• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN HEPAR

12.1 HEPATITIS .1 Pendahuluan

12.1.2 Fitoerapi Hepatitis

progresif menjadi sirosis hati dan akhirnya kanker hati pada 20-30 % kasus. Virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab utama hepatitis kronis. Pada laporan sebelumnya, virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap virus hepatitis B kronis. Penduduk Indonesia yang telah terinfeksi hepatitis B sekitar 23 juta orang. Menurut World Health Organization (WHO) penduduk dunia yang terinfeksi virus hepatitis C sekitar 170 juta orang dan sekitar 90% berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati (Marinda, 2014).

12.1.2 Fitoerapi Hepatitis

1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

12.1.2 Fitoerapi Hepatitis

1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Gambar 12.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). www.globinmed.com. [4 April

2016]

Temulawak mengandung komponen utama yaitu 1,6-2,2 % kurcumin dan 1,48-1,63% minyak astiri (Oktaviana, 2010). Selain itu juga mengandung pati, kurkuminoid, serat kasar, abu, protein, mineral, minyak atsiri yang terdiri dari d-kamfer, siklo isoren, mirsen, tumerol, xanthorrhizol, zingiberen, zingeberol, dan juga analog curcumin antara lain demetoxycurcumin, bisdemetoxycurcumin serta banyak zat aktif lainnya. Komponen senyawa yang bertindak sebagai antioksidan dari rimpang temulawak adalah flavonoid, fenol dan kurkumin (Marinda, 2014).

2. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Gambar 12.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]

Beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam buah mengkudu, diantaranya adalah skopoletin, damnakantal, prokseronin dan prokseroninase (Sasmito et al, 2006). Ekstrak buah mengkudu diduga memiliki aktivitas sebagai immunomodulator, terutama optimal pada ekstrak n-heksana 10%, dapat meningkatkan jumlah IgM, IgG, menurunkan kadar SGPT, dan dapat memperbaiki

Gambar 12.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). www.globinmed.com. [4 April 2016]

Temulawak mengandung komponen utama yaitu 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63% minyak astiri (Oktaviana, 2010). Selain itu juga mengandung pati, kurkuminoid, serat kasar, abu, protein, mineral, minyak atsiri yang terdiri dari d-kamfer, siklo isoren, mirsen, tumerol, xanthorrhizol, zingiberen, zingeberol, dan juga analog kurkumin antara lain demetoxycurcumin, bisdemetoxycurcumin serta banyak zat aktif lainnya. Komponen senyawa yang bertindak sebagai antioksidan dari rimpang temulawak adalah flavonoid, fenol dan kurkumin (Marinda, 2014).

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

2. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

186

Gambar 12.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). www.globinmed.com. [4 April

2016]

Temulawak mengandung komponen utama yaitu 1,6-2,2 % kurcumin dan 1,48-1,63% minyak astiri (Oktaviana, 2010). Selain itu juga mengandung pati, kurkuminoid, serat kasar, abu, protein, mineral, minyak atsiri yang terdiri dari d-kamfer, siklo isoren, mirsen, tumerol, xanthorrhizol, zingiberen, zingeberol, dan juga analog curcumin antara lain demetoxycurcumin, bisdemetoxycurcumin serta banyak zat aktif lainnya. Komponen senyawa yang bertindak sebagai antioksidan dari rimpang temulawak adalah flavonoid, fenol dan kurkumin (Marinda, 2014).

2. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Gambar 12.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam buah mengkudu, diantaranya adalah skopoletin, damnakantal, prokseronin dan prokseroninase (Sasmito et al, 2006). Ekstrak buah mengkudu diduga memiliki aktivitas sebagai immunomodulator, terutama optimal pada ekstrak n-heksana 10%, dapat meningkatkan jumlah IgM, IgG, menurunkan kadar SGPT, dan dapat memperbaiki

Gambar 12.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]

Beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam buah mengkudu, di antaranya adalah skopoletin, damnakantal, prokseronin dan prokseroninase (Sasmito et al, 2006). Ekstrak buah mengkudu diduga memiliki aktivitas sebagai immunomodulator, terutama optimal pada ekstrak n-heksana 10%, dapat meningkatkan jumlah IgM, IgG, menurunkan kadar SGPT, dan dapat memperbaiki sel-sel hati pada mencit yang diinduksi 3 kali dengan vaksin hepatitis B dalam waktu 42 hari (Sasmito et al, 2006).

