• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dwi Suryanto, Afrida Yanti, Ika Wahyuni, dan Yunasfi Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 178-189)

Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Medan 20155. E-mail: yunasfijamhar@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian tentang jenis-jenis fungi dan bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp.

pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis fungi dan bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 jenis fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun A.

marina yang mengalami proses dekomposisi yang terdiri atas 8 genus,

yaitu Aspergillus (6 jenis), Arthirinium (1 jenis), Basipetospora (1 jenis),

Curvularia (1 jenis), Mucor (1 jenis), Penicillium (3 jenis),

Saccharomyces (1 jenis), dan 1 fungi tak teridentifikasi (sp.5). Jenis-jenis

bakteri yang diperoleh ada 24 jenis bakteri yaitu Bacillus (3 spesies),

Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2

spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),

Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies),

Corynebacterium (1 spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus

(1 spesies), Klebsiella (1 spesies), Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies),

Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies). Keanekaragaman

jenis fungi dan bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.

Kata kunci: Avicennia marina, bakteri, dekomposisi, fungi, diversitas, salinitas

!"&+&"!"

PENDAHULUAN

Mangrove merupakan hutan yang terdapat di kawasan pesisir yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis Hutan mengrove merupakan daerah yang memiliki arti penting, yang memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak hanya bermanfaat karena menghasilkan kayu, namun juga sebagai penyangga ekosistem laut maupun darat. Satu diantara beberapa manfaat keberadaan hutan mangrove adalah menyediakan sejumlah makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut (Nybakken 1993).

Di lingkungan perairan mangrove, keterlibatan mikroorganisme pengurai dalam ekosistem setempat jelas tidak dapat diabaikan (Efendi 1999). Fungi dan bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi yang berperan dalam mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur esensial seperti karbon, nitrogen, dan fosfor (Alongi 1994). Daun-daun mangrove sebagian dimakan oleh binatang-binatang darat, dan selebihnya jatuh ke laut dan merupakan penyumbang bahan organik yang sangat penting dalam rantai makanan. Daun-daun mangrove yang jatuh tersebut diuraikan oleh fungi dan bakteri menjadi substrat yang kaya protein (Amarangsinghe & Balasubramanian 1992). Menurut Sikong (1978) massa bakteri dan fungi bersama hasil penguraian menjadi makanan bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan invertebrata. Organisme pemakan detritus ini pada gilirannya akan dimakan oleh ikan-ikan dan crustacea lainnya.

Serasah yang jatuh akan mengalami dekomposisi yang melibatkan peran mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Dekomposisi akan berjalan lebih cepat jika ada mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dengan penambahan fungi pada serasah Avicennia marina diharapkan proses dekomposisi akan lebih cepat. Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara di sekitar kawasan mangrove dan kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas air, kandungan oksigen terlarut dalam air, kandungan hara organik dalam air dan lain-lain. Dalam proses dekomposisi, semua faktor baik faktor fisik, kimia, maupun biologis saling berinteraksi satu sama lain (Anderson & Swift 1983).

Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Salinitas air juga berperan penting dalam proses dekomposisi serasah. Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (0/00). Kandungan utama dari air laut dibentuk oleh ion Na+ dan Cl-

!"&+'"!"

Semakin tinggi tingkat salinitas, semakin sedikit mikroorganisme yang mampu beradaptasi dan dapat bertahan hidup. Menurut Muslimin (1996), mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia seperti tekanan hidrostatik, sinar, pH, salinitas dan suhu. Salah satu respons mikroorganisme terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi.

Hutan mangrove di kawasan desa Sicanang, Belawan merupakan salah satu kawasan yang banyak didominasi oleh jenis vegatasi A. marina

. Penelitian tentang jenis-jenis fungi dan bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah A. marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas masih sangat terbatas. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh aplikasi fungi yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu Aspergillus sp., Curvularia

sp., Penicillium sp., terhadap keanekaragaman jenis fungi dan bakteri yang berasosiasi pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas pada kawasan Desa Sicanang.

