Gambar 11.2 Bawang Merah (Allium cepa L.) (Joshi et al, 2014)
9. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Staphylococcus epidermidis dan bakteri gram negative Shigellaflexneri,Eschericia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Hal ini disebabkan oleh pada minyak atsiri daun sirih merah mengandung senyawa α–pinena, α-tuyan, sabinen, β-mirsena, kamfen dan trans-kariofilenyang berguna sebagai antibakteri (Dewi et al., 2013).
8. Pepaya (Carica papaya L.)
8. Pepaya (Carica papaya L.)
Gambar 11.8 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Minyak biji pepaya yang berwarna kuning disebutkan mengandung 71,60 % asam oleat, 7,68 % asam linoleat, 15,13 % asam palmitat, 3,60% asam stearat, dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain itu, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan alkaloid, fenol, dan saponin (Sukadana et al., 2008). Isolat dari biji papaya kemungkinan merupakan senyawa golongan triterpenoid aldehida dengan karakteristik adanya gugus fungsi: – CH2, –CH3, dan C=O. Isolat triterpenoid mempunyai potensi sebagai antibakteri pada konsentrasi 1000 ppm. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengandiameter daerah hambat sebesar 10 mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus (Sukadana et al., 2008).
9. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Gambar 11.9 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wiyarti, 2013), daun teh hijau dapat bermanfaat sebagai antibakteri. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara
Gambar 11.8 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Minyak biji pepaya yang berwarna kuning disebutkan mengandung 71,60 % asam oleat, 7,68 % asam linoleat, 15,13 % asam palmitat, 3,60% asam stearat, dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain itu, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan alkaloid, fenol, dan saponin (Sukadana et al., 2008).Isolat dari biji papaya kemungkinan merupakan senyawa golongan triterpenoid aldehida dengan karakteristik adanya gugus fungsi: –CH2, –CH3, dan C=O. Isolat triterpenoid mempunyai potensi sebagai antibakteri pada konsentrasi 1000 ppm. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10 mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus (Sukadana et al., 2008).
Tanaman Obat Indonesia 2
9. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
158
8. Pepaya (Carica papaya L.)
Gambar 11.8 Pepaya (Carica papaya L.). www.wikipedia.org. [11 April 2016] Minyak biji pepaya yang berwarna kuning disebutkan mengandung 71,60 % asam oleat, 7,68 % asam linoleat, 15,13 % asam palmitat, 3,60% asam stearat, dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain itu, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan alkaloid, fenol, dan saponin (Sukadana et al., 2008). Isolat dari biji papaya kemungkinan merupakan senyawa golongan triterpenoid aldehida dengan karakteristik adanya gugus fungsi: – CH2, –CH3, dan C=O. Isolat triterpenoid mempunyai potensi sebagai antibakteri pada konsentrasi 1000 ppm. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengandiameter daerah hambat sebesar 10 mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus (Sukadana et al., 2008).
9. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Gambar 11.9 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wiyarti, 2013), daun teh hijau dapat bermanfaat sebagai antibakteri. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara
Gambar 11.9 Teh (Camellia sinensis L.) (Namita et al, 2012)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wiyarti, 2013), daun teh hijau dapat bermanfaat sebagai antibakteri. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengekstraksi teh hijau menggunakan penyari etanol 96% dengan metode maserasi. Tahap fraksinasi dilakukan dengan metode endap-tuang (dekantasi), pelarut yang digunakan meningkat kepolarannya n-heksan, etil asetat, dan metanol. Fraksi metanol diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode dilusi padat untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Analisis kandungan senyawa dengan KLT menggunakan fase gerak n-butanol:etil asetat (9:1) v/v dan fase diam silika GF254, serta uji bioautografi untuk mengetahui senyawa yang aktif sebagai antibakteri (Wiyarti, 2013).
Fraksi metanol ekstrak etanol daun teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans dan L. acidophilus. Golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi metanol ekstrak etanol daun teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans dan L. acidophilus adalah fenolik dan flavonoid. Senyawa fenolik pada teh hijau dapat berkhasiat sebagai antimikroba dengan cara merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme, sehingga menyebabkan isi sel keluar dan menyebabkan kematian pada bakteri. Senyawa flavonoid dapat digolongkan menjadi enam kelas, yaitu flavon, flavanon, isoflavon, flavonol, flavanol, dan antosianin.
Kelas utama flavonoid yang ditemukan di dalam teh hijau adalah flavanol dan flavonol. Katekin yang terdapat dalam daun teh merupakan flavonoid jenis flavanol yang larut dalam pelarut polar. Katekin bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati (Wiyarti, 2013).