3. Eukaliptus (Eucalyptus globulus Labill.)

0

Pada penelitian sebelumnya, skrining fitokimia terhadap tanaman eukaliptus diketahui mengandung golongan senyawa minyak sterol, triterpen, atsiri, monoterpen dan flavonoid. Di dalam batang E. globulus diketahui mengandung senyawa-senyawa dihidroksifenilasetat, quinat, bis (heksahidroksidifenoil (HHDP))-glukosa, asam kafeat, galloil-bis (HHDP)-glukosa, galloil-HHDP (HHDP)-glukosa, isorhamentin-heksosida, metilalergat (EA)-pentosa konjugat, asam quersetin-heksosida, mirisetinrhamnosida, isorhamnetinrhamnosida, phloridzin, mearnsetin-heksosida, mearnsetin, luteolin, dan tipe B-proantosianidin dimer (Versiati et al, 2014).

Penelitian pendahuluan uji aktivitas Wahyuni et al, (2013) ekstrak etanl 80% batang tanaman menunjukkan aktivitas antihepatitis dengan nilai IC50 43,0 μg/ml terhadap virus hepatitis J6/JFH1. Senyawa aktif di dalam ekstrak memiliki mekanisme untuk menghambat replikasi dari bermacam tipe virus DNA atau RNA terutama virus hepatitis. Bahkan, pada penelitian lain disebutkan bahwa ekstrak etanol 80% dari batang fraksi diklorometana, Eucalyptus globulus, fraksi etil asetat dan fraksi butanol aktif sebagai antihepatitis C terhadap virus JFH1a strain 2a dengan IC50 berturut-turut 10,19 μg/ml, 1,64 μg/ml, 10,49 μg/ml, dan 18,78 μg/ml. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa fraksi diklorometana merupakan fraksi aktif namun toksik dengan nilai CC50 7,75 μg/ml dan SI 4,7 μg/ml. Sedangkan fraksi air tidak tidak menunjukkan aktivitas antihepatitis C (Versiati et al, 2014).

4. Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

4. Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

Gambar 12.4 Gambir (Uncaria gambir Roxb.) (Anggraini et al, 2011)

Daun Uncaria gambir memiliki komponen tanin dan flavonoid yang diketahui melalui uji fitokimia ekstrak, serta fenol sebanyak 43,13 % melalui metode Folin-Ciocalteu, dengan menggunakan asam galat sebagai standar (Jaya et al, 2012). Kandungan senyawa aktifnya berupa katekin tidak kurang dari 90% yang termasuk dalam golongan polifenol (Hasti et al, 2012). Berdasarkan penelitian klinis yang telah dilakukan terhadap senyawa katekin ini antara lain pada pasien dengan hepatitis yang disebabkan virus, terbukti secara signifikan menurunkan aktivitas SGOT dan SGPT pada pasien dengan hepatitis B dan C. Pada pasien dengan hepatitis B kronis, dari 174 pasien yang diberi katekin, 44 orang pasien mengalami penurunan titer HBs Ag sebesar 50% dan 16 pasien HBs Ag nya menghilang Thorne Research, 1999 (Hasti et al, 2012).

Mekanisme kerja dari senyawa dalam gambir ialah berupa produk peroksidasi yang akan menginduksi hipofungsi dari membran dan akhirnya enzim cytolitic dan muncul di darah sehingga terjadi peningkatan aktivitas SGPT dan SGOT dan saat itu terjadi kematian sel. Uncaria gambir memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor pada dosis 30; 100 dan 300 mg/kg BB. Gambir dapat menurunkan angka rasio berat organ hati dan berdasarkan nilai LD50 24 jam yang diperoleh >15 g/kgbb, gambir diklasifikasikan praktis tidak toksik (Hasti et al, 2012).



Daun Uncaria gambir memiliki komponen tanin dan flavonoid yang diketahui melalui uji fitokimia ekstrak, serta fenol sebanyak 43,13 % melalui metode Folin-Ciocalteu, dengan menggunakan asam galat sebagai standar (Jaya et al, 2012). Kandungan senyawa aktifnya berupa katekin tidak kurang dari 90% yang termasuk dalam golongan polifenol (Hasti et al, 2012). Berdasarkan penelitian klinis yang telah dilakukan terhadap senyawa katekin ini antara lain pada pasien dengan hepatitis yang disebabkan virus, terbukti secara signifikan menurunkan aktivitas SGOT dan SGPT pada pasien dengan hepatitis B dan C. Pada pasien dengan hepatitis B kronis, dari 174 pasien yang diberi katekin, 44 orang pasien mengalami penurunan titer HBs Ag sebesar 50% dan 16 pasien HBs Ag nya menghilang Thorne Research, 1999 (Hasti et al, 2012).

