• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

TANAMAN OBAT INDONESIA 2:

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai

Sediaan Obat Bahan Alam

BUKU REFERENSI

Penulis:

Dr. Farida Hayati, M.Si., Apt. Lutfi Chabib, M.Sc, Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2017

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji akan nikmat dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Semua atas izin-Nya, sehingga buku ini dapat ditulis. Penulis benar-benar merasa berbahagia karena naskah buku ini selesai dalam pengerjaannya.

Di era modern, pengobatan yang berasal dari bahan alam masih terus dipercaya masyarakat, bahkan penggunaannya cenderung meningkat. Selama ini penggunaan obat bahan alam didasari penggunaan empiris dari generasi ke generasi, sehingga masih ada beberapa kalangan yang meragukan khasiatnya. Bukti-bukti ilmiah diperlukan untuk menjamin bahwa obat yang berasal dari alam berkhasiat dan aman untuk digunakan. Buku ini membahas terkait pengobatan berbagai penyakit menggunakan obat bahan alam atau disebut fitoterapi. Setiap pengobatan menggunakan bahan alam yang ada di dalam buku ini didasari hasil penelitian praklinis dan klinis. Penelitian yang diacu merupakan penelitian yang dilakukan di Indonesia dan Luar Negeri. Pemilihan penggunaan obat bahan alam dalam menyembuhkan pasien yang didasarkan bukti ilmiah (Evidence Based Medicines) akan meningkatkan keyakinan terhadap khasiat obat bahan alam. Tanaman yang dicantumkan di dalam buku ini merupakan tanaman yang ada di Indonesia dan banyak terdapat disekitar kita. Pembahasan tanaman meliputi senyawa atau golongan senyawa aktif yang terkandung di dalam tanaman, bukti penelitian terkait aktivitas farmakologi, dan mekanisme kerja senyawa atau golongan senyawa aktif dalam mengatasi penyakit terkait. Buku ini dapat dijadikan salah satu referensi pendukung kuliah fitoterapi, farmakologi, teknologi sediaan bahan alam dan bisa sebagai rujukan bagi mahasiswa,

akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum dalam memahami dan memilih obat bahan alam untuk berbagai penyakit.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam membantu pengerjaan buku ini, baik dalam memberi saran atau masukkan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada guru-guru dan dosen-dosen yang sudah memberikan

(4)

banyak ilmu, sehingga penulis dapat menuangkan ilmu yang didapat ke dalam sebuah buku.

Tidak ada gading yang tidak retak. Penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kesempurnaan. Penulis merasa masih harus banyak belajar. Penulis berharap mendapat banyak masukkan dan kritikan untuk menjadikan diri penulis lebih baik. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Maret 2017 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Utama i

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v Daftar Gambar vi 8. Gangguan Sendi 1 8.1. Rheumatoid Arthritis 1 8.2. Daftar Pustaka 8 9. Gangguan Nyeri 11 9.1. Nyeri 11 9.2. Daftar pustaka 21 10. Gangguan Hematologi 31 10.1. Anemia 31 10.2. Daftar pustaka 38 11. Gangguan Infeksi 43 11.1. Infeksi bakteri 43 11.2. Infeksi Jamur 53 11.3. Infeksi Parasit 61 11.4. Tuberkulosis 70 11.5. Daftar Pustaka 77 12. Gangguan Hepar 87 12.1. Hepatitis 87 12.2. Daftar Pustaka 98 13. Gangguan Kulit 101

13.1. Pemutih Kulit (Anti-Hiperpigmentasi) 101

13.2. Tabir Surya 108

13.3. Daftar Pustaka 116

Glosarium 123

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 8.1 Jahe (Zingiber officinaleRosc.) 2

Gambar 8.2 Lidah Buaya (Aloe vera(L.) Burm.f.) 3

Gambar 8.3 Lada Hitam (Piper nigrumL.) 4

Gambar 8.4 Kunyit (Curcuma longa L) 5

Gambar 8.5 Teh (Camellia sinensis L.) 6

Gambar 8.6 Srigading (Nyctanthes arbor-tritis L.) 7

Gambar 9.1 Lidah Buaya (Aloe vera(L.) Burm.f.) 12

Gambar 9.2 Pepaya (Carica papaya L.) 13

Gambar 9.3 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 15

Gambar 9.4 Jahe (Zingiber officinaleRosc.) 16

Gambar 9.5 Sambiloto (Andrographis paniculata) 18

Gambar 9.6 Sirih (Piper betle L.) 19

Gambar 9.7 Kunyit (Curcuma domestica Val.). 20

Gambar 10.1 Kelor (Moringa oleifera Lam.). 32

Gambar 10.2 Terong Belanda (Solanum betaceum Cav.). 33

Gambar 10.3 Jambu Biji (Psidium guajava L.) 34

Gambar 10.4 Petai (Parkia speciosa Hassk.) 35

Gambar 10.5 Kurma (Phoenix dactylifera L.) 36

Gambar 11.1 Bawang Putih (Allium sativumL.) 44

Gambar 11.2 Bawang Merah (Allium cepaL.) 45

Gambar 11.3 Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) 46

Gambar 11.4 Meniran (Phyllanthus niruri L.) 47

Gambar 11.5 Sambiloto (Andrographis paniculata) 48

Gambar 11.6 Sirsak (Annona muricata L.) 49

Gambar 11.7 Sirih Merah (Piper crocatumRuiz & Pav.). 50

(7)

Gambar 11.9 Teh (Camellia sinensisL.) 52

Gambar 11.10 Jahe (Zingiber officinaleRosc.) 53

Gambar 11.11 Alamanda (Allamanda cathartica L.) 54

Gambar 11.12 Lengkuas (Alpinia galanga L.) 55

Gambar 11.13 Bawang Putih (Allium sativumL.) 56

Gambar 11.14 Kunyit (Curcuma domestica Val.) 57

Gambar 11.15 Jambu Mete (Anacardium occidenraleL.) 58

Gambar 11.16 Belimbing Wuluh (Averrhoabilimbi L.) 59

Gambar 11.17 Jeruk Purut (Citrus hystrix Dc) 60

Gambar 11.18 Pepaya (Carica papaya L.) 62

Gambar 11.19 Anting – anting (Acalypha indica L.) 63

Gambar 11.20 Cempedak (Artocarpus champeden (Lour.) Stokes.)

64

Gambar 11.21 Pinang (Areca catechuL.) 66

Gambar 11.22 Delima (Punica granatum L.) 67

Gambar 11.23 Miana (Coleus blumei Benth.) 68

Gambar 11.24 Labu Merah (Cucurbita moschata Duch.) 69

Gambar 11.25 Kedondong Hutan (Spondias pinnata (L.f.) Kurz) 71

Gambar 11.26 Pegagan (Cantella asiatica (L.) Urban) 72

Gambar 11.27 Bidara Upas (Merremia mammosa Hall) 73

Gambar 11.28 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 74

Gambar 11.29 Singalawang (Petiveria alliaceaL.) 75

Gambar 11.30 Legundi (Vitex trifolia L.) 76

Gambar 12.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.) 88

Gambar 12.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 89

Gambar 12.3 Eukaliptus (Eucalyptus globulus Labill.) 89

Gambar 12.4 Gambir (Uncaria gambir Roxb.) 90

(8)

Gambar 12.6 Sambiloto (Andrographis paniculata) 93

Gambar 12.7 Palaisa (Kleinhovia hospita L.) 94

Gambar 12.8 Cengkeh (Syzygium aromaticum) 95

Gambar 12.9 Mangrove (Avicenna marina (Forsk.)Vierh) 96

Gambar 13.1 Bengkoang (Pachyrhizus erosus(L.)Urb.) 101

Gambar 13.2 Andalas (Morus macroura L.) 102

Gambar 13.3 Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) 103

Gambar 13.4 Teh (Camellia sinensis L.) 104

Gambar 13.5 Lobak (Raphanus sativus L.) 105

Gambar 13.6 Lengkuas (Alpinia galanga L.) 106

Gambar 13.7 Murbei (Morus alba L.) 107

Gambar 13.8 Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa(Scheff.) Boerl.)

109

Gambar 13.9 Pisang (Musa acuminate L.) 111

Gambar 13.10 Kencur (Kaempferia galanga L.) 112

Gambar 13.11 Teh (Camellia sinensis L.) 113

Gambar 13.12 Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) 114

(9)

BAB VIII

GANGGUAN SENDI

8.1 RHEUMATOID ARTHRITIS 8.1.1 Pendahuluan

Rheumatoid arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun yang tidak baik atau kronis yang ditandai dengan adanya peradangan, nyeri, kaku, dan progresif keruskan sendi (Bykerk et al.,, 2011). Penyakit sendi ini menimpa sekitar 1,3 juta orang dewasa di negara Amerika Serikat yang menyebabkan mereka merasakan nyeri sendi, bengkak, dan kekakuan tetapi juga bisa mempengaruhi organ lain dari dalam tubuh (Stockl, et al: 2010). Rhematoid arthritis merupakan penyakit autoimun dengan sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang pada jaringan yang sehat. Sendi yang normal memiliki lapisan sendi yang tipis dan pada bagian dalamnya hanya ada sedikit pembuluh darah, tetapi pada sendi yang terkena rheumatoid arthritis memiliki lapisan sendi yang sangat tebal dan di dalamnya sangat banyak sel darah putih. Sel-sel darah putih darah putih inilah yang mengeluarkan zat-zat kimia sepeti interleukin dan tumor necrosis factor alpha) yang dapat menghasilkan nyeri, pembengkakang sendi, dan kerusakan sendi. Pada penemuan terbaru menunjukkan adanya sitokin. (Kaur, et al: 2012).