11.2 INFEKSI JAMUR 11.2.1 Pendahuluan
Mycosis atau penyakit jamur, penyebarannya disebabkan mening-katnya antibiotika berspektrum luas dan hormon kelamin (pil anti hamil) yang merusak keseimbangan biologi flora kuman normal, faktor lain adalah daya tangkis imun tubuh yang menurun. Penularannya dengan bentuk spora dan serpih kulit penderita infeksi kulit, jamur hanya dapat hidup sebagai parasit pada organisme hidup atau sebagai saprofit pada benda mati (Tjay & Rahardja). Dari segi terapeutik infeksi jamur dibagi atas infeksi dalam (Internal) dan infeksi subkutan, secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan topical (Nafrialdi, 2007) .
11.2.2 Fitoterapi Infeksi Jamur 1. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Gambar 11.10 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)
Ekstrak jahe juga diketahui memiliki efek antijamur walaupun belum ada penelitian tentang bagaimana mekanisme penghambatannya. Gingerol, zingerone, gingerdiol yang terkandung dalam jahe telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, menunjukkan efek antijamur dari ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp (Aprilia & Subakir, 2010). Hasil penelitian tersebut didapatkan dari 30 tabung media Sabouroud Dextrose Agar olive oil dengan ekstrak jahe 3,13%, 7 tabung (23,33%) dinyatakan pertumbuhan Malassezia sp. (+) dan 23 tabung (76,67%) dinyatakan pertumbuhan Malassezia sp. (-). Sehingga menunjukkan bahwa ekstrak jahe 3,13% relatif sensitive dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp. dan didapatkan 23,33 Malassezia sp. yang resisten terhadap ekstrak jahe 3,13%. Hal ini dikarenakan efek dari senyawa gingerol, zingerone, dan gingerdiol yang timbul karena pengekstrakan rimpang jahe memiliki aktifitas antijamur (Aprilia & Subakir, 2010). Ekstrak rimpang jahe gajah (Z. officinale var. Roscoe) juga mengandung senyawa gingerol, gingerdiol dan zingerone yang memiliki efek anti jamur dengan spektrum luas (Sari et al, 2013).
2. Alamanda (Allamanda cathartica L.)
Gambar 11.11 Alamanda (Allamanda cathartica L.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]
Ekstrak jahe juga diketahui memiliki efek antijamur walaupun belum ada penelitian tentang bagaimana mekanisme penghambatannya. Gingerol, zingerone, gingerdiol yang terkandung dalam jahe telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, menunjukkan efek antijamur dari ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp (Aprilia & Subakir, 2010). Hasil penelitian tersebut didapatkan dari 30 tabung media Sabouroud Dextrose Agar olive oil dengan ekstrak jahe 3,13%, 7 tabung (23,33%) dinyatakan pertumbuhan Malassezia sp. (+) dan 23 tabung (76,67%) dinyatakan per-tumbuhan Malassezia sp. (-). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak jahe 3,13% relatif sensitive dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp. dan didapatkan 23,33 Malassezia sp. yang resisten terhadap ekstrak jahe 3,13%. Hal ini dikarenakan efek dari senyawa gingerol, zingerone,dan gingerdiol yang timbul karena pengekstrakan rimpang jahe memiliki aktivitas antijamur (Aprilia & Subakir, 2010). Ekstrak rimpang jahe gajah (Z. officinale var. Roscoe) juga mengandung senyawa gingerol, gingerdiol dan zingerone yang memiliki efek anti jamur dengan spektrum luas (Sari et al, 2013).
2. Alamanda (Allamanda cathartica L.)
160
Gambar 11.10 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Gupta et al, 2014)
Ekstrak jahe juga diketahui memiliki efek antijamur walaupun belum ada penelitian tentang bagaimana mekanisme penghambatannya. Gingerol, zingerone, gingerdiol yang terkandung dalam jahe telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, menunjukkan efek antijamur dari ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp (Aprilia & Subakir, 2010). Hasil penelitian tersebut didapatkan dari 30 tabung media Sabouroud Dextrose Agar olive oil dengan ekstrak jahe 3,13%, 7 tabung (23,33%) dinyatakan pertumbuhan Malassezia sp. (+) dan 23 tabung (76,67%) dinyatakan pertumbuhan Malassezia sp. (-). Sehingga menunjukkan bahwa ekstrak jahe 3,13% relatif sensitive dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp. dan didapatkan 23,33 Malassezia sp. yang resisten terhadap ekstrak jahe 3,13%. Hal ini dikarenakan efek dari senyawa gingerol, zingerone, dan gingerdiol yang timbul karena pengekstrakan rimpang jahe memiliki aktifitas antijamur (Aprilia & Subakir, 2010). Ekstrak rimpang jahe gajah (Z. officinale var. Roscoe) juga mengandung senyawa gingerol, gingerdiol dan zingerone yang memiliki efek anti jamur dengan spektrum luas (Sari et al, 2013).