Mekanisme kerja dari senyawa dalam gambir ialah berupa produk peroksidasi yang akan menginduksi hipofungsi dari membran dan akhirnya enzim cytolitic dan muncul di darah sehingga terjadi peningkatan aktivitas SGPT dan SGOT dan saat itu terjadi kematian sel. Uncaria gambir memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor pada dosis 30; 100 dan 300 mg/kg BB. Gambir dapat menurunkan angka rasio berat organ hati dan berdasarkan nilai LD50 24 jam yang diperoleh >15 g/kgbb, gambir diklasifikasikan praktis tidak toksik (Hasti et al, 2012).

5. Meniran (Pyllanthus niruri L.)

5. Meniran (Pyllanthus niruri L.)

Gambar 12.5 Meniran (Phyllanthus niruri L.) (Paithankar et al, 2011)

Herba meniran mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan steroid. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri yaitu monoterpenoid diterpenoid (-) hardwicklic acid, linalool, triterpenoid saponin, phytol, dan triterpenoid glikosida. Senyawa jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan juga merupakan senyawa terpenoid yang terkandung dalam herba meniran. Senyawa tersebut terbentuk dari karvon, yakni senyawa golongan monoterpenoid yang mengandung gugus keton (Gunawan et al, 2008).

Pada percobaan hewan uji yang dibuat hepatotoksik dengan pemberian CCL4, kemudian diberikan ekstrak tumbuhan meniran, didapatkan hasil bahwa ekstrak meniran ini mempunyai daya anti hepatotoksik. Maka herba meniran (Phyttanthus niruri Linn) diketahui juga dapat memperbaiki fungsi hati (Chodidjah et al, 2007). Diketahui bahwa perbaikan sel hati tersebut diduga dengan adanya kandungan zat aktif pada meniran yaitu phyllanthin dan hypophyllanthin dapat mengaktifkan sel kupfer dalam menghasilkan interleukin untuk proses regenerasi sel hati. Menurut teori sel Kupffer dapat memproduksi interleukin 6 yang akan merangsang sintesis protein pada sel hati. Phyllanthin dan hypophyllanthin berperan dengan berikatanpada reseptor membran sel kupffer maupun membran sel hati dan adanya ikatan tersebut akan mengaktifkan enzim protein kinase di sitosol, kemudian enzim proteinkinase tersebut akan mengaktifkan protein faktor transkripsi. Aktivasi proteinkinase pada sel kupffer, maka protein tersebut akan berikatan dengan segmen pemicu yang akan memicu proses transkripsi inter leukin 6 (IL - 6). Interleukin – 6 merupakan salah satu jenis sitokin yang berperan sebagai sinyal kimia dalam proses transduksi selsitokin tersebut akan berikatan dengan reseptor sel hati dan merangsang regenerasi sel hati melalui mekanisme Sinyal Transducer and Activation of Transcription – 3 / STAT – 3. Protein STAT-3 akan berikatan dengan segmen pemicu pada struktur DNA yang secra spesifik akan memicu gen structural penyandi protein faktor transkripsi fos, aktifasi dari protein faktor transkripsi fos akan menghasilkan produk

Herba meniran mengandung senyawa metabolit sekunder di antaranya alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan steroid. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri yaitu monoterpenoid diterpenoid (-) hardwicklic acid, linalool, triterpenoid saponin, phytol, dan triterpenoid glikosida. Senyawa jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan juga merupakan senyawa terpenoid yang terkandung dalam herba meniran. Senyawa tersebut terbentuk dari karvon, yakni senyawa golongan monoterpenoid yang mengandung gugus keton (Gunawan et al, 2008).

