• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN

Dalam dokumen BC-BANDA ACEH (Halaman 102-106)

PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG KOTA BANDA ACEH

III. ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN

III.5 PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN

1. Ketentuan Pengelolaan Dampak Lingkungan

a. Setiap kegiatan dalam pembangunan permukiman di Kota Banda Aceh yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Diperhitungkan berdasarkan tingkat pembebasan lahan, daya dukung lahan meliputi daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat bangunan per hektar, dan lain-lain, tingkat kebutuhan air sehari-hari, limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan pemukiman, efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (mobilisasi material dan manusia), serta koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien luas bangunan (KLB).

b Kewajiban melaksanakan kajian AMDAL tergantung masing-masing tipologi kota.

c. Setiap kegiatan dalam bangunan dan atau lingkungannya yang menimbulkan dampak tidak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

d. Kegiatan di Kota Banda Aceh yang diperkirakan mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan adalah bila rencana kegiatan tersebut berpengaruh terhadap:

i. Jumlah manusia terkena dampak. ii. Luas wilayah persebaran dampak.

iii. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.

iv. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak.

v. Sifat kumulatif dampak.

vi. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible-nya) dampak.

2. Ketentuan UPL dan UKL

a. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 86 Tahun 2002.

b. Dalam UKL dan UPL harus diuraikan informasi mengenai: i. Identitas pemrakarsa rencana usaha atau kegiatan;

ii. Rencana usaha atau kegiatan meliputi nama, lokasi, skala usaha atau kegiatan, garis besar rencana usaha dan atau kegiatan;

iii. Dampak lingkungan yang akan terjadi meliputi kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis dan besaran dampak serta hal lain yang perlu disampaikan untuk menjelaskan dampak yang akan terjadi;

iv. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan meliputi langkah-langkah untuk mencegah dan mengelola dampak termasuk upaya menangani kedaan darurat, kegiatan pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan dan ketaatan terhadap peraturan di bidang lingkungan hidup dan tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan;

v. Tanda tangan dan cap usaha dari penanggung jawab usaha atau kegiatan.

3. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan

a. Persyaratan bangunan

i. Untuk mendirikan bangunan di Kota Banda Aceh yang menurut fungsinya menggunakan, menyimpan memproduksi, mengolah bahan mudah meledak dan mudah terbakar, korosif, toksik (beracun), reaktif, dan infeksius dapat diberikan ijin apabila : (1) Merupakan daerah bebas banjir, dan

(2) Jarak antara lokasi bangunan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter.

(3) Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/ jalan tol dan 50 meter untuk jalan lainnya;

(4) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan;

(5) Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk;

(6) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya). ii. Pada bangunan yang menggunakan kaca pantul pada tampak

bangunan, sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dan dengan memperhatikan tata letak serta orientasi bangunan terhadap matahari.

iii. Bangunan yang menurut fungsinya memerlukan pasokan air bersih dengan debit > 5 L/detik atau > 500 m3/hari dan akan mengambil sumber air tanah dangkal dan atau air tanah dalam (deep well) harus mendapatkan ijin dari dinas terkait yang bertanggung jawab serta menggunakan hanya untuk keperluan darurat atau alternatif dari sumber utama PDAM.

iv. Guna mengurangi limpasan air, maka setiap tapak bangunan gedung harus dilengkapi dengan saluran drainase tersier dan

sekunder yang akan dihubungkan dengan saluran drainase primer untuk dibung ke badan air.

v. Jika muka air tanah rendah maka dapat digunakan sumur resapan yang berfungsi untuk menampung limpasan air hujan guna menambah cadangan air tanah.

vi. Apabila bangunan yang menurut fungsinya akan membangkitkan LHR ≥ 60 SMP per 1000 feet2 luas lantai, maka rencana teknis sistem jalan akses keluar masuk bangunan gedung harus mendapat ijin dari dinas teknis yang berwenang. b. Persyaratan Pelaksanaan Konstruksi

i. Setiap kegiatan konstruksi yang menimbulkan genangan baru sekitar tapak bangunan harus dilengkapi dengan saluran drainase yang nantinya dapat dibuat permanen dan menjadi bagian sistem drainase yang ada.

ii. Setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi yang dapat menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas umum harus dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas yang dioperasikan dan dikendalikan oleh tim pengatur lampu lalu lintas.

iii. Penggunaan hammer pile untuk pemancangan pondasi hanya diijinkan bila tidak ada bangunan rumah yang rawan keretakan dan tidak menimbulkan kebisingan yang mengganggu masyarakat sekitar.

iv. Penggunaan peralatan konstruksi yang diperkirakan menimbulkan keretakan bangunan sekelilingnya harus dilengkapi dengan kolam peredam getaran.

v. Setiap kegiatan pengeringan (dewatering) yang menimbulkan kekeringan sumur penduduk harus memperhitungkan pemberian kompensasi berupa penyediaan air bersih kepada masyarakat selama pelaksanaan kegiatan, atau sampai sumur penduduk pulih seperti semula.

vi. Kegiatan konstruksi yang berpotensi menghasilkan debu harus melakukan penyiraman pada waktu tertentu untuk menghindari penyebaran debu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.

c. Pembuangan Limbah Cair dan Padat

i. Setiap bangunan yang menghasilkan limbah cair dan padat atau buangan lainnya yang dapat menimbulkan pemcemaran air dan tanah harus dilengkapi sarana pengumpulan dan pengolahan limbah sebelum dibuang ke tempat pembuangan yang diijinkan dan atau ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

ii. Sarana pengumpulan dan pengolahan air limbah harus dipelihara secara berkala untuk menjamin kualitas effluen yang memenuhi standar baku mutu limbah cair.

(1) Sampah :

(a) harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering.

(b) pengangkutan sampah basah dilakukan berdasarkan jenisnya

(i) Sampah basah setiap hari atau maksimal setiap dua hari sekali untuk menjamin agar tidak timbul bau dan menjadi sarang penyakit.

(ii) Sampah kering maksimal setiap tiga hari sekali agar tidak terjadi penumpukan sampah yang mengganggu kesehatan lingkungan bangunan gedung.

4. Pengelolaan Daerah Bencana

a. Suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah bencana, daerah banjir, dan yang sejenisnya.

b. Pada daerah bencana sebagaimana dimaksud pada butir a. dapat ditetapkan larangan membangun atau menetapkan tata cara dan persyaratan khusus di dalam membangun, dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan lingkungan.

c. Lingkungan bangunan yang mengalami kebakaran dapat ditetapkan sebagai daerah tertutup dalam jangka waktu tertentu, dibatasi, atau dilarang membangun bangunan.

d. Bangunan-bangunan pada lingkungan bangunan yang mengalami bencana, dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan, dapat diperkenankan mengadakan perbaikan darurat, bagi bangunan yang rusak atau membangun bangunan sementara untuk kebutuhan darurat dalam batas waktu penggunaan tertentu dan dapat dibebaskan dari izin.

Dalam dokumen BC-BANDA ACEH (Halaman 102-106)