• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Jenis Burung

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 131-139)

Pindi Patana 1 , Onrizal 2 , dan Nina Tika Sari 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Jenis Burung

Berdasarkan hasil pengamatan di sungai Serapuh, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ditemui 20 spesies burung di kawasan hutan mangrove sungai Serapuh. Pengelompokkan berdasarkan famili terdiri dari 7 spesies dari famili Ardeidae (Ardea cinerea, A. purpurea, Bubulcus ibis, Casmerodius albus, Egretta intermedia, E. garzetta, Butorides

striatus), 2 spesies famili Ciconiidae (Mycteria cinerea dan Leptoptilos

javanicus), 3 spesies famili Accipitridae (Elanus caeruleus, Haliastur

Indus, Ichthyophaga humilis). Masing-masing 1 spesies dari famili

Dendrocygnidae (Dendrocygna javanicus), Rallidae (Amaurornis

phoenicurus), Scolopacidae (A. hypoleucos), laridae (Sterna hirundo),

Columbidae (Treron vernans), Alcedinidae (Todirhamphus chloris), Hirundinidae (Hirundo rustica), Artamidae (Artamus leucorynchus).

Tabel 3:

Status perlindungan Burung di Kawasan Mangrove Sungai Serapuh, Langkat

No. Nama

Lokal Nama Ilmiah Familia

STATUS Tipe burung UU IUCN CITES

1

Cangak

abu Ardea cinerea Ardeidae - LC 0 Non migran 2 Cangak merah Ardea purpurea Ardeidae - LC 0 Non migran

!"&&)"!"

No. Nama

Lokal Nama Ilmiah Familia

STATUS Tipe burung UU IUCN CITES

3

Kuntul

kerbau Bubulcus ibis Ardeidae ¥ LC 0

Non migran 4 Kuntul besar Casmerodius albus Ardeidae ¥ LC 0 Non migran 5 Kuntul perak Egretta intermedia Ardeidae ¥ LC 0 Non migran 6 Kuntul kecil Egretta garzetta Ardeidae ¥ LC 0 Non migran 7 Kokokan laut Butorides striatus Ardeidae - LC 0 Non migran 8 Bangau bluwok Mycteria

cinerea Ciconiidae ¥ VU App 1

Non migran 9 Bangau tongtong Leptoptilos javanicus Ciconiidae ¥ VU 0 Non migran 10 Belibis batu Dendrocygna javanica Dendrocygnidae - LC 0 Non migran 11 Elang tikus Elanus

caeruleus Accipitridae ¥ LC App 1

Non migran

12 Elang bondol

Haliastur

Indus Accipitridae ¥ LC App 1

Non migran

13 Elang- ikan kecil

Ichthyophaga

humilis Accipitridae ¥ NT App 1

Non migran 14 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae - LC 0 Non migran 15 Trinil pantai Actitis hypoleucos Scolopacidae - LC 0 Migran 16 Dara laut Sterna sp. Laridae ¥ LC 0 Non migran 17 Punai gading Treron vernans Columbidae - LC 0 Non migran 18 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Alcedinidae ¥ LC 0 Non migran 19 Layang- layang api Hirundo rustica Hirundinidae - LC 0 Non migran 20 Kekep babi Artamus leucorynchus Artamidae - LC 0 Non migran

Sumber: Observasi dan pengolahan data (2010)

Ket.: LC = Risiko rendah; NT = Hampir terancam; VU = Rentan; - = Tidak termasuk burung yang dilindungi; ¥ %XUXQJ \DQJ GLOLQGXQJL $SS Termasuk dalam Appendiks 1

Dari keseluruhan jenis burung yang ditemukan, hanya ada 1 spesies burung pantai migran yang sedang bertengger di tepi pantai. Burung migran ini dari spesies trinil pantai (A. hypoleucos) famili Scolopacidae. A. hypoleucos termasuk dalam spesies burung migran yang sering ditemukan. Burung ini kerap singgah di sepanjang Pantai Timur Sumatera Utara. Menurut Hidayat (2008) jenis burung migran yang sering dijumpai di Pantai Timur Sumut antara lain Cerek-cerekan

(Pluvialis spp.), Gajahan (Numenius spp.), Biru Laut (Limosa spp.), Trinil

!"&&*"!"

