• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Epidermis

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 108-118)

Nursahara Pasaribu

HASIL DAN PEMBAHASAN Epidermis

Pada umumnya terdapat kutikula yang berkembang dengan baik di kedua permukaan epidermis daun. Lapisan epidermis bawah (abaxial) lebih bervariasi dibandingkan dengan epidermis atas. Bentuk sel-sel epidermis pada permukaan paradermal bisa persegi panjang (F.

dewildeorum, F. kamiana, dan F. rigidifolia),polygonal (F. angustifolia,

F. javanica dan F. leuserensis), polygonal ataupun persegi panjang (F.

berbakensis, F. scabrosa, F. scandens, F. sumatrana, dan F.

winkleriana), polygonal ataupun bujursangkar (F. distigmata dan F.

imbricata). Sementara pada penampang melintang sel-sel epidermis

adalah rectangular.

Pada beberapa spesies terdapat zonasi costa dan intercosta di lapisan epidermis bawah. Sel-sel intercosta bervariasi, pendek, persegi panjang, bujur sangkar dan heksagonal. Sel-sel costa memanjang dan lebar, dinding relatif tebal, ujung sel lurus dan kaku. Epidermis atas relatif lebih seragam dan tidak dapat dibedakan zonasi costa dan

intercosta. Sel-sel costa dan intercosta pada penampang melintang tidak

dapat dibedakan dengan jelas dan bentuk sel pada umumnya adalah bujur sangkar ataupun persegi panjang.

Stomata

Tipe stomata dari jenis-jenis Freycinetia adalah tetracytic. Metcalfe (1961) dan Dickison (1999) mengatakan tetracytic adalah stomata yang mempunyai sel-sel penutup dikelilingi empat sel pengiring; dua terletak di daerah lateral kiri dan kanan dan dua lainnya masing- masing di bagian atas dan bawah. Umumnya stomata ditemukan baik di epidermis atas dan bawah dengan jumlah jauh lebih banyak di permukaan bawah. Letak stomata pada penampang melintang daun adalah di bawah permukaan (sunken), sejajar (even) dan di atas (raised). Posisi stomata yang paling umum di temukan adalah sejajar dengan epidermis, sementara stomata yang di bawah permukaan hanya bisa diamati pada F.

rigidifolia dan stomata yang menonjol atau di atas permukaan epidermis

dapat dilihat pada F. imbricate. Stomata pada umumnya tersusun dalam baris di antara costa atau intercosta seperti pada F. berbakensis, F.

imbricata, F. scabrosa dan F. sumatrana atau tersusun pada epidermis

yang tidak memperlihatkan adanya zonasi costa dan intercosta, contoh F.

!".&"!"

F. winkleriana. Pada beberapa jenis stomata tersebar acak seperti yang

dapat diamati pada F. angustifolia, F. javanica, dan F. scandens.

Pengamatan karakter-karakter anatomi pada stomata abaksial secara nyata mampu memperjelas beberapa permasalahan yang tidak dapat diselesaikan khususnya dalam delimitasi jenis-jenis tumbuhan yang masih berhubungan atau saling terkait. Pada kasus-kasus tertentu seperti spesimen yang kurang lengkap organ generatifnya, data anatomi dapat diperhitungkan untuk mendukung data morfologi. Hal ini dimungkinkan karena stomata dari masing-masing jenis sangat unik dan berbeda satu dengan lainnya. Dari 14 jenis Freycinetia yang di temukan di Sumatera,

F. angustifolia adalah satu-satunya jenis yang memperlihatkan epidermis

yang bergranula. Empat jenis yang baru dipertelakan yaitu F.

berbakensis, F. dewildeorum, F. leuserensis, dan F. scabrosa juga

memperlihatkan anatomi yang sangat berbeda dengan jenis-jenis lainnya.

Ukuran, Frekuensi dan Indeks Stomata

Kisaran ukuran stomata, indeks dan frekuensi disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Ukuran stomata sangat bervariasi di antara seluruh jenis yang ditemukan. Freycinetia confusa memperlihatkan ukuran yang paling kecil yaitu 212.54 ȝP2, sementara ukuran terbesar dapat diamati pada jenisF. javanica dan F. leuserensis dengan ukuran 537.64–679.65 ȝP2 danȝP2 secaraberurutan pada F. javanica dan F. leuserensis.

