• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Fisik Danau Tempe Letak Geografis

Kawasan Danau Tempe meliputi wilayah Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap dengan 125 desa/kelurahan pada 11 kecamatan. Kabupaten Wajo terdiri dari Kecamatan Belawa, Tanasitolo, Maniangpajo, Tempe dan Sabbangparu, di Kabupaten Soppeng terdiri dari 2 kecamatan yaitu Marioriawa dan Donri-donri, sedangkan di Kabupaten Sidrap terdiri dari Kecamatan Tellu Limpoe, Panca Lautang, Maritengngae dan Watang Sidenreng seperti pada Gambar 3. Kawasan Danau Tempe terletak di Provinsi Sulawesi Selatan pada koordinat 4o00„00‟4o15„00‟‟ Lintang Selatan dan 119o52‟‟-120o07„3‟‟ Bujur Timur dengan luas total kawasan Danau Tempe mencapai 1 659.42 km2.

Iklim

Wilayah Danau Tempe relatif kering, rata-rata hanya menerima curah hujan kurang dari 100 mm selama 5 bulan setiap tahun. Ada dua segmen musim kemarau yaitu segmen Januari-Februari dan segmen Agustus-Oktober. Curah hujan rata-rata tahunan pada catchment area berkisar antara 1 400-4 000 mm. Distribusi curah hujan di bagian selatan Danau Tempe berbeda dengan bagian lain, curah hujan lebih tinggi pada periode November-Juli. Pada bagian atas Sungai Walanae memiliki pola curah hujan sendiri, demikian pula pada bagian atas Sungai Bila. Temperatur berkisar 27-28oC dengan sedikit variasi. Temperatur tertinggi 30oC pada Oktober/November dan Februari/Maret. Temperatur terendah sekitar 24oC pada bulan September. Kelembaban relatif udara cukup tinggi bervariasi antara 76-83% dengan rata-rata tahunan 80%. Kelembaban tertinggi pada bulan April dan terendah pada bulan September. Prosentase sinar matahari rata-rata tahunan bervariasi antara 4.6-7.2 jam/hari. Rata-rata bulanan pada musim hujan 4.0 jam/hari, musim panas 8.5 jam/hari maksimum pada bulan September dan Oktober. Aliran angin pada umumnya rendah pada kisaran 0.9-1.3 m/det dengan rata-rata bulanan 0.5 m/det. Aliran angin minimum pada musim penghujan, maksimum musim kemarau. Evaporasi tahunan bervariasi antara 1 300-2 400 mm dengan rata-rata tahunan kurang lebih 1 930 mm.

Topografi

Kawasan Danau Tempe merupakan lembah yang dikelilingi pegunungan dengan ketinggian 1 500-3 000 mdpl. Pada musim hujan level permukaan air dapat mencapai elevasi 9.0 mdpl dengan luas 43 000 ha. Pada musim kemarau panjang dapat mencapai level terendah dengan elevasi sekitar 3.5 mdpl dengan luas hanya 1 000 ha. Pada musim kering normal mencapai level 4.5 mdpl dengan luas 10 000 ha. Kedalaman air danau pada level air terendah adalah 0.5 m. Tanah tepian Danau Tempe seluruhnya berupa tanah liat memiliki sejumlah kecil tumpukan pasir. Tanah liat dasar danau kaya dengan kandungan organik sedangkan pada bagian yang selalu basah (lembab) berorganik kaya sulfur-besi.

