• Tidak ada hasil yang ditemukan

IRRADIASI UV/H 2 O 2 DAN ELEKTROKOAGULASI Galuh Yuliani*), Ratna Agustiningsih, Nur Fitriah Rachmi, Budiman Anwar

HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi pH

Optimasi pH dilakukan untuk memperoleh kondisi pH optimum pada proses koagulasi dan flokulasi. Pengaruh pH terhadap kondisi pengolahan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengurangan Absorbansi pada

Optimasi pH

Gambar 3 menunjukkan % penurunan absorbansi larutan limbah akibat adanya variasi pH. Dapat disimpulkan bahwa pH 6 dan pH 8 memiliki pengurangan absorbansi yang paling besar. Selanjutnya, pH 8 dipilih sebagai pH

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 % P e ng ur a ng a n A bs o r ba ns i pH

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

151 optimum karena pH awal limbah yang sangat

tinggi (pH = 13,85), sehingga membutuhkan larutan asam dalam jumlah yang sangat banyak untuk menurunkan pH menjadi 6. Penurunan absorbansi pada pH >9 dapat disebabkan karena pada pH >9 mulai terjadi pembentukan ion aluminat (AlOH4-) terlarut, yang tidak berikatan

dengan partikel koloid, sehingga mereduksi efisiensi pengurangan absorbansi pada sampel.

Gambar 4. pH Sebelum dan Setelah Koagulasi-

Flokulasi

Pada penggunaan PAC sebagai koagulan, pH air hasil pengolahan tidak mengalami penurunan pH yang signifikan (gambar 4).

Optimasi Dosis Koagulan

Optimasi dosis koagulan dilakukan untuk mengetahui dosis optimum koagulan PAC yang dibutuhkan dalam mengendapkan koloid pada limbah model industri pulp dan kertas.Grafik hasil optimasi dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pengurangan Absorbansi Pada

Variasi Dosis Koagulan

Semakin besar dosis koagulan yang ditambahkan semakin besar pula pengurangan absorbansinya. Penggunaan dosis koagulan 900 ppm dan dosis 700 ppm menghasilkan pengurangan absorbansi yang paling tinggi, yaitu sekitar 80,11% dan 70,82%. Pada

penelitian ini digunakan dosis 700 ppm sebagai dosis optimum sebagai upaya untuk mengurangi penambahan bahan kimia dalam limbah yang berpengaruh pada lumpur kimia yang dihasilkan (Rastogi, 2012)

Optimasi Dosis Flokulan

Optimasi dosis flokulan bertujuan untuk mengetahui dosis optimum flokulan yang dibutuhkan untuk membantu proses pengendapan flok yang telah terbentuk oleh koagulan PAC. Grafik hasil optimasi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik Optimasi Dosis Flokulan

Berdasarkan data pada grafik variasi dosis kitosan, dosis 60 ppm merupakan dosis yang paling tinggi pengurangan absorbansinya dibandingkan dengan dosis yang lain yaitu sekitar 54,26%. oleh karena itu, pada penelitian ini dosis 60 ppm sebagai dosis flokulan yang digunakan.

Pada dosis 60 ppm, diduga jumlah flokulan yang diperlukan untuk membentuk jembatan antar-partikel dengan flok yang terbentuk dari koagulasi berada dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan variasi dosis yang lain, sehingga pengurangan absorbansi paling besar.

Optimasi Kecepatan Pengadukan Koagulan

Optimasi kecepatan pengadukan koagulan dilakukan untuk mengetahui kecepatan optimum yang diperlukan oleh koagulan untuk bertumbukan dan membentuk flok dalam limbah (Gambar 7). Ditunjukkan bahwa pengurangan absorbansi yang paling tinggi terjadi pada kecepatan pengadukan 130 rpm dengan pengurangan absorbansi sebesar 62,55%.

Pada kondisi ini, PAC memiliki kecepatan yang cukup untuk berinteraksi secara maksimal dengan partikel-partikel koloid tanpa mengalami pemecahan kembali flok yang telah terbentuk. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 % P e ng ur a ng a n A bs o r ba ns i Konsentrasi PAC (ppm) 0 10 20 30 40 50 60 0 20 40 60 80 % P e ng ur a ng a n A bs o r ba ns i Konsentrasi Kitosan (ppm)

152

hv

Gambar 7. Grafik Optimasi Kecepatan

Pengadukan Koagulan

Penurunan absorbansi terjadi pada kecepatan pengadukan koagulan pada 140 rpm yaitu sebesar 60,71%. Pada kondisi ini, kecepatan pengadukan koagulan ini terlalu besar sehingga terjadi pemecahan kembali flok yang telah terbentuk.

