UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE PADA ANAK
DENGAN KANKER YANG MENGALAMI FATIGUE
(KELELAHAN) DI RUANG PERAWATAN ANAK
KARYA ILMIAH AKHIR
oleh:
HERMALINDA
0906574650
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE PADA ANAK
DENGAN KANKER YANG MENGALAMI FATIGUE
(KELELAHAN) DI RUANG PERAWATAN ANAK
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
HERMALINDA
0906574650
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2012
Karya ilmia akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Hermalinda
NPM : 0906574650
Tanda tangan :
Karya Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Hermalinda
NPM : 0906574650
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul Karya Ilmiah : Aplikasi Model Konservasi Levine pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Fatigue di Ruang Perawatan Anak
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak, pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Supervisor 1 : Nani Nurhaeni, M.N. (...)
Supervisor 2 : Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An. (…...)
Penguji 1 : dr. Endang Windiastuti, Sp. A. (K) (…...)
Penguji 2 : Yuliana Hanaratri, M.A.N. (…...)
Penguji 3 : Allenidekania, S.Kp., M.Sc. (…...)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Juni 2012
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT residen haturkan kepada Tuhan, Rabb pencipta semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya serta menganugrahkan kesehatan dan kesempatan bagi residen sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan judul “Aplikasi Model Konservasi Levine pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Fatigue di Ruang Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis”.
Residen mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nani Nurhaeni, M.N. selaku Supervisor I dan Ibu Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An selaku Supervisor II, yang telah bersedia meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan masukan dan saran yang membangun pada residen sehingga karya ilmiah akhir ini dapat diselesaikan. Semoga Ibu senantiasa diberikan kesehatan dan limpahan rahmat dari Allah SWT, Amin. Selain itu, residen juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam praktik residensi keperawatan anak dan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini:
1. Ibu Dewi Irawaty, MSc., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., MApp.Sc., Ph.D., selaku koordinator praktik residensi keperawatan anak yang telah memberikan arahan dan masukan beserta seluruh staf dosen dan akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menfasilitasi, memberikan ilmu dan bimbingan kepada residen.
3. Tim penguji karya ilmiah akhir Ners Spesialis keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun bagi kesempurnaan karya ilmiah akhir ini.
4. Ibu Astuti Yuni Nursasi, M.N., selaku ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
5. Ibu Dessie Wanda, M.N., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama masa studi residen di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
untuk melakukan praktik residensi di ruangan perawatan Anak.
7. Direktur Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita melalui bidang pendidikan dan pelatihan yang telah memberikan izin dan rekomendasi untuk melakukan praktik residensi di ruangan perawatan Anak.
8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo melalui bidang pendidikan dan pelatihan yang telah memberikan izin dan rekomendasi untuk melakukan praktik residensi di ruangan perawatan Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
9. Kepala Ruangan beserta perawat-perawat ruangan perawatan Anak Rumah Sakit yang telah membantu dan menfasilitasi residen selama praktik.
10. Bapak H. Syahrul, SKM., M.Kes selaku ketua Yayasan Pendidikan Kesehatan Nan Tongga Lubuk Alung dan Bapak H. Drs. Zainal Abidin, M.M selaku Ketua STIKes Nan Tongga Lubuk Alung beserta staf yang telah memberikan dukungan selama praktik residensi keperawatan Anak.
11. Bapak H. Arlen beserta keluarga yang telah banyak membantu residen baik moril ataupun materil selama menempuh masa studi di FIK UI.
12. Papa Herman St. Bagindo (Alm) dan Mama Nur’aini, terima kasih atas cinta, do’a, keikhlasan dan dukungannya yang menjadi sumber kekuatan bagi penulis selama menyelesaikan studi dan karya ilmiah ini.
13. Uni Devi dan da Fidel, yang menjadi tempat berkeluh kesah bagi residen, memberikan dukungan dan motivasi sehingga residen dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
14. Mamanda Wahinar, kakak-kakak, adik-adik, keponakan serta semua keluarga besar residen yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun materil selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
15. Semua mahasiswa residensi keperawatan anak angkatan tahun 2011 kekhususan keperawatan anak yang senasib dan seperjuangan, terima kasih atas kebersamaan, dukungan dan do’anya.
yang bermanfaat dalam pencapaian target kompetensi spesialis keperawatan anak.
17. Pihak-pihak terkait lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu residen selama kuliah dan praktik residensi serta penyusunan karya ilmiah akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang, Amin.
Depok, 14 Juni 2012
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hermalinda
NPM : 0906574650
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Departemen : Keperawatan Anak
Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE PADA ANAK DENGAN KANKER YANG MENGALAMI FATIGUE DI RUANG PERAWATAN ANAK
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 14 Juni 2012
Yang menyatakan
Nama : Hermalinda
Program studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Fakultas : Ilmu Keperawatan
Judul : Aplikasi Model Konservasi Levine pada Anak dengan Kanker yang Mengalami Fatigue di Ruang Perawatan Anak
Fatigue adalah salah satu gejela yang paling menimbulkan stres dan sering
dikeluhkan oleh anak dengan kanker dan hal ini membutuhkan penanganan dari tenaga kesehatan profesional. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk melihat gambaran aplikasi model konservasi Levine pada anak dengan kanker yang mengalami fatigue. Empat prinsip konservasi digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan yang terdiri atas kasus leukemia, osteosarkoma, kanker nasofaring, dan lymphoma hodgkin’s. Intervensi keperawatan yang diberikan berdasarkan prinsip konservasi memberikan hasil yang cukup baik terhadap masalah fatigue yang dialami anak, Empat anak melaporkan peningkatan ketersediaan energi dalam melakukan aktivitas namun belum memperlihatkan penurunan tingkat fatigue. Tenaga kesehatan profesional perlu memahami dampak fatigue pada anak dengan kanker yang dapat membantu mereka dalam mengkaji fatigue dan menentukan penanganan yang tepat.
Kata Kunci: Anak dengan kanker, fatigue, keperawatan, dan model konservasi Levine
Name : Hermalinda
Program study : Child Nursing Spesialist
Faculty : Nursing
Title : Application of Levine Conservation Model in Children with Cancer who Experienced Fatigue in the Pediatric Departement
Fatigue is one of the most distressing and prevalent symptoms reported by children with cancer during and after cancer treatment and this condition require evaluation and management from health professional team. The purpose of this study was to describe the application of Levine Conservation Model in children with cancer who experienced fatigue. The four conservation principle of the model used in nursing care of children with cancer consist of children with leukemia, osteosarcoma, nasopharyngeal cancer and lymphoma Hodgkin’s. The nursing intervention are used based on four conservation provide supportive outcome for the children who experienced fatigue. Four children reported an increasing of energy in their daily activities but they do not show decreased levels of fatigue. Health profesionals need to understand the effect of fatigue on children with cancer that could help them to assesing fatigue and determine effective management to alleviate it.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 9
1.3 Sistematika penulisan ... 10
2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA PRAKTIK RESIDENSI ... 11 2.1 Gambaran kasus ... 11 2.2 Tinjauan Teoritis... 21 2.2.1 Kanker... 21 2.2.1.1 Deinisi ... 21 2.2.1.2 Insiden ... 21 2.2.1.3 Penyebab ... 22 2.2.1.4 Klasifikasi ... 23
2.2.1.5 Tanda dan Gejala ... 23
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ... 24
2.2.1.7 Penatalaksanaan ... 25
2.2.1.8 Dampak Penyakit Kanker pada Anak ... 30
2.2.2 Fatigue pada Anak dengan Kanker... 33
2.2.2.1 Definisi ... 33
2.2.2.2 Penyebab ... 34
2.2.2.3 Patofisiologi ... 36
2.2.2.4 Penanganan ... 39
2.2.2.5 Evidence Based Practice ... 46
2.2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses keperawatan ... 51
2.2.3.1 Model Konservasi ... 51
2.2.3.2 Konsep Utama Model Konsevasi Levine... 52
2.2.3.3 Paradigma Keperawatan Anak ... 57
2.2.3.4 Proses Keperawatan ... 58
2.2.4 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih ... 62
2.2.4.5 Evaluasi Keperawatan ... 79
3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ... 85
3.1 Praktik Profesional ... 85
3.2 Berfikit Kritis dan Analisis ... 88
3.3 Pemberian Asuhan dan Koordinasi Keperawatan ... 89
3.4 Praktik Kolaboratif dan Terapeutik ... 93
4. PEMBAHASAN ... 94
4.1 Karakteristik Pasien Kasus Terpilih ... 94
4.2 Aplikasi Model Konservasi Levine pada Anak Dengan kanker yang Mengalami Fatigue ... 97
4.3 Keterbatasan Aplikasi Model Koservasi ... 115
4.4 Pencapaian Target Kompetensi ... 117
5. SIMPULAN DAN SARAN ... 120
5.1 Simpulan ... 120
5.2 Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA
Bagan 2.1 : Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan
Tabel 2.1 Faktor Penyebab Fatigue pada Anak ………. 35
Tabel 2.2 Childhood Fatigue Scale ………. 42
Tabel 2.3 Fatigue Scale Adolescent ………. 43
Lampiran 1 : Kontrak Belajar
Lampiran 2 : Asuhan Keperawatan Kasus 1 Lampiran 3 : Asuhan Keperawatan Kasus 2 Lampiran 4 : Asuhan Keperawatan Kasus 3 Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan Kasus 4 Lampiran 6 : Asuhan Keperawatan Kasus 5 Lampiran 7 : Laporan Proyek Inovasi Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup
Bab 1 akan membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan dan sistematikan penulisan.