CARA KERJA

Isolasi Fungi dan Bakteri dari Serasah yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi

Serasah setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvularia sp.,

Penicillium sp., yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15, 30,

45, 60, 75, 95 dan 105 hari diambil dari lapangan dan ditimbang masing- masing sebanyak 10 g, dihaluskan secara aseptis, dimasukkan ke dalam labu erlenmenyer 250 ml, kemudian dibuat suspensi dengan cara menambahkan air yang berasal dari lingkungan serasah sampai mencapai volume 100 ml. Pengenceran suspensi dilakukan sampai 10-2 untuk isolasi fungi pada media potato dextrose agar (PDA) dan sampai 10-6 untuk isolasi bakteri pada media nutrient agar (NA) dengan metode cawan sebar.

Identifikasi Fungi

Masing-masing jenis fungi yang telah diperoleh, dikultur tunggal pada media PDA dan diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi makroskopis dilakukan setiap hari selama 7 hari dengan mengamati warna spora, permukaan atas dan permukaan bawah, serta diameter koloni. Untuk identifikasi dilakukan pengamatan dengan metode block square. Pengamatan hifa, konidia, bentuk spora, dan warna spora dilakukan di bawah mikroskop cahaya. Data hasil pengamatan diidentifikasi dan dicocokkan dengan menggunakan buku dari Pitt & Hocking (1997) dan Gandjar et al ( 1999).

!"&+("!"

Identifikasi Bakteri

Sifat fisiologi bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut: reaksi gram dengan pewarnaan. Pewarnaan gram ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Bakteri bersifat Gram (+) jika berwarna ungu sedangkan Gram (-) jika bakteri berwarna merah. Kemudian berdasarkan kemampuan bakteri memproduksi katalase, melakukan hidrolisis gelatin, melakukan hidrolisis pati,

motilitas bakteri, kemampuan dalam penggunaan gula dan

memfermentasikannya dan memilki kemampuan dalam menggunakan sitrat. Data hasil pengamatan diidentifikasi dengan menggunakan buku

Bergey’s Manual of Determinate Bacteriology (Holt et al 1994).

Pengamatan Keanekaragaman dan Populasi Fungi serta Bakteri

Pengamatan dilakukan terhadap jenis, populasi, dan frekuensi kolonisasi fungi dan bakteri dari masing-masing sampel. Dari data yang diperoleh dilakukan perhitungan terhadap indeks keanekaragaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi yang dilakukan terhadap serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicilllium sp., pada beberapa tingkat salinitas di

desa Sicanang diperoleh 15 jenis fungi dan 24 jenis bakteri. Kehadiran jenis fungi dan bakteri pada salinitas 0-10 ppt menunjukkan jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan salinitas 10-20 dan 20-30 ppt (Tabel 1.). Hal menunjukkan bahwa setiap mikroorganisme memiliki kisaran toleransi terhadap salinitas. Salinitas 0-10 ppt merupakan lingkungan yang mendukung fungi dan bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Aksornkoae (1993) salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan mikroorganisme. Menurut Mallin et al

(2000), dan Langenheders (2005) bahwa bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan mikroorganisme. Tingginya tingkat salinitas merupakan faktor pembatas yang mengontrol jumlah jenis fungi dan bakteri dan menyebabkan rendahnya tingkat aktivitas mikroorganisme akibat terjadinya shock osmotic atau toksik.

Fungi sangat berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun. Peningkatan jumlah populasi ini juga disebabkan oleh peranan makrobentos. Kelimpahan makrobentos dapat mempercepat proses dekomposisi. Menurut Hogart (1999) keberadaan makrobentos dapat mempercepat proses dekomposisi serasah daun mangrove. Menurut Macnae (1968) makrobentos terlebih dahulu mencacah daun menjadi

!"&+)"!"

ukuran yang lebih kecil dan selanjutnya proses dekomposisi dilanjutkan oleh mikroorganisme.

