• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fitoterapi Infeksi Parasit 1. Pepaya (Carica papaya L.)

Gambar 11.2 Bawang Merah (Allium cepa L.) (Joshi et al, 2014)

8. Jeruk Purut (Citrus hystrix Dc)

11.3 INFEKSI PARASIT .1 Pendahuluan

11.3.2 Fitoterapi Infeksi Parasit 1. Pepaya (Carica papaya L.)

166

Paragonimiasis (Japardi, 2002). Selain itu, penyakit malaria juga disebabkan oleh adanya infeksi parasite dari genus plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk anopheles (Dwithania et al, 2013). Gejala yang ditimbulkan berupa demam yang naik turun disertai mengigil (Fitrianingsih et. al, 2010).

11.3.2 Fitoterapi Infeksi Parasit 1. Pepaya (Carica papaya L.)

Gambar 11.18 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Berdasarkan hasil penelitian menggunakan ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas farmakologi sebagai antelmintik dan antimalaria. Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin, alkaloid, dan memiliki kadar air sebesar 9,408 ± 0,761% (Mahatriny et al, 2014). Uji hayati in vivo dilakukan pada mencit putih jantan (mus mmusculus) galur DDY yang telah diinfeksikan dengan P. berghei galur ANKA yaitu hemoprotozoa penyebab malaria yang memiliki kesamaan dengan p. falciparum. Hasil penelitian oleh Fitrianingsih et al (2010) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pepaya memberikan aktivitas antiplasmodium yang bermakna dengan proses inhibisi sebesar 42,45% yang menyebabkan kerusakan pada hati dan limpa akibat ulah bibit penyakit malaria bisa dicegah (Fitrianingsih et al.,2010). Uji hayati secara invitro menggunakan Trager dan Jansen (1976) terhadap hasil ekstraksi daun pepaya yang dilarutkan dalam DMSO dengan menghitung persentase parasetimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Rehena, 2010) persen hambatan pertumbuhan pada p. falciparum strain G2300 tertinggi pada konsentrasi 100 mcg/ml dengan nilai rata-rata 95,12% yang selanjutnya menurun disertai dengan penurunan konsentrasi (Rehena, 2010).

Selain itu, ekstrak biji papaya mengandung alkaloid karpain yang berkasiat sebagai antelmintik. Karpain bersifat proteolitik yang dapat memecah jaringan ikat protein tubuh cacing sehingga menjadi lunak, bekerja sebagai vermifuga yaitu obat-obat yang melumpuhkan (merusak sistem saraf pusat) cacing dalam usus dan cacing

Gambar 11.18 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Berdasarkan hasil penelitian menggunakan ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas farmakologi sebagai antelmintik dan antimalaria. Ekstrak daun pepaya (Caricapapaya L.) mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin,alkaloid, dan memiliki kadar air sebesar 9,408 ± 0,761% (Mahatriny et al, 2014). Uji hayati in vivo dilakukan pada mencit putih jantan (mus mmusculus) galur DDY yang telah diinfeksikan dengan P. berghei galur ANKA yaitu hemoprotozoa penyebab malaria yang memiliki kesamaan dengan p. falciparum. Hasil penelitian oleh Fitrianingsih et al(2010) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pepaya memberikan aktivitas antiplasmodium yang bermakna dengan proses inhibisi sebesar 42,45% yang menyebabkan kerusakan pada hati dan limpa akibat ulah bibit penyakit malaria bisa dicegah (Fitrianingsih et al.,2010). Uji hayati secara in vitro menggunakan Trager dan Jansen (1976) terhadap hasil ekstraksi daun pepaya yang dilarutkan dalam DMSO dengan menghitung persentase parasetimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Rehena, 2010) persen hambatan pertumbuhan pada p. falciparum strain G2300 tertinggi pada konsentrasi 100mcg/ml dengan nilai rata-rata 95,12% yang selanjutnya menurun disertai dengan penurunan konsentrasi (Rehena, 2010).