35 Ga mbar 3 P eta admi n is tr as i ka wa sa n Da na u T empe

36

Hidrologi

Danau Tempe merupakan terminal sekunder (tempat penampungan yang mengumpulkan aliran sejumlah sungai) dan sungai-sungai sekelilingnya sebelum mengalir keluar ke Teluk Bone. Hal tersebut menyebabkan fluktuasi muka air bergantung pada aliran keluar-masuk ke dan dari Danau Tempe. Muka air yang tinggi disebabkan oleh tidak cukupnya kapasitas Sungai Cenranae dan penurunan kapasitas tampungan karena sedimentasi. Ekosistem Danau Tempe dipengaruhi dan mempengaruhi 3 daerah aliran sungai (DAS) besar yaitu DAS Walanae- Cenranae di bagian selatan, DAS Bila di bagian utara, dan Tempe Depression/Batu-Batu di bagian Barat. Ekosistem Danau Tempe terdiri dari tiga danau, yaitu Danau Tempe, Sidenreng, dan Lapongpakka pada musim kering tetapi pada musim hujan ketiga danau ini bergabung membentuk satu danau besar. Dari ketiga danau tersebut, Danau Tempe yang terluas yang termasuk danau tipe danau paparan banjir (flood plain) berdasarkan genesa danau.

Sungai Cenranae merupakan satu-satunya outlet yang bermuara di Teluk Bone yang panjangnya 69 km ke arah tenggara dari Kota Sengkang menuju Teluk Bone. Lebar sungai ini kurang lebih 100-150 meter dengan kedalaman rata-rata 5- 8 meter dan debit air sungai mencapai 250-650 m3/detik. Sungai Walanae berasal dari kawasan pegunungan di bagian selatan (Kabupaten Maros) mengalir sejauh kurang lebih 100 km ke arah selatan bertemu dengan Sungai Cenranae. Rata-rata lebar sungai ini mencapai 100 meter dengan debit aliran air sungai mencapai 400- 2 300 m3/detik. Sungai Bila yang memiliki hulu di Kabupaten Enrekang bermeander sejauh 100 km ke arah selatan menuju Danau Tempe. Salah satu indikator adanya masalah pada sistem hidrologi di ekosistem Danau Tempe adalah terjadinya banjir dan kekeringan. Banjir dan kekeringan merupakan “saudara kembar” yang kemunculannya saling susul menyusul. Faktor penyebab banjir sama persis dengan faktor penyebab kekeringan. Kawasan eksosistem Danau Tempe hampir setiap musim hujan mengalami banjir. Area yang selalu tergenang pada saat musim hujan adalah di sekitar Danau Tempe, daerah hilir Sungai Bila dan Sungai Walanae, serta area di sepanjang Sungai Cenranae. Lahan-lahan pertanian, perumahan penduduk dan infrastruktur sering mengalami kerusakan akibat banjir.

Pada musim hujan tinggi muka air Danau Tempe dapat mencapai elevasi 7.0-9.0 meter dan luas permukaan air mencapai 28 000-43 000 ha. Sementara pada musim kemarau luas permukaan air hanya mencapai 10 000 ha dengan kedalaman mencapai 1.5 meter. Elevasi dasar danau adalah 3.00 meter pada titik terendah. Pada tahun yang sangat kering, luas permukaan Danau Tempe bahkan hanya mencapai dibawah 1 000 ha dengan kedalaman 0.5 meter. Pada tahun 1993, 1994 dan 1997 pada saat musim kering yang sangat ekstrim berlangsung, luas minimal permukaan danau hanya mencapai 200 ha. Banjir terakhir terjadi di Sengkang pada awal tahun 2007 dengan kerugian material diperkirakan 2.7 milyar rupiah. Akibat dari sedimentasi, badan air Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Lapongpakka menjadi semakin berkurang karena sebagian badan air danau sudah menjadi daratan. Tingginya sedimentasi yang masuk ke Danau Tempe menyebabkan kawasan sekitar danau selalu mengalami banjir tahunan karena kemampuan danau untuk menampung air hujan semakin berkurang (MENLH 2009).