Secara umum diketahui daun dengan stomata yang lebih banyak mempunyai ukuran stomata yang lebih kecil dan sebaliknya. Frekuensi stomata per unit area juga bervariasi dan memperlihatkan adanya korelasi antara ukuran stomata dan frekuensi. F. distigmata dan F. scabrosa

adalah dua jenis dengan frekuensi stomata yang paling besar sementara F.

berbakensi mempunyai frekuensi stomata yang paling kecil.

Tabel 1:

Gambaran Stomata Freycinetia Sumatera. Seluruh data dihitung berdasarkan stomata pada permukaan abaxial. Data dengan hanya satu specimen di beri tanda bintang (*). Pengukuran berdasarkan rata-rata 10 kali perhitungan untuk tiap jenis. Data lengkap seluruh parameter ditampilkan pada Lampiran 1, 2 dan 3

Species Ukuran Stomata

ȝP2 (Rataan) Frekuensi Stomata (Rataan) Indeks Stomata (Rataan) F. angustifolia 266.64–330,41 77.19–120.47 4.23–4.91 F. berbakensis 260.85–320.26 02.34–22.22 0.04–0.48 F. confusa 212.54* 15.20–17.54 0.24–0.29 F. dewildeorum 398–554.06 31.58–78.36 1.17–3.21 F. distigmata 247.81* 106.43* 1.58* F. imbricata 286.45–554.06 76.02–154.39 1.23–4.11

!".'"!"

Species Ukuran Stomata ȝP2 (Rataan) Frekuensi Stomata (Rataan) Indeks Stomata (Rataan) F. javanica 537.64–679.65 33.92–97.08 3.5–4.39 F. kamiana 491.75–509.14 32.75–53.80 2.27–3.38 F. leuserensis 609.61* 61.90* 2.96* F. rigidifolia 319.3–490.30 8.19–66.66 2.16–4.26 F. scabrosa 305.29* 149.71* 2.90* F. scandens 370.50–468.08 69.01–107.60 1.92–5.91 F. sumatrana 215.92–406.73 64.33–205.85 4.01–4.14 F. winkleriana 250.70–328.48 99.42–149.71 2.83–3.64

Selanjutnya dapat diinterpretasikan bahwa frekuensi stomata cendrung lebih tinggi pada jenis-jenis yang tumbuh di daerah terbuka seperti hutan sekunder dibandingkan dengan di daerah ternaung atau tertutup (shaded area). Willmer (1983) mengatakan jenis- jenis yang tumbuh pada tanah kering dan daerah dengan kelembaban rendah umumya mempunyai frekuensi stomata yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis yang tumbuh di tanah-tanah basah dengan kelembaban tinggi.

Pada beberapa kasus penelitian Freycinetia, indeks stomata relatif lebih konstan sebagai parameter dibandingkan dengan frekuensi stomata (Salisbury 1927, Kam 1971, Stone 1971), sehingga indeks stomata termasuk karakter penting untuk Freycinetia. Akan tetapi hasil penelitian ini membuktikan bahwa indeks stomata bukan merupakan karakter kunci yang cukup kuat dalam pembatasan jenis untuk

Freycinetia. Ukuran dan indeks stomata relatif tidak konstan diantara 14

jenis yang ditemukan ataupun pada jenis yang sama. Hal ini diduga disebabkan kehadiran kristal kalsium oksalat yang menutupi permukaan epidermis sehingga ditemukan kendala dalam penghitungan stomata.

Sclerenchym

Sclerenchym umumnya berkembang sangat baik, bervariasi

(bulat, persegi panjang, segitiga, bujursangkar dan poligonal). Muncul dalam kelompok dua, tiga, atau lebih berdekatan dengan epidemis atas dan bawah, di hypodermis, palisade dan bunga karang atau sponge. Pada beberapa jenis, schlerenchym terdistribusi dengan baik pada hipodermis

dan mesophyll seperti pada F. berbakensis, F. javanica, F. kamiana, F.

leuserensis dan F. scabrosa. Pada F. distigmata, F. sumatrana dan F.

winkleriana, schlerenchym terdapat pada mesophyll sementara F.