Selain itu, ekstrak biji papaya mengandung alkaloid karpain yang berkasiat sebagai antelmintik. Karpain bersifat proteolitik yang dapat memecah jaringan ikat protein tubuh cacing sehingga menjadi lunak, bekerja sebagai vermifuga yaitu obat-obat yang melumpuhkan (merusak sistem saraf pusat) cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan mati. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Pattianakotta(2014) bahwa aktivitas sirup ekstrak etanol biji papaya terhadap cacing Ascaridia gali, dengan konsentrasi 10% dan 20% memiliki efek antelmintik namun yang memiliki kemampuan tertinggi pada konsentrasi 30% (Pattianakotta, 2014).

2. Anting-anting (Acalypha indica L.)

yang dikeluarkan dalam keadaan mati. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Pattianakotta (2014) bahwa aktivitas sirup ekstrak etanol biji papaya terhadap cacing Ascaridia gali, dengan konsentrasi 10% dan 20% memiliki efek antelmintik namun yang memiliki kemampuan tertinggi pada konsentrasi 30% (Pattianakotta, 2014).

2. Anting-anting (Acalypha indica L.)

Gambar 11.19 Anting – anting (Acalypha indica L.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]

Campuran batang dan daun anting-anting mengandung komponen β-sitosterol, daucosterol, saponin, tannin, minyak atsiri. Pada ekstrak etil asetat tanaman anting-anting mengandung tannin, alkaloid, dan steroid (Hayati et al., 2012). Pada penelitian sebelumnya hasil uji fitokimia dengan reagen dan KLT menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid (ekstrak etanol), steroid (ekstrak kloroform) dan triterpenoid (dalam ekstrak etanol dan n-heksan) (Hayati & Halimah., 2010).

Hasil penelitian uji aktivitas antimalaria secara in vivo pada hewan coba yang didapatkan adanya aktivitas penghambatan ekstrak etil asetat campuran batang dan daun terhadap pertumbuhan P. berghei pada dosis 0,01 mg/gbb sebesar 87,19%, dosis 0,1 mg/gbb sebesar 84,9 % dan pada dosis 1 mg/gbb sebesar 90,74 %. Suatu ekstrak dikatakan mempunyai sifat antiplasmodium jika memberikan penghambatan parasit lebih dari 30% (Hayati et al., 2012). Senyawa golongan alkaloid dapat menghambat pertumbuhan parasit melalui tranfort intraseluler kolin. Begitu pula senyawa golongan terpenoid dapat menghambat pertumbuhan P. berghei melaui penghambatan sintesis protein pada sel mamalia dan parasit malaria (Hayati et al., 2012).

Gambar11.19 Anting – anting (Acalypha indica L.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]

Campuran batang dan daun anting-anting mengandung komponen β-sitosterol, daucosterol, saponin, tannin, minyak atsiri. Pada ekstrak etil asetat tanaman anting-anting mengandung tannin, alkaloid, dan steroid (Hayati et al., 2012). Pada penelitian sebelumnya hasil uji fitokimia dengan reagen dan KLT menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid (ekstrak etanol), steroid (ekstrak kloroform) dan triterpenoid (dalam ekstrak etanol dan n-heksan) (Hayati & Halimah., 2010).



Hasil penelitian uji aktivitas antimalaria secara in vivo pada hewan coba yang didapatkan adanya aktivitas penghambatan ekstrak etil asetat campuran batang dan daun terhadap pertumbuhan P.berghei pada dosis 0,01mg/gbb sebesar 87,19%, dosis 0,1mg/gbb sebesar 84,9 % dan pada dosis 1mg/gbb sebesar 90,74 %. Suatu ekstrak dikatakan mempunyai sifat antiplasmodium jika memberikan penghambatan parasit lebih dari 30% (Hayati et al., 2012).Senyawa golongan alkaloid dapat menghambat pertumbuhan parasit melalui transport intraseluler kolin. Begitu pula senyawa golongan terpenoid dapat menghambat pertumbuhan P.berghei melaui penghambatan sintesis protein pada sel mamalia dan parasit malaria (Hayati et al., 2012).