37

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di kawasan Danau Tempe data dari BPDAS Walannae- Cenranae, berdasarkan wilayah kabupaten diperoleh bahwa penggunaan lahan pertanian campuran lebih dominan yang mencapai 48.79%, selanjutnya penggunaan lahan untuk persawahan yang mencapai 32.19%. Luasan tubuh air secara keseluruhan mencapai 11 970.72 ha atau sekitar 3.49%. Jenis penggunaan lahan berdasarkan wilayah kabupaten di kawasan Danau Tempe disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

Tabel 7 Penggunaan lahan berdasarkan kabupaten

Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase

Tubuh air 11 970.72 3.49 Rawa 12 899.60 3.76 Hutan sekunder 4 523.48 1.32 Hutan tanaman 71.54 0.02 Hutan primer 3 525.93 1.03 Permukiman 1 600.88 0.47

Pertanian lahan kering campuran 167 244.36 48.79

Pertanian lahan kering 547.69 0.16

Savana 2 782.41 0.81 Sawah 110 335.73 32.19 Semak belukar 24 008.33 7.00 Lahan kosong 3 292.57 0.96 Jumlah 342 803 246 100 Potensi Pertanian Subsektor Pertanian Lahan Pangan

Kawasan Danau Tempe merupakan kawasan agraris yang sangat potensial, berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009-2029, kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan pertanian lahan basah dengan potensi utama komoditi padi. Sejak awal peradaban etnis Bugis, sektor agraris lebih dahulu berkembang dibanding sektor maritim (Pelras 2006). Potensi pertanian tanaman pangan di kawasan Danau Tempe disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas tanam (ha) dan produksi (ton) tanaman pangan tahun 2002 dan 2012

Komoditi Tahun 2002 Tahun 2012

Luas tanam produksi Luas tanam produksi

Padi 52 141 213 201 81 066 464 125 Jagung 9 938 11 540 19 090 523 194 Ubi Jalar 78 465 153 646 Ubi Kayu 958 2 861 392 4 628 Kacang Tanah 921 1 489 258 596 Kacang Kedelai 1 068 902 2229 4 353 Kacang Hijau 2 986 2 588 1009 2 026 Jumlah 68 090 233 046 104 197 999 570 Potensi pertanian di kawasan Danau Tempe terdiri dari komoditi padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Luas tanam tanaman pangan di kawasan Danau Tempe mengalami kenaikan setiap tahunnya.

38

39 Perkembangan luas tanam khususnya padi antara tahun 2002 ke tahun 2012 mengalami pertambahan luas tanam sebesar 28 925 ha. Pada tahun 2012 luas tanam tanaman pangan mencapai 104 197 ha dibanding pada tahun 2002 hanya mencapai 68 090. Hal tersebut berarti bahwa sektor pertanian lahan pangan mengalami perkembangan baik pertambahan luas tanam maupun jumlah produksi.

Subsektor Hortikultura

Pertanian tanaman hortikultura pada umumnya tidak mengalami perkembangan berarti selama 10 tahun terakhir. Pertambahan areal tanam dari 486 ha ke 12 953 ha, tidak mampu memproduksi dengan cukup baik, seperti pada Tabel 9. Hal tersebut diakibatkan oleh ancaman banjir setiap tahun di kawasan Danau Tempe, sehingga petani lebih memilih mengolah lahan untuk komoditi pertanian yang lain.

Tabel 9 Luas tanam (ha) dan produksi (ton) tanaman hortikultura tahun 2002 dan 2012

Komoditi Tahun 2002 Tahun 2012

Luas tanam Produksi Luas tanam Produksi

Kacang Panjang 145 1 210 142 539 Cabe Besar 176 298 127 243 Tomat 111 117 63 241 Terong 54 80 107 105 Jumlah 486 1 696 12 953 1 128 Subsektor Perkebunan