1.1 Latar Belakang
Penyakit kronis adalah suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi harian selama lebih dari 3 bulan dalam satu tahun, menyebabkan hospitalisasi selama lebih dari 1 bulan dalam satu tahun atau (pada saat diagnosis dibuat) terjadi salah satu dari kondisi ini (Hockenberry, 2009). Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan pengobatan khusus dan terjadi dalam beberapa bulan (Schloman, et al dalam Potts & Mandleco, 2007). Penyakit kronik dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau kondisi yang mempengaruhi aktivitas fungsional harian baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (beberapa bulan) dan membutuhkan pendekatan dan pengobatan yang khusus.
Kanker adalah salah satu penyakit kronis pada anak. Kanker merupakkan penyakit keganasan yang dikarakteristikkan dengan adanya gen pengaktivasi tumor yang mampu menyebabkan proliferasi sel tidak terkendali jika ditransmisikan ke sel normal yang mengganggu pertumbuhan sel normal, dan dapat mempengaruhi fungsi fisik dan sosial dalam waktu yang lama (Muscari, 2005). Menurut National Care Institute (NCI) pada tahun 2007, di Amerika lebih kurang 10.400 anak yang berusia dibawah lima tahun terdiagnosis kanker, dan sekitar 1.545 anak meninggal karena kanker. Walaupun kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak antara usia 1 dan 14 tahun. Rata-rata 1-2 per 10.000 anak di Amerika mengalami penyakit kanker setiap tahunnya. Selama lebih dari 20 tahun, terjadi peningkatan angka kejadian
kanker di Amerika Serikat. Angka kejadian kanker meningkat dari 11,5 kasus per 100.000 anak pada tahun 1975 menjadi 14,8 kasus per 100.000 anak di tahun 2004.
Di Indonesia, berdasarkan data registrasi pasien rawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2010, dari 2435 anak yang dirawat tercatat sebanyak 933 (38,3%) kasus kanker pada anak usia 0-17 tahun. Kasus terbanyak adalah leukemia dengan jumlah kasus sebanyak 664 (27,3%), 85 (3,5%) kasus lymphoma malignum, 81 (3,3%) kasus retinoblastoma, 53 (2,2%) kasus rabdomiosarkoma, dan 50 (2,1%) kasus neuroblastoma.
Diagnosis dan pengobatan yang tepat serta peningkatan pelayanan kesehatan pada anak dengan kanker menyebabkan angka kelangsungan hidup penderita juga terus meningkat dalam dua dekade terakhir (Ball & Bindler, 2003; Muscari, 2005; Cameron & Allen, 2009; Sutaryo dalam Parmono, dkk. 2010). Kelangsungan hidup anak yang menderita kanker pada usia dibawah 5 tahun meningkat 80,2%, dan 78,3% pada anak yang terdiagnosa diantara usia 5 dan 9 tahun serta 70,3% pada anak remaja (American Cancer Society, 2008).
Kanker diobati dengan satu atau kombinasi dari terapi seperti pembedahan, kemoterapi, radiasi, bioterapi dan transplantasi sumsum tulang (Ball & Bindler, 2003; Cameron & Allen, 2009). Di Indonesia, secara umum pengobatan kanker pada anak terdiri dari pengobatan bedah, radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang utama (Sutaryo dalam Pramono dkk., 2006).
Perawat mempunyai peranan dalam perawatan pada anak-anak dengan kanker. Tujuan asuhan keperawatan pada anak yang menjalani pengobatan kanker terutama adalah untuk membantu anak mencapai remisi sebagian atau lengkap dari penyakit. Peran perawat selama anak menjalani penyakit dan pengobatan kanker diantaranya adalah meminimalkan komplikasi kemoterapi, mencegah terjadinya infeksi, mencegah trauma akibat perdarahan dan imobilitas. mempertahankan hidrasi yang adekuat, mempertahankan nutrisi yang adekuat, mencegah terjadinya mukositis, mencegah nyeri, meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan, membantu keluarga dalam menggunakan koping yang adaptif terhadap penyakit anak, dan membantu anak dan keluarga dalam proses berduka (Muscari, 2005).
Keadaan sakit dan dirawat adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi anak, yang mempengaruhi anak bertumbuh dan berkembang. Respon anak terhadap penyakit berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, pola asuh, dukungan keluarga, sosial ekonomi keluarga dan pengalaman sakit sebelumnya. Anak dapat beradaptasi dengan kondisi sakitnya, karena adaptasi adalah proses alamiah yang terjadi didalam tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimulus (Hockenberry & Wilson, 2007).
Anak dapat mengalami berbagai macam masalah terkait dengan penyakit dan pengobatan. Pengobatan kanker terutama kemoterapi dapat memberikan efek pada fisik, psikologis anak dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta kualitas hidup anak (Hockenberry & Wilson, 2007).
Masalah fisik yang dialami oleh anak dengan kanker disebabkan oleh penyakit dan regimen terapi yang diberikan. Hal ini menjadi sumber penderitaan bagi anak. Masalah fisik yang sering muncul pada anak dengan kanker diantaranya adalah fatigue (kelelahan), nyeri, cachexia, anemia dan infeksi (Ball & Bindler, 2003). Enskar dan von Essen (2008) mengidentifikasi bahwa nyeri, mual dan muntah, masalah nutrisi, mukositis dan fatigue merupakan masalah fisik yang dikeluhkan oleh anak dengan kanker. Gejala yang dikeluhkan anak selama 3 hari menjalani pengobatan kanker adalah nyeri, gangguan tidur dan
fatigue (Duff et al., 2006). Fatigue merupakan keluhan yang paling banyak
dikeluhkan anak yang sedang menjalani pengobatan kanker (Enskar & von Essen, 2008). Anak yang menjalani kemoterapi dan mengalami tumor padat menunjukkan angka penurunan energi lebih tinggi yaitusebesar 49,5% (Collins et al., 2000).
Secara psikologis, pasien dengan kanker dapat mengalami kecemasan dan depresi akibat penyakit yang diderita. Walaupun hal ini merupakan keadaan
yang normal, namun sebagian pasien kanker membutuhkan intervensi psikologis dalam menjalani pengobatan kanker (Shell & Kirsch dalam Otto, 2001). Kecemasan (anxietas) dan depresi merupakan respon yang paling umum terjadi pada anak dengan kanker dan menjalani pengobatan. Fatigue, mual dan muntah serta gangguan tidur yang apabila terjadi bersama-sama berupa suatu kumpulan gejala dapat menimbulkan gejala depresi dan perubahan perilaku pada remaja, namun pada anak hanya gejala fatigue saja dapat mengakibatkan timbulnya gejala depresi dan perubahan perilaku. Kumpulan gejala ini secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup anak dengan kanker (Hockenberry et al., 2010).
Kegagalan dalam beradaptasi dengan kondisi fisik dan pengobatan dapat mempengaruhi fungsi psikososial anak. Penelitian yang dilakukan oleh Enskar dan von Essen (2008) menunjukkan bahwa pada umumnya anak yang sedang menjalani kemoterapi menunjukkan distres psikososial yang mempengaruhi kepuasan anak dalam berpartisipasi terhadap kehidupan sosialnya.