3. Cempedak (Artocarpus champeden (Lour.) Stokes)

3. Cempedak (Artocarpus champeden (Lour.) Stokes)

Gambar 11.20 Cempedak (Artocarpus champeden (Lour.) Stokes.). www.wikipedia.org. [16

Juli 2016]

Isolasi dari kulit batang cempedak menghasilkan senyawa flavonoid artoindonesianin E, heteroflavon C, artoindonesianin R, heterofilin, artoindonesianin A-2, sikloheterofilin, artonin A, dan dua senyawa baru yaitu artokarpon A dan artokarpon B. Dari kesembilan senyawa tersebut hanya artoindonesianin E yang tidak memiliki efektivitas antimalaria (Widyawaruyanti et al., 2011).

Hasil penelitian menunjukkan pada kulit batang bahwa ekstrak diklorometana (IC50 = 0,99 μg/mL) memiliki aktivitas antimalaria yang lebih poten di-bandingkan ekstrak metanol (IC50 = 4,57 μg/mL). Dari ekstrak tersebut diperoleh senyawa flavonoid terprenilasi (prenylated flavonoid), heteroflavanon yang aktif menghambat pertumbuhan parasit malaria P. falciparum, dengan aktivitas senyawa lima kali lebih kuat dibandingkan antimalaria standar yaitu klorokuin. Kombinasi ekstrak etanol 80% cempedak 100 mg/kgBB D0-D2 dan Artesunat 36,4 mg/kgBB D0-D2

menunjukkan potensi keberhasilan paling besar sebagai parasit pada mencit yang diinfeksi parasit malaria (P. berghei) (Hafid et al., 2011).

Senyawa bioflavonoid memiliki target mekanisme aksi utama yaitu pada membran yang dibentuk oleh parasit malaria stadium intraeritrositik yaitu Jalur Permeasi Baru (NPP = New Permeation Pathway) melalui penghambatan transport nutrisi yang dibutuhkan parasit dan vakuola makanan parasit malaria yaitu dengan menghambat proses degradasi hemoglobin dan detoksifikasi heme. Senyawa artoindonesianin R, artoindonesianin A-2 dan senyawa baru artokarpon A mempunyai mekanisme aksi menghambat jalur permeasi baru (NPP) pada membrane eritrosit yang diinduksi oleh parasit (Widyawaruyanti et al., 2011).

Gambar 11.20 Cempedak (Artocarpus champeden (Lour.) Stokes.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]

Isolasi dari kulit batang cempedak menghasilkan senyawa flavonoid arto-indonesianin E, heteroflavon C, artoindonesianin R, heterofilin, artoindonesianin A-2, sikloheterofilin, artonin A, dan dua senyawa baru yaitu artokarpon A dan artokarpon B. Dari kesembilan senyawa tersebut hanya artoindonesianin E yang tidak memiliki efektivitas antimalaria (Widyawaruyanti et al., 2011).

Hasil penelitian menunjukkan pada kulit batang bahwa ekstrak diklorometana (IC50 = 0,99 μg/mL) memiliki aktivitas antimalaria yang lebih poten dibandingkan ekstrak metanol (IC50 = 4,57 μg/mL). Dari ekstrak tersebut diperoleh senyawa flavonoid terprenilasi (prenylated flavonoid), heteroflavanon yang aktif menghambat pertumbuhan parasit malaria P. falciparum, dengan aktivitas senyawa lima kali lebih kuat dibandingkan antimalaria standar yaitu klorokuin. Kombinasi ekstrak etanol 80% cempedak 100 mg/kgBB D0-D2 dan Artesunat 36,4 mg/kgBB D0-D2 menunjukkan potensi keberhasilan paling besar sebagai parasit pada mencit yang diinfeksi parasit malaria (P. berghei) (Hafid et al., 2011).

Senyawa bioflavonoid memiliki target mekanisme aksi utama yaitu pada membran yang dibentuk oleh parasit malaria stadium intraeritrositik yaitu Jalur Permeasi Baru (NPP = New Permeation Pathway) melalui penghambatan transport nutrisi yang dibutuhkan parasit dan vakuola makanan parasit malaria yaitu dengan menghambat proses degradasi hemoglobin dan detoksifikasi heme. Senyawa artoindonesianin R, artoindonesianin A-2 dan senyawa baru artokarpon A mempunyai mekanisme aksi menghambat jalur permeasi baru (NPP) pada membrane eritrosit yang diinduksi oleh parasit (Widyawaruyanti et al., 2011).



