• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru Profesional dalam Perspektif Islam

Profesi dan Profesionalitas Guru

C. Guru Profesional dalam Perspektif Islam

Guru sebagai tulang punggung pendidikan Islam memiliki eksistensi yang sangat kuat. Dalam pendidikan Islam menurut Syekh az-Zarnuji (2009: 27) dalam kitabnya Ta‟lim Muta‟lim di antara syarat seseorang untuk dapat belajar dengan sukses adalah menghormati guru sama seperti menghormati ilmu. Santri (siswa) tidak akan memperoleh ilmu dan mendapat manfaatnya tanpa menghormati ilmu dan gurunya. Demikian besar posisi dan fungsi guru sehingga menghormatinya itu lebih baik dibandingkan sekedar mentaatinya. Menurut kitab rujukan utama para santri ini, manusia tidak dianggap kufur karena bermaksiat. Tetapi manusia menjadi kufur karena tidak menghormati atau memuliakan perintah Allah.

Dalam lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu miniatur pendidikan Islam, seorang guru tidak disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan tertentu. Tidak ada catatan sejarahnya seorang guru yang akan mengajar diminta keterangan ijazah pendidikan tertentu. Sekalipun puluhan tahun belajar dari satu pesantren ke pesantren yang lain, bukan ijazah yang

70

p

dilihat oleh masyarakat tapi kemampuannya (kompetensi) dalam mengamalkan ilmu dan manfaatnya bagi masyarakat. Kompetensi amaliah ini kemudian melahirkan stratifikasi guru agama. Bila hanya lingkup kecil biasanya cukup disebut ustadz. Namun bila pengaruhnya sudah luas apalagi ditambah dengan kemampuannya memimpin pesantren dengan santri banyak, maka akan tersanding sertifikat gelar Kyai (di Sunda ajeungan). Tidak setiap orang bisa memperoleh sertifikat ini, karena masyarakat memberikan khusus kepada orang tertentu dengan kriteria tertentu. Bahkan bila ada guru agama yang telah mencapai gelar terhormat ini kemudian memiliki sifat dan sikap yang tidak sesuai dengan kualifikasinya, maka gelar tersebut akan dicabut kembali oleh masyarakat. (Natsir, 2007: 27).

Dalam perspektif Islam, seorang pendidik (guru) akan berhasil menjalankan tugasnya apabila memiliki pikiran kreatif dan terpadu serta mempunyai kompetensi profesional religius. (Muhaimin, 1999: 115) Yang dimaksud kompetensi profesional religius sebagaimana di atas adalah kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Artinya, mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam. (Muhaimin dan Mujib, 1993: 173).

Allah berfirman:



































Artinya: .Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui

pengetahuan tentang hal itu, (karena) sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan di tanya. (QS. Al-Isra‘/17:

36).

Firman di atas sudah sangat tegas menjelaskan bahwa seorang guru mestilah memiliki kompetensi profesional sebagaimana diamanatkan dalam UUGD. Dalam kaitan ini, al-Ghazali pernah berkata, ―Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya membohongi perbuatannya. Perumpamaan guru yang membimbing murid, bagaikan ukiran dan tanah liat atau bayangan dengan tongkat. Bagaimana mungkin tanah liat dapat terukir sendiri tanpa ada alat untuk mengukirnya dan bagaimana mungkin bayangan akan lurus kalau tongkatnya bengkok .‖ (Sulaiman, 1986: 56).

Memang, adakalanya seorang guru dalam mengajar menemui permasalahan. Keadaan yang demikian mengharuskan adanya suatu program

71 yang disebut on-service training. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala dan rutin di antara para guru yang mempunyai bagian sama, sehingga terjadi tukar pikiran di antara para guru itu dalam mencari alternatif pemecahannya. (Musbikin, 2010: 128).

D. Urgensi Guru Profesional

Hakikatnya guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.

Guru dalam era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini bukan hanya sekadar mengajar (transfer of knowledge) melainkan harus menjadi manajer belajar. Hal tersebut mengandung arti, setiap guru diharpkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menantang kreativitas dan aktivitas siswa, memotivasi siswa, menggunakan multimedia, multimetode, dan multisumber agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kalau di lihat sejenak kondisi real pendidikan yang ada di daerah, masih banyak ditemukan guru berada di dalam situasi yang kurang menguntungkan untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya. Banyak guru yang ditempatkan di dalam ruang yang penuh sesak dengan anak didik dengan perlengkapan yang kurang memadai, dengan dukungan manajerial yang kurang mutakhir. Di tempat yang demikian itu, guru-guru itu diharapkan mampu melaksanakan tugas yang sangat mulia untuk mendidik generasi penerus anak bangsa. Hal ini akan bertambah lebih berat dan kompleks bilamana dihadapkan lagi dengan luapan perkembangan IPTEK, tetapi dengan dukungan fasilitas dan sarana yang minim serta dengan iklim kerja yang kurang menyenangkan. Selain itu, beban guru ditambah lagi dengan berbagai tugas di luar kegiatan akademik yang banyak menyita waktu dan tenaga para guru.

Pendidikan yang baik sebagaimana yang diharpkan oleh masyarakat modern dewasa ini dan sifatnya yang selalu menantang, mengharuskan adanya pendidik yang profesional. Hal ini berarti bahwa di masyarakat diperlukan pemimpin yang baik, di rumah diperlukan orang tua yang baik dan di sekolah dibutuhkan guru yang profesional. Akan tetapi dengan ketiadaan pegangan

72

p

tentang persyaratan pendidikan profesioal, maka hal ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam tafsiran orang tentang arti guru yang profesional.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah (2008: 250) dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah (2008: 250) mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:

Pertama, Designer of intruction (perancang pengajaran). Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan ―Persiapan‖. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu ―Persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu‖.