Pertanian tanaman perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang diusahkan oleh masyarakat di kawasan Danau Tempe antara lain komoditi kelapa dalam, kelapa hibrida, kopi robusta, kakoa, jambu mete, kemiri, kapuk, murbei dan tebu. Produksi tanaman perkebunan mengalami penurunan produksi antara tahun 2002 dengan jumlah produksi mencapai 33 123 ton/ha dan pada tahun 2012 hanya mencapai 18 291 ton/ha. Selain itu terdapat beberapa komoditi juga mengalami penurunan produksi secara drastis seperti kapuk, murbei dan tebu, seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas tanam (ha) dan produksi (ton) tanaman perkebunan tahun 2002 dan 2012

Komoditi Tahun 2002 Tahun 2012

Luas tanam Produksi Luas tanam Produksi Kelapa dalam 2 748 3 741 5 611 7 149 Kelapa hibrida 624 530 880 825 Kopi robusta 52 87 171 1 Kakao 5 821 3 448 13 068 4 337 Jambu mete 2 232 888 3 931 3 529 Kemiri 1 298 536 1 710 1 442 Kapuk 656 6 203 672 129 Murbei 1 002 3 132 994 876 Tebu 585 14 558 822 0 Jumlah 15 018 33 123 27 859 18 291

40

Subsektor Peternakan

Subsektor peternakan lebih didominasi oleh ternak ayam ras pada tahun 2002, sedangkan pada tahun 2012 komoditi ayam kampung menjadi komoditi peternakan yang lebih dominan diusahakan yang mencapai 43% seperti pada Tabel 11. Pada umumnya jumlah komoditi peternakan mengalami kenaikan kecuali kerbau dan kuda, hal ini sejalan dengan permintaan pasar yang lebih menerima komoditi penghasil daging dan telur. Jumlah total ternak pada tahun 2002 mencapai 1 956 214 ekor sedangkan pada tahun 2012 bertambah menjadi 3 165 037 ekor.

Tabel 11 Jumlah ternak berdasarkan jenis pada tahun 2002 dan 2012

Jenis Ternak Tahun 2002 Tahun 2012

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Sapi 21 487 1.10 4 1927 1.311 Kerbau 2 885 0.15 2 285 0.12 Kuda 2 886 0.15 2 655 0.12 Kambing 5 332 0.27 12 089 0.41 Ayam Ras 1 220 706 62.40 1 262 191 39.93 Ayam Kampung 484 681 24.78 1 361 814 43.07 Itik 218 237 11.16 482 076 15.21 Jumlah 1 956 214 100 3 165 037 100 Subsektor Perikanan

Selama kurun waktu 10 tahun, produksi perikanan di kawasan Danau Tempe mengalami kenaikan yang mencapai 17 763.87 ton pada tahun 2012. Subsektor perikanan terkonsentrasi di Kecamatan Tempe, Sabbangparu, Marioriawa dan Panca Lautang. Jenis komoditi perikanan antara lain mas, nila, tawes, sepat siam, betutu, nilem, rebon, udang air tawar dan ikan gabus seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah produksi perikanan (ton) tahun 2002 dan tahun 2012

Kecamatan Tahun 2002 Tahun 2012

Jumlah produksi Persentase Jumlah produksi Persentase

Belawa 169.72 3.92 753.34 4.24 Tanasitolo 156.86 3.63 768.10 4.32 Maniangpajo 295.00 6.82 468.72 2.64 Tempe 823.70 19.04 4 080.25 22.97 Sabbangparu 1 232.57 28.49 6 623.57 37.29 Marioriawa 383.69 8.87 1 648.55 9.28 Donri-donri 113.85 2.63 183.18 1.03 Panca Lautang 381.03 8.81 1 326.66 7.47 Tellu Limpoe 341.29 7.89 447.52 2.52 Maritengngae 156.92 3.63 499.66 2.81 Watang Sidenreng 272.28 6.29 964.42 5.43 Jumlah 4 326.91 100 17 763.97 100