!".("!"

Hypodermis

Hipodermis merupakan gambaran yang cukup menonjol, terdapat baik pada permukaan abaksial atau adaksial. Lapisan ini terdapat pada semua jenis Freycinetia Sumatera, terdiri dari beberapa lapis dan minimal terdiri dari dua lapis. Jumlah lapisan hipodermis adaksial biasanya lebih banyak dibandingkan dengan lapisan hypodermis abaksial. Pada F.

javanica dan F. dewildeorum bisa lima atau enam lapis. Bentuk

hypodermal pada permukaan abaxial biasanya lebih seragam (uniform) dibandingkan dengan hypodermis adaksial. Pada umumnya sel-sel hipodermis bahagian dalam berukuran lebih besar dengan bentuk yang relatif sama (isodiametric shape). Di bawah permukaan abaksial, sel-sel hypodermis cendrung terpecah karena adanya ruang stomata.

Mesophyll

Mesophyll dibedakan ke dalam jaringan pagar (palisade) dan

jaringan bunga karang (sponge). Mesophyll umumnya terdiri dari dua sampai lima lapis palisade dan jaringan bunga karang. Freycinetia

rigidifolia mempunyai lapisan bunga karang yang paling sedikit jika

dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Jenis-jenis yang mendiami daerah-daerah terbuka seperti F. angustifolia, F. rigidifolia dan F.

sumatrana umumnya mempunyai sponge yang tidak bercabang,

berbentuk isodiametric dengan lapisan palisade yang lebih banyak. Hal ini berbeda dengan jenis-jenis yang tumbuh di daerah-daerah dengan kelembaban tinggi seperti F. dewildeorum, F. imbricata, F. kamiana

dimana jaringan bunga karangnya bercabang dan mempunyai jaringan palisade yang lebihsedikit. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa bahwa daun tumbuhan yang tumbuh di tempat yang lembab jumlah lapisan palisade mengalami penurunan dan sebaliknya (McDougall 1927; Wilmer 1983; Dickison 1999).

Analisis Fenetik

Empat puluh sembilan karakter dipilih dari 65 karakter morfologi dan 20 karater anatomi (Tabel 2).

Table 2:

Karakter Morfologi dan Anatomi yang Diseleksi untuk Analisis Fenetik

Freycinetia Sumatera, Sifat Ciri Dan Kode

No Karakter Sifat cirri dan Kode

1 Habit scrambling shrubs (0), climbers (1)

2 Diameter of stem ”PP!PP

3 Arrangement of leaves imbricate (0), spiral (1)

4 Leaves shape linear absent (0), present (1)

5 Leaves shape lanceolate absent (0), present (1) 6 Leaves shapes oblanceolate absent (0), present (1)

!".)"!"

No Karakter Sifat cirri dan Kode

8 Lamina surfaces not striate (0), striate (1)

9 Leaves apex acuminate absent (0), present (1)

10 Leaves apex attenuate absent (0), present (1)

11 Leaves apex caudate absent (0), present (1)

12 Leaves margin armed (0), entire (1)

13 Auricles shape entire absent (0), present (1) 14 Auricles shape fragment horizontal absent (0), present (1)

15 Auricles laciniate absent (0), present (1)

16 Auricles size large (0), small (1)

17 Auricles apex lobed (0), adnate (1)

18 Auricles margin armed (0), entire (1)

19 Auricles colours colourless (0), bright colour (1)

20 Horizontal septa of auricles absent (0), present (1)

21 Colours of bracts colourless (0), bright colour (1)

22 Pedicels shape semiterete absent (0), present (1) 23 Pedicels shape quadragonal absent (0), present (1)

24 Pedicels surface glabrous (0), hairy (1)

25 Pedicels bracts scars absent (0), present (1) 26 Racemose inflorescences absent (0), present (1) 27 Umbellate inflorescences absent (0), present (1) 28 Pseudo umbellate inflorescence absent (0), present (1) 29 Soliter inflorescence absent (0), present (1)