Pada percobaan hewan uji yang dibuat hepatotoksik dengan pemberian CCL4, kemudian diberikan ekstrak tumbuhan meniran, didapatkan hasil bahwa ekstrak meniran ini mempunyai daya anti hepatotoksik. Maka herba meniran (Phyttanthus niruri Linn) diketahui juga dapat memperbaiki fungsi hati (Chodidjah et al, 2007). Diketahui bahwa perbaikan sel hati tersebut diduga dengan adanya kandungan zat aktif pada meniran yaitu phyllanthin dan hypophyllanthin dapat mengaktifkan sel kupfer dalam menghasilkan interleukin untuk proses regenerasi sel hati. Menurut teori sel Kupffer dapat memproduksi interleukin 6 yang akan merangsang sintesis protein pada sel hati. Phyllanthin dan hypophyllanthin berperan dengan berikatan pada reseptor membran sel kupffer maupun membran sel hati dan adanya ikatan tersebut akan mengaktifkan enzim protein kinase di sitosol, kemudian enzim proteinkinase tersebut akan mengaktifkan protein faktor transkripsi. Aktivasi proteinkinase pada sel kupffer, maka protein tersebut akan berikatan dengan segmen pemicu yang akan memicu proses transkripsi interleukin 6 (IL - 6). Interleukin – 6 merupakan salah satu jenis sitokin yang berperan sebagai sinyal kimia dalam proses transduksi selsitokin tersebut akan berikatan dengan reseptor sel hati dan merangsang regenerasi sel hati melalui mekanisme Sinyal Transducer and Activation of Transcription – 3 / STAT – 3. Protein STAT-3 akan berikatan dengan segmen pemicu pada struktur DNA yang secra spesifik akan memicu gen struktural penyandi protein faktor transkripsi fos, aktifasi dari protein faktor transkripsi fos akan menghasilkan produk berupa enzim Cyclin Dependent kinase (CDK) untuk proses replikasi sel (Chodidjah et al, 2007).

6. Sambiloto (Andrographis paniculata( Burm.f.) Wall. Ex Ness)

et al, 2007).

6. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. Ex Ness)

Gambar 12.6 Sambiloto (Andrographis paniculata) (Hossain et al, 2014)

Secara kimia sambiloto mengandung flavonoid dan lakton. Selain itu, tanaman sambiloto juga terdapat komponen aldehid, keton, alkan, asam kersik, mineral (kalsium, natrium, kalium), dan damar. Pada lakton, komponen utamanya adalah andrographolid, yang juga merupakan zat aktif utama dari tanaman ini (Widyawati, 2007). Andrographolide sudah diisolasi dalam bentuk murni dan menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi. Senyawa kimia lain yang sudah diisolasi dari daun yang juga pahit yaitu diterpenoid viz. deoxyandro-grapholide-19β-D-glucoside, dan neo-andrographolide. Pemberian sambiloto sebagai terapi menunjukkan efek protektif terhadap aktivitas superoxide dismutase, enzim catalase, glutathione peroxidase dan glutathione yang menurun dengan pemberian hexachloro cyclohexane (BHC). Bahkan, didapat pula aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif dari sambiloto (Widyawati, 2007).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian ekstrak dengan dosis 500 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan kadar SGOT dan SGPT tikus Wistar yang diinduksi CCl4 dan etil alkohol. Hasil penelitian ini mendukung penelitian in vitro yang dilakukan oleh Visen dan kawan-kawan terhadap sel hati tikus yang di isolasi, dimana andrographolid memiliki efek hepatoprotektif yang sebelumnya telah diinduksi parasetamol. Andrographolid juga berefek terhadap penurunan enzim-enzim dalam serum diantaranya transaminase dan alkalin fosfatase (Sagita, 2006).

Gambar 12.6 Sambiloto (Andrographis paniculata) (Hossain et al, 2014) Secara kimia sambiloto mengandung flavonoid dan lakton. Selain itu, tanaman sambiloto juga terdapat komponen aldehid, keton, alkan, asam kersik, mineral (kalsium, natrium, kalium), dan damar. Pada lakton, komponen utamanya adalah andrographolid, yang juga merupakan zat aktif utama dari tanaman ini(Widyawati, 2007).Andrographolide sudah diisolasi dalam bentuk murni dan menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi. Senyawa kimia lain yang sudah diisolasi dari daun yang juga pahit yaitu diterpenoid viz deoxyandro-grapholide-19β-D-glucoside, dan neo-andrographolide. Pemberian sambiloto sebagai terapi menunjukkan efek protektif terhadap aktivitas superoxide dismutase, enzim catalase, glutathione peroxidase dan glutathione yang menurun dengan pemberian hexachlorocyclohexane (BHC). Bahkan, didapat pula aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif dari sambiloto (Widyawati, 2007).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian ekstrak dengan dosis 500 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan kadar SGOT dan SGPT tikus Wistar yang diinduksi CCl4 dan etil alkohol. Hasil penelitian ini mendukung penelitian in vitro yang dilakukan oleh Visen dan kawan-kawan terhadap sel hati tikus yang diisolasi, dimana andrographolid memiliki efek hepatoprotektif yang sebelumnya telah diinduksi parasetamol. Andrographolid juga berefek



