• Tidak ada hasil yang ditemukan

Garis Sempadan Bangunan

Dalam dokumen BC-BANDA ACEH (Halaman 62-70)

PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG KOTA BANDA ACEH

II .2 INTENSITAS BANGUNAN

4. Garis Sempadan Bangunan

a. Garis Sepadan Bangunan Berdasarkan Ukuran Daerah Milik Jalan (Damija)

i. Jalan Arteri Primer, yaitu minimum sebesar 10 meter dari batas Damija, meliputi Jalan raya utama sebelah selatan (Jalan Lingkar Selatan) mulai simpang Lanteumen – Keutapang Dua menuju ke arah Lambaro, melintasi bekas jalan kereta api menuju ke arah Tanjung – Pango Deah – Ulee Kareng – Lamgugob – Krueng Cut. Kemudian jalan raya utama sebelah utara (Jalan Lingkar Utara), mulai dari simpang Lanteumen – Lampoh Daya – Lamjeme – Ulee Pata – Ule Lheue – Gampong Jawa – Deah Raya – Tibang – Krueng Cut.

ii. Jalan Arteri Skunder, yaitu minimum sebesar 8 meter dari batas Damija, meliputi jalan dalam kota, yaitu jalan Tgk. Daud Beureuh, Jalan Pante Pirak, Jalan T. Nyak Arif, Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah, Jalan Abu Lam U, Jalan Tgk. Chik Di Tiro, Jalan Tgk. Imum Lueng Bata, Jalan Teuku Umar, Jalan Cut Nyak Dhien, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sultan Iskandar Muda, Jalan Rama Setia, Jalan T. Iskandar, Jalan Sultan Alaidin Johansyah, Jalan Malikul Saleh, Jalan T. Hasan Dek, Jalan MT. Bendahara, Jalan Mohammad Jam, Jalan T.P Nyak Makam, Jalan Syiah Kuala, serta terusan jalan dari Simpang Surabaya menuju Batoh dan/atau kawasan Stadion Olah Raga Lhoong Raya.

iii. Jalan Kolektor, yaitu minimum 8 meter dari batas Damija, meliputi jalan lingkar dalam mulai dari Simpang Keutapang Dua – Lam Ara – Lampeout – Mibo – Lhoong – Jalan AMD – Cot Mesjid, terusan jalan dari TPI Lampulo – Lambaro Skep – Tibang, Terusan jalan dari simpang TP. Nyak Makam/T. Iskandar menuju Pango Deah, Jalan Residen Danubroto, Jalan Punge Blang Cut – Surin – Bitai – Lampoh Daya, jalan lingkar kampus Darussalam, jalan pemancar hingga Surin, rencana jalan akses yang menghubungkan jalan Sultan Iskandar Muda dengan Jalan Rama Setia yang melewati Taman Cakra Donya.

(1) Jalan Lokal/Lingkungan, yaitu minimum sebesar 4 meter dari batas Damija, jalan-jalan selain yang disebutkan di atas.

(2) Jalan-jalan kampung dan lorong yaitu minimum sebesar 4 meter dari batas Damija, kecuali jalan setapak dan gang kebakaran b. Garis sempadan bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan

kavling besar, kavling sedang dan kavling kecil.

i. Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling besar

(1) Tinggi bangunan maksimum 2 lapis bangunan

(2) Luas dan ukuran perpetakan minimum 450 m2 dengan lebar minimum 15 meter

(3) Prosentase luas lantai bangunan terhadap luas perpetakan minimum 0,15, maksimum 0,20.

(4) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 8 meter. (5) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 4 meter. (6) Garis sempadan belakang dari bangunan minimum 5 meter. ii. Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan

perumahan kavling sedang

(1) Tinggi bangunan maksimum 1 lapis bangunan.

(2) Luas dan ukuran perpetakan minimum 200 m2 dengan lebar minimum 10 meter.

(3) Prosentase luas lantai bangunan terhadap luas perpetakan minimum 0,20 ; maksimum 0,25.

