Profesi Guru dalam Lintasan Sejarah
B. Guru pada Masa Khulafaurrasidin
Tahun-tahun pemerintahan Khulafaurrasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Namun pendidikan kaum muslimin pada waktu itu berjalan sebagaimana mestinya. Pendidikan Islam masih tetap memantulkan Alquran dan Sunnah di ibu kota khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negri lain yang ditaklukan oleh orang-orang Islam. Para khalifah pun meneruskan tugas rasulallah untuk menjadi pemimpin agama, pemimipin bangsa
35 sekaligus menjadi guru bangsa. Berikut penguraian tentang pendidikan Islam pada masa Khulafaarrasidin:
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq (632-634 M)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang di angkat setelah Nabi wafat untuk mengantikan Nabi saw. dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan. (Yatim, 2002: 35).
Masa awal kekhalifahan Abu bakar di guncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi, dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu bakar memusatkan perhatianya untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, dikirimlah para pasukan untuk memerangi pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafidz Alquran, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Alquran. Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyarankan kepada khalifah Abu akar untuk mengumpulkan ayat-ayat Alquran, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan Alquran.
Pola pendidikan pada masa Abu bakar masih seperti pada masa Rasul saw, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
a. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satuya yang wajib di sembah hanya Alloh Swt.
b. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, dan lain sebagainya
c. Pendidikan ibadah, seperti peaksanaan sholat, puasa, dan haji d. Kesehatan, seperti tetang kebersihan. (Yunus, 1992: 18).
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk membaca menulis ini disebut
kuttab. Kutab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid,
selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul saw. yang terdekat. (Nizar, 2008: 45). Lembaga pendidikan Islam pada saat itu adalah masjid. Masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani,
36
p
tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama‘ah, membaca Alquran dan lain sebagainya.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M)
Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Rasul saw. wafat, berdasarkan hal inilah Abu akar menunjuk penggantinya yaitu Umar, yang tujuannya adalah untuk menengah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, kebijakan Abu bakar ternyata diterima masyarakat. Pada masa khalifah Umar, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. (Yatim, 2002: 35). Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa Umar, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada di antara umat Islam yang ingin belajar hadits harus pergi ke madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Alquran dan ajaran Islam lainnya. (Syadid, 2001: 37). Pada masa khalifah Umar, guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan
Metode yang dipakai saat itu adalah guru yang ditunjuk khlifah duduk di halaman masjid dan murid-murid melingkarinya. Mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis Alquran dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Dan masa ini menjadi lebih maju dari sebelumnya. Pada masa ini juga tuntutan untuk belajar bahasa Arab mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dan ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam harus belajar bahasa Arab. Jadi, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa arab.
3. Masa Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M)
Pada masa kholifah Utsman, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan
37 apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang dekat dengan Rasul saw. tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa kholiah Utsman, tetapi diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanan pola pendidikan pada masa Utsman lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta didik sebab pada masa ini pusat pendidikan lebih banyak karena pada masa ini sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat. (Nizar, 2008: 49).
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Utsman di serahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan ridho Allah Swt.
Pada masa kholifah Ustman tidak terjadi perkembangan pendidikan, kalau di bandingkan dengan masa kekhalifahan Umar, sebab pada masa kholifah Ustman urusan pendidikan diserahkan saja pada rakyat. Dan apabila dilihat dari segi kondisi pemerintahan Ustman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Ustman mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Ali bin Abi Thalib adalah kholifah ke empat. Peristiwa pembai'atan Ali sebagai khalifah terjadi pada tahun ke 33 H. Masa kepemerintahan Khalifah Ali bin Abu Thalib merupakan masa yang sangat sulit. Dimana berbagai fitnah telah menyebar ke berbagai wilayah, berbagai peperangan dan pemberontakan terjadi. Pemberontakan yang terjadi di zaman Khalifah Ali bin Abu Thalib seperti, perang Jamal kemudian perang Shiffin. Berbagai pertentangan yang timbul antara jumhur Muslimin dan Mu‘awiyah, lalu fitnah kaum khawarij yang berakhir dengan kejahatan mereka yang terburuk yaitu melakukan pembunuhan terhadap Khalifah Ali. Dengan demikian masa kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Pada masa ini telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa khalifah Ali berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah
38
p
pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya di tumpahkan pada masalah kemanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam. (Nizar, 2008: 50). Dengan demikian pola pendidikan pada masa khulafaur Rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa nabi yag menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada Alquran dan hadits Nabi.
Walaupun suasaana dalam keadaan peperangan yang berkepanjangan, namun pendidikan Islam terutama pendidikan keagamaan tidak terhenti. Pendidikan akidah, ibadah, dan akhlak terus terlaksana, masjid-masjid juga berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan. (Daulay, 2014 : 57).