Rheumatoid arthritis bukan termasuk penyakit keturunan, tetapi peneliti percaya bahwa ada beberapa orang yang memiliki gen yang membuat mereka rentan terkena penyakit ini. Orang dengan gen ini tidak secara langsung dapat mengembangkan rheumatoid arthritis, tetapi ada pemicu sehingga penyakit ini dapat mengembang seperti ada infeksi atau faktor lingkungan, yang dapat mengaktifkan gen tersebut. Ketika tubuh terkena pemicu tersebut, kekebalan tubuh merespon tidak tepat. Sehingga sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi melindungi melainkan mulai memproduksi zat yang menyerang sendi. Inilah yang dapat menyebabkan rheumatoid arthritis dapat berkembang (Kaur, et al: 2012)

(10)

Tanaman Obat Indonesia 2

8.1.2 Fitoterapi Rheumatoid Artritis 1. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

122

8.1 RHEMATOID ARTHRITIS 8.1.1 Pendahuluan

Rhematoid arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun yang tidak baik atau kronis yang ditandai dengan adanya peradangan, nyeri, kaku, dan progresif keruskan sendi (Bykerk et al.,, 2011). Penyakit sendi ini menimpa sekitar 1,3 juta orang dewasa dinegara Amerika Serikat yang menyebabkan mereka merasakan nyeri sendi, bengkak, dan kekakuan tetapi juga bisa mempengaruhi organ lain dari dalam tubuh (Stockl, et al: 2010). Rhematoid arthritis merupakan penyakit autoimun dengan sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang pada jaringan yang sehat. Sendi yang normal memiliki lapisan sendi yang tipis dan pada bagian dalamnya hanya ada sedikit pembuluh darah, tetapi pada sendi yang terkena rhematoid arthritis memiliki lapisan sendi yang sangat tebal dan di dalamnya sangat banyak sel darah putih. Sel-sel darah putih darah putih inilah yang mengeluarkan zat-zat kimia sepeti interleukin dan tumor necrosis factor alpha) yang dapat menghasilkan nyeri, pembengkakang sendi, dan kerusakan sendi. Pada penemuan terbaru menunjukkan adanya sitokin. (Kaur, et al: 2012).

Rhematoid arthritis bukan termasuk penyakit keturunan, tetapi peneliti percaya bahwa ada beberapa orang yang memiliki gen yang membuat mereka rentan terkena penyakit ini. Orang dengan gen ini tidak secara langsung dapat mengembangkan rhematoid arthritis, tetapi ada pemicu sehingga penyakit ini dapat mengembang seperti ada infeksi atau faktor lingkungan, yang dapat mengaktifkan gen tersebut. Ketika tubuh terkena pemicu tersebut, kekebalan tubuh merespon tidak tepat. Sehingga sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi melindungi melainkan mulai memproduksi zat yang menyerang sendi. Inilah yang dapat menyebabkan rhematoid arthritis dapat berkembang (Kaur, et al: 2012)

8.1.2 Fitoterapi Rhematoid Artritis 1. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Gambar 8.1 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)

Gambar 8.1 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)

Konstituen utama pada jahe adalah seskuiterpenoid (Kaur, et al, 2012). Seskuiterpenoid yang terkandung di antaranya bisapolen, zingiberen, zingiberol, sesquiphellandren, dan curcurmen. Jahe juga mengandung senyawa golongan fenol seperti shogaol, paradol, dan gingerol (Al-Nahain et al., 2014).Sebuah studi yang dilakukandi Denmark menunjukkan bahwa asupan rata-rata 5g jahe segar atau 0,5-1g bubuk jahe dapat mengurangi rasa sakit, bengkak, kekakuan pada pasien yang menderita arthritis (ICMR buletin, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian pada isolat jahe yaitu 6-shogaol, 1-dehidro-10-gingerdione, dan 10-gingerdione secara signifikan menurunkan produksi nitrit oksid dan intrinsic nitric oxide synthase (iNOS) yang berperan dalam kerusakan tulang rawan dan peradangan pada pasien rheumatoid arthritis (Eun et al., 2009). Zingiber officinale juga mampu memblok aktivitas dari nuclear factor 𝜅𝛽 (NF-𝜅𝛽) dan protein kinase C (PKC) yang berperan terhadap kejadian inflamasi (Lee et al., 2009). Efek dari penggunaan Zingiber officinale secara umum melalui mekanisme penghambatan NF-𝜅𝛽, nitrit oksid, siklooksigenase-2, dan interleukin-6 (Al-Nahain et al., 2014).

(11)

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

2. Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.)

123

sesquiphellandren, dan curcurmen. Jahe juga mengandung senyawa golongan fenol seperti shogaol, paradol, dan gingerol (Al-Nahain et al., 2014). Sebuah studi yang dilakukan di Denmark menunjukkan bahwa asupan rata-rata 5 g jahe segar atau 0,5-1 g bubuk jahe dapat mengurangi rasa sakit, bengkak, kekakuan pada pasien yang menderita arthritis (ICMR buletin, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian pada isolat jahe yaitu 6-shogaol, 1-dehidro-10-gingerdione, dan 10-gingerdione secara signifikan menurunkan produksi nitrit oksid dan intrinsic nitric oxide synthase (iNOS) yang berperan dalam kerusakan tulang rawan dan peradangan pada pasien rhemautoid arthritis (Eun et al., 2009). Zingiber officinale juga mampu memblok aktivitas dari nuclear factor 𝜅𝜅𝛽𝛽 (NF-𝜅𝜅𝛽𝛽) dan protein kinase C (PKC) yang berperan terhadap kejadian inflamasi (Lee et al., 2009). Efek dari penggunaan Zingiber officinale secara umum melalui mekanisme penghambatan NF-𝜅𝜅𝛽𝛽, nitrit oksid, siklooksigenase-2, dan interleukin-6 (Al-Nahain et al., 2014).

2. Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.)

Gambar 8.2 Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.) (Rajeswari et al., 2012)

Aloe vera mengandung flavonoid, terpenoid, lektin, antrakuinon, kromon, polisakarida, tanin, sterol, saponin, emodin (Joseph and Raj, 2010). Bader et al (2014) menyatakan senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas antiartritis yaitu antrakuinon, antrasen, asam sinamik, dan asam antranilat. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perbaikan saat pemberian ekstrak Aloe vera pada hewan uji yang dibuat mengalami artritis. Terjadi pengurangan terjadi edema secara signifikan (Sarkar et al., 2005). Pengujian pada tikus model artritis menunjukkan kemampuan Aloe vera dalam mengurangi nyeri (Bader et al., 2014).

Aloe vera juga mampu menurunkan produksi nitrit oksida pada makrofag yang bertanggung jawab pada kejadian rhemautoid arthritis (Sarkar et al., 2005). Tanaman ini juga mampu menghambat produksi prostaglandin E2 dan interleukin-8 yang terlibat dalam rhemautoid arthritis (Joseph and Raj, 2010). Kemampuan Aloe

Gambar 8.2 Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.) (Rajeswari et al., 2012) Aloe vera mengandung flavonoid, terpenoid, lektin, antrakuinon, kromon, polisakarida, tanin, sterol, saponin, emodin (Joseph and Raj, 2010). Bader et al (2014) menyatakan senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas antiartritis yaitu antrakuinon, antrasen, asam sinamik, dan asam antranilat.Hasil penelitian menunjukkan terjadi perbaikan saat pemberian ekstrak Aloe vera pada hewan uji yang dibuat mengalami artritis. Terjadi pengurangan edema secara signifikan (Sarkar et al., 2005). Pengujian pada tikus model artritis menunjukkan kemampuan Aloe vera dalam mengurangi nyeri (Bader et al., 2014).

Aloe vera juga mampu menurunkan produksi nitrit oksida pada makrofag yang bertanggung jawab pada kejadian rheumatoid arthritis (Sarkar et al., 2005). Tanaman ini juga mampu menghambat produksi prostaglandin E2 dan interleukin-8 yang terlibat dalam rheumatoid arthritis (Joseph and Raj, 2010). Kemampuan Aloe vera juga melibatkan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya yang menstimulasi sistem imun dan penghambatan agen inflamasi (Bader et al., 2014).

(12)

3. Lada Hitam (Piper nigrumL.)

sistem imun dan penghambatan agen inflamasi (Bader et al., 2014).

3. Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Gambar 8.3 Lada Hitam (Piper nigrum L.) (Ahmad et al, 2012)

Senyawa hasil isolasi dari Piper nigrum yang bertanggungjawab dalam aktivitas antirematoid yaitu dehydropipernonalin, piperloein B, dan pipernonalin (Lee et al., 2009). Penelitian lain menyatakan Piper nigrum mengandung senyawa piperin dan piperidin yang memiliki kemampuan sebagai antirematoid (Bader et al., 2014). Pengujian pada hewan model artritis menunjukkan kemampuan ekstrak dalam mengurangi keadaan nyeri dan gejala rematik lainnya. Pengujian histologis menunjukkan pemberian ekstrak secara signifikan mengurangi daerah inflamasi pada sendi pergelangan kaki (Bang et al., 2008). Piperin yang diberikan secara oral pada hewan uji model artritis yang diinduksi karagenan dapat menurunkan gejala artritis (Bader et al., 2014).

Piper nigrum yang diuji secara in vitro pada cairan sinoviosit pasien rematoid artritis diketahui memiliki kemampuan sebagai antirematoid dengan menghambat ekspresi interleukin-6 dan matrix metalloproteinase (MMPs), serta mengurangi produksi prostaglandin E2 (PGE2). Piper nigrum juga menghambat migrasi protein activator (AP-1) (Bang et al., 2009). Penelitian lain juga menyatakan senyawa hasil isolasi dari Piper nigrum mampu menghambat interleukin-6, sehingga antivasi faktor pro-inflamasi dapat dicegah (Lee et al., 2010).