30 Number of cephalium1 absent (0), present (1)

31 Number of cephalia 2 absent (0), present (1)

32 Number of cephalia 3 absent (0), present (1)

33 Number of cephalia 4 absent (0), present (1)

34 Shape of cephalia globose absent (0), present (1) 35 Shape of cephalia cylindric absent (0), present (1)

36 Arrangement of berries not aggregate (0), aggregate (1)

37 Size of berries ”PP!PP

38 Stigmatic areola of berries without a ring (0), with a ring (1)

39 Shape of seed not straight (0), straight (1)

40 Size of seed ”PP!PP

41 Costal and intercostals differentiation absent (0), present (1)

42 Surface of epidermal cells granulated (0), not granulated (1)

43 Papilose cells absent (0), present (1)

44 Calcium oxalate crystals absent (0), present (1) 45 Distribution of calcium oxalate crystals rare (0), abundant (1) 46 Stomata even to epidermal cell absent (0), present (1) 47 Stomata raised or above leaf surfaces absent (0), present (1) 48 Stomata sunken or below the leaf

surfaces

absent (0), present (1)

49 Sponge of mesophyll not branched (0), branched (1)

Dari 49 karakter, sebahagian besar merpakan karakter kualitatif. Beberapa karakter tidak dijumpai pada beberapa jenis akan tetapi karakter tersebut tetap dimasukkan dalam analisis jika dianggap sebagai karakter penting. Berdasarkan analisis fenetik karakter morfologi dan anatomi, 14 jenis Freycinetia Sumatra terbagai ke dalam tiga kelompok utama dengan nilai koefisien kesamaan berkisar antara 0.58–0.86. Nilai ini

!".*"!"

mengindikasikan bahwa ketiga group mempunyai kemiripan sebesar 58%–86% (Gambar 1). Freycinetia dewildeorum terdapat pada kelompok pertama sedangkan 13 jenis lainnya berada pada kelompok kedua dan ketiga.

Gambar 1: Dendrogram Jenis-Jenis Freycinetia Sumatran Berdasarkan Karakter Morfologi dan Anatomi

Kelompok B selanjutnya terbagi menjadi dua subkelompok besar (C dan D) dengan nilai koefisien kesamaan sebesar 0.66. Freycinetia

kamiana F. leuserensis, F. sumatrana, F. imbricata, F. javanica, F.

scandens, F. scabrosa dan F. rigidifolia berada pada subkelompok yang

sama yaitu C. Subkelompok ini dicirikan oleh bentuk cuping (auricle), bentuk pedicel dan inflorescences berbentuk umbel akan tetapi keseluruhan jenis ini tetap bisa dibedakan secara morfologi. Dari dendrogram, dapat dilihat F. leuserensis and F. sumatrana mengelompok pada klade yang sama dan mempunyai kemiripan morfologi dan anatomi sebesar 72%. Kedua jenis ini memperlihatkan kesamaan pada bentuk daun dan cuping (auricle) akan tetapi berbeda jika dilihat dari ujung daun.

Freycinetia angustifolia, F. berbakensis, F. confusa, F.

distigmata dan F. winkleriana berada pada subkelompok D. Jenis-jenis

pada kelompok ini mempunyai kemiripan morfologi pada bentuk daun, tekstur helaian daun (lamina), ujung daun, ukuran cuping, kristal kalsium oksalat dan posisi stomata pada sel epidermis. Freycinetia berbakensis

dan F. confusa terdapat pada klade yang sama dengan nilai kesamaan

III II I A B D C

!".+"!"

adalah 80%. Kedua jenis ini dapat dibedakan dengan jelas dari ciri anatomi seperti papilla.

Dendrogram menunjukkan bahwa dari 14 jenis yang ditemukan di Sumatera, F. dewildeorum mempunyai nilai kesamaan yang paling rendah yaitu 58%. Jenis ini merupakan jenis yang baru dipertelakan dari Harau dan dilaporkan sebagai jenis baru. Freycinetia dewildeorum sangat berbeda dengan jenis-jenis lainnya dan dipersatukan oleh karakter yang berkesinambungan yaitu cuping yang terpecah horizontal (fragment

horizontal) dan umbel semu inflorescences (pseudo-umbellate

inflorescences) pada seluruh specimen jenis ini dan secara nyata

memisahkan jenis ini dengan jenis-jenis lainnya dari dua kelompok lainnya.