4. Pinang (Areca catechu L.)

4. Pinang (Areca catechu L.)

Gambar 11.21 Pinang (Areca catechu L.) www.wikipedia.org [26 Juni 2016]

Ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) mengandung alkaloid, saponin,

cardenellin, bufadienol, tannin dan polifenol (Sa’roni & Adjirni, 2005). Aktivitas

antelmintik ini berkaitan dengan kandungan senyawa tanin dari ekstrak etanol biji pinang yang mampu menghambat enzim,dan merusak membran pada parasit (Tiwow et al., 2013). Penelitian yang dilakukan Tiwow et al (2013) secara in vitro pada biji

pinang memperoleh nilai PC50 sebesar 27,1206 yang dapat menyebabkan paralisis

pada 50%, cacing Ascaris lumbricoides sebesar 27,12 %. Nilai LC50 27,116, artinya menyebabkan paralisis pada 50%, cacing Ascaridia gali sebesar 27,11 %. Dari pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji pinang konsentrasi 10 % mampu membuat cacing Ascaris lumbricoides paralisis dan pada konsentrasi 20 % mampu membuat cacing Ascaridia gali menjadi lisis. Ekstrak etanol biji pinang pada konsentrasi 30% lebih efektif daya antelmintiknya terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan cacing Ascaridia gali (Tiwow et al., 2013).

Tanin bekerja dengan menghambat enzim dan merusak membran cacing yang akhirnya mengakibatkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing akan kekurangan nutrisi yang pada akhirnya cacing akan mengalami paralisis dan akhirnya mati karena kekurangan tenaga. Selain itu, tanin dapat mengikat telur cacing yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk. Karena kerjanya inilah biji pinang dapat digunakan sebagai anthelmintik (Tiwow et al., 2013).

Gambar 11.21 Pinang (Areca catechu L.) www.wikipedia.org [26 Juni 2016] Ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) mengandung alkaloid, saponin, cardenellin, bufadienol, tannin dan polifenol (Sa’roni & Adjirni, 2005).Aktivitas antelmintik ini berkaitan dengan kandungan senyawa tanin dari ekstrak etanol biji pinang yang mampu menghambat enzim, dan merusak membran pada parasit (Tiwow et al., 2013).Penelitian yang dilakukan Tiwow et al (2013) secara in vitro pada biji pinang memperoleh nilai PC50 sebesar 27,1206 yang dapat menyebabkan paralisis pada 50%, cacing Ascaris lumbricoides sebesar 27,12%. Nilai LC50 27,116, artinya menyebabkan paralisis pada 50%, cacing Ascaridia gali sebesar 27,11 %. Dari pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji pinang konsentrasi 10 % mampu membuat cacing Ascaris lumbricoides paralisis dan pada konsentrasi 20 % mampu membuat cacing Ascaridia gali menjadi lisis. Ekstrak etanol biji pinang pada konsentrasi 30% lebih efektif daya antelmintiknya terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan cacing Ascaridia gali(Tiwow et al., 2013).

Tanin bekerja dengan menghambat enzim dan merusak membran cacing yang akhirnya mengakibatkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing akan kekurangan nutrisi yang pada akhirnya cacing akan mengalami paralisis dan akhirnya mati karena kekurangan



tenaga. Selain itu, tanin dapat mengikat telur cacing yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk. Karena kerjanya inilah biji pinang dapat digunakan sebagai anthelmintik (Tiwow et al., 2013).