Gambar 8.3 Lada Hitam (Piper nigrum L.) (Ahmad et al, 2012)

Senyawa hasil isolasi dari Piper nigrum yang bertanggung jawab dalam aktivitas antirematoid yaitu dehydropipernonalin, piperloein B, dan pipernonalin (Lee et al., 2009). Penelitian lain menyatakan Piper nigrum mengandung senyawa piperin dan piperidin yang memiliki kemampuan sebagai antirematoid (Bader et al., 2014). Pengujian pada hewan model artritis menunjukkan kemampuan ekstrak dalam mengurangi keadaan nyeri dan gejala rematik lainnya. Pengujian histologis menunjukkan pemberian ekstrak secara signifikan mengurangi daerah inflamasi pada sendi pergelangan kaki(Bang et al., 2008). Piperin yang diberikan secara oral pada hewan uji model artritis yang diinduksi karagenan dapat menurunkan gejala artritis (Bader et al., 2014).

Piper nigrum yang diuji secara in vitro pada cairan sinoviosit pasien rheumatoid artritis diketahui memiliki kemampuan sebagai antirematoid dengan menghambat ekspresi interleukin-6 dan matrix metalloproteinase (MMPs), serta mengurangi produksi prostaglandin E2 (PGE2). Piper nigrum juga menghambat migrasi protein activator (AP-1) (Bang et al., 2009). Penelitian lain juga menyatakan senyawa hasil isolasi dari Piper nigrum mampu menghambat interleukin-6, sehingga aktivasi faktor pro-inflamasi dapat dicegah (Lee et al., 2010).

(13)



4. Kunyit (Curcuma longaL.)

4. Kunyit (Curcuma longa L.)

Gambar 8.4 Kunyit (Curcuma longa L). www.bestturmeric.com. [11 April 2016]

Pengujian aktivitas antirematoid dari Curcuma longa dilakukan pada tikus model artritis dengan induksi kolagen. Hasil pengujian menunjukkan setelah pemberian Curcuma longa selama 28 dan 42 hari diketahui mampu mengurangi dan menghambat terjadinya inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan lunak, eritema, dan kekakuan pada sendi (Zahidah et al., 2012). Penelitian lain yang menguji Curcuma longa pada tikus model artritis dengan induksi zymosan menunjukkan Curcuma longa lebih efektif pada 6 jam pertama dibandingkan prednison (Nonose et al., 2014).

5. Teh (Camellia sinensis L.)

Gambar 8.5 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)

Daun teh mengandung senyawa polifenol diantaranya katekin (30-40%), galokatekin, epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan epigalokatekin galat, dan flavonoid. Selain itu, terkandung juga senyawa proantosianidin, alkaloid (kafein), dan teobromin (Ogle, 2009). Penelitian lain menyatakan epigalokatekin bertanggungjawab terhadap aktivitas antirematoid (Bader et al., 2014). Penggunaan ekstrak daun teh pada tikus secara signifikan mengurangi gejala artritis (Kim et al, 2008). Studi kohort pada 31.336 wanita usia 55-69 tahun yang meminum teh 3 gelas atau lebih dalam sehari menunjukkan pengurangan resiko kejadian rematoid artritis dibandingkan tidak mengkonsumsi teh (Mikuls et al., 2002). Hasil pengujian dengan metode protein denaturasi dan stabilisasi membran menunjukkan dekokta dan infusa

Gambar 8.4 Kunyit (Curcuma longa L). www.bestturmeric.com. [11 April 2016]

Pengujian aktivitas antirematoid dari Curcuma longa dilakukan pada tikus model artritis dengan induksi kolagen. Hasil pengujian menunjukkan setelah pemberian Curcuma longaselama 28 dan 42 hari diketahui mampu mengurangi dan menghambat terjadinya inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan lunak, eritema, dan kekakuan pada sendi (Zahidah et al., 2012). Penelitian lain yang menguji Curcuma longa pada tikus model artritis dengan induksi zymosan menunjukkan Curcuma longalebih efektif pada 6 jam pertama dibandingkan prednison (Nonose et al., 2014).

Artritis rematoid (AR) merupakan jenis penyakit autoimun dengan timbulnya inflamasi artritis yang mengakibatkan kerusakan sendi yang berat (Chabib dkk., 2017) dan membutuhkan penatalaksanaan terapi RA jangka panjang. Kurkumin dan turunan senyawanya seperti gamavuton ( GVT-0) merupakan senyawa hidrofobik berwarna kuning yang berasal dari herba turmerik (Curcuma longa), telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi sebagai terapi AR. Kurkumin bekerja dengan menurunkan produksi IL-1β dan TNF-α yang berperan dalam patogenesis AR pada penelitian pra klinis serta dapat ditingkatkan efektivitasnya dalam bentuk sediaan nanopartikel dan penelitian molecular docking menunjukkan tidak terdapat efek samping dibandingkan dengan pengobatan kelompok obat DMARDs dan NSIDs (Awaluddin dkk., 2017; Chabib dkk., 2016; 2017)

(14)

Tanaman Obat Indonesia 2

5. Teh (Camellia sinensis L.)

125

Gambar 8.4 Kunyit (Curcuma longa L). www.bestturmeric.com. [11 April 2016]

Pengujian aktivitas antirematoid dari Curcuma longa dilakukan pada tikus model artritis dengan induksi kolagen. Hasil pengujian menunjukkan setelah pemberian Curcuma longa selama 28 dan 42 hari diketahui mampu mengurangi dan menghambat terjadinya inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan lunak, eritema, dan kekakuan pada sendi (Zahidah et al., 2012). Penelitian lain yang menguji Curcuma longa pada tikus model artritis dengan induksi zymosan menunjukkan Curcuma longa lebih efektif pada 6 jam pertama dibandingkan prednison (Nonose et al., 2014).

5. Teh (Camellia sinensis L.)

Gambar 8.5 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)

Daun teh mengandung senyawa polifenol diantaranya katekin (30-40%), galokatekin, epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan epigalokatekin galat, dan flavonoid. Selain itu, terkandung juga senyawa proantosianidin, alkaloid (kafein), dan teobromin (Ogle, 2009). Penelitian lain menyatakan epigalokatekin bertanggungjawab terhadap aktivitas antirematoid (Bader et al., 2014). Penggunaan ekstrak daun teh pada tikus secara signifikan mengurangi gejala artritis (Kim et al, 2008). Studi kohort pada 31.336 wanita usia 55-69 tahun yang meminum teh 3 gelas atau lebih dalam sehari menunjukkan pengurangan resiko kejadian rematoid artritis dibandingkan tidak mengkonsumsi teh (Mikuls et al., 2002). Hasil pengujian dengan metode protein denaturasi dan stabilisasi membran menunjukkan dekokta dan infusa

Gambar 8.5 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)

Daun teh mengandung senyawa polifenol di antaranya katekin (30-40%), galokatekin, epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan epigalokatekin galat, dan flavonoid. Selain itu, terkandung juga senyawa proantosianidin, alkaloid (kafein), dan teobromin (Ogle, 2009). Penelitian lain menyatakan epigalokatekin bertanggung jawab terhadap aktivitas antirematoid (Bader et al., 2014).Penggunaan ekstrak daun teh pada tikus secara signifikan mengurangi gejala artritis (Kim et al, 2008). Studi kohort pada 31.336 wanita usia 55-69 tahun yang meminum teh 3 gelas atau lebih dalam sehari menunjukkan pengurangan resiko kejadian rematoid artritis dibandingkan tidak mengkonsumsi teh (Mikuls et al., 2002). Hasil pengujian dengan metode protein denaturasi dan stabilisasi membran menunjukkan dekokta dan infusa dari daun teh memiliki kemampuan dalam memproteksi terjadinya kerusakan, bahkan hampir mendekati kemampuan natrium diklofenak (Sherwani et al., 2013).

Pada pengujian secara in vitro, senyawa epigalokatekin galat dan epikatekin galat yang terkandung dalam daun teh memiliki kemampuan dalam menghambat degredasi kartilago proteoglikan dan kolagen tipe II yang peran dalam merusak tulang rawan. Selain itu, senyawa tersebut juga mampu menghambat inteleukin-6 dan tumor necrosis factor (TNF) yang juga berperan pada kejadian artritis (Adcocks et al., 2001). Kim et

(15)

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

al (2008) menyatakan bahwa penggunaan daun teh mampu memberi efek antiartritis dengan menekan interleukin-17 dan interleukin-10. Bader et al (2014) menyatakan daun teh mempu menghambat mediator inflamasi seperti siklooksigenase-2, IFNγ, dan TNFα. Selain itu terjadi penurunan nilai total immunoglobulin (IgG) dan kolagen tipe II pada mencit model artritis yang diberikan ekstrak daun teh.

6. Srigading (Nyctanthes arbor-tristis L.)

126

Pada pengujian secara in vitro, senyawa epigalokatekin galat dan epikatekin galat yang terkandung dalam daun teh memiliki kemampuan dalam menghambat degredasi kartilago proteoglikan dan kolagen tipe II yang peran dalam merusak tulang rawan. Selain itu, senyawa tersebut juga mampu menghambat inteleukin-6 dan tumor necrosis factor (TNF) yang juga berperan pada kejadian artritis (Adcocks et al., 2001). Kim et al (2008) menyatakan bahwa penggunaan daun teh mampu memberi efek antiartritis dengan menekan interleukin-17 dan interleukin-10. Bader et al (2014) menyatakan daun teh mempu menghambat mediator inflamasi seperti siklooksigenase-2, IFNγ, dan TNFα. Selain itu terjadi penurunan nilai total immunoglobulin (IgG) dan kolagen tipe II pada mencit model artritis yang diberikan ekstrak daun teh.