Berbeda dengan F. dewildeorum, F. javanica and F. scandens

dalam subkelompok C mempunyai nilai kemiripan sebesar 86%, hal ini disebabkan kedua jenis ini memperlihatkan banyak kesamaan karakter. Walaupun nilai kesamaan kedua jenis sangat tinggi, namun kedua jenis ini bisa dibedakan dengan mudah dari ketidaksamaan (dissimilar) karakter dari bentuk cephalianya. Freycinetia kamiana mempunyai nilai kemiripan morfologi yang paling kecil pada subkelompok C yaitu kurang dari 67%. Diduga hal ini disebabkan habit atau sifat hidup dari jenis ini berbeda jauh dengan jenis-jenis lainnya pada subkelompok C.

KESIMPULAN

Empat belas jenis Freycinetia di Sumatera berhasil diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan anatomi. Empat jenis diantaranya yaitu F. berbakensis Widjaja, Pasaribu & Hidayat, F. dewildeorum

Pasaribu, F. leuserensis Pasaribu dan F. scabrosa Pasaribu & Widjaja adalah jenis-jenis yang baru dipertelakan. The present study indicated that Berdasarkan ased on morphological characters fourteen species were recognized. Four species were newly described, namely F. berbakensis

Widjaja, Pasaribu & Hidayat, F. dewildeorum Pasaribu, F. leuserensis

Pasaribu, and F. scabrosa Pasaribu & Widjaja.

Data anatomi mengindikasikan data kualitatif seperti susunan stomata, sel-sel epidermis, palisade dan bunga karang yang diamati pada penampang melintang relatif bervariasi dan dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam delimitasi jenis jika dibandingkan dengan data kuantitatif seperti ukuran, indeks dan frekuensi stomata.

Analisis fenetik karakter morfologi dan anatomi membagi

Freycinetia di Sumatera ke dalam tiga kelompok. Nilai koefisien

kesamaan berkisar antara 0.58-0.86 yang berarti ketiga kelompok mempunyai kemiripan morfologi dan anatomi sebesar 58-86%.

Freycinetia kamiana, F. leuserensis, F. sumatrana, F. imbricata, F.

!".,"!"

satu kluster dengan koefisien kesamaan 0.65. F. angustifolia, F.

berbakensis, F. confusa, F. distigmata, dan F. winkleriana terdapat pada

kelompok yang lain dengan koefisien kesamaan 0.66.

DAFTAR PUSTAKA

Callmander MW, P. Chassot, P Kupfer & PP Lowry. 2003. Recognition of Martellidendron, a new genus of Pandanaceae, and its Biogeographic implications. Taxon 52: 747–762.

Cox PA. 1981. Bisexuality in the Pandanaceae: New findings in the genus Freycinetia. Biotropica 13: 195-198

Cox PA. 1990. Pollination and evaluation of Breeding System in

Pandanaceae. Ann. Missouri Bot. Gard. 77:816–840.

Cox PA, Huynh KL, Stone BC. 1995. Evolution and systematics of

Pandanaceae. Royal Botanic Garden, Kew.

Cutler DF. 1978. Applied plant anatomy. London. Longman.

Franco C. 1939. Relation between chromosome number and stomata in

Coffea. Bot Gaz 100: 817–827.

[FWI/GFW]. Forest Watch Indonesia/ Global Forest Watch. 2002. The State of the Forest: Bogor, Indonesia and Washington DC. Holmes DA. 2000. Deforestation in Indonesia. Jakarta: The World Bank. Huynh KL. 1999. The genus Freycinetia (Pandanaceae) in New Guinea

(Part 2). Bot Jahrb Syst 121: 149–186.

Huynh KL. 2002. The genus Freycinetia (Pandanaceae) in New Guinea (Part 6). Candollea 57: 56–65.

Gaudichaud CB. 1824. Descriptions des quelques nouveaux genres des plantes. Ann Sci Nat 3: 508–512.

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill. Kam YK. 1971. Morphological studies in Pandanaceae III. Comparative

systematic foliar anatomy of Malayan Pandanus. Bot J Linn Soc

64: 315–351.

Lim LL, Stone BC. 1971. Notes on systematic foliar anatomy of the

Freycinetia (Pandanaceae). J Jap Bot 46: 207–271.