terhadap penurunan enzim-enzim dalam serum diantaranya transaminase dan alkalin fosfatase (Sagita, 2006).

7. Palaisa (Kleinhovia hospita L.)

7. Palaisa (Kleinhovia hospita L.)

Gambar 12.7 Palaisa (Kleinhovia hospita L.). www.wikipedia.org. [18 Juli 2016]

Hasil pemeriksaan zat aktif yang dikandung daun paliasa (Kleinhovia hospita L.) yaitu golongan saponin, cardenolin, bufadienol dan antrakinon. Senyawa kimia telah ditemukan pada tumbuhan ini terutama pada daunnya, antara lain flavonoid dan alkaloid, senyawa golongan terpenoid dan fenolik, sianogen, saponin, kardenolin, bufadienol, dan antrakuinon (Raflizar & Sihombing, 2009). Ekstrak daun paliasa pada dosis perlakuan 250 mg/kg bb, 500 mg/kg bb, 750 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb yang diberikan pada 63 ekor tikus betina secara efektif dapat menurunkan aktivitas enzim SGPT dalam darah, dapat mengurangi kerusakan sel hati yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida (CC14) dan berkhasiat untuk pengobatan radang hati. Sehingga daun palaisa dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif bagi penyakit hepatitis (Raflizar & Sihombing, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kapsul paliasa berefek sebagai obat hepatogeneratif dengan cara menurunkan kadar SGPT dan SGOT serta meningkatkan kadar glutation hewan uji tikus terinduksi parasetamol. Hepatogeneratif adalah suatu senyawa obat yang memiliki kemampuan untuk memperbaiki sel-sel pada hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh racun, obat, dan lain-lain. Dalam kondisi normal, hanya 0,5– 1,0% dari sel-sel hati yang secara teratur mengalami replikasi DNA. Meskipun demikian, setelah adanya stimulasi, individu hepatosit memiliki kemampuan replikasi yang luar biasa, karena hanya beberapa hepatosit yang diperlukan untuk memulihkan hati setelah cedera. Bahkan hepatosit mampu mengalami pertumbuhan dan proliferasi selama regenerasi, sambil terus melaksanakan tugas metabolismenya, sehingga memungkinkan pemulihan yang relatif cepat (Tayeb et al, 2013).

Gambar 12.7 Palaisa (Kleinhovia hospita L.). www.wikipedia.org. [18 Juli 2016]

Hasil pemeriksaan zat aktif yang dikandung daun paliasa (Kleinhovia hospita L.) yaitu golongan saponin, cardenolin, bufadienol dan antrakinon. Senyawa kimia telah ditemukan pada tumbuhan ini terutama pada daunnya, antara lain flavonoid dan alkaloid, senyawa golongan terpenoid dan fenolik, sianogen, saponin, kardenolin, bufadienol, dan antrakuinon (Raflizar & Sihombing, 2009). Ekstrak daun paliasa pada dosis perlakuan 250 mg/kg bb, 500 mg/kg bb, 750 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb yang diberikan pada 63 ekor tikus betina secara efektif dapat menurunkan aktivitas enzim SGPT dalam darah, dapat mengurangi kerusakan sel hati yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida (CC14) dan berkhasiat untuk pengobatan radang hati. Sehingga daun palaisa dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif bagi penyakit hepatitis (Raflizar & Sihombing, 2009).



Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kapsul paliasa berefek sebagai obat hepatogeneratif dengan cara menurunkan kadar SGPT dan SGOT serta meningkatkan kadar glutation hewan uji tikus terinduksi parasetamol. Hepatogeneratif adalah suatu senyawa obat yang memiliki kemampuan untuk memperbaiki sel-sel pada hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh racun, obat, dan lain-lain. Dalam kondisi normal, hanya 0,5– 1,0% dari sel-sel hati yang secara teratur mengalami replikasi DNA. Meskipun demikian, setelah adanya stimulasi, individu hepatosit memiliki kemampuan replikasi yang luar biasa, karena hanya beberapa hepatosit yang diperlukan untuk memulihkan hati setelah cedera. Bahkan hepatosit mampu mengalami pertumbuhan dan proliferasi selama regenerasi, sambil terus melaksanakan tugas metabolismenya, sehingga memungkinkan pemulihan yang relatif cepat (Tayeb et al, 2013).

8. Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merrill & Perry)

8. Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merrill & Perry)

Gambar 12.8 Cengkeh (Syzygium aromaticum) (Baietto, 2014)

Syzygium aromaticum mengandung senyawa metabolit berupa flavonoid (eugenin, rhamnetin, dan eugenitin), triterpenoid (asam oleanoat, stigmasterol dan kampesterol) tannin (asam galotanat), (Versiati et al, 2014). Eugenia caryophyllata atau sinonim dari cengkeh adalah sumber yang kaya akan minyak atsiri, berisi 15-20% minyak esensial, 13% tanin, 10% minyak tetap dan 6-12% eter ekstrak non-esensial (Singh et al, 2012). Isolasi minyak bunga cengkeh umum dilakukan menggunakan metode distilasi uap dan distilasi. Analisa menggunakan KG-SM menunjukkan bahwa minyak bunga cengkeh hasil isolasi mengandung 6 komponen yaitu, eugenol 81,2%, trans-karyofilen 3,92%, alfa-humulen 0,45%, eugenil asetat 12,43%, karyofilen oksida 0,25% dan trimetoksiasetofenon 0,53% (Prianto et al, 2013).

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa ekstrak air Syzygium aromaticum dari famili Myrtaceae diketahui memiliki aktivitas sebagai antiviral hepatitis C, yang ditunjukkan oleh aktivitas penghambatan yang signifikan yaitu ≥ 90% dapat menghambat infeksi virus terhadap sel (Versiati et al, 2014). Mekanisme kerjanya melibatkan alpha-humulene, alphahumulene, eposide I dan eugenol di isolasi dari Eugenia caryophyllata dengan menginduksi glutathione enzim S-transferase yang memainkan peran penting dalam detoksifikasi di hati. Karena perannya sebagai agen detoksifikasi maka dadpat digunakan sebagai pengobatan alternative bagi penyakit hepatitis (Singh et al, 2012).

Gambar 12.8 Cengkeh (Syzygium aromaticum) (Baietto, 2014)

Syzygium aromaticum mengandung senyawa metabolit berupa flavonoid (eugenin, rhamnetin, dan eugenitin), triterpenoid (asam oleanoat, stigmasterol dan kampesterol) tannin (asam galotanat), (Versiati et al, 2014). Eugenia caryophyllata atau sinonim dari cengkeh adalah sumber yang kaya akan minyak atsiri, berisi 15-20% minyak esensial, 13% tanin, 10% minyak tetap dan 6-12% eter ekstrak non-esensial (Singh et al, 2012). Isolasi minyak



bunga cengkeh umum dilakukan menggunakan metode distilasi uap dan distilasi. Analisa menggunakan KG-SM menunjukkan bahwa minyak bunga cengkeh hasil isolasi mengandung 6 komponen yaitu, eugenol 81,2%, trans-karyofilen 3,92%, alfa-humulen 0,45%, eugenil asetat 12,43%, trans-karyofilen oksida 0,25% dan trimetoksiasetofenon 0,53% (Prianto et al, 2013).

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa ekstrak air Syzygium aromaticum dari famili myrtaceae diketahui memiliki aktivitas sebagai antiviral hepatitis C, yang ditunjukkan oleh aktivitas penghambatan yang signifikan yaitu ≥ 90% dapat menghambat infeksi virus terhadap sel (Versiati et al, 2014). Mekanisme kerjanya melibatkan alpha-humulene, alphahumulene, eposide I dan eugenol diisolasi dari Eugenia caryophyllata dengan menginduksi glutathione enzim S-transferase yang memainkan peran penting dalam detoksifikasi di hati. Karena perannya sebagai agen detoksifikasi maka dadpat digunakan sebagai pengobatan alternatif bagi penyakit hepatitis (Singh et al, 2012).