6. Srigading (Nyctanthes arbor-tristis L.)

Gambar 8.6 Srigading (Nyctanthes arbor-tritis L.) (Gulshan et al, 2015)

Tumbuhan srigading terkandung senyawa yang memberi efek antirematoid yaitu manitol, beta-amiril (terpenoid), beta-sitosterol, asam benzoad, dan asam nisanik (Bader et al., 2014). Daun dari srigading mampu mengurangi edema pada tikus yang mengalami inflamasi akut dengan induksi karagenan, formalin, histamine, 5-hidroksitriptamin, dan hialuronidase. Selain itu, tanaman ini mampu menghambat produksi inflamasi dengan metode imunologi (Bader et al., 2014).

Gambar 8.6 Srigading (Nyctanthes arbor-tritis L.) (Gulshan et al, 2015) Tumbuhan srigading terkandung senyawa yang memberi efek antirematoid yaitu manitol, beta-amiril (terpenoid), beta-sitosterol, asam benzoad, dan asam nisanik (Bader et al., 2014). Daun dari srigading mampu mengurangi edema pada tikus yang mengalami inflamasi akut dengan induksi karagenan, formalin, histamine, 5-hidroksitriptamin, dan hialuronidase. Selain itu, tanaman ini mampu menghambat produksi inflamasi dengan metode imunologi (Bader et al., 2014).

(16)

8.2 DAFTAR PUSTAKA

Adcocks, C., Collin, P., Buttle, D., 2002, Catechins from Green Tea (Camellia sinensis) Inhibit Bovine and Human Cartilage Proteoglycan and Type II Collagen Degradation In Vitro, J. Nutr. 132: 341–346, 2002.

Ahmad, N., Fazal, H., Abbasi, B.H., Farooq, S., Ali, M., Khan, M.A. 2012. Biological role of Piper nigrum L. (Black pepper): A review. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. Nov 2012; 2012: S1945-S1953.

Al-Nahain, A., Jahan, R., Rahmatullah, M., 2014, Zingiber officinale: A Potential Plant against Rheumatoid Arthritis, Hindawi Publishing Corporation, Arthritis, Volume 2014, Article ID 159089, 8 pages

Awaluddin R, Muhtadi WK, Chabib L, Ikawati Z, Martien R, Ismail H. Molecular Docking and ADME-Toxicity Studies of Potential Compounds of Medical Plants Grown In Indonesia as An Anti-rheumatoid Arthritis. AIP Conference Proceedings. 2017.

Bader, G., Mir, P., Bhat, Z., Present Status of Antiinflammatory and Anti Rheumatic Phytoconstituents: a Review, World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Volume 3,, Issue 11,, 272-310.

Bang, J., Oh, D., Choi, H., Sur, B., Lim, S., 2009, Anti-inflammatory and antiarthritic effects of piperine in human interleukin 1β-stimulated fibroblast-like synoviocytes and in rat arthritis models, Arthritis Research & Therapy, Vol 11, No 2.

Bykerk, V. P, aet al. 2011. Canadian Rheumatology Association Recommendationsfor Pharmacological Management of RheumatoidArthritis with Traditional and Biologi Disease-modifying Antirheumatic Drugs. The Journal of Rheumatology. Hal 1-25.

Chabib L, Ikawati Z, Martien R, Ismail H. Acute Toxicity of Self Nano-emulsifying Formulation of Curcumin Analouge Gamavuton-0, A New Candiddate for Rheumatoid Arthritis Treatment. International Journal of PharmTech Research. 2017;10(002):83-88.

Chabib L, Ikawati Z, Martien R, Ismail H. Review Rheumatoid Arthritis; Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya, serta Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience. 2016;3(1):10-18.

(17)

Chabib L, Muhtadi WK, Ikawati Z, Martien R, Ismail H. Stability study of gamavuton (gvt-0) self nanoemulsifying drug delivery system (snedds) with myritol as the oil phase. International Journal of Current Innovation Research. 2017;3(2):590-594.

Chakrapani Ayurveda Clinic & Research Center India, diambil dari: URL: http://bestturmeric.com/. diakses 11 April 2016.

Eun, M., Hye, J., Kim, S., 2009, “Modulation of macrophage functions by compounds isolated from Zingiber officinale,” Planta Medica, vol. 75, no. 2, pp. 148–151, 2009.

Gulshan, B., Suri, K.A., Parul, G. 2015. A Comprehensive review on Nyctanthes arbortristis. International Journal of Drug Development and Research. Jan – Mar 2015; 7(1): 183-193.

Gupta, S.K., dan Sharma, A. 2014. Medicinal properties of Zingiber officinale Roscoe – AReview. Journal of Pharmacy and Biological Sciences. Sep – Oct 2014; 9(5): 124 – 129.

ICMR bulletin. 2003. Ginger: Its role in xenobiotic metabolism. ISSN 0377-4910. Vol.33, No.6. Hal 57-62

Joseph, B., and Raj, S., 2010, Pharmacognostic and Phytochemical Properties of Aloe Vera Linn –an Overview, International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, Volume 4, Issue 2, September – October 2010; Article 017.

Kaur, A, et al. 2012.Herbal PlansUsed Treatment of Rheumatoid Arthritis. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ISSN- 0975-1491. Vol 4 (4). Hal 44-57.

Kim, H., Rajaiah, R., Wu, Q., Satpute, S., Tan, M., 2008, Green Tea Protects Rats against Autoimmune Arthritis by Modulating Disease-Related Immune Events, J. Nutr. 138: 2111–2116, 2008.

Lee, T., Lee, K., Chen, S., and Chang, H., 2009, “6-Gingerol inhibits ROS and iNOS through the suppression of PKC-𝛼 and NF-𝜅B pathways in lipopolysaccharide-stimulated mouse macrophages,” Biochemical and Biophysical Research Communications, vol. 382, no. 1, pp. 134–139, 2009.

(18)

Mikuls, T., Cerhan, J., Criswell, L., Merlino, L., Mudano, A., Burma, M., Folsom, A., Saag, K., 2002, Coffee, tea and caffeine consumption and risk of rheumatoid arthritis: Results from the Iowa Women’s Health Study, Arthr & Rheum, 46:1;83-91.

Namita, P., Mukesh, R., Vijay, K.J. 2012. Camellia sinensis (Green Tea): A Review. Global Journal of Pharmacology. 6(2): 52-59.

Nonose, N., Pereira, J., Machado, P., Rodrigues, M., Sato, D., Martinez, C., 2014, Acta Cirúrgica Brasileir, Vol. 29 (11) 2014.

Ogle, N., 2009, Green tea Camellia sinensis, Australian Journal of Medical Herbalism, 2009 21(2).

Rajeswari R., Umadevi M., Rahale, C.S., Pushpa R., Selvavenkadesh S., Kumar, K.P.S, Bhowmik D. 2012. Aloe vera: The Miracle Plant Its Medicinal and Traditional Uses in India. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2012; 1(4): 118-124.

Sherwani, S., Bokhari, T., Sualeh, M., Kausar, R., Muhammad, H., 2013, Anti-Arthritic and Insecticidal Property of Crude Aqueous Camellia sinensis (Green Tea) Infusion and Decoction: Study by Two In vitro Methods,Global Journal of Pharmacology, 7 (3): 360-364, 2013. Stockl, K. M, et al. 2010. Outcomes of a Rheumatoid Arthritis Disease Therapy

Management Program Focusing on Medication Adherence. Journal of Managed Care Pharmacy. Vol. 16,( 8). Hal 593-804.

Zahidah, A., Faizah, O., Aqilah, K., Anna, K., 2012, Curcumin as an Anti-Arthritic Agent in Collagen-Induced Anti-Arthritic Sprague-Dawley Rats,Sains Malaysian, 41(5)(2012): 591–595.

(19)

BAB IX

GANGGUAN NYERI

9.1 NYERI

9.1.1 Pendahuluan

Nyeri merupakan persepsi sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya (aktual) atau potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang memvisualisasikan kerusakan tersebut (Sukandar, 2008). Rasa nyeri menandakan adanya suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisik (kalor, listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri, yang kemudian menyalurkan rangsangan tersebut ke otak melalui jaringan lebat dari cabang-cabang neuron dengan banyak sinaps via sumsung tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Setelah melewati thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai rasa nyeri (Tjay & Rahardja, 2007).

Patofisiologi nyeri terbagi menjadi dua, yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri akut yang meliputi rasa nyeri somatik (sumber nyeri yang berasal dari tulang, sendi, otot atau jaringan penghubung) atau viseral (berasal dari organ dalam seperti usus besar atau pankreas). Sedangkan nyeri neuropatik ialah nyeri kronis yang terjadi akibat adanya pemprosesan input sensorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat atau perifer, contohnya seperti nyeri pada punggung bawah, nyeri akibat kanker, neuropati diabetik. (Sukandar, 2008).

(20)

Tanaman Obat Indonesia 2

9.1.2 Fitoterapi Nyeri

1. Lidah Buaya(Aloe vera (L.) Burm.f.)

129

9.1 NYERI

9.1.1 Pendahuluan

Nyeri merupakan persepsi sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya (aktual) atau potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang memvisualisasikan kerusakan tersebut (Sukandar, 2008). Rasa nyeri menandakan adanya suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisik (kalor, listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri, yang kemudian menyalurkan rangsangan tersebut ke otak melalui jaringan lebat dari cabang-cabang neuron dengan banyak sinaps via sumsung tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Setelah melewati thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan sebagai rasa nyeri (Tjay & Rahardja, 2007).