Penyakit kronis yang diderita anak dalam hal ini kanker, dapat memberikan respon yang berbeda-beda pada keluarga dan hal ini dipengaruhi oleh pengalaman. Keluarga dapat menunjukkan respon yang negatif dengan berduka karena memiliki anak yang tidak sempurna, merasa bersalah dan adanya rasa keputusasaan. Selain itu keluarga juga dapat berespon secara positif dengan berusaha untuk membantu keterbatasan anak serta mencari bantuan professional pelayanan kesehatan. Kebanyakan orang tua merasa puas dan dapat memenuhi peran mereka sebagai orang tua, tetapi sebagian orang tua merasa tidak berguna sehubungan dengan ketidakadekuatan perasaan dan kegagalan mereka melakukan peran sebagai orang tua. Kesulitan rutin yang dihadapi keluarga adalah masalah keuangan, hubungan dengan saudara kandung, perawatan anak, pola pengasuhan dan status perkawinan, memantau perkembangan anak mereka, sementara mereka juga harus berusaha untuk mempertahankan kehidupan sosial yang nomal (Hockenberry & Wilson, 2007).
Pada setiap kasus keganasan atau kanker, semua fungsi tubuh akan terpengaruh dan kemampuan adaptasi tubuh terhadap gangguan yang terjadi juga akan menurun. Adanya proliferasi sel kanker pada sistem tubuh dapat menekan pertumbuhan sel normal yang kemudian berkompetisi dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi, sehingga menyebabkan zat-zat pembentukan sel darah berkurang dan terjadi anemia. Berkurangnya zat pembentukan darah yang berfungsi untuk metabolisme sel dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tubuh untuk mempertahankan sejumlah besar energi yang digunakan untuk adaptasi. Ketidakmampuan dalam mempertahankan energi dalam waktu yang lama mengakibatkan kelemahan umum atau fatigue pada anak (Johnson & Keoght, 2010).
Fatigue atau kelelahan merupakan suatu kondisi yang menimbulkan stres dan
masalah yang mendalam bagi pasien yang menderita kanker, menjalani pengobatan dan pasien kanker pada akhir kehidupan. Dalam perspektif anak,
fatigue adalah suatu keadaan dimana anak merasa fisiknya sangat lemah,
kesulitan untuk menggerakkan lengan dan kaki atau membuka mata. Anak remaja menggambarkan fatigue sebagai suatu keadaan keletihan pada fisik, mental dan emosional (Hockenberry et al., 2003).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Chiang et al. tahun 2008 menunjukkan hasil bahwa pasien anak dengan usia yang berbeda dapat menggambarkan
fatigue sebagai sesuatu yang berbeda. Anak yang lebih muda (< 9 tahun)
mengungkapkan bahwa fatigue mempengaruhi kemampuan mereka dalam aktivitas fisik. Anak usia 10-12 tahun menjelaskan bahwa kelelahan yang berat akan mempengaruhi aktivitas harian mereka baik fisik ataupun psikososial dengan perubahan rutinitas harian, sekolah dan penampilan. Remaja menggambarkan fatigue sebagai suatu keadaan yang sangat lelah dan berbeda dengan kelelahan normal serta memberikan dampak yang sangat besar terhadap aspek fisik, psikososial terutama perubahan rencana masa depan mereka dan penampilan diri.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fatigue adalah karena efek samping pengobatan, stres emosional, anemia, gangguan tidur, ketidakseimbangan nutrisi (tidak adekuat), penurunan status fungsional dan gejala ikutan akibat penyakit lain seperti alkohol/penyalahgunaan obat, gangguan jantung, gangguan endokrin, gangguan gastrointestinal (GI), gangguan hepar, infeksi, gangguan neurologis, gangguan pernafasan dan gangguan perkemihan (NCCN, 2011). Pada anak, penggunaan obat kortikosteroid dan penurunan nilai hemoglobin meningkatkan terjadinya gejala fatigue (Yeh et al., 2008).
Fatigue pada pasien kanker dianalisis berdasarkan perpektif fisiologis,
anatomi dan psikologis. Fatigue terjadi karena adanya perubahan pada otak dan tulang belakang (fatigue sentral dengan fatigue perifer) yang berada pada sambungan neuromuskular dan jaringan otot. Fatigue sentral digambarkan sebagai kesulitan untuk mempertahankan aktivitas volunter yang dimanifestasikan dengan kegagalan untuk melaksanakan fungsi fisik dan mental yang membutuhkan motivasi diri dan perilaku internal, atau kegagalan fungsi kognitif dan kelemahan pergerakkan (Wang, 2008).
Fatigue yang dialami anak mempengaruhi kemampuan anak untuk melakukan
aktivitas. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas menyebabkan anak kehilangan kepercayaan diri melakukan tugas perkembangan sesuai dengan usianya yang berdampak terhadap integritas personal anak. Namun sebagian besar anak akan menyesuaikan diri dengan masalah kelelahan yang dialami akibat penyakit dan terapi yang diterimanya. Selama beradaptasi dengan kondisi fisiknya, tersebut anak tetap berhubungan dengan teman, keluarga, pemberi perawatan kesehatan dan lingkungan sekitar. Menurut Enskar dan von Essen (2008), pada umumnya anak yang berusia 8 – 12 tahun dengan kanker mengharapkan kemampuan sosial dari tenaga kesehatan, adanya aktivitas hiburan dan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai bagian yang penting dalam perawatan selama di rumah sakit. Sementara itu selama perawatan di luar rumah sakit anak membutuhkan dukungan baik dari teman, keluarga dan pemberi perawatan kesehatan.
Beberapa strategi yang dilakukan untuk mengatasi kelelahan dapat memberikan efek yang positif pada pasien diantaranya adalah efek psikologis, fisik, fungsi vokasional, kesejahteraan keluarga dan kualitas hidup. Intervensi keperawatan pada fatigue akibat kanker yang cukup efektif adalah latihan fisik secara rutin dan penanganan anemia dengan pemberian preparat eritropoitin. Mengurangi aktivitas dan meningkatkan istirahat, juga merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menangani fatigue akibat kanker. Hal ini memungkinkan pasien untuk menyimpan sebagian besar energi (konservasi energi) yang dapat digunakan untuk berpartisipasi kembali dalam melakukan aktivitas harian (Barsevick et al., 2004).
Untuk menyelesaikan permasalahan yang sesuai dengan kondisi yang sudah dijelaskan di atas, diperlukan pendekatan komprehensif dan holistik dari multidisiplin kesehatan termasuk dokter, perawat, ahli gizi, psikolog, dan tenaga kesehatan lain. Perawat sebagai bagian integral dari tim kesehatan dapat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah keperawatan dengan memberikan asuhan keperawatan pada anak. Penyelesaian masalah yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan model konservasi Levine yang menekankan pada keinginan membantu klien untuk mampu beradaptasi maksimal terhadap kondisi yang sedang dialami klien.
Kanker dapat dipahami sebagai penyakit yang menyebabkan proliferasi sel-sel tumor yang mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi jaringan sel normal. Anak yang menderita leukemia misalnya, akan memperlihatkan gejala disfungsi sumsum tulang diantaranya anemia, infeksi dan perdarahan. Organ tubuh juga dapat terganggu akibat leukemia, diantara organ yang terganggu adalah limfe, hati dan kelenjar getah bening (Hockenberry & Wilson, 2007).
Kanker dan pengobatan kanker dapat meningkatkan kebutuhan energi pada anak yang dapat berkembang menjadi fatigue. Fatigue juga berhubungan dengan kesehatan mental pada anak dengan masalah onkologi. Gejala fatigue kadang-kadang dapat berkembang menjadi gejala depresi. Oleh karena itu, anak yang menunjukkan tanda fatigue dan depresi harus mendapatkan
dukungan perawatan dari tim kesehatan mental (Belmore & Tomlinson dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Model konservasi menurut Levine bertujuan untuk meningkatkan adaptasi individu dan mempertahankan keutuhan dengan menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model ini membantu perawat untuk berfokus pada pengaruh dan respon konservasi pada tingkat individu. Perawat dapat mencapai tujuan model ini dengan mempertahankan empat prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial (Tomey & Alligood, 2010).
