• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Sosial Ekonomi

Dalam dokumen Prosiding pagi 2019 (Halaman 134-138)

Karakteristik sosial ekonomi responden di Kelurahan Panyula dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan rumahatangga dan pekerjaan alternatif responden, sebagai berikut: Rata-rata umur responden adalah 43 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden berada pada usia produktif.

Tingkat pendidikan nelayan di Kelurahan Panyula tergolong rendah, hal ini terlihat dari 88,0% responden berpendidikan SD dan bahkan tidak sekolah. Tingkat pengetahuan ibu rumahtangga tentang gizi dan pangan juga rendah (94,0 %). Responden umumnya memiliki pengalaman yang sudah lama dalam melakukan aktifitas menangkap ikan yaitu lebih dari 17,98 tahun (58 %). Bagi responden yang memiliki pengalaman sebagai nelayan yang masih kurang cenderung lebih terbuka dalam menerima dan menyerap inovasi, hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman yang dimiliki dalam aktivitas sebagai penangkap ikan. Jumlah anggota rumahtangga termasuk kategori tinggi ( ≥ 3 orang) yakni 44 responden (88,0%).

Rata–rata pendapatan nelayan adalah Rp.2.456.200 /bulan. Hal ini berarti pendapatan rumahtangga responden di Kelurahan Panyula berada pada kategori rendah karena lebih rendah dari UMR Kabupaten Bone (Rp 2.860.000;), Selanjutnya 38 orang (76 %) yang memiliki pekerjaan alternatif.

Rosada et al. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Pada Agroekosistem Wilayah Pesisir

118 | P r o s i d i n g S e m l o k n a s V P A G I - F A P E R T A U N A N D 2 0 1 9

Tabel 2. Karakteristik sosial ekonomi responden di kelurahan Panyula, kecamatan Tanete Riattang Timur, kabupaten Bone provinsi Sulawesi Selatan, 2019

No. Uraian Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1. Umur (thn) ≤ 43 tahun > 43 tahun 39 11 78,0 22,0 2. Pengetahuan Rendah Tinggi 47 3 94,0 6,0 2. Pendidikan TS - SD SMP – SMA 44 6 88,0 12,0 3. Pengalaman (thn) < 17,98 ≥ 17,98 21 29 42,0 58,0 4. Jumlah Anggota Rumahtangga < 3 (Kecil) > 3 (Besar) 6 44 12,0 88,0 5. Pendapatan Rumahtangga < 2.456.200 > 2.456.200 28 22 56,0 44,0 6. Pekerjaan Alternatif Ada Tidak ada 38 12 76,0 24.0

Sumber: Analisis Data Primer, 2019

3.2. Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan sebagai indikator ketahanan pangan rumahtangga. Rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tinggi menunjukkan tingkat kesejahteraan lebih rendah daripada rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan rendah. Semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan berarti bahwa semakin kurang sejahtera rumahtangga tersebut. Sebaliknya semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Purwantini dan Ariani, 2008).

Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran rumahtangga responden untuk kebutuhan pangan setiap hari sebesar Rp 23.211.

Berdasarkan data pada Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa pengeluaran pangan rumahtangga responden terdiri atas pengeluaran pangan utama, pengeluaran pangan lainnya dan pengeluaran non pangan. Hasil penelitian menemukan bahwa pengeluaran kebutuhan pangan rumahtangga sebesar Rp 23.211/hari dan Rp 696.319/bulan, terdiri atas pengeluaran untuk konsumsi pangan utama (beras, ubi dan jagung) menempati porsi yang terbesar dari seluruh pengeluaran kebutuhan untuk pangan, selanjutnya porsi terbesar kedua adalah pengeluaran untuk konsumsi lauk pauk (ikan, telur, tempe, tahu, daging) dan pengeluaran untuk konsumsi sayur dan buah-buahan menempati porsi terbesar ketiga dan keempat. Hasil penelitian juga menemukan bahwa tidak ada satupun responden yang mengalokasikan pendapatannya untuk mengkonsumsi susu. Hal ini mengindikasikan bahwa responden masih terbatas dalam memenuhi

kebutuhan terhadap pangan “Empat Sehat Lima Sempurna”. Persentase pengeluaran rumahtangga terbesar adalah pada pengeluaran untuk kebutuhan pangan utama (65,43 %) dan kebutuhan untuk pangan lainnya sebesar (9,01 %) dibanding pengeluaran untuk non pangan hanya sebesar 25,56 % dari total pengeluaran rumahtangga.