Patofisiologi nyeri terbagi menjadi dua, yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri noniseptif adalah nyeri akut yang meliputi rasa nyeri somatik (sumber nyeri yang berasal dari tulang, sendi, otot atau jaringan penghubung) atau viseral (berasal dari organ dalam seperti usus besar atau pankreas). Sedangkan nyeri neuropatik ialah nyeri kronis yang terjadi akibat adanya pemprosesan input sensorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat atau perifer, contohnya seperti nyeri pada punggung bawah, nyeri akibat kanker, neuropati diabetik. (Sukandar, 2008).

9.1.2 Fitoterapi Nyeri

1. Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.)

Gambar 9.1 Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.) (Rajeswari et al., 2012)

Gambar 9.1 Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.) (Rajeswari et al., 2012) Daun Lidah Buaya (Aloe vera) mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu flavanoid (Mariappan et al., 2012), tannin (Kumar et al., 2012; Raphael, 2012), saponin, glikosida, alkaloid (Yebpellaet al., 2013; Thu et al., 2013), terpenoid, phlobatanin (Devaraj et al., 2011; Karpagam et al., 2011), dan antrakuinon (Haque et al., 2012; Kumar et al., 2012) ketika diekstraksi dengan menggunakan aquades. Ekstrak yang diekstraksi dengan menggunakan etanol atau metanol sebagai pelarut, menunjukkan daun lidah buaya mengandung metabolit sekunder berupa glikosida, flavanoid, saponin (Andriani, 2011; Kumar et al., 2012), antrakuinon (Haque et al., 2012), terpenoid dan tannin (Kumar et al., 2012). Menurut Rajeswari et al. (2012), tanaman lidah buaya mengandung lupeol dan asam salisilat yang merupakan senyawa yang sangat efektif sebagai penghilang rasa nyeri.

Ekstrak etanol dari daun lidah buaya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri dengan memiliki aktivitas sebagai analgesik. Terbukti dari studi in vitro yang menunjukkan bahwa ekstrak tersebut berpotensi menekan ekspresi dari cyclo-oxygenase (COX-2). Ekstrak metanol daun lidah buaya terbukti mampu memeberikan efek analgesik yang setara dengan efek obat

(21)

Pemanfaatan dan Data Ilmiah Sebagai Sediaan Obat Bahan Alam

standar indometasin. Aktivitas analgesiknya berasal dari adanya enzim carboxypeptida dan bradikinase yang berfungsi mengurangi rasa sakit, dengan cara mereduksi nyeri dari stimulasi sistem imun dan mereduksi prostaglandin atau menghambat biosintesis prostaglandin yang ber- tanggung jawab untuk munculnya rasa nyeri (Devaraj et al., 2011; Shahraki et al., 2014). Menurut penelitian terhadap ekstrak air daun lidah buaya, ditemukan efek analgesik yang signifikan ketika dibandingkan dengan kontrol (Piroxicam). Efek analgesik ini dapat terindikasi dari jumlah geliat yang berkurang pada tikus. Efek ini dapat terjadi diperkirakan karena ekstrak daun lidah buaya dapat menghambat sintesis prostaglandin (Egesie et al., 2011). Menurut penelitian lain, ekstrak aquades daun lidah buaya dengan dosis 300 mg/kg efektif sebagai analgesik, baik pada penyakit nyeri somatik, dan pada penyakit nyeri di bagian dalam tubuh tanpa memberikan efek samping pada ginjal dan hati (Ghosh et al., 2011).

2. Pepaya (Carica papaya L.)

130

saponin, glikosida, alkaloid (Yebpella et al., 2013; Thu et al., 2013), terpenoid, phlobatanin (Devaraj et al., 2011; Karpagam et al., 2011), dan antrakuinon (Haque et al., 2012; Kumar et al., 2012) ketika diekstraksi dengan menggunakan aquades. Ekstrak yang diekstraksi dengan menggunakan etanol atau metanol sebagai pelarut, menunjukkan daun lidah buaya mengandung metabolit sekunder berupa glikosida, flavanoid, saponin (Andriani, 2011; Kumar et al., 2012), antrakuinon (Haque et al., 2012), terpenoid dan tannin (Kumar et al., 2012). Menurut Rajeswari et al. (2012), tanaman lidah buaya mengandung lupeol dan asam salisilat yang merupakan senyawa yang sangat efektif sebagai penghilang rasa nyeri.

Ekstrak etanol dari daun lidah buaya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri dengan memiliki aktivitas sebagai analgesik. Terbukti dari studi in vitro yang menunjukkan bahwa ekstrak tersebut berpotensi menekan ekspresi dari cyclo-oxygenase (COX-2). Ekstrak metanol daun lidah buaya terbukti mampu memeberikan efek analgesik yang setara dengan efek obat standar indometasin. Aktivitas analgesiknya berasal dari adanya enzim carboxypeptida dan bradikinase yang berfungsi mengurangi rasa sakit, dengan cara mereduksi nyeri dari stimulasi sistem imun dan mereduksi prostaglandin atau menghambat biosisntesis prostaglandin yang bertanggung jawab untuk munculnya rasa nyeri (Devaraj et al., 2011; Shahraki et al., 2014). Menurut penelitian terhadap ekstrak air daun lidah buaya, ditemukan efek analgesik yang signifikan ketika dibandingkan dengan kontrol (Piroxicam). Efek analgesik ini dapat terindikasi dari jumlah geliat yang berkurang pada tikus. Efek ini dapat terjadi diperkirakan karena ekstrak daun lidah buaya dapat menghambat sintesis prostaglandin (Egesie et al., 2011). Menurut penelitian lain, ekstrak aquades daun lidah buaya dengan dosis 300 mg/kg efektif sebagai analgesik, baik pada penyakit nyeri somatik, dan pada penyakit nyeri di bagian dalam tubuh tanpa memberikan efek samping pada ginjal dan hati (Ghosh et al., 2011).

2. Pepaya (Carica papaya L.)

Gambar 9.2 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]

Gambar 9.2 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Daun pepaya mengandung glikosida, alkaloid, saponin (Ayoola et al., 2010), steroid, kuinon (Juarez-Rojop et al., 2014) dan antrakuinon (Owoyele et al., 2008). Ekstrak aquades daun pepaya mengandung saponin, glikosida jantung, alkaloid (Ayoola et al., 2010), tanin (Alex et al., 2013) dan flavanoid

(22)

(Imaga et al., 2010). Ekstrak etanol daun pepaya mengandung saponin, glikosida, antrakuinon, flavonoid, alkaloid dan tanin (Owoyele et al., 2008; Mahatriny et al, 2014). Flavonoid (Alex et al., 2013), saponin, alkaloid (Owoyele et al., 2010), papain dan chymopapain merupakan kandidat kuat sebagai senyawa aktif yang menghasilkan efek analgesik pada ekstrak daun pepaya (Hasimun et al., 2014; Owoyele et al., 2008).

Daun pepaya telah terbukti memiliki aktivitas analgesik (Amazu et al., 2010). Ekstrak etanol daun pepaya memberikan aktivitas sebagai analgetik melalui kemampuannya menghambat dan mengurangi jumlah geliatan pada mencit. Hal ini disebabkan ekstrak etanol daun pepaya mengandung flavonoid yang diketahui mampu menghambat pembentukan radang penyebab nyeri (Owoyele et al., 2010). Pada penelitian Octavianus et al(2014), juga membuktikan bahwa ekstrak etanol daun pepaya memiliki potensi analgetik yang sama dengan asam mefenamat. Ekstrak etanol, etil asetat, dan n-hexane daun pepaya terbukti dapat melindungi dari nyeri viseral yang disebabkan oleh asam asetat (Hasimun et al., 2014). Ekstrak aquades daun pepaya menghasilkan efek analgesik yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan tramadol (Lasarus et al, 2013). Ekstrak etanol daun pepaya juga menunjukkan adanya efek analgesik yang lebih baik ketika dibandingkan dengan aspirin (Hasimun et al., 2014).

Ekstrak metanol biji pepaya juga telah terbukti mengurangi rasa nyeri dengan mekanisme yang paling memungkinkan adalah dengan menginhibisi mediator nyeri seperti histamin, prostaglandin, dan sitokin (Amazu et al., 2010). Efek analgesik ekstrak biji pepaya juga telah terbukti ketika diujikan pada tikus yang diinduksi dengan asam asetat melalui rute intraperitoneal dan tidak menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan terhadap kontrol positif yaitu Pethidine (Anaga et al., 2010). Ekstrak aquades biji pepaya juga telah terbukti memiliki efek analgesik yang signifikan pada penelitian yang menggunakan tikus yang diinduksi dengan zat kimia Caragenan 1% (Tamma et al., 2013).

Flavonoid menghambat enzim siklooksigenase I yang berperan dalam biosintesa prostaglandin sebagai mediator pembentukan rasa nyeri, sehingga penghambatan COX I ini akan menyebabkan penghambatan timbulnya rasa nyeri (Alex et al., 2013; Afrianti et al, 2014; Owowyele et al.,

(23)



2008; Octavianus et al, 2014). Selain itu daun pepaya yang memiliki enzim papain yang memiliki aktifitas analgetik (Afrianti et al, 2014). Vitamin E pada daun pepaya juga dapat mengurangi nyeri haid melalui penekanan aktivitas enzim fosfolipase A dan siklooksigenase melalui penghambatan aktivase post translasi siklooksigenase sehingga dapat menghambat produksi prostaglandin (Darma et al, 2013).

3. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

3. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Gambar 9.3 Mengkudu (Morinda citrifolia L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]

Buah mengkudu mengandung 90% air dan komponen-komponen penting lainnya seperti asam glutamat, asam aspartat, isoleusin, senyawa- senyawa fenol (scopoletin, proxeronin, xeronin, morindone, rubiadin), antrakuinon (Blanco et al., 2006), asam askorbat, provitamin A (Singh, 2012), alkaloid dan terpenoid (Wang et al., 2002). Scopoletin adalah kumarin yang diisolasi pada tahun 1993 di University of Hawaii dan telah terbukti berkhasiat sebagai analgesik (Blanco et al., 2006).

Ekstrak buah mengkudu menunjukkan efek analgesik yang signifikan ketika diberikan pada tikus putih yang dikondisikan, bahkan telah diketahui bahwa pemberian jus buah mengkudu dengan konsentrasi 10% dan 20% pada tikus, meningkatkan toleransi terhadap nyeri yang lebih baik (Blanco et al., 2006). Menurut penelitian Jethani et al (2011), ekstrak buah mengkudu diduga memiliki mekanisme kerja yaitu menghambat reseptor histamin dan prostaglandin yang merupakan reseptor nyeri. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan penelitian oleh Widasari et al (2014), bahwa ketika prostaglandin dihambat maka selain efek antiinflamasi, efek analgesiknya juga muncul. Selain itu, telah dibuktikan bahwa efek analgesik dari ekstrak aquades akar mengkudu, 75% sama kuatnya seperti morfin namun tanpa memberikan efek ketagihan, efek samping (Wang et al., 2002) dan efek toksik (Blanco et al., 2006), bahkan hasil yang sama ditemukan pada penelitian terhadap ekstrak etanol akar mengkudu (Singh, 2012).

Gambar 9.3 Mengkudu (Morinda citrifolia L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]

Buah mengkudu mengandung 90% air dan komponen-komponen penting lainnya seperti asam glutamat, asam aspartat, isoleusin, senyawa- senyawa fenol (scopoletin, proxeronin, xeronin, morindone, rubiadin), antrakuinon (Blanco et al., 2006), asam askorbat, provitamin A (Singh, 2012), alkaloid dan terpenoid (Wang et al., 2002). Scopoletin adalah kumarin yang diisolasi pada tahun 1993 di University of Hawaii dan telah terbukti berkhasiat sebagai analgesik (Blanco et al., 2006).

Ekstrak buah mengkudu menunjukkan efek analgesik yang signifikan ketika diberikan pada tikus putih yang dikondisikan, bahkan telah diketahui bahwa pemberian jus buah mengkudu dengan konsentrasi 10% dan 20% pada tikus, meningkatkan toleransi terhadap nyeri yang lebih baik (Blanco et al., 2006). Menurut penelitian Jethani et al (2011), ekstrak buah mengkudu

(24)



diduga memiliki mekanisme kerja yaitu menghambat reseptor histamin dan prostaglandin yang merupakan reseptor nyeri. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan penelitian oleh Widasari et al (2014), bahwa ketika prostaglandin dihambat maka selain efek antiinflamasi, efek analgesiknya juga muncul. Selain itu, telah dibuktikan bahwa efek analgesik dari ekstrak aquades akar mengkudu, 75% sama kuatnya seperti morfin namun tanpa memberikan efek ketagihan, efek samping (Wang et al., 2002) dan efek toksik (Blanco et al., 2006), bahkan hasil yang sama ditemukan pada penelitian terhadap ekstrak etanol akar mengkudu (Singh, 2012).

4. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

4. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Gambar 9.4 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)

Kandungan kimia yang terdapat pada ektrak etanol dan metanol rimpang jahe adalah alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, terpenoid, steroid (Anosike et al., 2009; Tarigan et al, 2008), gingiberin (20,57%), beta seiqufelandrin (12,71%), kurkumin (11,27%), gingerol (4,46%) (Bhargava et al., 2012; Hasan et al., 2012), shogaol, paradol, gingerdione (Breemen et al., 2011). Gingerol dan shorgaol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik pada rimpang jahe (Mahluji et al., 2013). Jahe telah terbukti dapat menginhibisi biosintesis prostaglandin pada tahun 1970 yang menyebabkan jahe memiliki mekanisme kerja yang sama seperti obat Non-Steroidal Anti-Inflammatory (NSAID) (Bhargava et al., 2012).

Pada penelitian Raji et al. (2002), mencit diinduksi dengan asam asetat dan esktrak etanol rimpang jahe menunjukkan efek analgesik dengan cara menginhibisi asam asetat tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah geliat. Berdasarkan hasil dari studi in vitro, rimpang jahe dan komponen utamanya seperti gingerol dan shorgaol dapat menghambat sintesis dari mediator nyeri seperti prostaglandin dan leukotrin (Mahluji et al., 2013; Black et al., 2008), shorgaol juga terbukti dapat menghambat sintesis enzim siklooksigenase (Anosike et al., 2009). Menurut penelitian Breemen et al. (2011), jika diurutkan berdasarkan efek menghambat sintesis enzim COX-2 dari yang tertinggi pada kandungan jaeh adalah paradol, shogaol,lau gingerol dan gingerdione.

Penelitian Charlier et al. (2003) membuktikan bahwa rimpang jahe memliki efek pada beberapa gen yang mengkode sitokin, kemokin, dan yang menginduksi enzim siklooksigenase 2 (COX-2). Penelitian oleh Haghighi et al. (2005), juga telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada efek analgesik ekstrak etanol rimpang jahe dengan ibuprofen pada tikus yang telah dibuat menderita penyakit arthritic. Ekstrak rimpang jahe juga telah terbukti mengurangi rasa nyeri di kaki pada pasien yang menderita osteoarthritis (Haghighi et al., 2006) dengan mekanisme kerja yaitu menghambat kerja dari enzim COX-2 (Altman et al., 2001). Rimpang jahe juga telah terbukti mampu mengurangi nyeri yang dialami wanita saat

Gambar 9.4 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)

Kandungan kimia yang terdapat pada ektrak etanol dan metanol rimpang jahe adalah alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, terpenoid, steroid (Anosike et al., 2009; Tarigan et al, 2008), gingiberin (20,57%), beta seiqufelandrin (12,71%), kurkumin (11,27%), gingerol (4,46%) (Bhargava et al., 2012; Hasan et al., 2012), shogaol, paradol, gingerdione (Breemen et al., 2011). Gingerol dan shorgaol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik pada rimpang jahe (Mahluji et al., 2013). Jahe telah terbukti dapat menginhibisi biosintesis prostaglandin pada tahun

(25)

1970 yang menyebabkan jahe memiliki mekanisme kerja yang sama seperti obat Non-Steroidal Anti-Inflammatory (NSAID) (Bhargava et al., 2012).

Pada penelitian Raji et al. (2002), mencit diinduksi dengan asam asetat dan esktrak etanol rimpang jahe menunjukkan efek analgesik dengan cara menginhibisi asam asetat tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah geliat. Berdasarkan hasil dari studi in vitro, rimpang jahe dan komponen utamanya seperti gingerol dan shorgaol dapat menghambat sintesis dari mediator nyeri seperti prostaglandin dan leukotrin (Mahluji et al., 2013; Black et al., 2008), shorgaol juga terbukti dapat menghambat sintesis enzim siklooksigenase (Anosike et al., 2009). Menurut penelitian Breemen et al. (2011), jika diurutkan berdasarkan efek menghambat sintesis enzim COX-2 dari yang tertinggi pada kandungan jahe adalah paradol, shogaol, lau gingerol dan gingerdione.

Penelitian Charlier et al. (2003) membuktikan bahwa rimpang jahe memliki efek pada beberapa gen yang mengkode sitokin, kemokin, dan yang menginduksi enzim siklooksigenase 2 (COX-2). Penelitian oleh Haghighi et al. (2005), juga telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada efek analgesik ekstrak etanol rimpang jahe dengan ibuprofen pada tikus yang telah dibuat menderita penyakit artritis. Ekstrak rimpang jahe juga telah terbukti mengurangi rasa nyeri di kaki pada pasien yang menderita osteoarthritis (Haghighi et al., 2006) dengan mekanisme kerja yaitu menghambat kerja dari enzim COX-2 (Altman et al., 2001). Rimpang jahe juga telah terbukti mampu mengurangi nyeri yang dialami wanita saat haid (dysmenorrheal) (Jenabi, 2013; Rahnama et al., 2012) dengan keefektifan aktivitas analgesik ekstrak rimpang jahe yang terbukti sama seperti asam mefenamat dan ibuprofen (Awed et al.,2013).

(26)

5. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. Ex Ness)

dan ibuprofen (Awed et al.,2013).

5. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. Ex Ness)

Gambar 9.5 Sambiloto (Andrographis paniculata) (Hossain et al, 2014)

Senyawa aktif yang terdapat dalam bagian- bagian tanaman sambiloto adalah flavonoid (Low et al., 2015), terpenoid (Warditiani et al, 2014), alkaloid, glikosida, steroid, tanin, saponin (Radha et al., 2011) dan lakton. Komponen utama lakton yakni andrographolide yang juga zat aktif utama pada tanaman sambiloto (Benoy et al., 2012). Andrographolide terdapat pada daun dan batang sambiloto (Joselin & Jeeva, 2014). Andrographolide merupakan hasil isolasi dari tanaman sambiloto yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik tanaman tersebut (Warditiani et al, 2014).