Konservasi bertujuan agar individu dapat mempertahankan kehidupan dan keutuhan melalui keseimbangan antara energi yang ada dengan yang digunakan. Aplikasi model konservasi Levine dalam pemberian asuhan keperawatan anak dengan kanker bertujuan untuk mempertahankan integritas dan meningkatkan adaptasi terhadap gangguan yang terjadi. Pada keadaan
fatique, perawat berperan dalam memberikan intervensi keperawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan energi, membantu proses penyembuhan dengan mencegah jumlah kerusakan yang terjadi akibat penyakit, mendorong sikap yang positif serta mendorong aktivitas sosial (Tomey & Alligood, 2010).
Berdasarkan data yang didapatkan ketika praktik residensi keperawatan Anak mulai dari bulan Maret sampai April 2012, diruang rawat anak non infeksi Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo, penyakit keganasan merupakan penyakit terbanyak, dimana dari 22 orang pasien yang dirawat pada tanggal 27 Maret 2012 teridentifikasi 15 kasus keganasan (10 kasus Leukemia, 2 kasus retinoblastoma, 3 kasus keganasan pada sistem saraf) dan 7 kasus non keganasan (4 kasus hemofili, 2 kasus gangguan pada jantung dan 1 kasus dengan masalah ginjal).
Pada umumnya, anak dengan penyakit keganasan yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah anak yang menjalani kemoterapi atau memerlukan perawatan suportif karena anemia, perdarahan, infeksi atau
cedera akibat efek samping kemoterapi. Beberapa manifestasi yang dikeluhkan anak selama dirawat diantaranya adalah mual, muntah, penurunan nafsu makan, demam dan keletihan (fatigue).
Anak yang mengalami kelelahan fisik akan lebih sering labil, memperlihatkan perubahan perilaku dan dapat berkembang menjadi depresi. Hal ini akan mempengaruhi keefektifan pengobatan dan kualitas hidup anak. Oleh karena itu pengkajian adanya gejala fatigue pada anak dengan kanker dan memberikan penanganan yang cepat serta tepat merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Melalui pendekatan model konservasi Levine, diharapkan klien dapat mempertahankan kehidupan dan keutuhan dengan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif bio-psiko-sosial dan kultural.
Berdasarkan hal diatas dapat terlihat adanya suatu fenomena tentang besarnya pengaruh fatigue terhadap kemampuan adaptasi pada anak dengan penyakit keganasan seperti kanker. Hal ini yang melatarbelakangi residen untuk menerapkan model konservasi oleh Myra Estrine Levine dalam memberikan asuhan yang komprehensif pada anak dengan kanker yang mengalami fatique.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk melihat gambaran aplikasi model konservasi Levine pada anak dengan kanker yang mengalami fatigue di ruang perawatan anak.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Untuk memaparkan studi kasus dan asuhan keperawatan pada anak dengan kanker.
1.2.2.2 Untuk memaparkan aplikasi model konservasi Levine pada anak kanker yang mengalami fatigue dengan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2.3 Untuk memaparkan analisis hasil aplikasi model konservasi Levine pada kasus pilihan berdasarkan teori, hasil penelitian dan evidence
based practice dalam keperawatan.
1.2.2.4 Untuk memaparkan intervensi utama dalam penanganan fatigue pada anak dengan kanker yang dapat diimplikasikan dalam praktek.
1.2.2.5 Untuk memaparkan analisis hasil pencapaian kompetensi spesialis keperawatan anak.
1.3 Sistematika Penulisan
Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab, yang berisi tentang pokok bahasan tertentu. Bab satu adalah bab pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan. Bab dua adalah bab yang memaparkan tentang aplikasi teori keperawatan dalam praktik residensi yang terdiri atas gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, dan aplikasi model keperawatan pada kasus terpilih. Bab tiga menjelaskan pencapaian kompetensi praktik residensi keperawatan anak. Bab empat adalah bab pembahasan yang menjelaskan tentang aplikasi model konservasi Levine dalam penanganan fatigue pada anak dengan kanker dengan pendekatan proses keperawatan dan pembahasan praktik spesialis anak dalam pencapaian target. Bab lima adalah bab penutup yang mencakup simpulan dan saran.
PADA PRAKTIK RESIDENSI
Pada bab 2 ini, akan dipaparkan tentang gambaran kasus yang dipilih berdasarkan masalah keperawatan yang muncul pada pasien anak yang menderita kanker dengan masalah fatigue yang dirawat selama praktik residensi, tinjauan teoritis terkait dengan kasus yang dipilih, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, dan aplikasi teori keperawatan berdasarkan kasus yang dipilih.
2.1 Gambaran Kasus
Kasus 1
An R1, laki-laki (12 tahun 6 bulan), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama lemas, demam, demam meningkat pada malam hari disertai batuk kering dan berkeringat dingin. Diagnosis medis An R1 pada waktu pengkajian adalah Limfoma Hodgkin stadium IV. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 28 Desember 2011 pukul 15.00 WIB, An R1 mengeluhkan mual dan tidak nafsu makan. Ibu mengatakan An R1 hanya menghabiskan ½ sampai ¾ porsi yang disediakan rumah sakit. Menurut Ibu suhu tubuh An R1 naik menjelang sore hari dan turun bila minum obat penurun panas. An R1 mengatakan bahwa dia merasa sesak nafas dan lebih nyaman tidur dengan posisi bantal dan kepala tempat tidur ditinggikan. An R1 juga mengeluhkan badannya lemah, dan tidak kuat untuk melakukan aktivitasnya sendiri (skor fatigue 6).
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An R1 adalah 24 kg, tinggi badan An R1 124 cm (BB standar berdasarkan usia adalah 42,3 kg, klasifikasi BB/TB adalah 86% BB standar dengan kriteria malnutrisi ringan, perawakan pendek, tinggi badan usia 7 tahun). Tanda-tanda vital (nadi: 80x/mnt, nafas: 40x/mnt, suhu:38,3°C dan tekanan darah 110/55 mmHg). An R1 terlihat lemah, nafas sesak, pucat, demam dan gelisah. Semua aktivitas An R1 dibantu oleh Ibu dan Ayahnya.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 27 Desember 2011, ditemukan adanya anemia dan hipoalbuminemia, dengan nilai hemoglobin: 6,2 gr%, leukosit: 3300/mm3, trombosit: 146000/mm3 dan kadar albumin : 2,2 gr/dL.
Selama pemberian asuhan keperawatan pada An R1, trophicognosis yang muncul adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan keseimbangan suhu tubuh, pola nafas tidak efektif, perubahan perfusi jaringan, risiko infeksi dan risiko cedera akibat pemberian kemoterapi. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah: memberikan latihan fisik, membantu aktivitas anak, memantau nutrisi dan berat badan, memonitor suhu tubuh, memberikan kompres hangat, mempertahankan posisi semi fowler memberikan oksigen, melibatkan orang tua dalam perawatan anak, dan berkolaborasi dalam memberikan transfusi darah, obat-obatan dan pemeriksaan penunjang
Hasil evaluasi setelah melakukan intervensi selama 2 minggu adalah kondisi An R1 cukup stabil, dimana klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri atau dengan bantuan ringan dari orang tua, suhu tubuh klien dapat dipertahankan dalam batas normal, peningkatan nafsu makan namun belum menunjukkan peningkatan berat badan, pola nafas klien efektif, adanya perbaikan perfusi jaringan, An R1 tidak menujukkan tanda-tanda infeksi dan cedera selama dirawat.
Kasus 2
An M1, perempuan (14 tahun) datang ke Rumah Sakit untuk kemoterapi protokol osteosarkoma siklus ke 2. Ibu mengatakan awal mulanya penyakit An M1 adalah karena terjatuh dari sepeda motor. An M1 tidak mengeluhkan sakit pada waktu itu, dibawa ke tukang urut dan sembuh. Namun, setelah satu bulan, An M1 sering mengeluhkan pegel dan nyeri di kaki, ada bengkak, makin lama makin membesar An M1 tidak bisa berjalan secara normal (pincang). Karena tidak ada perubahan setelah berobat ke dokter, keluarga kemudian membawa An M1 ke Rumah Sakit Umum Daerah Jambi, dilakukan
pemeriksaan radiologi kaki, anak didiagnosis mengalami tumor tulang dan dirujuk ke RSCM.