Burung-burung di sekitar sungai serapuh tersebar pada berbagai tipe penggunaan lahan, yaitu: kawasan bervegetasi, lahan kososng, pemukiman penduduk dan kawasan tambak. Selama pengamatan di lapangan terlihat jenis burung yang selalu dijumpai adalah anggota famili Ardeidae salah satunya adalah dari spesies Egretta sp.. Mereka merupakan burung air yang sering ditemukan di lokasi pengamatan dengan jumlah relatif lebih banyak dibandingkan burung air lain yang terdapat di lokasi pengamatan. Menurut (Wallace dan Mahan 1975,

dalam Elfidasari 2005), jenis burung air biasanya mencari makan di

daerah yang memiliki aliran air tenang dengan ketinggian air tidak lebih dari 30 cm.

Tabel 4:

Jumlah dan Jenis Burung di Kawasan Mangrove Sungai Serapuh, Langkat

No. Nama Indonesia Nama latin Lokasi temuan

KV LK PP KT Jumlah 1 Cangak abu Ardea cinerea 5 - - 1 6 2 Cangak merah Ardea purpurea 1 - - 1 2 3 Kuntul kerbau Bubulcus ibis 1 - - - 1 4 Kuntul besar Casmerodius albus 77 2 - 1 80 5 Kuntul perak Egretta intermedia 292 - 4 - 296 6 Kuntul kecil Egretta garzetta 124 - - - 124 7 Kokokan laut Butorides striatus 3 - 2 4 9 8 Bangau bluwok Mycteria cinerea 26 4 4 1 35 9 Bangau tongtong Leptoptilos javanicus 3 - - - 3 10 Belibis batu

Dendrocygna

javanica 5 - - - 5

11 Elang tikus Elanus caeruleus 7 - - - 7 12 Elang bondol Haliastur indus 17 - 1 - 18 13 Elang-ikan kecil Ichthyophaga humilis 65 - - - 65 14 Kareo padi

Amaurornis

phoenicurus 1 - - - 1

15 Trinil pantai Actitis hypoleucos* 2 - - - 2 16 Dara laut Sterna sp. 32 - 6 8 46 17 Punai gading Treron vernans 1 - - - 1 18 Cekakak sungai Todirhamphus chloris 6 - 1 2 9 19 Layang-layang api Hirundo rustica 340 - 3 2 345 20 Kekep babi Artamus leucorynchus 28 - - - 28

Jumlah Jenis 20 2 7 8 20

Jumlah Populasi 1036 6 21 20 1083 Rata-rata populasi 115,1 0,7 2,3 2,2 120,3 Rata-rata jenis 9,89 0,33 0,89 1,11

Keterangan: KV : Kawasan bervegetasi , LK: Lahan kosong, PP : Pemukiman penduduk, KT: Kawasan tambak

Indeks keragaman jenis burung pada kawasan bervegetasi relatif lebih besar dibanding 3 lokasi temuan lainnya, yakni sebesar 5,205. Keragaman jenis burung yang lebih tinggi disebabkan karena ketersediaan bahan makanan. Tersedianya bahan makanan bagi burung dapat mamancing berbagai macam jenis burung untuk bertengger dan

!"&&+"!"

mencari makanan di sekitar kawasan vegetasi di sungai Serapuh. Adanya berbagai macam makrozoobentos merupakan salah satu penyebab kedatangan burung migran untuk singgah dan mencari makan di lahan basah. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0,188 – 0,556, menurut Heddy dan Kurniati (1996) dalam Widodo (2005) pada nilai D>0,05 suatu jenis sudah dapat dikatakan melimpah. Nilai indeks keragaman jenis burung pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5:

Nilai Indeks Keragaman Jenis Burung di Berbagai Penggunaan Lahan Kawasan Mangrove Serapuh

Lokasi Temuan Kawasan Vegetasi Lahan Kosong Pemukiman Penduduk Kawasan Tambak Indeks Shanon Wienner 5,205 0 1,108 0,260

Indeks Perataan 3,771 0 0,803 0,188

Indeks Dominansi 0,217 0,556 0,188 0,236 Sumber : Observasi dan pengolahan data (2010)

Tingkat Kekritisan Mangrove Sungai Serapuh, Langkat

Berdasarkan total nilai skoring (TNS2), tingkat kekritisan lahan

mangrove di sungai Serapuh, Tanjung Pura termasuk kedalam kawasan mangrove yang memiliki kondisi rusak berat. Hal ini terlihat pada nilai TNS sebesar 170 menunjukkan nilai yang berada jauh dibawah nilai rata- rata untuk kondisi mangrove yang tidak rusak. Kondisi mangrove sungai Serapuh Tanjung Pura telah mengalami peningkatan kerusakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.