Andrographolide yang diisolasi dari ekstrak daun sambiloto terbukti memiliki aktivitas analgesik yang signifikan yaitu pengurangan jumlah geliat ketika diberikan kepada mencit dengan dosis 300 mg/kg yang diinduksi dengan asam asetat (Anju et al., 2012), walaupun efek analgesiknya masih lebih lemah jika dibandingkan dengan aspirin (Jarukamjorn, 2008) dan ibuprofen (Radhika et al., 2009). Mekanisme kerja andrographolide adalah dengan mereduksi proses ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) (Jarukamjorn, 2008) dan mereduksi ekspresi gen siklooksigenasi-1 (COX-1) (Lim et al., 2012). Andrographolide juga telah terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh mediator nyeri histamin dengan cara mereduksi pelepasan mediator nyeri tersebut (Niranjan et al., 2010).

Gambar 9.5 Sambiloto (Andrographis paniculata) (Hossain et al, 2014) Senyawa aktif yang terdapat dalam bagian-bagian tanaman sambiloto adalah flavonoid (Low et al., 2015), terpenoid (Warditiani et al, 2014), alkaloid, glikosida, steroid, tanin, saponin (Radha et al., 2011) dan lakton. Komponen utama lakton yakni andrographolide yang juga zat aktif utama pada tanaman sambiloto (Benoy et al., 2012). Andrographolide terdapat pada daun dan batang sambiloto (Joselin & Jeeva, 2014). Andrographolide merupakan hasil isolasi dari tanaman sambiloto yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik tanaman tersebut (Warditiani et al, 2014).

Andrographolide yang diisolasi dari ekstrak daun sambiloto terbukti memiliki aktivitas analgesik yang signifikan yaitu pengurangan jumlah geliat ketika diberikan kepada mencit dengan dosis 300 mg/kg yang diinduksi dengan asam asetat (Anju et al., 2012), walaupun efek analgesiknya masih lebih lemah jika dibandingkan dengan aspirin (Jarukamjorn, 2008) dan ibuprofen (Radhika et al., 2009). Mekanisme kerja andrographolide adalah dengan mereduksi proses ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) (Jarukamjorn, 2008) dan mereduksi ekspresi gen siklooksigenasi-1 (COX-1) (Lim et al., 2012). Andrographolide juga telah terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh mediator nyeri histamin dengan cara mereduksi pelepasan mediator nyeri tersebut (Niranjan et al., 2010).

(27)



6. Sirih (Piper betle L.)

6. Sirih (Piper betle L.)

Gambar 9.6 Sirih (Piper betle L.). www.wikipedia.org. [1 April 2016]

Kandungan senyawa yang terdapat pada daun sirih berupa alkaloid, tanin (Pradhan et al., 2013), alipirokatekol, kavibetol, eugenol, dan safrol (Bhalerao et al., 2013). Senyawa aktif yang dianggap bertanggung jawab pada aktifitas analgesik daun sirih adalah eugenol (Dwivedi & Tripathi, 2014; Bhalerao et al., 2013). Ekstrak metanol daun sirih terbukti memiliki aktifitas analgesik yang signifikan walaupun hasil aktifitas analgesiknya tidak sebaik analgesik narkotik (Alam et al., 2012), aktivitas analgesik ini terlihat secara signifikan pada uji menggunakan mencit dan tikus yang diberikan perlakuan berupa diinduksi dengan Carrageenan, formalin, dan uji jumlah geliat (Dwivedi & Tripathi, 2014).

Ekstrak etanol dan metanol daun sirih juga terbukti secara signifikan mengurangi produksi histamin yang merupakan mediator nyeri (Khumar et al., 2010). Aktifitas analgesik eugenol dinyatakan memiliki mekanisme yaitu dapat menekan gen yang berfungsi mengekspresikan enzim siklooksigenase-2 (COX-2) (Bhalerao et al., 2013). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Datta et al. (2014), dapat diperkirakan bahwa aktifitas analgesik ekstrak etanol daun sirih terjadi karena mekanisme kerjanya pada reseptor nyeri sentral, karena ada efek mengantuk yang terjadi pada tikus yang bisa dijadikan bukti bahwa ekstrak etanol daun sirih bekerja pada sistem saraf pusat.

Gambar 9.6 Sirih (Piper betle L.). www.wikipedia.org. [1 April 2016] Kandungan senyawa yang terdapat pada daun sirih berupa alkaloid, tanin (Pradhan et al., 2013), alipirokatekol, kavibetol, eugenol, dan safrol (Bhalerao et al., 2013). Senyawa aktif yang dianggap bertanggung jawab pada aktivitas analgesik daun sirih adalah eugenol (Dwivedi & Tripathi, 2014; Bhalerao et al., 2013). Ekstrak metanol daun sirih terbukti memiliki aktivitas analgesik yang signifikan walaupun hasil aktivitas analgesiknya tidak sebaik analgesik narkotik (Alam et al., 2012), aktivitas analgesik ini terlihat secara signifikan pada uji menggunakan mencit dan tikus yang diberikan perlakuan berupa diinduksi dengan Carrageenan, formalin, dan uji jumlah geliat (Dwivedi & Tripathi, 2014).

Ekstrak etanol dan metanol daun sirih juga terbukti secara signifikan mengurangi produksi histamin yang merupakan mediator nyeri (Khumar et al., 2010). Aktivitas analgesik eugenol dinyatakan memiliki mekanisme yaitu dapat menekan gen yang berfungsi mengekspresikan enzim siklooksigenase-2 (COX-siklooksigenase-2) (Bhalerao et al., siklooksigenase-2013). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Datta et al. (2014), dapat diperkirakan bahwa aktivitas analgesik ekstrak etanol daun sirih terjadi karena mekanisme kerjanya pada

(28)

20

reseptor nyeri sentral, karena ada efek mengantuk yang terjadi pada tikus yang bisa dijadikan bukti bahwa ekstrak etanol daun sirih bekerja pada sistem saraf pusat.

7. Kunyit (Curcuma domestica Val.)

7. Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Gambar 9.7 Kunyit (Curcuma domestica Val.). www.bestturmeric.com. [11 April 2016]

Kandungan yang terdapat dalam rimpang kunyit antara lain adalah kurkumin (Kapoor, 2012; Sundarananthavalli et al., 2011), flavanoid (Dewi et al, 2014), glikosida jantung, fenol (Arutselvi et al., 2012), alkaloid, saponin, tanin (Hasan et al., 2014). Zat aktif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik kunyit adalah kurkumin (Kapoor, 2012; Zanjani et al., 2014; Zhu et al., 2013; Han et al., 2012; Ikawati et al., 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Haider et al. (2013), ditemukan bahwa kurkumin memberikan efek analgesik yang signifikan ketika diujikan kepada tikus dengan metode Hot-Plate. Kurkumin dilaporkan bekerja dengan cara menekan produksi enzim siklooksigenase-2 yang bertanggung jawab atas proses sintesis prostaglandin (Jung et al., 2014), bahkan kurkumin mampu menghilangkan rasa nyeri dengan mekanisme kerja yang sama seperti obat NSAID (Kapoor, 2012).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zanjani et al. (2014), dengan menggunakan metode ELISA, kurkumin terbukti menurunkan kadar siklooksigenase-2 (COX-siklooksigenase-2) pada tikus. Kurkumin juga terbukti mampu mengurangi rasa nyeri pada penyakit neuropati dengan menginhibisi CBP Histone acetyltransferase yang berfungsi meregulasi ekspresi dari COX-2 pada tikus (Zhu et al., 2013). Pada penelitian sebelumya oleh Sundarananthavalli et al. (2011), aktivitas analgesik yang signifikan dibuktikan dengan metode Tail-flick pada tikus albino. Daun kunyit juga terbukti mampu mengurangi rasa nyeri yang terjadi akibat nyeri kronik yang muncul pada penyakit rheumatoid arthritis atau kanker (Hasan et al., 2014)

Gambar 9.7 Kunyit (Curcuma domestica Val.). www.bestturmeric.com. [11 April 2016]

Kandungan yang terdapat dalam rimpang kunyit antara lain adalah kurkumin (Kapoor, 2012; Sundarananthavalli et al., 2011), flavanoid (Dewi et al, 2014), glikosida jantung, fenol (Arutselvi et al., 2012), alkaloid, saponin, tanin (Hasan et al., 2014). Zat aktif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas analgesik kunyit adalah kurkumin (Kapoor, 2012; Zanjani et al., 2014; Zhu et al., 2013; Han et al., 2012; Ikawati et al., 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Haider et al. (2013), ditemukan bahwa kurkumin memberikan efek analgesik yang signifikan ketika diujikan kepada tikus dengan metode Hot-Plate. Kurkumin dilaporkan bekerja dengan cara menekan produksi enzim siklooksigenase-2 yang bertanggung jawab atas proses sintesis prostaglandin (Jung et al., 2014), bahkan kurkumin mampu menghilangkan rasa nyeri dengan mekanisme kerja yang sama seperti obat NSAID (Kapoor, 2012).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zanjani et al. (2014), dengan menggunakan metode ELISA, kurkumin terbukti menurunkan kadar siklooksigenase-2 (COX-2) pada tikus. Kurkumin juga terbukti mampu mengurangi rasa nyeri pada penyakit neuropati dengan menginhibisi CBP

(29)

Histone acetyltransferase yang berfungsi meregulasi ekspresi dari COX-2 pada tikus (Zhu et al., 2013). Pada penelitian sebelumya oleh Sundarananthavalli et al. (2011), aktivitas analgesik yang signifikan dibuktikan dengan metode Tail-flick pada tikus albino. Daun kunyit juga terbukti mampu mengurangi rasa nyeri yang terjadi akibat nyeri kronik yang muncul pada penyakit rheumatoid arthritis atau kanker (Hasan et al., 2014)

9.2 DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, R., R. Yenti, & D. Meustika. 2014. Uji Aktifitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Putih Jantan yang di Induksi Asam Asetat 1%. Jurnal Sains Farmasi & Klinis 1(1) : 54-60 Alam, Md.B., F. Akter, N. Parvin, R.S. Pia, S. Akter, J. Chowdhury, K.S.