41

Kependudukan

Jumlah penduduk kawasan Danau Tempe tahun 2012 pada Tabel 13, tercatat sebanyak 334 107 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Tempe dan Maritengngae yang mencapai 61 518 jiwa dan 45 127 jiwa, tingginya jumlah penduduk tersebut karena kedua kecamatan tersebut masing- masing merupakan ibukota Kabupaten Wajo dan Sidrap. Kecamatan Maniangpajo merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 16 303 jiwa. Luas wilayah kawasan Danau Tempe adalah 1 657 72 km2, dengan kepadatan penduduk berkisar 201 jiwa/km2. Pada tahun 2012 jumlah penduduk laki-laki 158 888 jiwa dan perempuan 175 206 jiwa.

Tabel 13 Jumlah penduduk tahun 2012 Kecamatan Jumlah

desa/kel

Luas wilayah

Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah

Belawa 9 172.30 15 215 16 939 32 154 186 Tanasitolo 19 152.60 19 005 21 335 40 340 260 Maniangpajo 16 175.96 7 873 8 433 16 303 890 Tempe 16 38.27 29 443 32 138 61 581 1 690 Sabbangparu 15 132.75 12 056 14 103 26 159 197 Donr-donri 9 222 10 827 12 336 23 163 104 Marioriawa 10 320 13 466 14 675 28 157 88 Tellu Limpoe 9 103.20 11 482 12 815 24 297 221 Panca Lautang 10 153.93 8 605 9 529 18 134 117 Maritengngae 12 65.90 21 695 23 432 45 127 685 Watang Sidenreng 8 120.81 9 221 9 471 18 692 155 Jumlah 133 1 657.72 158 888 175 206 334 107 201 Perekonomian

Salah satu indikator untuk menilai kondisi perekonomian suatu daerah dalam waktu tertentu adalah dengan menggunakan data produk domestik regional bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah. Distribusi PDRB pada ketiga kabupaten di kawasan Danau Tempe pada tahun 2012 berdasarkan harga konstan disajikan pada Tabel 14. Pada sektor pertanian, memiliki jumlah yang lebih besar dibanding sektor-sektor lainnya dan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar pada pada ketiga kabupaten tersebut. Secara keseluruhan distribusi sektor PDRB dari masing-masing kabupaten, memperlihatkan bahwa Kabupaten Wajo merupakan kabupaten dengan jumlah distribusi sektor PDRB yang tertinggi mencapai 43.56%, disusul Kabupaten Sidrap pada posisi 32.28% dan terakhir Kabupaten Soppeng yang hanya mencapai 24.16%. Sektor lain yang juga memiliki kontribusi cukup besar yaitu sektor perdagangan, persewaan dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa.

42

Tabel 14 Distribusi sektor PDRB tahun 2012

Sektor Wajo Soppeng Sidrap

Pertanian 2 572 352.42 1 456 062.61 2 243 865.26 Pertambangan dan penggalian 262 508.08 19 052.75 23 610.54 Indsutri pengolahan 371 808.65 229 807.77 276 000.51 Listrik, gas dan air bersih 35 850.92 32 641.09 59 182.37

Konstruksi 199 975.46 210 395.95 272 776.91

Perdagangan, hotel dan restoran 1 487 763.30 493 658.77 526 309.95 Angkutan dan komunikasi 289 088.81 1 184 225.59 130 678.98 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 293 003.34 228 956.19 260 930.95

Jasa-jasa 1 144 522.95 835 883.14 1 139 154.18

Jumlah 6 655 973.93 3 690 683.87 4 932 509.64

Kepariwisataan

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi tujuan pariwisata utama. Perkembangan pariwisata ditinjau dari jumlah kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara, seperti di Kabupaten Soppeng yang mencapai 237 838 wisatawan, Kabupaten Wajo dengan 13 130 wisatawan dan Kabupaten Sidrap hanya 650 orang wisatawan. Pada umumnya wisatawan menuju kawasan Danau Tempe sebagai tujuan wisata ke dua setelah Tana Toraja dengan rute Makassar– Tator-Wajo-Soppeng-Sidrap, sehingga peluang pengembangan pasar pariwisata ke depan mampu menjadi langkah strategis untuk mengembangkan kawasan Danau Tempe dengan mempertimbangkan kearifan lokal.