Saat pengkajian (tanggal 12 Maret 2012), An M1 mengeluhkan nafsu makannya berkurang semenjak sakit. An M1 juga mengeluhkan nyeri pada paha kiri, nyeri tersebut datang mendadak, tajam dengan intensitas nyeri mulai dari ringan sampai sedang. An M1 mengatakan bahwa badannya sudah tidak sekuat dulu lagi dan sering merasa capak dan lelah (skor fatigue 4). An M1 merasa semuanya menjadi berubah semenjak sakit dan harus dirawat di RSCM. Aktivitas dibatasi dan hanya mengandalkan kursi roda dan bantuan dari Ibu untuk melakukan aktivitasnya. An M1 sedih harus berpisah dengan ayah dan adik-adiknya yang ada di Jambi. Semenjak sakit pun, An M1 tidak pernah lagi bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Ibu N mengatakan penyakit yang dialami oleh An M1 merupakan cobaan terbesar yang ada dalam kehidupan keluarganya. Ibu N menyatakan kebingungannya dan kadang-kadang merasa putus asa, apakah pengobatan yang dijalani An M1 saat ini benar-benar dapat memberikan kesembuhan dan An M1 bisa pulih seperti semula. Ibu N cemas membayangkan dan khawatir tentang kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada anaknya
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2012, didapatkan data berat badan An M adalah : 47 kg, TB: 158 cm. BB standar berdasarkan Usia: 47 kg (47/47: 100%). TB standar berdasarkan usia (158/160: 98,75%). Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi normal. Tanda-tanda vital (Nadi: 80x/mnt, Nafas:16x/mnt, suhu:36,5°C dan tekanan darah: 120/70 mmHg). Pada pemeriksaan ekstremitas di regio femur distal (kaki kiri) teraba benjolan/massa, lingkar 40 cm, batas tidak tegas, terfiksasi, permukaan rata, konsistensi keras, warna seperti kulit sekitar, adanya nyeri tekan.
An M1 mendapatkan diet makanan biasa 2500 KKal ditambah ekstra susu dua kali dan cairan IVFD dengan ciaran N2 yaitu 127,5 ml/jam selama 12 jam (hidrasi). Pengobatan adalah Ondancentron : 3 x 8 mg i.v, Mesna bolus 860
mg (15 menit sebelum ifosfamid), Ifosfamid 4300 mg ditambah dengan mesna 4300 mg dengan jumlah 20,8 ml/jam dan cairan N2 106,25 ml/jam.
Trophicognosis yang muncul pada An M1 adalah kelelahan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelelahan, nyeri risiko cedera akibat pemberian kemoterapi, gangguan citra diri dan perubahan proses keluarga. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An M1 diantaranya adalah memberikan latihan fisik, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, memberikan tindakan kenyamanan dan mengajarkan keluarga tentang tindakan mengurangi nyeri, membantu dalam prosedur kemoterapi dan mencegah efek samping pengobatan, berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan pemeriksaan penunjang, mendorong ekspresi perasaan dari klien dan keluarga serta memberikan dukungan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 minggu, An M melaporkan peningkatan energi dan mampu melakukan aktivitas secara mandiri, nafsu makan klien cukup baik yang ditandai dengan berat badan stabil, membran mukosa lembab, tidak ada tanda anemia dan klien mampu menghabiskan porsi yang disediakan, nyeri klien terkontrol, klien tidak memperlihatkan tanda-tanda cedera atau tidak mengalami efek samping yang serius akibat pemberian obat kemoterapi. Hasil evaluasi keperawatan lain yang dapat dilaporkan seperti klien dapat mempertahankan sikap yang positif dan keluarga mendapatkan dukungan.
Kasus 3
An M2, perempuan (14 tahun) dibawa ke rumah sakit pada tanggal 21 Maret 2012 untuk menjalani kemoterapi AML (acute myeloid leukemia) siklus ke 2. An M2 terdiagnosis AML pada awal bulan Februari 2012 dan langsung menjalani kemoterapi AML siklus pertama. Ibu menceritakan awal mula penyakit An M2 hanya berupa keluhan pegal-pegal pada kaki dan nyeri saat buang air kecil. Awalnya ibu hanya membiarkan keluhan An M2 karena berfikir sakit yang dialami An M2 adalah hal yang biasa dan sembuh sediri,
sampai akhirnya ibu memperhatikan perubahan pada gaya berjalan An M2 (berjalan pincang). Ibu kemudian membawa An M2 pergi ke tukang urut untuk pijat, tapi tidak ada perubahan. Sejak saat itu, An M2 jadi sering sakit, sering demam (naik turun), nyeri pada saat buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit dan anak sering mengeluhkan nyeri pada kaki kiri terutama jari-jari kaki. Keluarga sudah membawa An M2 berobat ke bidan, Puskemas dan Rumah Sakit Budhi Asih, tapi kondisi An M2 tidak juga mengalami perubahan dan semakin memburuk yang kemudian akhirnya dirujuk ke RSCM.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Maret 2012, An M2 mengeluhkan badannya tidak kuat dan tidak mampu melakukan aktivitas (skor
fatigue 6). An M2 juga mengeluhkan nyeri pada kaki, sulit untuk
menggerakkan kedua kakinya, dan tidak bisa berjalan. Menurut An M2, nafsu makannya menurun apabila dirawat. An M2 mengatakan bahwa dia tidak bisa merasakan keinginan untuk buang air kecil (mengompol). Klien juga mengatakan bahwa dia tidak merasa sedih dengan kondisi sakitnya dan cukup bahagia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An M2 adalah 42 kg, tinggi badan 157 cm. BB standar berdasarkan usia adalah 50 kg (42/50 = 84%). TB standar berdasarkan usia 163 cm (157/163 = 96%). Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi cukup dengan perawakan normal. Tanda-tanda vital (nadi: 74x/mnt, nafas:28x/mnt, suhu:35,7°C dan tekanan darah: 110/60 mmHg). Klien menggunakan diapers untuk pemenuhan kebutuhan eliminasinya, dan terlihat luka lecet ringan pada bokong. Klien adalah anak yang cukup kooperatif. Beberapa kali terlihat klien meneteskan air mata pada saat menceritakan penyakit dan kondisinya sebelum sakit.
Tropichognosis pada An M2 adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, inkontinensia urin, risiko cedera, kerusakan integritas kulit dan berduka. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah memberikan latihan fisik, membantu aktivitas anak, melibatkan
keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, mengontrol nyeri dan mengajarkan ibu tindakan penurunan nyeri, memonitor eliminasi urin, melibatkan orang tua dalam perawatan lukan, membantu prosedur pemberian kemoterapi, mencegah efek samping kemoterapi, dan berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan pemeriksaan penunjang serta mendorong sikap yang positif pada anak.
An M2 sudah mulai menunjukkan perbaikan setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 minggu. Kemampuan aktivitas anak M2 juga sudah mulai meningkat, anak sudah mulai bisa melakukan perubahan posisi dengan bantuan minimal dari keluarga serta duduk dengan dibantu oleh keluarga. Intake nutrisi belum terpenuhi secara maksimal dengan berat badan 41,5 kg, anak bebas demam, sehingga dinyatakan pulang oleh dokter dengan catatan kunjungan ulang atau rawat jalan ke Poliklinik Anak RSCM Jakarta. Anak belum bisa berjalan karena adanya nyeri dan spasme lumbosakral sehingga anak membutuhkan perawatan dari ahli fisioterapi atau okupasi fisik. Anak masih mengompol dan menggunakan diapers. Anak mampu mengungkapkan kesedihannya dan merasa senang karena akan pulang.