5. Delima (Punica granatum L.) 5. Delima (Punica granatum L.)

Gambar 11.22 Delima (Punica granatum L.) (Manodeep et al, 2012)

Kandungan zat aktif pada tumbuhan delima diantaranya ellagitannin (12%), triterpenoid, dan 0,5-1% alkaloid yang terdiri dari methylpelletierine, pelletierine, dan pseudopelletierine yang terkandung dalam kulit batang dan akarnya (Sandika et al., 2012). Selain itu kulit batang dan akar delima mengandung alkaloid piperidin, isopeletierin dan komponen tannin 22% (Wiryowidagdo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian secara in vitro disimpulkan bahwa air rebusan akar delima berpengaruh signifikan terhadap mortalitas A. suum Goesze. Selain itu, setelah 48 jam pemaparan, pada konsentrasi 64,68% dan ciri cacing yang mati memiliki tubuh yang lunak dan kutikula yang transparan (Sandika et al., 2012).

Alkaloid pelletierine seperti isopeletierin dapat mengakibatan paralisis (kelumpuhan) otot cacing bahkan dapat menyebabkan kematian pada dosis yang besar. Mekanisme kerja alkaloid sebagai anthelmintik adalah dengan menghambat kerja enzim asetilkoliesterase, sedangkan tannin dapat mengubah permeabilitas membran dan mendenaturasi protein, Sehingga, ekstrak kulit akar Punica granatum mempunyai aktivias anthelmintik terhadap Ascaridia gali maupu pada cacing pita (Sandika et al., 2012).

Gambar 11.22 Delima (Punica granatum L.) (Manodeep et al, 2012) Kandungan zat aktif pada tumbuhan delima di antaranya ellagitannin (12%), triterpenoid, dan 0,5-1% alkaloid yang terdiri dari methylpelletierine, pelletierine, dan pseudopelletierine yang terkandung dalam kulit batang dan akarnya (Sandika et al., 2012). Selain itu kulit batang dan akar delima mengandung alkaloid piperidin, isopeletierin dan komponen tannin 22% (Wiryowidagdo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian secara in vitro disimpulkan bahwa air rebusan akar delima berpengaruh signifikan terhadap mortalitas A. suum Goesze. Selain itu, setelah 48 jam pemaparan, pada konsentrasi 64,68% dan ciri cacing yang mati memiliki tubuh yang lunak dan kutikula yang transparan (Sandika et al., 2012).

Alkaloid pelletierine seperti isopeletierin dapat mengakibatan paralisis (kelumpuhan) otot cacing bahkan dapat menyebabkan kematian pada dosis yang besar. Mekanisme kerja alkaloid sebagai anthelmintik adalah dengan



menghambat kerja enzim asetilkoliesterase, sedangkan tannin dapat mengubah permeabilitas membran dan mendenaturasi protein, Sehingga, ekstrak kulit akar Punica granatum mempunyai aktivitas anthelmintik terhadap Ascaridia gali maupun pada cacing pita (Sandika et al., 2012).

6. Miana ((Coleus blumei Benth.)

6. Miana (Coleus blumei Benth.)

Gambar 11.23 Miana (Coleus blumei Benth.). www.wikipedia.org. [17 Juli 2016]

Ekstrak daun miana mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, steroid dan tannin serta saponin. kandungan senyawa steroid berupa campuran sterol terdiri dari 4 sterol dengan  sitosterol dan stigmasterol sebagai komponen utama. Diduga senyawa golongan flavonoid dan steroid yang memiliki aktivitas anthelmintika terhadap cacing pita (Ridwan &Qurrota, 2007). Aktivitas anthelmintik ekstrak daun miana diamati dengan melihat waktu kematian cacing dalam serial konsentrasi sari miana (Secara in vitro). Pengamatan terhadap kematian cacing dilakukan mulai setengah jam pertama kemudian dilanjutkan setiap jam selama 24 jam. Hasil pengujian aktivitas anthelmintik secara in vitro pada sari Miana dari berbagai varietas memiliki aktivitas anthelmintika yang kuat terhadap cacing pita ayam. Aktivitas anthelmintik dapat dilihat dari waktu kematian cacing yang lebih cepat pada cacing yang direndam dalam sari miana dan antelmintika sinetis (sediaan albendazole) dibanding dengan kontrol NaCl fisiologis (P<0.05) (Ridwan & Qurrota, 2007).