Bahasa, Agama dan Kepercayaan

Secara umum masyarakat di kawasan Danau Tempe merupakan etnis Bugis. Pada dasarnya Bugis adalah salah satu dari berbagai suku bangsa di Asia Tenggara dengan populasi lebih dari empat juta orang (Pelras 2006). Mereka mendiami bagian barat daya Pulau Sulawesi dan termasuk rumpun keluarga besar Austronesia. Suku Bugis memiliki berbagai ciri khas yang menarik, mereka mampu mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitasnya. Selain karakter khasnya dalam membangun kerajaan, mereka juga memiliki tradisi kesusasteraan baik lisan maupun tulisan, hingga kini masih tetap dibaca dan disalin ulang. Perpaduan antara tradisi lisan dan sastra tulis itu menghasilkan salah satu epos sastra terbesar di dunia yakni I Lagaligo yang lebih panjang dari Mahabrata. Agama yang dianut oleh masyarakat di kawasan Danau Tempe secara umum adalah Islam, tetapi terdapat aliran kepercayaan To Lotang yang merupakan agama lokal yang bersumber dari kepercayaan masyarakat Bugis pada masa lalu. Aliran kepercayaan ini pada akhirnya menjadi bagian dari agama Hindu dan tersebar di beberapa desa. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat masyarakat yang menganut Nasrani yang merupakan penduduk pendatang, seperti pada Tabel 15.

43 Tabel 15 Penduduk menurut agama

Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budha

Sabbangparu 26 159 - - - - Tempe 60 954 365 92 - 170 Tanasitolo 40 329 35 11 - - Maniangpajo 15 985 - - 321 - Belawa 32 154 - - - - Watang Sidenreng 4 388 358 22 1 259 100 Maritengngae 15 302 12 - 3 378 - Donri-donri 25 284 - 7 - - Panca Lautang 18 089 5 - 40 - Tellu Limpoe 17 637 - - 6 624 - Marioriawa 28 157 - - - - Jumlah 284 438 775 132 11 622 270

Agama Hindu To Lotang umumnya tersebar di Kecamatan Maniangpajo, Panca Lautang, Tellu Limpoe, Maritengngae dan Watang Sidenreng, hingga saat ini masih mempertahankan tradisi kepercayaan mereka tentang sakralnya adat Bugis. Agama yang mereka anut tanpa kitab suci seperti agama yang lain, tetapi mempertahankan kepercayaan mereka lewat tradisi lisan. Kecamatan Tellu Limpoe merupakan kecamatan dengan penduduk beragama Hindu terbesar dan sekaligus merupakan pusat pengkajian agama Hindu To Lotang. Tradisi suku Bugis yang masih kental dalam kehidupan masyarakat seperti upacara perkawinan, kematian maupun tradisi pindah rumah masih sangat sakral dengan berbagai bentuk tradisi lokal. Mereka yang memeluk Islam masih tetap mempertahankan tradisi lokal tersebut sebagai bagian jati diri mereka. Masyarakat di kawasan Danau Tempe umumnya menggunakan bahasa Bugis dalam keseharian mereka. Masing-masing kabupaten memiliki dialek yang khas tetap dengan menggunakan struktur bahasa Bugis. Kawasan Danau Tempe memiliki kearifan lokal dalam kesusasteraan bahasa Bugis dengan keunikan tutur kata sebagai media komunikasi tepatnya di Desa Lise Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidrap.

Rencana Pengelolaan Kawasan Danau Tempe

Penyusunan rencana pengelolaan kawasan sekitar Danau Tempe perlu mempertimbangkan pemecahan tuntas permasalahan yang ada sekaligus pemanfaatan potensinya secara efektif.