Tabel 6:

Hasil Penilaian untuk Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Mangrove Secara Terestris

No. Kriteria Bobot Skor penilaian 1. Tipe penutupan dan

penggunaan lahan (Tppl)

30 2 : hutan mangrove bercampur dengan penggunaan lahan non-vegetasi (pemukiman, tambak non-tumpang sari, dsb)

2. Jumlah Pohon/ha (N) 25 e. 1 : N < 1.000 pohon/ha N : 123 pohon/ha

3. Permudaan/ha (Np) 20 e. 1 : N < 2.000 semai/ha (F = 40%) N : 266 semai/ha

N < 1.000 pancang/ha (F = 60%) N : 100 pancang/ha

4. Lebar jalur hijau mangrove (L)

15 3 : 60% - 80% (130 x 5.5) = 715 = 7.15% 5. Tingkat Abrasi (A) 10 d. 2 : 3 - 5 m/tahun

!"&&,"!"

No. Kriteria Bobot Skor penilaian TNS2 = (Tppl x 30) + (N x 25) + (Np x 20) + (L x 15) + (A x 10)

TNS2 = (2 x 30) + (1 x 25) + (1 x 20) + (3 x 15) + (2 x 10)

= 170

Sumber: observasi dan pengolahan data (2010)

Kawasan mangrove Sungai Serapuh termasuk ke dalam hutan mangrove yang memiliki tipe penutupan dan penggunaan lahan (TPPL) bercampur dengan penggunaan lahan non-vegetasi (pemukiman, tambak non-tumpangsari). Jumlah pohon mangrove sebanyak 123 pohon/0,7 hektar dengan jumlah permudaan sebanyak 266 tanaman mangrove untuk tingkat semai, dan 100 tanaman mangrove untuk tingkat pancang. Nilai keragaman jenis vegetasi berkisar antara 0 sampai dengan 0,011 untuk tingkat pohon, dengan di dominasi oleh tanaman mangrove jenis A.

marrina yang terdapat disepanjang titik stasiun yang menuju muara

sungai Serapuh. Untuk tanaman mangrove di tingkat permudaan, yakni semai dan pancang masing-masing memiliki keragaman jenis mulai dari 0 sampai 0,867 dan 0 sampai 1,284 (data analisis vegetasi dapat terlihat pada lampiran 2).

Kawasan mangrove Sungai Serapuh memiliki lebar jalur hijau mangrove (L) antara 60% - 80% dari lebar minimum yang disyaratkan agar fungsi perlindungan dapat berjalan dengan baik. Hal ini mengakibatkan laju abrasi yang cukup tinggi (3-5 m/tahun) pada kawasan mangrove tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan Onrizal (2010), bahwa kerusakan mangrove di Pesisir Timur Sumatera Utara telah menyebabkan meningkatnya abrasi pantai, dan sekaligus mengakibatkan penurunan keanekaragaman dan volume hasil tangkap nelayan pesisir. Data analisis vegetasi di kawasan mangrove Sungai Serapuh menunjukkan bahwa luasan habitat burung pantai telah berkurang. Hal ini terbukti dengan berkurangnya vegetasi dan jalur hijau mangrove di wilayah tersebut.

Kehadiran burung pantai migran di kawasan mangrove sungai Serapuh dapat dijadikan indikator baik tidaknya mangrove. Tingkat kekritisan lahan mangrove di sungai Serapuh mengindikasikan bahwa perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi untuk memulihkan fungsi kawasan hutan tersebut. Kawasan tersebut perlu diperhatikan karena merupakan salah satu jalur migrasi burung migran yang sekaligus daerah penting bagi burung untuk kawasan mangrove Tanjung Pura Langkat. Wetlands (2008), menyatakan bahwa jalur migrasi burung meliputi daerah pesisir Sumatera Utara yang dekat dengan perbatasan Aceh, Belawan menuju ke arah timur Sumatera.

Keadaan mangrove yang telah berkurang dari luasan sebelumnya serta dibukanya jalur hijau untuk areal dan penggunaan lainnya akan mempengaruhi jenis burung yang singgah di kawasan tersebut. Menurut

!"&&-"!"

Onrizal et al. (2009), kerusakan hutan mangrove di pantai timur Sumatera Utara berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap (65,7% jenis ikan menjadi langka/sulit didapat, dan 27,5% jenis ikan menjadi hilang/tidak pernah lagi tertangkap).