9. Mangrove (Avicenna marina (Forsk.) Vierh)

9. Mangrove (Avicenna marina (Forsk.)Vierh)

Gambar 12.9 Mangrove (Avicenna marina (Forsk.)Vierh). www.wikipedia.org. [18 Juli

2016]

Ekstrak buah mangrove berdasarakan fitokimia menunjukkan hasil positif terdapat golongan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid (Mustopa et al, 2012). Penelitian sebelumnya telah dilakukan skrining terhadap tujuh jenis tanaman mangrove di laboratorium virologi molekuler-LIPI. Avicenna marina merupakan salah satu dari tujuh jenis tanaman mangrove yang memiliki potensi dalam menginhibisi RNA helikase virus hepatitis C. Enzim yang berperan dalam replikasi HCV adalah RNA polimerase, RNA helikase, dan serin protease. Senyawa metabolit dalam mangrove memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim RNA helikase HCV (Mustopa et al, 2012).

Senyawa flavonoid berdasarakan hasil analisis dengan uji fitokimia, KLT, dan KCKT yang diduga sebagai inhibitor RNA helikase HCV. Flavonoid telah banyak diteliti sebagai agen antivirus terhadap virus herpes, HIV, virus parainfluenza, dan adenovirus (Tapas et al. 2008). Flavonoid bekerja dengan menghambat siklus hidup virus pada waktu replikasi, yang melibatkan enzim replikasi virus diperkirakan melalui interaksi flavonoid dengan kofaktor enzim. Enzim replikasi, misalnya RNA helikase yang aktivitasnya bergantung pada ATP, sangat membutuhkan kofaktor (Mg2+) untuk membantu interaksinya dengan substrat. Keberadaan senyawa flavonoid menggantikan posisi kofaktor dalam enzim, sehingga enzim akan terhambat (Mustopa et al, 2012).

Gambar 12.9 Mangrove (Avicenna marina (Forsk.) Vierh). www.wikipedia.org. [18 Juli 2016]

Ekstrak buah mangrove berdasarkan fitokimia menunjukkan hasil positif terdapat golongan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid (Mustopa et al, 2012). Penelitian sebelumnya telah dilakukan skrining terhadap tujuh jenis tanaman mangrove di laboratorium virologi molekuler-LIPI. Avicenna marina merupakan salah satu dari tujuh jenis tanaman mangrove yang memiliki potensi dalam menginhibisi RNA helikase virus hepatitis C. Enzim yang berperan dalam replikasi HCV adalah RNA polimerase, RNA helikase, danserin protease. Senyawa metabolit dalam mangrove memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim RNA helikase HCV (Mustopa et al, 2012).

Senyawa flavonoid berdasarkan hasil analisis dengan uji fitokimia, KLT, dan KCKT yang diduga sebagai inhibitor RNA helikase HCV. Flavonoid telah banyak diteliti sebagai agen antivirus terhadap virus herpes, HIV, virus parainfluenza, dan adenovirus (Tapas et al. 2008). Flavonoid bekerja dengan menghambat siklus hidup virus pada waktu replikasi, yang melibatkan enzim replikasi virus diperkirakan melalui interaksi flavonoid dengan kofaktor enzim. Enzim replikasi, misalnya RNA helikase yang aktivitasnya bergantung pada ATP, sangat membutuhkan kofaktor (Mg2+) untuk membantu interaksinya dengan substrat. Keberadaan senyawa flavonoid menggantikan posisi kofaktor dalam enzim, sehingga enzim akan terhambat (Mustopa et al, 2012).

12.2 DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T., Tai, A., Yashino, T., Itani, T. Antioxidative activity and catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West Sumatra, Indonesia. African Journal of Biochemistry Research. Jan 2011; 5(1): 33-38.

Baietto, M. 2014. Bud Fall Induction in Clove (Syzygium aromaticum). Academic Research International. Jul 2014; 5(4): 23 – 29

Chodidjah, E. Widayati, & Utari. 2007. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Meniran (Phyllanthm niruri Linn) terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Wistar yang Terinduksi CCL4. JurnalAnatomi Indonesia. Vol 2(1):8 – 12

Dipiro, J.T., C. W. Hamilton, T. L. Schwinghammer, & B. G. Wells. 2000. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th edition. Mc-Graw Hill, New York.

Globinmed, diambil dari: URL: http://www.globinmed.com/index.