Kasus 4
An A, laki-laki (11 tahun) dibawa ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi protokol ALL (leukemia limfositik akut) high risk fase konsolidasi minggu ke 10. Pasien dirawat pada bulan Oktober 2011 dengan keluhan pucat, sering sakit kepala dan demam yang tidak sembuh. Riwayat mimisan (tidak ada), gusi berdarah (tidak ada), berobat ke rumah sakit PMI Bogor diberikan transfusi darah merah 3 kantong kemudian dirujuk ke RSCM. Pasien pada saat itu sering demam, batuk pilek , BAB dan BAK normal. BMP dilakukan pada tanggal 30 November 2011, yang menunjukkan adanya gambaran monoton sel-sel abnormal dengan sitoplasma sempit, kromatin inti padat. Anak inti ditemukan, dengan kesimpulan gambaran sumsum tulang sesuai LLA L1. An A pada waktu dilakukan pemeriksaan (27 Maret 2012) sedang berbaring. An A mengatakan bahwa saat ini nafsu makannya sedikit berkurang karena
mual. An A menghabiskan ¾ porsi yang disediakan rumah sakit. An A mengatakan bahwa dia masih sekolah dan sudah kelas lima SD. Waktunya lebih banyak di rumah sakit, sehingga sering absen di sekolah . Namun, dia merasa beruntung karena masih bisa mengejar ketinggalan pelajaran dari guru-guru Sekolah-Ku. An A mengatakan bahwa dia merasa capek harus bolak balik ke rumah sakit (skor fatigue 2), dan ingin segera cepat menyelesaikan pengobatannya. Menurutnya, karena sakit, aktivitasnya menjadi terbatas, dia tidak boleh capek, tidak boleh olahraga dan harus banyak istirahat. Di sekolah juga seperti itu, dia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga, padahal dia sangat senang sekali bermain bola.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data berat badan An A adalah 29,5 kg, tinggi badan 137cm. BB standar berdasarkan usia adalah 29,5/32=92,1%. TB standar berdasarkan usia 137/139=98,56%. Klasifikasi status gizi adalah adalah gizi normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal dimana nadi: 84x/mnt, nafas:20x/mnt, suhu:35,6°C dan tekanan darah: 90/60 mmHg. Klien tidak mengeluhkan demam, batuk pilek, mual, muntah, sesak, mimisan dan gusi berdarah. An A terlihat sangat mudah bergaul dengan anak lain yang berada di ruang perawatan yang sama dengannya, sambil mengajak mereka bercanda, bercerita dan bermain. An A juga terlihat kooperatif dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang melakukan pemeriksaan dan tindakan perawatan. An A cukup mandiri, dan tidak terlalu tergantung kepada ayahnya.
Diet An A adalah makanan biasa 2000 KKal ditambah ekstra susu dua kali, dan anak mendapatkan hidrasi dengan IVFD (Kaen 1 B + Bicnat 25 MEq dengan tetesan infus 25 tetes per menit). Obat yang diberikan pada An A diantaranya adalah: Ondancentron : 3 x 6 mg i.v, 6 MP 1 x 50 mg p, MTX IT 12 mg + Dexa 1mg IT, MTX HD i.v 1000 mg i.v dan Leucovorin 15 mg i.v. Pada anak An A trophocognosis yang teridentifikasi adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan risiko cedera. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An A adalah memberikan latihan
fisik, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, membantu prosedur kemoterapi dan berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan.
Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An A selama 4 hari menunjukkan hasil yang cukup baik, dimana An A menunjukkan peningkatan ketersediaan energi, yang ditandai dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri. An A juga dapat mempertahankan kebutuhan nutrisinya yang ditandai dengan berat badan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit elastis dan anak mampu menghabiskan porsi yang disediakan. Selain itu, An A tidak memperlihatkan tanda-tanda cedera akibat pemberian kemoterapi yang ditandai dengan tanda vital stabil, anak bebas demam dan tidak ada tanda perdarahan atau gangguan eliminasi.
Kasus 5
An R2, laki laki (15 tahun) dengan diagnosis karsinoma nasofaring (KNF) dan gizi buruk marasmik datang ke rumah sakit untuk kemoterapi protokol KNF siklus IV, rencana pengobatan carboplastin 250 mg dan radiasi yang ke-27. Dua tahun sebelum masuk rumah sakit terdapat benjolan di leher, awalnya leher kanan kemudian menjalar ke leher kiri, dibawa ke dokter umum, dan diberikan obat, namun bengkak di leher An R2 bertambah besar dan kondisi anak tidak membaik setelah pengobatan. An R2 kemudian dibawa lagi ke rumah sakit dan pada akhir tahun 2009, An R2 dicurigai mengalami kanker nasofaring. Pada bulan Januari tahun 2010 dilakukan biopsi dan anak terdiagnosis kanker nasofaring (KNF). Pada saat itu An R2 dianjurkan untuk menjalani pengobatan kemoterapi. Karena masalah biaya dan ketidakpastian pengobatan An R2, keluarga memutuskan untuk membawa anak berobat ke ahli pengobatan alternatif. Keluarga membawa An R2 ke berbagai tempat pengobatan alternatif yang diyakini dapat memberikan kesembuhan pada An R2, namun kondisi anak tidak memperlihatkan perbaikan. Akhirnya Anak dibawa kembali ke rumah sakit dan menjalani perawatan. Bulan Januari 2011, An R2 pertama kali menjalani kemoterapi protokol kanker nasofaring. Pasien
sudah pernah CT scan dan bone scan. Dari hasil pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran metastasis ke tulang.
An R2 saat ini mengeluhkan badan lemah (skor fatigue 6) dan tidak nafsu makan karena susah menelan dan sariawan yang dialaminya sejak satu minggu ini. Menurut ayah, An R2 hanya minum susu yang dianjurkan dari rumah sakit 6 kali sehari sebanyak 200 cc setiap kali minum. Selain itu, An R2 juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 minggu yang lalu, sudah minum obat tapi belum sembuh juga. Bapak I mengatakan bahwa semenjak menjalani radiasi, kondisi An R2 semakin lemah, berat badannya pun tidak pernah naik dan cenderung menurun. Bapak I mengatakan bahwa An R2 dapat tidur 12-14 jam dalam sehari (mulai dari tidur siang, sore dan malam hari). Di rumah Bapak I membatasi aktivitas An R2, tidak boleh kelelahan sehingga semua aktivitas perawatan diri An R2 memang dibantu oleh keluarga mulai dengan bantuan ringan ataupun sedang. Menurut Bapak I, semenjak sakit An R2 pendiam, lebih sensitif dan suka marah.
Bapak I mengungkapkan kesedihannya atas kondisi yang dialami oleh An R2 Bapak I merasa bahwa pengobatan yang dijalani An R2 saat ini justru menjadi sumber penderitaan bagi anak R2, semakin lama berat badan An R2 semakin menurun. Bapak I mengatakan saat ini hanya dapat mengikuti saran dokter dengan harapan anak R2 bisa sembuh dan kondisinya bisa seperti semula. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16 April 2012, didapatkan data berat badan An R2 adalah 22,3 kg, tinggi badan adalah 141 cm. BB standar berdasarkan usia 22,3/38 : 67,5%. TB standar berdasarkan usia 141/165: 85%. Klasifikasi status gizi adalah gizi buruk marasmik. Tanda-tanda vital cukup stabil, namun terlihat adanya hipotensi dimana nadi: 100x/mnt, nafas:23x/mnt, suhu:36,4°C dan tekanan darah: 80/60 mmHg. An R2 terlihat sangat lemah, setiap aktivitasnya dibantu oleh Bapak I. An R2 lebih banyak tidur di tempat tidur dengan posisi berbaring ke kanan dan posisi badan di lengkungkan. An R2 terlihat cukup kooperatif namun cenderung pendiam. An R2 hanya menjawab apabila ditanya. An R2 menghabiskan
waktunya untuk berbaring dan tidur diatas tempat tidur. An R2 juga tidak tertarik untuk bermain ketika guru dari YKAKI mengajaknya untuk bermain sambil membaca dan menulis. An R2 mengatakan membaca buku adalah hal yang membosankan baginya. Kadang-kadang An R terlihat membentak ayahnya karena dipaksa makan atau disuruh bangun.
Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 15 April 2012 menunjukkan adanya anemia ringan pada An R2, dimana kadar hemoglobin dalam darah adalah 10,7gr%. An R2 mendapatkan diet makanan lunak (6 x 250 cc) dan cairan KaEn 1 B, 64 cc/jam. Obat-obatan yang diberikan pada An R2 adalah Carboplastin 250 mg i.v, Ondancentron : 3 x 4,5 mg i.v, Ranitidin: 2 x 40 mg i.v, Tramadol: 3 x 40 mg i.v dan Flumucyl: 3 x p.o.