E-Jahan, & Md.E. Haque. 2012. Antioxidant, Analgesic, and Anti-Inflammatory Activities of the Methanolic Extract of Piper betle Leaves. Avicenna Journal of Phytomedicine : 1-14

Alex, A., A. Eguonor, V. Eguonor, & Orhehe. 2013. Antinociceptive and Anti-Inflammatory Studies of the Aqueous Leaf Extract of Carica papaya in Laboratory Animals. Asian Journal Exp. Biological Science 4 (1) : 89-96

Altman, R.D., & K.C. Marcussen. 2001. Effects of a Ginger Extract on Knee Pain in Patients With Osteoarthritis. Journal of Arthritis & Rheumatism 44 (11) : 2531-2538

Amazu, L.U., C.C.A., Azikiwe, C.J. Njoku, F.N., Osula, P.J.C., Nwosu, A.O., Ajugwo, & J.C. Enye. 2010. Antiinflammatory Activity of the Methanolic Extract of the Seeds of Carica papaya in Experimental Animals. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine : 884-886

Anaga, A.O., & E.V. Onehi. 2010. Antinociceptive and Anti-inflammatory Effects of the Methanol Seed Extract of Carica papaya in Mice and Rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 4 (4) : 140-144

(30)

Andriani, A. Skrining Fitokimia dan Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase pada Ekstrak Etanol dari Beberapa Tanaman yang Digunakan sebagai Obat Antidiabetes. Skripsi Program Studi Sarjana Farmasi, Universitas Indonesia, Jakarta

Anju, D., J. Goyal, S. Kavita, N. Arun, & D. Sandeep. 2012. A Review on Medicinal Prospectives of Andrographis paniculata Nees. Journal of Pharmaceutical and Scientific Innovation 1 (1) : 1-4

Anosike, C.A., O. Obidoa, U.S. Lawrence, Ezeanyika & M.M. Nwuba. 2009. Anti-inflammatory and Anti-ulcerogenic Activity of the Ethanol Extract of Ginger (Zingiber officinale). African Journal of Biochemistry Research 3 (12) : 379-384

Arutselvi, R., T. Balasaravanan, P. Ponmurugan, N.M. Saranji, & P. Suresh. 2012. Phytochemical Screening and Comparative Study of Anti Microbial Activity of Leaves and Rhizomes of Turmeric Varieties. Asian Journal of Plant Science and Research 2 (2) : 212-219

Awed, H., T. El-saidy, & T. Amro. 2013. The Use of Fresh Ginger Herbs as a Home Remedy to Relieve Primary Dysmenorrhea. Journal of Research in Nursing and Midwifery 2 (8) : 104-113

Ayoola, P.B., & A. Adeyeye. 2010. Phytochemical and Nutrient Evaluation of Carica papaya (pawpaw) Leaves. IJRRAS 5 (3) : 325-328

Benoy, G.K., D.K. Animesh, M. Aninda, D.K. Priyanka, & H. Sandip. 2012. An Overviw on Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees. IJRAP 3 (6) : 752-758

Bhalerao, S.A., D.R. Verma, R.V. Gavankar, N.C. Teli, Y.Y. Rane, V.S. Didwana, & A. Trikannad. 2013. Phytochemistry, Pharmacological Profile and Therapeutic Uses of Piper betle Linn. – An Overview. Research and Reviews : Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 1 (2) : 10-19

Bhargava, S., K. Dhabhai, A. Batra, A. Sharma, & B. Malhotra. 2012. Zingiber officinale : Chemical and Phytochemical Screening and Evaluation of its Antimicrobial Activities. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 4 (1) : 360-364

(31)

Black, C.D., & P.J. O’Connor. 2008. Acute Effects of Dietary Ginger on Quadriceps Muscle Pain During Moderate-Intensity Cycling Exercise. International Journal of Sport Nutrition and Exercise Metabolism18 : 653-664

Blanco, Y.C., F. Vaillant, A.M. Perez, M. Reynes, J.M. Brillouet, & P. Brat. The Noni Fruit (Morinda citrifolia L.) : A review of Agricultural Research, Nutritional and Therapeutic Properties. Journal of Food and Analysis 19 : 645-654

Breemen, R.B, Y. Tao, & W. Li. 2011. Cyclooxygenase-2 inhibitors in ginger (Zingiber officinale). Fitoterapia 82 (1) : 38-43

Chakrapani Ayurveda Clinic & Research Center India, diambil dari: URL: http://bestturmeric.com/. diakses 11 April 2016.

Charlier C., & C. Michaux. 2003. Dual Inhibition of Cyclooxygenase-2 (COX-2) and 5-Lipoxygenase (5-LOX) as a New Strategy to Provide Safer Non-Steroidal Anti-inflammatory Drugs. European Journal of Medicinal Chemistry 38 : 645-659

Darma, D.H.Y., W. Lestari, & Arneliwati. 2013. Efektifitas Rebusan Daun Pepaya Terhdapa Penurunan Nyeri Saat Menstruasi pada Mahasiswi PSIK UR. Universitas Riau, Riau

Datta, A., S.V. Bhalerao, P.P. Shidore, A.V. Tilak, S. Patil, & T. Desphande. 2014. To Evaluate the Analgesic Efficacy of an Ethanolic Extract of Piper betle Linn. (paan) and Its Probable Mechanism of Action Using Animal Models. Research Jaournal of Pharmaceutical, Biological, and Chemical Sciences 5 (3) : 424-431

Devaraj, A., & T. Karpagam. 2011. Evaluation of Anti-inflammatory Activity and Analgesic Effect of Aloe vera Leaf Extract in Rats. International Research Journal of Pharmacy 2 (3) : 103-110

Dewi, K., N. Kadek, M. Jawi, & D. Adriana. 2014. Pengaruh Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) Metode Maserasi dan Dekok terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattu norvegicus) yang Diberi Vaksin DPT. Universitas Udayana, Bali : 1-7

(32)

Dwivedi, V., & S. Tripathi. 2014. Review Study on Potential Activity of Piper betle. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 3 (4) : 93-98 Egesie, U.G., K.E. Chima, & N.Z. Galam. 2011. Anti-inflammatory and

Analgesic Effects of Aqueous Extract of Aloe vera (Aloe barbadensis) in Rats. African Journal Biomed Research 14 : 209-212

Ghosh, A.K., M. Banerjee, T.K. Mandal, A. Mishra, & M.K. Bhowmik. 2011. A Study on Analgesic Efficacy and Adverse Effects of Aloe vera in Wistar Rats. Pharmacologyonline 1 : 1098-1108.

Gupta, S.K., dan Sharma, A. 2014. Medicinal properties of Zingiber officinale Roscoe – AReview. Journal of Pharmacy and Biological Sciences. Sep – Oct 2014; 9(5): 124 – 129.

Haghihi, M., A. Khalvat, T. Toliat, & S. Jallaei. 2005. Comparing the Effects of Ginger (Zingiber officinale) Extract and Ibuprofen on Patients with Osteoarthritis. Archives of Iranian Medicine 8 (4) : 267-271

Haghighi, A., N. Tavalaei, & M.B. Owlia. 2006. Effects of Ginger on Primary Knee Osteoarthritis. Indian Journal of Rheumatology 1 (1) : 3-7

Haider, S., F. Naqvi, S. Tabassum, S. Saleem, Z. Batool, S. Sadir, S. Rasheed, D. Saleem, A. Nawaz, & S. Ahmad. Preventive Effects of Curcumin Againts Drug- and Starvation-Induced Gastric Erosions in Rats. Scientia Pharmaceutica 81 : 549-558

Han, Y.K., S.H. Lee, H.J. Jeong, M.S. Kim, M.H. Yoon, & W.M. Kim. 2012. Analgesic Effects of Intrathecal Curcumin in the Rat Formalin Test. The Korean Journal of Pain 25 (1) : 1-6

Haque, M.Z., M.A. Jalil, & M.B. Islam. 2012. Phyto-Chemical and Anti-Bacterial Screening of Musabbar Perpared from Aloe vera. Journal of Advanced Scientific Research 3 (4) : 74-77

Hasan, H.A., A.M.R. Raauf, B.M.A. Razik, & B.A.R. Hassan. 2012. Chemical Composition and Antrimicrobial Activity of the Crude Extracts Isolated from Zingiber officinale by Different Solvents. Pharmaceutica Analytica Acta 3 (9) : 1-5

Gambar

Gambar 9.6  Sirih (Piper betle L.). www.wikipedia.org. [1 April 2016]
Gambar 10.3 Jambu Biji (Psidium guajava L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016]
Gambar 11.1  Bawang Putih (Allium sativum L.) (Sandhya et al, 2012)
Gambar 11.2  Bawang Merah (Allium cepa L.) (Joshi et al, 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian identifikasi bahan kimia obat teofilin dan prednison pada sediaan jamu asma dengan metode KLT-Densitometri bahwa sampel A, sampel B dan

Cetylpyridinium chloride adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan aktif pada salah satu obat kumur yang beredar di pasaran yang berfungsi sebagai penghilang

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sampel jamu A, B, C dan D mengandung bahan kimia obat prednison dengan kadar rata-rata prednison pada sampel jamu

Untuk analisis simplisia obat bahan alam, perbandingan pelarut metanol- air yang terbaik untuk mendapatkan kadar zat tersari, kadar senyawa fenolat dan daya