Optimasi Kecepatan Pengadukan Flokulan

Optimasi kecepatan pengadukan flokulan dilakukan untuk mengetahui kecepatan optimum yang diperlukan oleh flokulan untuk bertumbukan dan membentuk jembatan antar partikel dengan partikel-partikel koloid yang terstabilisasi (Gambar 8). Pengurangan absorbansi paling tinggi diperoleh pada kecepatan pengadukan 40 rpm denganpengurangan absorbansi sebesar 67,81%.

Pada kecepatan ini, diduga polimer flokulan dapat membentuk jembatan antar partikel dengan partikel-partikel koloid yang telah terdestabilisasi tanpa mengalami pemecahan flok kembali dan terjadi restabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid yang telah terikat oleh polimer flokulan akan segera mengendap ketika proses pengadukan dihentikan.

Gambar 8.Grafik Optimasi Kecepatan

Pengadukan Flokulan

Irradiasi UV/H2O2

Hidrogen peroksida yang dibutuhkan untuk membentuk suatu radikal reaktif yang dapat mengubah polutan organik menjadi suatu spesi yang lebih pendek ikatannya atau mengakibatkan terjadi mineralisasi pada senyawa organik yang masih terkandung dalam limbah hasil pengolahan koagulasi-flokulasi.

Pada Gambar 9, diperlihatkan pengaruh dari variasi dosis hidrogen peroksida terhadap absorbansi larutan limbah pada panjang gelombang 350 nm – 550 nm.

Gambar 9. Grafik Hasil Optimasi Dosis

Hidrogen Peroksida Kemungkingan reaksi yang terjadi yaitu :

H2O2 HO∙ + HO∙(1)

OH∙ + PhX HOPhX∙(2)

Reaksi (1) merupakan rekasi inisiasi hidrogen peroksida akibat adanya energi dari sinar UV yang dipancarkan membentuk 2 molekul radikal hidroksi. Radikal hidroksi ini menyerang ikatan-π(phi) pada senyawa organik, sehingga membentuk radikal HOPhX. Contoh pembentukan radikal HOPhX yaitu :

Pada penelitian ini digunakan dosis hidrogen peroksida sebesar 25mmolL-1 , karena pemakaian

hidrogen peroksida yang minimal dapat mencegah terakumulasinya residu peroksida dalam air limbah yang berbahaya bagi lingkungan. 0 10 20 30 40 50 60 70 100 110 120 130 140 150 % P e ng ur a ng a n A bs o r ba ns i Kecepatan Pengadukan (rpm) 56 58 60 62 64 66 68 70 10 20 30 40 50 60 % P e ng ur a ng a n A bs o r ba ns i Kecepatan Pengadukan (rpm)

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

153

Gambar 10. Grafik optimasi waktu irradiasi

UV/25 mmol/L H2O2.

Pada pemilihan waktu irradiasi optimum, terlihat bahwa waktu irradiasi 1 hari mengakibatkan penurunan absorbansi larutan limbah yang paling baik (Gambar 10).

Aplikasi dan Analisis

Tahap aplikasi dilakukan untuk mengetahui kinerja kombinasi metode koagulasi-flokulasi dan irradiasi UV/H2O2 pada kondisi pengolahan

optimum. Profil limbah sebelum dan setelah pengolahan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.Profil Limbah Sebelum dan Setelah

Pengolahan

Tabel 3.1 menunjukkan penurunan turbiditas limbah dengan efisiensi sebesar 72 % dan penurunan absorbansi sebesar 71 %, dan penurunan COD 38 % setelah digunakankombinasi metode koagulasi-flokulasi dan irradiasi UV/H2O2. Nilai efesiensi penurunan

COD yang masih rendah ini karena senyawa organik pada limbah hanya mengalami fragmentasi menjadi spesi-spesi yang lebih kecil, sehingga masih menyumbang terhadap nilai COD.