Tabel 3. Pengeluaran pangan rumahtangga responden menurut kategori di kelurahan Panyula, 2019.

No Pengeluaran Pangan Rumahtangga (Rp/hari) Kriteria Responden Persentase (%) 1. 2. < Rp 23.211 ≥ Rp 23.211 Rendah Tinggi 29 21 58,00 42,00 Jumlah 50 100,00 Rata-rata Pengeluaran RT (Rp/hari) Rp 23.211

Sumber: Analisis data primer, 2019

Tabel 4. Pengeluaran rumahtangga responden di kelurahan Panyula, 2019.

Sumber: Analisis Data Primer, 2019

Rendahnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga nelayan sehingga mengakibatkan rumah tangga nelayan tidak mampu mengalokasikan pengeluaran pangannya untuk memenuhi kecukupan gizi rumah tangga. Senada dengan hasil penelitian Herdiana (2009) yang menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga berpengaruh nyata terhadap tingkat ketahanan pangan rumahtangga.

3.3. Ketahanan Pangan Rumahtangga

Ketahanan pangan adalah situasi di mana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, di mana rumah tangga tidak berisiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut (Hanani, 2009). Ketahanan pangan rumah tangga adalah salah satu jenjang yang penting karena meskipun suatu wilayah

Rata-rata (Rp/hari) Rata-rata (Rp/bulan) Pengeluaran Pangan a. Pangan Utama 12.575 377.25 b. Lauk Pauk 5.838 175.144 c. Sayuran 3.31 99.3 d. Buah-buahan 1.488 44.625 e. Susu 0 0 2 Jumlah Pengeluaran Pangan 696.319 65,43 3 Pengeluaran Pangan lainnya 95.91 9,01 4 Pengeluaran Non Pangan 272 25,56 1.064.229 100,00 Total Pengeluaran Persentase (%) No Jenis Pengeluaran Rumahtangga Rata-rata Pengeluaran 1 23.211

Rosada et al. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Pada Agroekosistem Wilayah Pesisir P r o s i d i n g S e m l o k n a s V P A G I - F A P E R T A U N A N D 2 0 1 9 | 119 No Uraian Rata-rata Konsumsi (g/hari) Rata-rata Konsumsi Pangan per orang (g/orang/ hari)* Standar Kebutuhan Pangan (g/org/hari) 1 Makanan pokok 95,16 285,47 500 2 Lauk pauk 56,80 170,40 200 3 Sayuran 30,16 90,48 150 4 Buah-buahan 14,58 43,74 200 5 Susu 0 0 25

terkategori tahan pangan, belum tentu ketahanan pangan menjangkau hingga level rumah tangga (Ariani et al., 2007). Menurut Saragih (2004), hal ini dikarenakan ketahanan pangan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu availability (ketersediaan) dan accessibility (keterjangkauan). Status ketahanan pangan rumahtangga dianalisis dengan menggunakan Skor Diversifikasi Pangan (SDP), (Hardinsyah, 2012). SDP dihitung berdasarkan Mutu Konsumsi Pangan (MKP) dengan menggunakan skor konsumsi aktual rumahtangga terhadap jumlah pangan yang dibutuhkan per unit konsumsi (UK) pada masing – masing kelompok pangan. Kriteria penilaian ketahanan pangan rumahtangga dinilai berdasarkan nilai Skor Diversifikasi Pangan. Tabel 5. Rata-rata konsumsi pangan pada rumahtangga responden di kelurahan Panyula, Kabupaten Bone, 2019.

Sumber : Analisis Data Primer, 2018Keterangan : * Rata-rata jumlah anggota rumahtangga : 3 orang. Tabel 6. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga responden di kelurahan Panyula, Kabupaten Bone, 2019 No Kriteria Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1. Tidak Tahan Pangan

(Skor SDP < 5) 49 98,00 2. Tahan Pangan (Skor

SDP > 5) 1 2,00 Jumlah 50 100,00

Sumber: Analisis Data Primer, 2019.