2. Alamanda (Allamanda cathartica L.)
Gambar 11.11 Alamanda (Allamanda cathartica L.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]
Gambar11.11 Alamanda (Allamanda cathartica L.). www.wikipedia.org. [16 Juli 2016]
Daun Allamanda cathartica L. mengandung beberapa senyawa fitokimia, diantaranya alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan tannin (Arundhina et al., 2014). Ekstrak etanol daun alamanda memiliki kandungan senyawa antijamur yang dapat menghambat pertumbuhan kedua jamur uji, P. ovale dan C. albicans. Konsentrasi Hambat Minimum dari ekstrak etanol daun A. cathartica L. terhadap C. albicans adalah 1,50% (b/v), sedangkan terhadap P. ovale adalah 9% (b/v) (Arundhina et al, 2014). Berdasarkan penelitian sebelumnya, aktivitas antijamur ektrak etanol daun alamanda diduga berhubungan dengan kandungan senyawa fitokimia yang berada di dalam ekstrak tersebut. Senyawa fitokimia yang diduga memiliki kemampuan sebagai antijamur seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid dan steroid.
3. Lengkuas (Alpinia galanga L.)
Daun Allamanda cathartica L. mengandung beberapa senyawa fitokimia, diantaranya alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan tannin (Arundhina et al., 2014). Ekstrak etanol daun alamanda memiliki kandungan senyawa antijamur yang dapat menghambat pertumbuhan kedua jamur uji, P. ovale dan C. albicans. Konsentrasi Hambat Minimum dari ekstrak etanol daun A. cathartica L. terhadap C. albicans adalah 1,50% (b/v), sedangkan terhadap P. ovale adalah 9% (b/v) (Arundhina et al, 2014). Berdasarkan penelitian sebelumnya, aktivitas antijamur ektrak etanol daun alamanda diduga berhubungan dengan kandungan senyawa fitokimia yang berada di dalam ekstrak tersebut. Senyawa fitokimia yang diduga memiliki kemampuan sebagai antijamur seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid dan steroid.
3. Lengkuas (Alpinia galanga L.)
Gambar 11.12 Lengkuas (Alpinia galanga L.) (Chudiwal et al, 2010)
Kandungan ekstrak lengkuas yang mempunyai efek antimikroba diantaranya terpenoid, flavanoid, minyak atsiri, dan fenol. Mekanisme penghambatan pertumbuhan jamur melalui mekanisme perusakan permeabilitas membran sel permeabilitas sel terganggu sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat (Setyarini & Krisnansari, 2011). Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi 1% ekstrak lengkuas merupakan konsentrasi yang efektif dalam menghambat pertumbuhan koloni jamur M. furfur. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata persentase penghambatan terhadap pertumbuhan koloni M. furfur sebesar 79,70% dengan persentase penghambatan sebesar 79,70%. Persentase penghambatan antara ekstrak lengkuas (Alpinia galanga Linn) pada konsentrasi efektif sebesar 79,70% dan ketokonazol 2% sebesar 99,98% terhadap pertumbuhan jamur M. furfur (Setyarini & Krisnansari, 2011). Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga) menunjukkan aktivitas antijamur terhadap jamur filamentus, meskipun aktivitasnya tidak kuat. Konsentrasi penghambatan pertumbuhan minimum ekstrak rimpang lengkuas terhadap pertumbuhan F. moniliforme, A. flavus, dan A. niger masing-masing sebesar 816, 1.682 dan 3.366 mg/L. Mekanisme penghambatan pertumbuhan
Gambar 11.12 Lengkuas (Alpinia galanga L.) (Chudiwal et al, 2010)
Kandungan ekstrak lengkuas yang mempunyai efek antimikroba di antaranya terpenoid, flavanoid, minyak atsiri, dan fenol. Mekanisme penghambatan pertumbuhan jamur melalui mekanisme perusakan permeabilitas membran sel permeabilitas sel terganggu sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat (Setyarini & Krisnansari, 2011). Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi 1% ekstrak lengkuas merupakan konsentrasi yang efektif dalam menghambat
pertumbuhan koloni jamur M. furfur. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata persentase penghambatan terhadap pertumbuhan koloni M. furfur sebesar 79,70% dengan persentase penghambatan sebesar 79,70%. Persentase penghambatan antara ekstrak lengkuas (Alpinia galanga Linn) pada konsentrasi efektif sebesar 79,70% dan ketokonazol 2% sebesar 99,98% terhadap pertumbuhan jamur M. furfur (Setyarini& Krisnansari, 2011). Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga) menunjukkan aktivitas antijamur terhadap jamur filamentus, meskipun aktivitasnya tidak kuat. Konsentrasi penghambatan pertumbuhan minimum ekstrak rimpang lengkuas terhadap pertumbuhan F. moniliforme, A. flavus, dan A. niger masing-masing sebesar 816, 1.682 dan 3.366 mg/L. Mekanisme penghambatan pertumbuhan ekstrak rimpang lengkuas diduga melalui perusakan permeabilitas membran sel (Handajani& Purwoko, 2008).