Trophicognosis yang muncul adalah kelelahan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, risiko cedera, perubahan membran mukosa oral, risiko bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan citra diri dan pereubahan proses keluarga. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An R2 adalah memberikan latihan, membantu aktivitas, melibatkan keluarga dalam perawatan anak, memonitor intake nutrisi dan berat badan, melibatkan klien dan keluarga dalam perawatan mulut, memonitor fungsi pernafasan, membantu prosedur pemberian kemoterapi dan mencegah efek samping pengobatan, berkolaborasi dalam pemberian obat-obatan, membantu klien mempertahankan sikap yang positif dan ekspresi perasaan serta memberikan dukungan kepada keluarga.
Intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada An R2 selama 3 hari menunjukkan hasil yang memerlukan keterlibatan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah. Walaupun anak sudah diperbolehkan pulang dan tidak memperlihatkan efek samping yang serius akibat kemoterapi, kondisi anak masih memerlukan pemantauan terutama oleh keluarga. Nafsu makan cukup baik, namun diet yang diberikan berupa makanan lunak. Anak masih batuk, masih merasakan kelelahan, masih merasakan nyeri pada luka sariawan, dan anak juga belum mampu untuk mengekspresikan perasaannya. Intervensi
dilanjutkan oleh perawat poliklinik RSCM dan peningkatan keterlibatan orang tua dalam perawatan An R2 di rumah melalui pendidikan kesehatan terutama tentang efek samping pengobatan (kemoterapi dan radiasi), mengatasi kelelahan, pemberian nutrisi yang adekuat, mempertahankan bersihan jalan nafas dan mencegah kerusakan membran mukosa oral serta dukungan emosional atau psikososial bagi An R2.
2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Kanker 2.2.1.1 Definisi
Kanker adalah suatu keadaan dimana terdapatnya sel malignan yang menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel tidak normal, tidak terkendali dan tidak beraturan. Neoplasma berhubungan dengan pertumbuhan sel tidak normal dalam tubuh (Johnson & Keogh, 2010). 2.2.1.2 Insiden
Angka kejadian kanker pada anak lebih sedikit dibandingkan dengan dewasa, namun masih menjadi penyebab kematian kedua pada anak dibawah usia 14 tahun (Muscari, 2005; Johnson & Keogh, 2010). Leukemia merupakan kanker yang paling banyak pada anak, diikuti oleh tumor otak, limfoma, dan tumor ginjal (Muscari, 2005).
2.2.1.3 Penyebab
Sampai saat ini penyebab kanker termasuk kanker pada anak belum diketahui secara pasti. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami kanker, diantaranya adalah faktor genetik yang menyebabkan mutasi gen, paparan prenatal (seperti ibu hamil yang menjalani pemeriksaan diagnostik dengan radiasi dapat meningkatkan risiko leukemia pada bayi yang dilahirkan), paparan postnatal seperti radiasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko kanker. Selain itu beberapa faktor risiko yang juga diindikasikan menyebabkan
kanker seperti penggunaan obat dan alkohol, paparan terhadap zat-zat kimia dan polutan (Kathy dalam Baggott, et al. 2002; Johnson & Keogh, 2010).
Karakteristik kanker bervariasi pada masing-masing anak. Faktor predisposisi yang memegang peranan penting dalam terjadinya kanker yaitu karena adanya interaksi individu dengan lingkungan seperti genetik, imun, diet, pekerjaan, hormon, virus, sosial ekonomi, gaya hidup dan faktor lain yang berhubungan dengan individu serta lingkungan fisik dan sosial individu. Anak yang terdiagnosis leukemia dapat menunjukkan penyebab yang berbeda. Penyebab kanker adalah multifaktor atau kombinasi antara faktor risiko dimana seseorang tidak akan mengalami kanker bila tidak terpapar dengan faktor risiko atau hanya dengan satu faktor risiko saja (Kathy dalam Baggott et al, 2002). 2.2.1.4 Klasifikasi
Johnson dan Keoght (2010), mengklasifikasikan kanker pada anak menjadi empat bagian yaitu:
1) Leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada anak.
2) Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik (Non Hodgkin’s dan Hodgkin’s).
3) Tumor sistem saraf pusat seperti glioma, meduloblastoma, dan ependyloma.
4) Tumor padat seperti Neuroblastoma, Wilm’s tumor,
Retinoblastoma, Rabdomiosarkoma, Ewing’s sarcoma, Osteosarkoma, Hepatoblastoma, dan germ cell tumor.
2.2.1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kanker pada anak tergantung usia, jenis tumor dan tingkat keparahan penyakit (Leonard dalam Baggott et al, 2002).
Setiap tipe kanker pada anak dapat memberikan keluhan yang berbeda (Ball & Bindler, 2003). Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan dalam diagnosis penyakit. Beberapa tanda yang umumnya dikeluhkan oleh pasien kanker adalah:
1) Nyeri merupakan tanda utama yang diakibatkan oleh obstruksi baik langsung atau tidak langsung jaringan tumor terhadap reseptor saraf (reseptor nyeri). Jaringan neoplasma dapat menyebabkan reaksi peradangan, kerusakan jaringan, tekanan pada organ.
2) Cachexia yang dikarakteristikkan dengan anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan, dan rasa cepat bosan.
3) Anemia biasanya terjadi karena perdarahan kronik dan defisiensi zat besi. Pada keadaan yang lama, simpanan zat besi dapat berkurang.
4) Infeksi biasanya terjadi karena perubahan dan penurunan sistem imun tubuh. Infeksi dapat terjadi ketika kanker menekan pertumbuhan sel normal. Infeksi juga dapat terjadi pada anak yang diobati oleh obat kortikosteroid. Karena penurunan respon imun tubuh, pasien dapat mengeluhkan tanda infeksi yang normal.
5) Memar dapat terjadi karena sumsum tulang tidak dapat memproduksi jumlah trombosit yang cukup, sehingga dapat terjadi perdarahan dan trauma ringan. Dapat ditemukan perdarahan hidung karena jumlah platelet rendah (Johnson & Keoght, 2010).
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Diagnostik 1) Anamnesa
Hal yang perlu diperhatikan adalah tentang riwayat penyakit pasien mencakup riwayat imunisasi, operasi dan adanya penyakit kanker sebelumnya. Selain itu, tahapan perkembangan dan pencapaian
pertumbuhan pasien juga perlu ditanyakan pada saat anamnesa. Adanya riwayat penyakit kanker dalam keluarga merupakan hal yang penting untuk dikaji, karena merupakan faktor yang berkontribusi terhadap risiko terjadinya kanker pada anak. Pada waktu anamnesa awal, pasien datang dengan keluhan atau gejala yang tidak spesifik seperti sakit kepala, fatigue, nyeri tulang, perdarahan hidung dan penurunan berat badan pada anak yang sehat (Johnson & Keoght, 2010).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menentukan gejala utama dari kanker. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan benjolan dan pembengkakan yang tidak biasa seperti massa pada abdomen, atau pembengkakan kelenjar limfe. Selain itu, anak terlihat letih atau pucat, adanya tanda memar atau perdarahan kulit seperti ekimosis dan ptekie, nyeri tulang dan perubahan gaya berjalan, peningkatan suhu tubuh, perubahan pada mata dan penurunan berat badan (Johnson & Keoght, 2010).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya adalah pemeriksaan darah dan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, urinalisa, dan tumor marker (Leonard dalam Baggott et al, 2002; Johnson & Keoght, 2010). Untuk menegakkan diagnosis pasti tumor atau kanker maka perlu dilakukan pemeriksaan patologi seperti biopsi jaringan dan punksi lumbal. Selain itu pemeriksaan diagnostik lain yang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis tumor atau kanker adalah pemeriksaan radiologi, USG, MRI dan CT scan (Leonard dalam Baggott et al, 2002; Johnson & Keoght, 2010).
2.2.1.7 Penatalaksanaan
Pada anak, kanker diobati dengan satu atau kombinasi dari terapi seperti pembedahan, kemoterapi, radiasi, bioterapi dan transplantasi sumsum tulang (Ball & Bindler, 2003; Cameron &Allen, 2009).