Hutan mangrove merupakan tempat berkembangnya komunitas mikroorganisme. Keberadaan fungi dan bakteri di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Lima belas jenis fungi dan 24 jenis bakteri yang didapat diduga berperan terhadap proses

dekomposisi serasah daun A. marina. Menurut Affandi (2000), hasil

karakterisasi dan identifikasi fungi dari serasah daun tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah, didapatkan 30 strain jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah, terdiri dari 7 genus masing-masing Aspergillus (10 jenis), Penicillium (4 jenis),

Paecilomyces (2 jenis), Trichoderma (10 jenis), Ghocladiurn (2 jenis),

Gonatobotryum (1 jenis), dan Syncephalastrum (1 jenis). Dari hasil

isolasi serasah daun A. marina ditemukan beberapa genus berbeda yaitu genus Aspergillus (6 jenis), Penicillium (3 jenis), Arthirinium (1 jenis),

Basipetospora (1 jenis), Curvularia (1 jenis), Mucor (1 jenis),

Saccharomyces (1 jenis), dan 1 fungi tak teridentifikasi (sp.5) diduga

karena dikhususkan pada serasah daun A. marina sedangkan hasil isolasi dari serasah daun tumbuhan secara umum ditemukan sebanyak 7 genus.

Tabel 1:

Kehadiran Fungi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina pada Kontrol dan Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas

Mikroorganisme Jenis fungi Kehadiran

Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt Fungi Aspergillus flavus - 9 9 9

Mucor sp. - 9 9 9 Aspergillus sp 5. - 9 9 9 Aspergillus tereus - 9 9 9 Sp 5 - 9 9 9 Penicillium sp 6. - 9 - - Aspergillus sp 6. - 9 9 9 Aspergillus niger 9 9 9 9 Aspergillus sp 7. - 9 9 9 Penicillium sp 7. - 9 9 9 Arthriniumphaeospermum - 9 9 9 Basipetospora halophila - 9 9 9 Curvularia sp. 9 9 9 - Penicillium sp 3. 9 9 9 - Saccharomyces sp. 9 9 9 9 Bakteri Planococcus sp. 1 9 9 9 9 Planococcus sp. 2 9 9 9 9 Bacillus sp. 1 9 9 9 Pseudomonas sp. 9 9 9 Mycobacterium sp. 9 9 -

!"&+*"!"

Mikroorganisme Jenis fungi Kehadiran

Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt Corynebacterium sp. 9 9 9 Bacillus sp. 2 9 9 - Sporosarcina sp. 4 9 9 9 9 Caulobacter sp. 9 9 9 Flavobacterium sp. 9 9 9 Staphylococcus sp. 9 9 9 Escherichiacoli 9 9 9 Klebsiella sp. 9 9 9 Aeromonas sp. 9 9 9 Sporosarcina sp. 1 9 9 9 - Basillus sp. 3 9 9 - Neisseria sp. 9 - 9 Acinetobacter sp. 9 9 9 Pleisomonas sp. 9 9 9 Brevibacterium sp. 9 9 9 Micrococcus sp. 1 9 - 9 Yersinia sp. 9 9 - Micrococcus sp. 2 9 9 - Sporosarcina sp. 2 9 9 9 9

Feliatra (2001) menemukan 7 isolat bakteri yang mampu

menguraikan daun mangrove di daerah laut Dumai, yaitu

Neisseria sp., Yersinia sp., Pleisomanas sp., Bacillus sp., Staphylococcus

sp., Corynebacterium sp., dan Acinetobacter sp. Penelitian yang

dilakukan oleh D’Costa et al (2004) pada komonitas mangrove di India

ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas,

Erwinia, Beijerinckia, Micobacterium, Rhodococcus, Serratia,

Staphylococcus dan Xhantomonas. Selanjutnya dalam penelitian

Wijiyono (2009) berhasil mengisolasi 16 jenis bakteri dari serasah daun

Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa

tingkat salinitas di Perairan Teluk Tapian Nauli, diantaranya Bacillus,

Micrococcus, Planococcus, Mycobacterium, Flavobacterium, Aeromonas

dan Escherichia coli. Kolm et al (2002) menemukan E. coli pada serasah

mangrove di Perairan Estuaria Brazil pada salinitas 1-33 ppt.