Menurut MacKinnon, Phillips van Ballen (tanpa tahun), mangrove merupakan habitat penting bagi sebagian besar kelompok burung air serta beberapa jenis burung daratan. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah dan jenis burung daratan dan burung air yang hidup menetap di kawasan mangrove Langkat. Bagi burung pemakan ikan, seperti kelompok burung kuntul (Egretta spp.), mangrove menyediakan tempat untuk beristirahat serta sumber makanan yang berlimpah. Namun mangrove sungai Serapuh tidak menyediakan pakan yang disukai oleh burung migran yang melintasi pesisir sungainya.

A. hypoleucos dijumpai pada muara Sungai Serapuh yang

berdekatan dengan pemukiman penduduk dan vegetasi A. marrina

dengan substrat berupa pasir. Onrizal et al., (2009), menyatakan bahwa pada tegakan A. marrina yang memiliki kerapatan rendah, memiliki kelimpahan makrozoobenthos yang tinggi terutama dari kelas gastropoda. Dan apabila semakin tinggi kandungan pasir maka kandungan makrozoobenthos akan meningkat.

Burung air spesies lainnya banyak ditemukan adalah pada daerah bervegetasi dibandingkan dengan 3 lokasi temuan lainnya yaitu lahan kosong, pemukiman penduduk dan kawasan tambak. Hal ini menunjukkan bahwa pada kawasan bervegetasi merupakan kawasan yang menyediakan pakan yang sesuai bagi keseluruhan jenis burung air penetap yang mendiami kawasan mangrove Sungai Serapuh. Perhatian terhadap habitat burung pantai migran sangat diperlukan untuk menciptakan terjaminnya keseimbangan ekosistem perairan pantai. Kondisi di atas menunjukkan perlunya berbagai upaya untuk merehabilitasi kawasan mangrove Sungai Serapuh, sehingga ketersediaan pakan burung migran seperti adanya makrozoobenthos dan ikan-ikan kecil tercukupi sepanjang musim migrasi. Selain itu, kondisi hutan mangrove yang baik bukan hanya berdampak ekologis tapi juga sosial ekonomi masyarakat pesisir. Kerjasama berbagai stakeholder terkait merupakan salah satu kunci dalam mengurai permasalahan di sekitar kawasan hutan mangrove Sungai serapuh.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II. 2006. Hasil Inventarisasi dan Identifikpasi Mangrove BPDAS Seminar Barumun dan SWP

!"&&."!"

Departemen Kehutanan. 2008. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi SumateraUtara.http://www.dephut.go.id/Halaman/Pdf/Infprop/Inf sumut.Pdf. [10 Des 2008].

Elfidasari, D. 2005. Pengaruh perbedaan lokasi mencari makan terhadap keragaman mangsa tiga jenis kuntul di cagar alam Pulau dua serang: Casmerodius albus, Egretta garzetta, Bubulcus ibis.

MAKARA, SAINS, 9 (1): 7-12

Hidayat, AR. 2008. Ada Burung Migran Di Pesisir Timur Sumatera. http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/15/14454744/. [15 Sept 2008].

Howes, J., D. Bakewell. and Y.R. Noor., 2003. Panduan Studi Burung

Pantai. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.

MacKinnon.J., Karen Phillips and Bas van Balen, Tanpa tahun. Burung- burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk

Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam). Puslitbang Biologi-

LIPI dan Birdlife International-Idonesia Programme. Bogor. Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur

Sumatera Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia

6(2): 163-172.

Onrizal., Simarmata, F., dan H. Wahyunigsih. 2009. Keanekaragaman Makrozoobenthos pada Hutan mangrove yang Direhabilitasi di Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Natur Indonesia. 11(2): April 2009 : 94-103

Wetlands. 2008. Kemitraan untuk Konservasi Burung Air Bermigrasi dan Pemanfaatan Habitatnya secara Berkelanjutan di Jalur Terbang Asia Timur – Australasia. http://www.eaaflyway.net/documents/ Indonesian/Partnership-document.pdf. [26 Nov 2008 23:23:09 GMT].

!"&'/"!"

,',-%$%$)D*D*",.,E,')F%-#(*'*E%D)E,',+,')

D*+.,'()E*-,'()Y%,&(3"&)/(#"')(#)/-[Z)

.*"&,$,"D,')+,"D*")+#-*D;-*")(*')".S-)

&',)D-#"#!-,$)Y$E;&%).%#%'F#"+,E%DZ)

Suparman

1

dan Abdul Rasyid Tolangara

2

1

Mahasiswa Program Magister Biologi Sel & Molekuler, SITH-ITB, Bandung.Email : parker_ok@yahoo.com.