Anthelmintik pada setiap kandungan senyawa daun miana ini berbagai macam. Misalnya pada senyawa fenol yang bersifat germisidal karena dalam konsentrasi tinggi menyebabkan koagulasi dan presipitasi protein sedangkan dalam konsentrasi rendah menyebabkan denaturasi protein tanpa koagulasi. Fenol yang berkontak dengan tubuh cacing pita, akan mudah diserap dan menyebabkan denaturasi protein dalam jaringan cacing menyebabkan kematian cacing (Ridwan & Qurrota, 2007).

Gambar 11.23 Miana (Coleus blumei Benth.). www.wikipedia.org. [17 Juli 2016]

Ekstrak daun miana mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, steroid dan tannin serta saponin. Kandungan senyawa steroid berupa

campuran sterol terdiri dari 4 sterol dengan β sitosterol dan stigmasterol sebagai komponen utama. Diduga senyawa golongan flavonoid dan steroid yang memiliki aktivitas anthelmintika terhadap cacing pita (Ridwan&Qurrota, 2007). Aktivitas anthelmintik ekstrak daun miana diamati dengan melihat waktu kematian cacing dalam serial konsentrasi sari miana (Secara

in vitro). Pengamatan terhadap kematian cacing dilakukan mulai setengah jam pertama kemudian dilanjutkan setiap jam selama 24 jam. Hasil pengujianHasil pengujian aktivitas anthelmintik secara in vitro pada sari Miana dari berbagai varietas



memiliki aktivitas anthelmintika yang kuat terhadap cacing pita ayam. Aktivitas anthelmintik dapat dilihat dari waktu kematian cacing yang lebih cepat pada cacing yang direndam dalam sari miana dan antelmintika sinetis (sediaan albendazole) dibanding dengan kontrol NaCl fisiologis (P<0.05) (Ridwan(Ridwan &Qurrota, 2007).

Anthelmintik pada setiap kandungan senyawa daun miana ini berbagai macam. Misalnya pada senyawa fenol yang bersifat germisidal karena dalam konsentrasi tinggi menyebabkan koagulasi dan presipitasi protein sedangkan dalam konsentrasi rendah menyebabkan denaturasi protein tanpa koagulasi. Fenol yang berkontak dengan tubuh cacing pita, akan mudah diserap dan menyebabkan denaturasi protein dalam jaringan cacing menyebabkan kematian cacing (Ridwan &Qurrota, 2007).

7. Labu Merah(Cucurbita moschata Duch.)

7. Labu Merah (Cucurbita moschata Duch.)

Gambar 11.24 Labu Merah (Cucurbita moschata Duch.) (Zhou et al, 2007)

Ekstrak biji Labu Merah mengandung senyawa yang diduga mempunyai aktivitas sebagai antelmintik. Senyawa yang dimaksud antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, dan asam amino kukurbitin.Senyawa kukurbitin merupakan senyawa turunan asam amino yang memiliki aktivitas anthelmintik. Aktifitas stimulant yang terdapat dalam kukurbitin mengakibatkan kontraksi kekejangan pada cacing. Senyawa ini berefek sinergin dengan arekolin hidrobromida. Flavonoid secara sistemik bertindak sebagai imunostimulator yang dapat meningkatkan respon tubuh hospes terhadap parasit. Kandungan senyawa fenol yang berkontak dengan tubuh cacing, akan cepat diserap dan menyebabkan denaturasi protein dalam jaringan cacing yang akhirnya menyebabkan kematian cacing (Moerfiah et al., 2012).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moerfiah (2012) menggunakan cacing Ascaridia gali yang direndam dalam ekstrak etanol biji labu merah (Cucurbita moschata) dengan konsentrasi 20%; 30%; 40% dan 50%diperoleh nilai EC50 ekstrak etanol biji Labu Merah 70% adalah 0,4801 dan nilai EC50 suspensi Piperazin sitrat sebesar 0,0169. Aktivitas anthelmintic yang terkandung dalam ekstrak etanol Labu Merah sebesar 1/48 kali kontrol positif Piperazin sitrat. daya antelmintik dari Piperazin sitrat sebesar 48 kali ekstrak etanol biji Labu Merah (Moerfiah et al, 2012).

11.4 TUBERKULUSIS