Jumlah jenis fungi dan bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. jauh lebih besar dibandingkan dengan kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi (Gambar 1.). Tingginya jumlah jenis fungi dan bakteri pada tingkat salinitas ini mungkin disebabkan karena salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt pada kawasan pesisir mangrove mirip dengan kondisi air tawar (perairan payau). Penurunan jumlah jenis fungi pada tingkat salinitas 20-30 ppt karena hanya sebagian kecil yang mampu bertahan hidup pada salinitas yang lebih tinggi. Menurut Solic & Krstulovic (1992); Hrenovic et al

!"&++"!"

(2003) bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan mikroorganisme.

Meningkatnya jumlah populasi fungi dan bakteri pada proses dekomposisi serasah setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas (Gambar 2) dibandingkan dengan kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi mungkin disebabkan oleh kayanya nutrisi yang terdapat pada serasah daun akibat peranan dari fungi yang diaplikasikan sehingga mendukung pertumbuhan dari fungi dan bakteri yang lain. Peranan fungi yang diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Menurut Alexander (1977) genus Aspergillus, Penicillium, Curvularia dan beberapa genus

lainnya seperti Trichoderma, Pseudomonas, Phanerochaeta,

Cellulomonas, dan Thermospora merupakan fungi perombak bahan

organik yang mengurai sisa-sisa tanaman khususnya yang mengandung hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selanjutnya menurut Bell (1974) fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memilki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah. " " " " " " " " " "

Gambar 1. Grafik Jumlah Rata-Rata Jenis Fungi (A) dan Jenis Bakteri (B) Setelah Aplikasi Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas

!"&+,"!" " " " " " " " " " " " " " " "

Gambar 2: Grafik Perbandingan Jumlah Fungi (A) dan Sel Bakteri (B) Setelah Aplikasi Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas

Perbedaan tingkat salinitas berpengaruh terhadap indeks keanekaragaman fungi dan bakteri (Tabel 2). Nilai rata-rata Indeks Shannon untuk keanekaragaman jenis fungi dan bakteri pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas dengan aplikasi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicilium sp. berkisar dari rendah sampai sedang.

Pada aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 20-30 ppt didapatkan nilai indeks keanekaragaman fungi paling besar yaitu 1,94, sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 10-20 ppt didapatkan nilai indeks keanekaragaman bakteri paling besar yaitu 1,84. Hal Ini karena jumlah koloni rata-rata fungi dan bakteri yang diperoleh lebih merata dibandingkan dengan jumlah koloni rata-rata fungi dan bakteri pada aplikasi fungi lain di setiap salinitas.

!"&+-"!"

Tabel 2:

Perbandingan Indeks Keanekaragaman (H’) Jenis Fungi dan Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas

Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Menurut Odum (1971) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis cenderung rendah dalam suatu ekosistem yang secara fisik terkendali, yaitu ekosistem yang dipengaruhi oleh faktor pembatas fitokimia yang kuat salah satunya adalah salinitas. Menurut Magurran (1987) makin stabil suatu iklim, meliputi suhu, kelembaban, salinitas dan pH dalam suatu lingkungan akan mempengruhi derajat naik turunnya suatu indeks keanekaragaman.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dibiayai melalui Hibah Strategis Nasional, DP2M, DIKTI.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi M. 2000. Diversitas dan visualisasi karakter jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah di lingkungan

mangrove. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Airlangga. Surabaya.

Aksornkoae S. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok. Thailand.

Alexander M. 1977. Introduction to soil Mycrobiology. 2nd Ed. New York: Jhon Wiley and Sons.

Salinitas (ppt) Perlakuan H’ fungi H’ bakteri

0-10 Kontrol 1,82 1,19 Aspergillus sp. 1,38 1,58 Curvularia sp. 1,91 1,54 Penicillium sp. 1,46 1,35 10-20 Kontrol 2,17 2,03 Aspergillus sp. 1,29 1,83 Curvularia sp. 1,19 1,54 Penicillium sp. 1,48 1,84 20-30 Kontrol 1,56 1,69 Aspergillus sp. 1,40 1,28 Curvularia sp. 1,46 1,33 Penicillium sp. 1,94 1,65

!"&+."!"

Alongi DM. 1994. The Role of bacteria in nutrient recycling in tropical mangrove and other coastal benthic ecosystems. Hydrobiologia

285: 19-32.