Martelli U. 1910. Nuove species in Freycinetia. Webbia 3:167–186. McDougall WB. 1927. Plant Ecology. London. Henry Kimpton 263.

!".-"!"

Metcalfe CR. 1960. Anatomy of the Monocotyledons.I. Gramineae. Oxford: Clarendon Press.

Metcalfe CR. 1961. The Anatomical approach to systematic. General Introduction with special reference to recent work on monocotyledons. Recent advances in Botany: 146-150. Toronto: University Pre

North CA, Willis AJ. 1970. Contributions to the anatomy of Freycinetia

species from the Solomon islands. Bot J Linn Soc 63: 69–80. Pasaribu N, Sinaga NI, Rifai MA. 2008. Pandan-pandanan

(Pandanaceae). Makalah dalam Lokakarya Nasional Herbarium.

Seminar dan Kongres PTTI KE-VIII. Cibinong Science Center, 21-23 Oktober 2008.

Ridley HN. 1907. Flora of Malay Peninsula. Monocotyledons Vol 5 London: L. Reeve.

Rohlf F. 2003. NTSYS. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. Version 2.1. Exeter Software New York. New York. Salisbury EJ. 1927. On the causes and ecological significance of stomatal

frequency with especial reference to the woodland flora. Phil

Trans R Soc 216: 1–65.

Solereder H, Meyer FJ. 1933. Pandanaceae in Systematische Anatomie der Monocotyledonen. Heft I: 28-50.

Stace CA. 1989. Plant Taxonomy and Biosystematic. 2nd ed. Australia: Cambridge University Press.

Stone BC. 1961. The genus Sararanga (Pandanaceae). Brittonia 13: 212–224

Stone BC. 1965. The genus Freycinetia in Fiji, Tonga and Samoa. Proc

Biol Soc Wash 78: 81–92.

Stone BC. 1967. Material for a Monograph of Freycinetia (Pandanaceae) I. Gardens, Bulletin, Singapore–XXII: 29–152

Stone BC. 1968. Morphological studies in Pandanaceae I. Staminodia and pistillodia of Pandanus and their hypothetical. Phytomorphology

18: 498-509

Stone BC. 1970. Malayan climbing pandans–the genus Freycinetia in Malaya. Malay Nat J 23: 44–91.

Stone BC. 1972a. A. Reconsideration of the Evolutionary Status of the Family Pandanaceae and its Significance in Monocotyledon Phylogeny. The Quart Rev Biol 47: 34–45.

!".."!"

Stone BC. 1972b. Materials for a monograph of Freycinetia Gaud

(Pandanaceae) XV. The Sumatran species. Fed Mus J 15: 203–

207.

Stone BC. 1974. Studies in Malesian Pandanaceae XIII. New and noteworthy Pandanaceae Papuasia. Contr. Herb. Australianse 4:7–40

Stone BC. 1975. On the biogeography of Pandanus (Pandanaceae). Compt. Rend. Sommaire Seances Soc Biogeogr 457: 67–90. Stone BC 1983. A guide to collecting Pandanacaeae (Pandanus,

Freycinetia, and Sararanga). Ann Missouri Bot Gard70: 137–

145.

Tomlinson PB. 1965. A study of stomatal structure in Pandanaceae.

Pacif Sci 19: 38–54.

Vogel EF de. 1987. Guidelines for the preparation of revisions. In: Vogel EF de, editor, Manual of Herbarium Taxonomy: Theory and

Practice. Indonesia. Unesco for Southeast Asia.

Warburg O 1900. Pandanaceae: 1–97 In Engler A Das Pflanzenreich.3

(IV.9). Leipzig.

Widjaja EA, Pasaribu N, Hidayat A. 2008. A new species of Freycinetia

(Pandanaceae) from Jambi, Sumatra, Indonesia. Reinwardtia 12

(5): 441–442.

!"&//"!"

D*,'*D,",(,+,')$*",'((,)V,'().*"!*",')

!,&,))E,L,!,')&*D#+!#$%$%)D#E#",')(,5,L)

Y#,#*-)./0)1&02.Z)

Nursal dan Wilda Khairuna

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 108-118)