1) Operasi
Operasi merupakan salah satu tindakan penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan kanker pada anak. Ada beberapa kasus tumor padat yang dapat diobati tanpa operasi. Untuk mendapatkan efek yang terapeutik, biasanya operasi dikombinasikan dengan kemoterapi dan radiasi. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada anak yang menjalani operasi mencakup pada beberapa tahapan diantaranya adalah evaluasi preoperatif, misalnya pemantauan hemodinamik anak sebelum operasi seperti hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit dan waktu koagulasi serta pemantauan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang mencakup nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi. Pada tahap intraoperatif, perlu dipantau status hemodinamik anak dan antisipasi terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk tahap postoperatif tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas, keseimbangan cairan dan elektrolit, kontrol nyeri, diet, perawatan luka, perawatan drain, ambulasi dan pencegahan terhadap terjadinya infeksi pasca operasi (Bagnall & Perry dalam Baggot, et al. 2002).
2) Kemoterapi
Kemoterapi adalah suatu bentuk terapi atau jenis pengobatan yang bersifat sitotoksik dan mencegah pembelahan sel ganas (maligna) dan mencegah penyebarannya (Chordas & Graham dalam Tolimson & Kline, 2010). Kemoterapi bertujuan untuk mengobati
penyakit melalui penekanan pertumbuhan organ penyebab dan tidak membahayakan bagi pasien. Kemoterapi merupakan fokus dalam manajemen penyakit kanker. Pada saat ini banyak penyakit yang diobati dengan kemoterapi, namun dalam pemberian obat kemoterapi harus dipahami mengenai prinsip pemberian kemoterapi tersebut seperti jenis obat, dosis, rute pemberian, jadwal pemberian dan pengetahuan tentang toksisitas obat baik akut maupun kronik (Guy & Ingram dalam McCorkle, et al. 1996). Pada umumnya, agen kemoterapi dapat membunuh sel kanker pada tahap aktif/siklus pembelahan sel (G1, S, G2 dan M) dengan cara merusak RNA atau DNA yang menyebabkan sel untuk mereplikasi dirinya. Akibat pemberian kemoterapi, sel-sel non malignan seperti sel hemopoitik, mukosa dan gastrointestinal juga mengalami pembelahan sel dengan cepat (Chordas & Graham dalam Tolimson & Kline, 2010).
Teknik pemberian kemoterapi diantaranya adalah 1) pengobatan multimodal yang terdiri atas kemoterapi yang dikombinasikan dengan pembedahan, radiasi, imunoterapi dan transplantasi sel induk (stem cell), 2) neoadjuvant chemotherapy diberikan sebelum pembedahan atau radiasi untuk mengecilkan tumor, 3) adjuvant
chemotherapy diberikan untuk mengeliminasi sel tumor
mikrometastatik setelah pembedahan atau radiasi, 4) kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radiasi sebagai radiation
sensitizer yang memungkinkan sel lebih cepat diobati, 5) sanctuary therapy adalah kemoterapi yang diberikan tidak langsung pada area
yang akses terhadap pengobatan sistemik (kemoterapi intratekal), 6) palliative chemotherapy, diberikan dengan dosis rendah yang dapat diteleransi dengan efek samping minimal ketika pengobatan tidak memungkinkan, 7) high dose chemotherapy dengan tranplantasi sel induk, 8) metronomic chemotherapy, dilakukan dengan dosis rendah untuk menyerang matrik vaskulator
(angiogenesis) yang mendukung pertumbuhan sel kanker (Chordas & Graham dalam Tolimson & Kline, 2010).
Agen antineoplastik akan lebih efektif jika diberikan secara kombinasi yang aktif melawan tumor dan dapat saling bersinergi dalam regimen terapi. Agen antineoplastik pada kanker dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu alkylating agents (seperti: siklofosfamid, ifosfamid, busulfin, dacarbazine,
carboplastin, cisplatin dan lain-lain), plants alkaloids (seperti: vinkristin, vinblastin, etoposide, dan paclitaxel), antitumor
antibiotics (seperti: daunorubicin, dactinomicin, dan bleomicin),
antimetabolic (seperti: methotrexate, 5-fluorouracil, dan
fazarabine), dan miscellaneous antineoplastic (seperti:
asparaginase dan hydroyurea) (Guy & Ingram dalam McCorkle et
al, 1996; Chordas & Graham dalam Tolimson & Kline, 2010).). Selama pemberian kemoterapi, anak juga diberikan obat lain seperti obat antiemetic untuk mengontrol mual, suplement vitamin dan antibiotik. Semua obat harus diberikan secara aman (patient
safety) dan harus dimonitor terhadap efek samping dari
pengobatan. Banyaknya obat yang diberikan dapat menimbulkan berbagai efek samping pada tubuh yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memetabolisme dan mengeksresikan obat (Ball & Bindler, 2003).
3) Radioterapi
Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion untuk mengobati penyakit keganasan. Umumnya radioterapi mulai dikurangi penggunaannya dalam pengobatan kanker pada anak sehubungan dengan efektivitas dari kemoterapi terhadap penyakit kanker dan untuk menghindari efek lambat dari radioterapi yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Namun, 20% anak dengan kanker masih membutuhkan radioterapi sebagai terapi dalam pengobatan kanker (Loch & Khorrami dalam Tomlinson & Kline, 2010).
Terapi radiasi dapat diberikan melalui beberapa cara diantaranya adalah diluar tubuh (external beam radiation), menanamkan sebuah radioaktif pada area tumor atau kanker (brachytherapy) yang memberikan efek lokal dalam pengobatan kanker serta pemberian secara oral atau intravena untuk efek sistemik (Iwamoto dalam Otto, 2001).
Radioterapi dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada area yang diradiasi. Sel DNA dari tumor adalah target dari radioterapi dan kerusakan dapat terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui produksi toksik radikal bebas yang berasal dari interaksi radiasi dengan air dalam sel. Terjadi pemutusan rantai tunggal dan ganda sel DNA tumor, sehingga tidak dapat lagi membentuk sel baru walaupun sudah terjadi replikasi. Sensitivitas radioterapi berhubungan dengan aktivitas proliferasi sel, walaupun sel malignan adalah target dari radioterapi, tetapi sel-sel sehat juga dapat mengalami kerusakan akibat efek samping dari radioterapi. Untuk mengantisipasi hal ini pengobatan diberikan dengan dosis rendah atau fraksi (fraksi radioterapi: radioterapi terpisah). Untuk oksigenasi yang optimum, hemoglobin anak yang akan menjalani radioterapi dipertahankan minimal 10 gr/dL (Loch & Khorrami dalam Tomlinson & Kline, 2010).
4) Biotherapy
Biotherapy didefinisikan sebagai pengobatan yang menggunakan
derivat agen dari sumber biologis dan atau mengakibatkan respon biologis. Beberapa contohnya adalah interferon, interleukin,
MoAbs dan haemopoietic growth faktors (Appel dalam Otto,
5) Transplantasi sumsum tulang dan stem cell
Ada dua tipe transplantasi yaitu: 1) Autologous transplant merupakan transplantasi dengan menggunakan sumsum tulang dan
stem cell pasien sendiri yang dikumpulkan, disimpan di tempat
penyimpanan dan diberikan kepada pasien setelah mendapatkan perawatan sebelum transplantasi, 2) Allogenis transplant merupakan tipe transplantasi dimana pasien menerima sumsum tulang dan stem cell dari orang lain, bisa dari saudara kembar (syngeneic), dari orang yang mempunyai hubungan darah (related) dan dari orang lain yang tidak mempunyai hubungan darah dengan pasien (unrelated).
Pengobatan dengan meggunakan transplantasi sumsum tulang bervariasi pada penyakit keganasan. Pada umumnya BMT (bone
marrow transplantation) diberikan pada kasus keganasan.
Keberhasilan dan kelangsungan hidup pasien dengan transplantasi tergantung pada tipe dan stadium penyakit, usia pasien, status perkawinan dan ketersediaan donor untuk transplantasi (Keller dalam Otto, 2001).
2.2.1.8 Dampak Penyakit Kanker Pada Anak
Anak dapat mengalami berbagai macam masalah terkait dengan penyakit dan pengobatan. Pengobatan kanker terutama kemoterapi dapat memberikan efek pada fisik, psikologis anak dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta kualitas hidup anak (Hockenberry & Wilson, 2007).
Efek samping agen kemoterapi secara umum diantaranya adalah infeksi, perdarahan, anemia, mual dan muntah, gangguan nutrisi, ulserasi mukosa serta alopesia. Efek samping lain misalnya diare, konstipasi, nyeri, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, toksik ginjal, neurotoksik, kelelahan