Herbert Simon dalam Wina Sanjaya (2008: 67) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Selanjutnya Shambaugh dalam Wina Sanjaya (2008: 67) menjelaskan bahwa desain pembelajaran sebagai ― An intellectual

process to help teachers systematically analyze learner needs and construct structures possibilities to responsively address those needs.‖ (suatu desain

pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut).

Dengan demikian desain pengajaran atau scenario pembelajaran adalah urut-urutan langkah pembelajaran yang dibuat dan ditetapkan oleh seorang guru untuk dapat menyajikan materi pelajaran dengan baik dan mendalam. Fungsi guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna. (Syah, 2008: 251).

73 Keberhasilan seorang guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) adalah berupa suatu keberhasilan administrative. Dimana keberhasilan ini merupakan suatu keberhasilan awal yang menjadi penentu untuk keberhasilan-keberhasilan selanjutnya. Apabila pembuatan desain pembelajaran ini sudah tidak baik maka bisa dinilai bahwa keberhasilan keberhasilan lainnya juga sulit untuk diukur. Atau untuk sampainya materi kepada para peserta didik akan mengalami kesulitan dan hambatan yang pada akhirnya akan menghambat proses penilaian keberhasilan suatu pembelajaran. Dengan desain pembelajaran yang baik maka akan menjadi jaminan bahwa suatu materi akan sampai kepada peserta didik dengan maksimal walaupun diberikan oleh guru yang berbeda-beda.

Untuk merealisasikan fungsi tersebut, setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Memilih dan menentukan bahan pembelajaran. 2. Merumuskan tujuan penyajian bahan pembelajaran. 3. Memilih metode penyajian bahan pembelajaran yang tepat.

4. Menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar. (Syah, 2008: 251). Aturan pembuatan desain pembelajaran menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, dalam butir-butir scenario guru harus mencantumkan antara lain hal-hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, Jaman dulu sering disebut dengan guru dapat menguasai kelas terlebih dulu sehingga dapat menyiapkan siswa untuk menerima materi pelajaran dengan sebaik-baiknya. Manakala ada hal-hal yang dirasa akan dapat mengganggu proses pembelajaran, guru akan secepatnya menyingkirkan hal-hal tersebut. Guru dengan arif dan bijaksana meneliti dan menyiapkan suasana kelas baik mengenai tempat maupun para peserta didik dan hal-hal lain yang dibutuhkan agar dapat menjadi tempat yang ideal untuk kegiatan belajar mengajar.

2. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, Materi yang disajikan dalam desain pembelajaran harus menjadi kesinambungan dengan materi sebelumnya berdasarkan panduan silabus yang telah ditetapkan. Karena desian pembelajaran itu harus menjadi satu kesatuan integral dengan

74

p

silabus yang menjadi sumber penyusunan dan pembuatan desain pembelajaran tersebut. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar hari ini harus diikuti dengan keberhasilan kegiatan belajar mengajar hari-hari selanjutnya, sehingga materi ajara yang telah ditetapkan akan dapat diberikan secara keseluruhan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang maksimal.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, Berisi informasi tentang tujuan yang harus didapat siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa mengerti untuk apa ia belajar dengan susah payah, dan siswa dapat menilai apakah ia sudah belajar apa belum. Karena siswa yang benar-benar belajar ia akan mengerti bahwa ia telah sampai pada tujuan belajar yang ditetapkan dalam desain pembelajaran tersebut.

4. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus. Tahap kegiatan pendahuluan tersebut harus dapat mengantarkan atau berurutan dengan kegiatan inti pembelajaran sekaligus dengan bagian kegiatan penutup. Kegiatan inti pembelajaran terbagi lagi menjadi tiga bagian yang berurutan satu sama lainya tidak boleh terbalik dan dialokasikan waktunya secara sendiri-sendiri. Ketiga bagian kegiatan inti pembelajaran tersebut adalah meliputi eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Hasil rancangan seorang guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) umumnya berupa berupa rencana pelaksanaan pembelajaran. Untuk dapat mendesain suatu rencana pelaksanaan pembelajaran yang ideal, seorang guru harus memahami betul langkah-langkah penyusunannya. Pada pokoknya suatu rencana pelaksanaan pembelajaran baru dapat dianggap baik dan ideal apabila didalamnya termuat sebelas hal sebagai berikut :1). Identitas mata pelajaran, 2). Standar Kompetensi, 3). Kompetensi Dasar darisilabus yang akan dicapai, 4). Indikator pencapaian kompetensi, 5). Tujuan Pembelajaran, 6). Alokasi Waktu yang diperlkan, 7). Materi Ajar, 8). Metode pembelajaran, 9). Kegiatan Pembelajaran atau langkah-langkah pembelajaran, 10). Penilaian Hasil Belajar, 11). Sumber dan Bahan.

Kedua, Manager of intruction (pengelola pengajaran). Fungsi guru ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Di antara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasilguna. (Syah, 2008: 251).

75 Selain itu kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi, baik dua arah maupun multiarah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Sehingga menghasilkan, baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pelajar dapat memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).

Ketiga, Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran. (Syah, 2008: 251). Pada dasarnya kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning). Sebaliknya, bila evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai. (Syah, 2008: 251).

Informasi dan data kemajuan akademik yang diperoleh guru dari kegiatan evaluasi (khususnya evaluasi formal) setidaknya dijadikan feed back (umpan balik) untuk melakukan penindaklanjutan proses belajar mengajar. Hasil kegiatan evaluasi juga setidaknya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat didambakan itu.

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik. Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.

76

p