkan peningkatan ketersediaan energi, yang ditandai dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri. An A juga dapat mempertahankan kebutuhan nutrisinya yang ditandai dengan berat badan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit elastis dan anak mampu menghabiskan porsi yang disediakan. Selain itu, An A tidak memperlihatkan tanda-tanda cedera akibat pemberian kemoterapi yang ditandai dengan tanda vital stabil, anak bebas demam dan tidak ada tanda perdarahan atau gangguan eliminasi.

Kasus 5

An R2, laki laki (15 tahun) dengan diagnosis karsinoma nasofaring (KNF) dan gizi buruk marasmik datang ke rumah sakit untuk kemoterapi protokol KNF siklus IV, rencana pengobatan carboplastin 250 mg dan radiasi yang ke-27. Dua tahun sebelum masuk rumah sakit terdapat benjolan di leher, awalnya leher kanan kemudian menjalar ke leher kiri, dibawa ke dokter umum, dan diberikan obat, namun bengkak di leher An R2 bertambah besar dan kondisi anak tidak membaik setelah pengobatan. An R2 kemudian dibawa lagi ke rumah sakit dan pada akhir tahun 2009, An R2 dicurigai mengalami kanker nasofaring. Pada bulan Januari tahun 2010 dilakukan biopsi dan anak terdiagnosis kanker nasofaring (KNF). Pada saat itu An R2 dianjurkan untuk menjalani pengobatan kemoterapi. Karena masalah biaya dan ketidakpastian pengobatan An R2, keluarga memutuskan untuk membawa anak berobat ke ahli pengobatan alternatif. Keluarga membawa An R2 ke berbagai tempat pengobatan alternatif yang diyakini dapat memberikan kesembuhan pada An R2, namun kondisi anak tidak memperlihatkan perbaikan. Akhirnya Anak dibawa kembali ke rumah sakit dan menjalani perawatan. Bulan Januari 2011, An R2 pertama kali menjalani kemoterapi protokol kanker nasofaring. Pasien

sudah pernah CT scan dan bone scan. Dari hasil pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran metastasis ke tulang.

An R2 saat ini mengeluhkan badan lemah (skor fatigue 6) dan tidak nafsu makan karena susah menelan dan sariawan yang dialaminya sejak satu minggu ini. Menurut ayah, An R2 hanya minum susu yang dianjurkan dari rumah sakit 6 kali sehari sebanyak 200 cc setiap kali minum. Selain itu, An R2 juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 minggu yang lalu, sudah minum obat tapi belum sembuh juga. Bapak I mengatakan bahwa semenjak menjalani radiasi, kondisi An R2 semakin lemah, berat badannya pun tidak pernah naik dan cenderung menurun. Bapak I mengatakan bahwa An R2 dapat tidur 12-14 jam dalam sehari (mulai dari tidur siang, sore dan malam hari). Di rumah Bapak I membatasi aktivitas An R2, tidak boleh kelelahan sehingga semua aktivitas perawatan diri An R2 memang dibantu oleh keluarga mulai dengan bantuan ringan ataupun sedang. Menurut Bapak I, semenjak sakit An R2 pendiam, lebih sensitif dan suka marah.

Bapak I mengungkapkan kesedihannya atas kondisi yang dialami oleh An R2 Bapak I merasa bahwa pengobatan yang dijalani An R2 saat ini justru menjadi sumber penderitaan bagi anak R2, semakin lama berat badan An R2 semakin menurun. Bapak I mengatakan saat ini hanya dapat mengikuti saran dokter dengan harapan anak R2 bisa sembuh dan kondisinya bisa seperti semula. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16 April 2012, didapatkan data berat badan An R2 adalah 22,3 kg, tinggi badan adalah 141 cm. BB standar berdasarkan usia 22,3/38 : 67,5%. TB standar berdasarkan usia 141/165: 85%. Klasifikasi status gizi adalah gizi buruk marasmik. Tanda-tanda vital cukup stabil, namun terlihat adanya hipotensi dimana nadi: 100x/mnt, nafas:23x/mnt, suhu:36,4°C dan tekanan darah: 80/60 mmHg. An R2 terlihat sangat lemah, setiap aktivitasnya dibantu oleh Bapak I. An R2 lebih banyak tidur di tempat tidur dengan posisi berbaring ke kanan dan posisi badan di lengkungkan. An R2 terlihat cukup kooperatif namun cenderung pendiam. An R2 hanya menjawab apabila ditanya. An R2 menghabiskan

waktunya untuk berbaring dan tidur diatas tempat tidur. An R2 juga tidak tertarik untuk bermain ketika guru dari YKAKI mengajaknya untuk bermain sambil membaca dan menulis. An R2 mengatakan membaca buku adalah hal yang membosankan baginya. Kadang-kadang An R terlihat membentak ayahnya karena dipaksa makan atau disuruh bangun.

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 15 April 2012 menunjukkan adanya anemia ringan pada An R2, dimana kadar hemoglobin dalam darah adalah 10,7gr%. An R2 mendapatkan diet makanan lunak (6 x 250 cc) dan cairan KaEn 1 B, 64 cc/jam. Obat-obatan yang diberikan pada An R2 adalah Carboplastin 250 mg i.v, Ondancentron : 3 x 4,5 mg i.v, Ranitidin: 2 x 40 mg i.v, Tramadol: 3 x 40 mg i.v dan Flumucyl: 3 x p.o.

Trophicognosis yang muncul adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera, perubahan membran mukosa oral, risiko bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan citra diri dan pereubahan proses keluarga. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An R2 adalah memberikan latihan, membantu aktivitas, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, melibatkan klien dan keluarga dalam perawatan mulut, memonitor fungsi pernafasan, membantu prosedur pemberian kemoterapi dan mencegah efek samping pengobatan, berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan, membantu klien mempertahankan sikap yang positif dan ekspresi perasaan serta memberikan dukungan kepada keluarga.

Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An R2 selama 3 hari menunjukkan hasil yang memerlukan keterlibatan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah. Walaupun anak sudah diperbolehkan pulang dan tidak memperlihatkan efek samping yang serius akibat kemoterapi, kondisi anak masih memerlukan pemantauan terutama oleh keluarga. Nafsu makan cukup baik, namun diet yang diberikan berupa makanan lunak. Anak masih batuk, masih merasakan kelelahan, masih merasakan nyeri pada luka sariawan, dan anak juga belum mampu untuk mengekspresikan perasaannya. Intervensi

dilanjutkan oleh perawat poliklinik RSCM dan peningkatan keterlibatan orang tua dalam perawatan An R2 di rumah melalui pendidikan kesehatan terutama tentang efek samping pengobatan (kemoterapi dan radiasi), mengatasi kelelahan, pemberian nutrisi yang adekuat, mempertahankan bersihan jalan nafas dan mencegah kerusakan membran mukosa oral serta dukungan emosional atau psikososial bagi An R2.

2.2 Tinjauan Teoritis