(4) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 5 meter (5) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 3 meter (6) Garis sempadan belakang dari bangunan minimum 3 meter. iii. Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan

perumahan kavling kecil.

(1) Tinggi bangunan maksimum 1 lapis bangunan

(2) Luas dan ukuran perpetakan minimum 90 m2 dengan lebar minimal 6 meter.

(3) Prosentase luas lantai bangunan terhadap luas perpetakan minimum 0,25; maksimum 0,35.

(4) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 3 meter. (5) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 2 meter. c. Garis sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling

sendiri dan lingkungannya. i. Zona 1 dan Zona 2

Garis sempadan bangunan sesuai dengan ketentuan garis-garis sempadan untuk pantai, sungai, danau.

ii. Zona 3

Pada zona ini mempunyai intensitas bangunan rendah/ renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan :

(1) Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 meter pada lantai dasar. dan pada setiap

penambahan lantai/ tingkat bangunan, jarak bebas diatasnya ditambah 0,50 meter dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 meter, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri.

(2) sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan.

iii. Zona 4

(1) Permukiman

(a) Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:

(i) dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan;

(ii) dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan;

(iii)dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan. (b) Jarak-jarak dari dinding ruang yang dibuat bahan yang

mudah terbakar harus sekurang-kurangnya : (i) Minimum 2,5 meter sampai batas persil. (ii) Minimum 5 meter sampai bangunan lainnya.

(c) Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.

(2) Bangunan Non Permukiman

(a) Ketentuan besarnya jarak antar bangunan dalam satu persil (y) untuk semua klasifikasi bangunan yang tingginya maksimum 8 meter ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dengan ketentuan air curahan tidak jatuh di atas tembok atau melewati tembok batas persil.

(b) Jarak antar bangunan suatu persil (y) yang sama tingginya untuk semua klasifikasi bangunan menurut kualitas konstruksi bangunan sementara di mana tinggi bangunan tersebut minimal 8 meter ditetapkan sekurang-kurangnya ½ tinggi bangunan (H) dikurangi 1 meter dengan ketentuan air curahan tidak jatuh di atas tembok atau melewati tembok batas persil.

(c) Bila bangunan yang berdampingan itu tidak sama tingginya, jarak antar bangunan tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya ½ tinggi bangunan A ditambah ½ tinggi bangunan B dibagi 2 dikurangi 1 meter.

(d) Untuk bangunan konstruksi kayu, Kepala Daerah memberikan pembahasan dari ketentuan dengan ukuran-ukuran minimum yang tersebut dalam untuk sesuatu kelompok bangunan yang terdiri dari sebanyak-banyaknya 6 keluarga rumah menjadi:

(i) Minimum 4 meter sampai batas persil

(ii) Minimum 8 meter sampai bangunan lainnya.

Pada zone ini yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi, maka garis sempadan samping dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:

(1) bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;

(2)) struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 centi meter ke arah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal; (3) untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula

menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu; pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan.

(4) Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 meter di atas permukaan tanah, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk bangunan industri maksimal 2 meter di atas permukaan tanah pekarangan.

(5) Tinggi pagar batas pekarangan sepanjang pekarangan samping dan belakang untuk bangunan renggang maksimal 3 meter di atas permukaan tanah pekarangan, dan apabila pagar tersebut merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok maksimal 7 meter dari permukaan tanah pekarangan, atau ditetapkan lebih rendah setelah mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan lingkungan.

d. Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya (arteri, kolektor, lokal)

Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya berlaku untuk semua zone.

i. Jalan Lokal Sekunder

(1) Jalan Setapak

(a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 2 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 1,20 meter.

(c) Lebar bahu jalan minimum 0,25 meter.

(d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah:

- Rumah berlantai 2 = 2,75 meter. - Rumah berlantai 1 = 1,75 meter. (2) Jalan Kendaraan

(a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 3,50 meter.

(b) Lebar perkersan jalan minimal 3 meter. (c) Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter.