Potensi Pengembangan

Hasil analisis laporan studi kawasan Danau Tempe dan sekitarnya teridentifikasi potensi pengembangan dan pengelolaan Danau Tempe dalam menunjang Kapet Pare-pare sebagai berikut:

1. Potensi ekologi dan sumber daya air, meliputi: potensi sumber daya air optimasi pemanfaatannya masih terbuka luas, potensi ekosistem perairan danau serta potensi ekosistem tanah basah yang dimiliki kawasan Danau Tempe pemanfaatannya masih terbuka luas, potensi geologis untuk pengembangan tanaman pangan optimasi pemanfaatannya terbuka, dan

44

potensi hidrologis untuk pengembangan perikanan air tawar/payau optimasi pengembangannya yang masih berpeluang.

2. Potensi kependudukan dan sosial budaya, meliputi: tradisi pengelolaan kawasan danau yang telah berjalan selama ini dapat dijadikan basis penyusunan model pengelolaan di masa mendatang, tradisi pesta nelayan danau maccera tappareng dapat dikembangkan menjadi objek wisata budaya, dan potensi tenaga kerja di bidang pertanian dan perikanan yang tumbuh saat ini merupakan modal potensial pengembangan kawasan sekitar Danau Tempe. 3. Potensi ekonomi, meliputi: Kabupaten Pinrang saat ini telah dikembangkan

sebagai pusat pelayanan untuk pengembangan produksi padi dan Kapet Parepare memberikan peluang kawasan sekitar Danau Tempe untuk pengembangan pertanian (padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ikan asin air tawar), industri (beras dan ikan asap) dan pariwisata (agrowisata dan ekowisata). 4. Potensi tata ruang, meliputi: telah ditetapkannya tata guna hutan kesepakatan

Provinsi Sulawesi Selatan dan adanya arahan pengembangan pusat-pusat pelayanan di antaranya terdapat di kawasan sekitar Danau Tempe.

5. Potensi sumber dana dan kelembagaan, meliputi: kelembagaan pemerintah masih dimungkinkan optimasi kinerjanya untuk menunjang pengelolaan kawasan Danau Tempe, adanya lembaga Kapet Parepare sebagai fasilitator pengembangan ekonomi yang berdaya jangkau lintas kabupaten, adanya potensi kelembagaan masyarakat seperti koperasi dan lembaga swadaya masyarakat.

Arahan Pengelolaan

Rencana pengelolaan kawasan Danau Tempe dan sekitarnya merupakan pemaduserasian tata ruang serta program pembangunan pada: catchment area sungai inflow dan outflow Danau Tempe dan sekitarnya, dataran sekitar perairan Danau Tempe dan kawasan perairan.

1. Pengelolaan kawasan lindung

a. Kawasan Lindung pada Catchment Area dikelola untuk fungsi: mempertinggi tingkat resapan air, menekan aliran air permukaan dan erosi, dan menjaga kestabilan tanah. Pengelolaan catchment area kawasan Danau Tempe dan sekitarnya meliputi : (1) catchment area Sungai Bila seluas 1 368 km2 di Kabupaten Enrekang dan Sidrap; (2) catchment area Sungai Cenranae seluas 1 155 km2 di Kabupaten Wajo dan Bone; (3) catchment area Sungai Walanae seluas 3 190 km2 di Kabupaten Bone, Soppeng, dan Maros; dan (4) catchment area sekitar Danau Tempe seluas 1 580 km2 di Kabupaten Soppeng dan Sidrap. b. Kawasan Lindung Sempadan Sungai, meliputi: rentang area 100 meter di

kiri dan di kanan sungai besar, rentang area 50 meter di kiri dan di kanan sungi kecil/anak sungai, rentang area untuk jalan inspeksi 10-15 meter di kiri dan di kanan sungai yang melewati permukiman. Kawasan tersebut ditetapkan sebagai area perlindungan setempat bebas bangunan. Arahan tindakan pengelolaan kawasan tersebut adalah pengembangan vegetasi ground covering untuk menekan erosi dan meningkatkan daya resap air dan pengembangan penghijauan dengan tanaman keras yang berkemampuan menstabilkan tanah untuk mencegah longsor.