Berdasarkan Tabel 6 nampak bahwa status ketahanan pangan rumahtangga di Kelurahan Panyula sebagian besar berada pada kategori “tidak tahan pangan” yaitu sebanyak 49 rumahtangga dengan persentase (98,0 %), dan hanya 1 rumahtangga yang termasuk kategori “tahan pangan” dengan persentase (2,0 ). Hal ini mengindikasikan bahwa rendahnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga nelayan sehingga mengakibatkan rumah tangga nelayan tidak mampu mengalokasikan pengeluaran pangannya untuk memenuhi kecukupan gizi rumah tangga.

Relevan dengan pandangan ini, ketahanan pangan bagi rumah tangga nelayan menjadi sulit

terjadi, bila aksesnya terhadap pangan (access to

food) bagi nelayan tersebut dalam kondisi yang

rendah, khususnya dari sisi akses ekonomi seperti pendapatan, kesempatan kerja, dan harga pangan. Bahkan sangat dimungkinkan, nelayan juga tidak hanya lemah pada akses pangan, tetapi ketidakpastian dalam kecukupan pangan (food

sufficient) dan jaminan pangan (food security)

serta keberlanjutan pangan (food sustainability).

SIMPULAN

Dari hasil penelitian terhadap rumahtangga pada agroekosistem pesisir di Kelurahan Panyula, KecamatanTanete Riattang Timur, Kabupaten Bone, disimpulkan sebagai berikut :

1. Karakteristik sosial dan ekonomi rumahtangga responden adalah : 78,0 % memiliki umur produktif (≤ 43 tahun) ; 94 % tingkat pengetahuan ibu rumahtangga tentang gizi dan pangan rendah; 88% tingkat pendidikan rendah; 58 % memiliki pengalaman yang tinggi (≥ 17,90 thn); 56 % memiliki pendapatn rendah (< dari UMR Kabupaten Bone) dan 76,0 % memiliki pekerjaan alternatif.

2. Jumlah pengeluaran kebutuhan pangan rumahtangga sebesar Rp 23.211/hari dan Rp 696.319/bulan.

3. Persentase pengeluaran rumahtangga untuk kebutuhan pangan (pangan utama dan pangan lainnya) lebih besar yaitu 74,44 %, dibandingkan dengan kebutuhan non pangan yaitu hanya sebesar 25,56 % dari total pengeluaran rumahtangga.

4. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga berdasarkan mutu konsumsi pangan pada agroekosistem pesisir di Kelurahan Panyula berada pada kategori “tidak tahan pangan”.

UCAPAN TERIMAKSIH

Ucapan terimakasih kepada Direktur Jenderal Riset dan Teknologi (Ristek) yang telah memberi bantuan dana penelitian melalui Skim Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) tahun anggaran 2019/2020.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M., Saliem, H.P. Hardono, G.S. & Purwantini, T.B. (2007). Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan Barat, dan Jawa Timur. Bogor: Departemen Pertanian.

BPS (2018). Kabupaten Bone dalam Angka. Watampone: Badan Pusat Statistik; Kabupaten Bone.

Hanani (2009). Pengertian Ketahanan Pangan. Retrieved from http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/ files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf

Rosada et al. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga Pada Agroekosistem Wilayah Pesisir

120 | P r o s i d i n g S e m l o k n a s V P A G I - F A P E R T A U N A N D 2 0 1 9

Hardinsyah (2012). Kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Jurnal Gizi dan Pangan, 7(1), 27.

Herdiana (2009). Analisis Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi, Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Purwantini, T.B. & Ariani, M. (2008). Pola

Pengeluaran Konsumsi Pangan Pada Rumah Tangga Petani Padi. Jurnal Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan:

Rahim & Hastuti (2007). Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Saragih, B. (2004). Mengatasi Masalah Gizi dan

Pangan di Indonesia dengan Pendekatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Siswanto (2008). Kemiskinan dan Perlawanan Kaum Nelayan. Malang: Laksbang Mediatama.

Nugrahani et al. Pengaruh Perendaman GA3 pada Viabilitas dan Germinasi TSS var. Trisula

P r o s i d i n g S e m l o k n a s V P A G I - F A P E R T A U N A N D 2 0 1 9 | 121

Pengaruh Perendaman GA

3

pada Viabilitas dan Germinasi Benih True

Dalam dokumen Prosiding pagi 2019 (Halaman 134-138)