2

Staf Pengajar Prodi Pendidikan Biologi, FKIP-Universitas Khairun, Ternate

Abstrak

Analisis Filogenetik Tanaman Clitoria ternatea L. (Kembang Telang) berdasarkan gen rbcL penyandi enzim rubisco (ribulosa-1,5- bifosfat karboksilase/oksigenase) yang diambil dari genebank NCBI menunjukan posisi Clitoria ternatea berada dalam satu klada dengan tanaman Centrosema virginianum, kedua tanaman ini secara taksonomi merupakan satu subtribe yakni Clitoriinae, tribe Phaseoleae. Pohon filogenetik yang dibentuk dari 29 spesies dengan metode Maximum Parsimony (MP) menggunakan software MEGA (Moleculer Evolutionary Genetics Analysis) 5 Beta memperlihatkan pohon yang monofiletik dari subfamilia Papilionoideae, dengan diuji bootstrap 1000x menunjukan konsistensi subfamilia tersebut yang berasal dari satu garis nenek moyang yang sama.

Kata kunci: Analisis filogenetik, Kembang Telang, Clitoria ternatea, rbcL, rubisco.

PENDAHULUAN

Kembang Telang (Cliotria ternatea L.) adalah tumbuhan asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan di bidang pengobatan tradisional. Beberapa penelitian menunjukan kandungan antioksidan, anti inflammatory, analgesic, epilepsi, meningkatkan daya ingat, anti diabetes, anti mikroba, anti asma, anti piretik, dan anti depresant dari C. ternatea

dengan berbagai percobaan yang berbeda (Kumar Gufta, et al,. 2010). Tanaman yang merupakan herba perenial ini berasal dari daerah Asia tropis (Gomez & Kalamani, 2003), sumber lain dalam Website www.archive.org menuliskan bahwa biji tanaman ini pertama dibawa ke Inggris dari Pulau Ternate, kepulauan Maluku (Anonim, 2010). Nama ilmiah untuk penunjuk jenis tanaman ini diambil dari nama Pulau Ternate tersebut, yakni Clitoria ternatea L (Kumar Gufta, et al,. 2010). Clitoria

!"&'&"!"

familia Leguminosae, subfamilia Papilionoideae, tribe Phaseoleae dan subtribe Clitoriinae (Morris J.B, 2009). Dinamakan Kembang Telang karena bunganya yang berwarna biru telang dalam bahasa Jawa, telang dalam bahasa sunda. Website Zipecodezoo.com menamakan Cliotiria

ternatea dengan berbagai nama lainnya (synonim) diantaranya yakni

Clitoria albiflora Mattei, C. coelestris Siebert & Voss, C.parviflora Raf,

C. pilosula Benth. dan C. spectabilis Forsk, dengan puluhan nama lokal

dalam bahsa inggris (Zipecodezoo.com, 2010).

Secara filogenetik molekuler belum ada pembahasan yang menunjukan pengelompokan secara rinci posisi tanaman Kembang Telang dari spesies lainnya yang satu takson terdekat. Penggunaan penanda molekular sebagai dasar pembuatan filogeni memberikan data lebih akurat dari penanda morfologi dan fisiology yang cenderung labil (Hidayat, et al. 2008), oleh karena itu peneliti memanfaatkan penanda molekular pada rekonstruksi filogeni tumbuhan. Penanda molekuler yang telah disetujui oleh Consortium Barcode of life (CBOL) salah satunya ialah gen rbcL (ribulosa-1,5-biphosfat Carboxylase/oxsygenase) yakni gen pengkode Rubisko large subunit (CBOL. 2009). Gen ini merupakan gen lestari moderat yang berada di kloroplast yang dapat membedakan tiap janis dari tumbuhan. Gen rbcL secara umum telah digunakan oleh para peneliti dalam analisis filogenetic molekuler (Asahina, Haruka, et al. 2010).

Sampai penelitian ini dilakukan, penelitian filogenetik dengan marker molekuler gen rbcL pada familia Fabaceae telah banyak dilakukan, tetapi belum ada peneliti yang secara khusus memfokuskan pada penempatan posisi tanaman Clitoria ternatea L. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kekerabatan filogenetik tanaman Kembang Telang (Clitoria ternatea L) dari tanaman lainnya berdasarkan gen rbcL yang tersedia di genebank NCBI. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber masukan dalam taksonomi tumbuhan.

Dalam dokumen Beberapa Metode Uji Biologis Untuk Menil (Halaman 131-139)