Amarashinge M, Balasubramanian D. 1992. Net primary productivity of

two mangrove forest stand on the Norwestern Coast of Srilanka.

inDevelopments in hydrobiology: The ecology of mangrove

and related ecosystem. Netherland: Kluwerts Academic

Publisher. p. 41 – 47.

Anderson JM, Swift MJ. 1983. Decomposition in tropical forest. in

Tropical rain forest: Ecology and management. Special

Publication No. 2. Eds. Sutton L, Whitmore TC, Chadwick AC. The British Ecological Society. Oxford: Blackwell Scientific Publication. p. 287-309.

Bell MK, Dickinson CH. 1974. Decomposition of herbaceus litter.

Biology of Plant Litter Decomposition 1: 37-67.

Efendi I. 1999. Pengantar Mikrobiologi Laut. Pekanbaru: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.

Feliatra. 2001. Isolasi dan identifikasi bakteri heterotrof yang terdapat pada daun mangrove (Avicennia sp. dan Sonneratia sp.) dari kawasan Stasiun Kelautan Dumai. Jurnal Nature Indonesia 3(2): 104-112.

Gandjar I, Robert AS, Karin T, Oetari A, Santoso I. 1999. Pengenalan

kapang tropik umum. Depok: Yayasan Obor Indonesia.

Hogart P J. 1999. The biology of mangrove. Oxford University Press. New York.

Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s

Manual of Determinative Bacteriology. Baltimore: Williams &

Wilkins.

Hrenovic J, Damir V, Bozidar S. 2003. Influence of nutrients and salinity on heterotrophic and coliform bacteria in the Shallow, Karstic Zrmanja Estuary (Eastern Adriatic Sea). Cevre Dergisi (46): 29- 37.

Kolm HE, Schcoememberger MF, Piemonte MR, Souza PA, Sculli GS, Mucciato MB, Mazzuco R. 2002. Spatial variation of bacteria in surface waters of Paranagua and Antonina Bays. Curitiba Mar

45: 1-14.

Langenheders ME. 2005. Fundamentals of the fungi. Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall. Englewood.

!"&,/"!"

Macnae W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forest in The Indowest-Pasific Region. Adv Mar Biol 6: 73-270.

Magurran AE. 1987. Ecological diversity and its measurement. London: Croom Helm.

Mallin MA, Williams KE, Esham EC, Lowe RP. 2000. Effect of human development on fungical water qualitative in coastal watershed.

Eco Appl 10: 1047-1056.

Muslimin LW. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. Pusat Studi

Lingkungan. Jakarta.

Nybakken JW. 1993. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Translated by Eidman, Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M, Sukarjo S.. Jakarta: PT Gramedia.

Odum EP. 1971. Fundamental of ecology. Tokyo: WB Saunders.

Pitt JI, Hocking AD. 1997. Fungi and food spoilage. Second edition. Cambridge: Great Britain at the University Press.

Sikong M. 1978. Peranan hutan mangrove sebagai tempat

asuhan berbagai jenis ikan dan crustacea. Prosiding Seminar

Ekosistem Mangrove. Jakarta. p. 106 – 108

Solic M, Krstulovic N. 1992. Separate and combined effects of solar radiation, temperature, salinity, and pH on the survival of faecal coliform in sea water. Mar Pollut Bull 24: 411-416.

Wijiyono. 2009. Keanekaragaman bakteri serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai

tingkat salinitas di Teluk Tapian Nauli. Tesis. PS S2 Biologi.

!"&,&"!"

!#E*'$%).,DE*"%)D%E%'#-%E%D)-#D,-),$,-)

$;+,E*",);E,",)&,-,+)+*'(L,+.,E)

!*"E;+.;L,').*.*",!,)5,+;")!,E#(*')

E,',+,')

Y*FC6BC8:</FG/,F;:</%@8C8BF<AC8;/4:;C658:/G5FD/'F5C@/

.=D:C5:/CF/&B@898C/.FD6/*<:BC/*:C@F?6B8;/!=B?8Z)

Dwi Suryanto, Netti Irawati, dan Erman Munir

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 178-189)