(d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah:

- Rumah berlantai 2 = 2,75 meter. - Rumah berlantai 1 = 1,75 meter. ii. Jalan Lokal Sekunder II

(a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 5 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 4,50 meter.

(c) Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter.

(d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah:

- Rumah berlantai 2 = 3,50 meter. - Rumah berlantai 1 = 2,50 meter. iii. Jalan Kolektor Sekunder

(a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 7 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 5 meter.

(c Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter.

(d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah:

- Rumah berlantai 2 = 4,50 meter. - Rumah berlantai 1 = 3,50 meter.

e. Garis sempadan bangunan terhadap jalan rel, jaringan listrik tegangan tinggi.

i. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan yang disesuaikan dengan kondisi NAD, Berdasarkan PUIL 2000 (jarak ke kiri dan kanan dari tegangan tinggi (70 KV ke atas) sejauh 25 m)

ii. Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk umum.

iii. Sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan perencanaan penyediaan listrik, mengacu pada :

(1) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 601: Pembangkitan, Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Umum

(2) SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 602: Pembangkitan

(3) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah Kelistrikan-bab603: Pembangkitan Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Perencanaan dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik. f. Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai

Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai berdasarkan klas (lebar) sungainya adalah sama untuk semua zone yaitu:

i. Sungai bertanggul (Sungai Krueng Aceh, Krueng Cut, dll) di luar kawasan perkotaan minimal 5 m dari luar kaki tanggul.

ii. Sungai bertanggul (Sungai Krueng Aceh, Krueng Cut, dll) di kawasan perkotaan minimal 10 hingga 15 meter dari pinggir sungai,

iii. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan untuk sungai besar (luas daerah pengaliran > 500 Km2) dan sungai kecil (luas daerah pengaliran < 500 Km2) ditentukan setiap ruas berdasarkan perhitungan teknis luar daerah pengaliran atau 20 – 100 meter.

iv. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan kedalaman < 3 m, minimal 10 meter dari tepi sungai, kedalaman 3 – 20 m minimal 15 m dari tepi sungai, kedalaman > 20 m minimal 30 m dari tepi sungai.

v. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.

(1) Sungai yang bertangggul di luar kawasan perkotaan mempunyai garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.

(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan.

vi. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.

(1) Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan mempunyai garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.

(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan.

vii. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.

Macam sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah sebagai berikut :

(1) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih. Penetapan garis sempadan untuk sungai ini dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.

(2) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ini sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

viii. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.

(1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

(2) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

(3) Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.

ix. Sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan

(1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.

(2) Segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan.

g. Garis sempadan bangunan pada kawasan pesisir, lahan peresapan air, dan kawasan lindung lainnya.

i. Zona 1

Minimal jarak dari bibir pantai 1.000 m, kecuali bangunan non-rumah tinggal sesuai dengan standar dan peraturan daerah setempat.

ii. Zona 2, Zona 3 dan Zona 4

Tidak menggusur RTH dan di luar kawasan lindung yang ditetapkan masing-masing daerah.

h. Garis sempadan bangunan pada tepi danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang-surut air laut

Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam keputusan Presiden R.I. Nomor: 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Qanun tentang RTRW Banda Aceh No.3 Th. 2003 sebagai berikut :

i. Garis sempadan pantai, rawa dan tambak, serta sungai yang tidak bertanggul yaitu sebesar 20 – 100 meter, kecuali pada kawasan yang sangat diperlukan bagi kepentingan umum.

ii. Tidak menggusur RTH dan di luar kawasan lindung yang ditetapkan masing-masing daerah

iii. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

iv. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.

v. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau.

i. Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota. i. Zona 1 dan Zona 2

Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter. Jaringan drainase mengacu pada ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku.

ii. Zona 3 dan Zona 4

Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota pada zona 3 dan zone 4, sekurang-kurangnya (minimal) = jarak sempadan bangunan terhadap pagar kavling

Dalam dokumen BC-BANDA ACEH (Halaman 62-70)