45 c. Kawasan Lindung Sempadan Danau, ditetapkan 100 meter dari batas air danau elevasi sekitar 6 mdpl secara proporsional ke arah daratan. Kawasan tersebut ditetapkan sebagai area perlindungan setempat bebas bangunan. Arahan tindakan pengelolaan kawasan tersebut adalah pengembangan green belt dengan vegetasi utama Ipomoea aguatica dan pengembangan area ini sebagai bagian dari konservasi wetland ecosystem. d. Kawasan Lindung Perairan Danau, merupakan rekomendasi kebijakan

pemerintah setempat agar menetapkan area tertentu perairan danau sebagai kawasan lindung untuk tujuan pelestarian keanekaragaman hayati dan diproyeksikan sebagai komoditi ekowisata dan pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Pengelolaan kawasan budidaya

Pengelolaan kawasan budidaya didasarkan atas hasil analisis penentuan peruntukan lahan, jaringan transportasi serta jaringan sarana dan prasarana wilayah. Pengelolaan kawasan budidaya meliputi pengelolaan kawasan perikanan, kawasan pertanian, kawasan perumahan dan kawasan ruang terbuka hijau.

a. Kawasan Perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi subsektor perikanan, baik berupa pertambakan, kolam, danau dan perikanan darat lainnya. Kawasan perikanan di tentukan menjadi tiga kawasan yaitu : (1) kawasan budidaya perikanan air tawar tradisional bungka toddo; pengembangan diarahkan untuk mencukupi kebutuhan lokal hingga regional dengan dilakukan pembinaan dan penyuluhan serta dilakukan pengembangan pembibitan ikan air tawar; (2) kawasan usaha penangkapan ikan, dilakukan di kawasan perairan danau tertentu dengan ketentuan penangkapan bebas dan penangkapan secara terbatas. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga jumlah satwa air untuk keseimbangan ekosistem. Untuk kawasan penangkapan bebas dapat dilakukan tetap dengan alat tangkap ikan yang tidak merusak lingkungan; dan (3) kawasan budidaya akuakultur untuk pengembangan perikanan air tawar dengan karamba.

b. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan tanaman pangan lahan basah dan lahan kering serta lahan khusus. Kawasan tanaman pangan lahan basah adalah kawasan budidaya pertanian yang membutuhkan air terus menerus sepanjang tahun. Kawasan tanaman pangan lahan kering adalah lahan yang tidak mempunyai potensi sistem pengembangan pengairan.

c. Pengembangan perkebunan dalam pengelolaan kawasan Danau Tempe dan sekitarnya diarahkan pada lokasi-lokasi lahan kritis catchment area sekitar wilayah sungai Walanae-Cenranae dengan sebaran Kabupaten Wajo 40 977 ha, Soppeng 62 000 ha, dan Sidrap 39 996 ha. Area perkebunan dikembangkan sebagai perkebunan tanaman keras jambu mete dan kakao serta perkebunan tanaman perdu kopi.

d. Kawasan wisata diarahkan untuk agrowisata dan ekowisata. Ekowisata dikembangkan pada kawasan perairan danau berupa: (1) wisata penjelajahan perairan danau dengan sarana utama dermaga perahu dan transportasi perahu; (2) wisata penangkapan ikan tradisional dengan sarana utama dermaga pelelangan ikan dan moda transportasi perahu; dan (3) wisata ekologi perairan danau pada area konservasi flora dan

46

fauna danau dengan sarana utama pusat penelitian dan pengembangan