Metode Elektrokoagulasi

Sel elektrokoagulasi dirakit mengguna- kan alumunium sebagai sacrificial electrode. Sel elektrokoagulasi dirancang bersesuaian dengan wadah yang akan digunakan dan mudah untuk digunakan. Alumunium dibagi menjadi tiga

bagian dan disusun secara paralel agar elektroda yang digunakan tidak mudah rusak atau habis.

Pada penelitian ini, parameter proses elektrokoagulasi yang dibuat tetap adalah jarak elektroda (1,5 cm)dan bahan elektroda (alumunium). Proses elektrokoagulasi dilakukan pada sistem batch dengan pengadukan (stirer). Proses elektrokoagulasi berlangsung seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Proses Elektrokoagulasi

Holt [13] menggambarkan proses elektrokoagulasi yang kompleks dan saling bergantung. Nampak jelas bahwa koagulan dan produk hidrolisisnya memiliki sejumlah interaksi dengan polutan, spesi ionik lainnya, atau gelembung gas elektrolit pada sel elektrokoagulasi (Gambar 12).

Gambar 12. Interaksi yang Terjadi Pada Sel

Elektrokoagulasi [13]

Saat proses elektrokoagulasi terbentuk gelembung-gelembung gas yang dihasilkan di katoda. Selain itu, di permukaan terlihat adanya padatan berbentuk busa dan setelah proses elektrokoagulasi berlangsung terdapat endapan di dasar reaktor. Interaksi antara gelembung gas (hidrogen) dan polutan akan membawa polutan naik ke atas (flotasi) yang akan menghasilkan flok yang stabil di permukaan. Pada anoda, akan terjadi oksidasi yang menghasilkan produk ion Al3+ yang berinteraksi bebas dengan polutan dan

memungkinkan terjadinya hidrolisis yang membentuk alumunium hidroksida yang

154

merupakan koagulan lalu mengendap bersama polutan. Oleh karena itulah terbentuk endapan di dasar reaktor.

Proses elektrokoagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini, diuji pengaruh dari faktor-faktor tersebut diantaranya pH, waktu elektrolisis, konsentrasi NaCl, dan tegangan.

Pada kondisi asam dan basa, alumunium

sebagai sacrificial electrode mengalami reaksi sebagai berikut.

1. Pada kondisi asam :

Al → Al3+ +3e(R-1)

Al3+ +3H

2O → Al(OH)3+3H+ (R-9)

Kondisi optimum untuk larutan metilen biru yang didapat pada penelitian ini adalah pada nilai pH 6 atau pada kondisi asam. Zaied [14] mengatakan bahwa pada kondisi asam, Al(OH)3

yang baru saja terbentuk mempunyai luas permukaan yang besar sehingga berguna untuk proses adsorpsi cepat dari komponen senyawa organik yang mudah larut dan juga menjebak partikel-partikel koloid sehingga warna dapat tereduksi lebih banyak.

2. Pada kondisi basa :

Al → Al3+ +3e (R-1)

3H2O + 3e−→ (3/2)H2(g) + 3OH− (R-2)

2Al + 6H2O + 2OH−→ 2Al(OH)4−+3H2(R-10)

Pembentukan ion Al(OH)4− pada kondisi

basa tidak berkontribusi terhadap pengurangan warna dan COD [7]. Ion ini memiliki performa koagulasi yang buruk [11].

Garam yang paling umum digunakan pada proses elektrokoagulasi adalah NaCl karena garam ini memiliki efisiensi yang tinggi, harga yang ekonomis, dan dampak terhadap lingkungan yang rendah. [15,16]. Hasil spenelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi NaCl maka semakin tinggi pula presentase penghilangan warna. Kehadiran NaCl dapat mengubah kelistrikan dan selain itu ketika klorida hadir dalam larutan maka produk yang dihasilkan dari reaksi anodik (pelepasan anodik) adalah Cl2 dan OCl-. NaCl

dapat meningkatkan konduktivitas pada proses elektrokoagulasi. Konduktivitas larutan mempengaruhi efisiensi arus, tegangan, dan konsumsi energi listrik.

Ion OCl- merupakan oksidan kuat dan

mampu mengoksidasi molekul-molekul organik yang ada pada sampel. Dengan begitu, elektrolit pendukung tidak hanya dapat meningkatkan konduktivitas akan tetapi dapat juga berperan

sebagai agen pengoksidasi [7, 17]. Adapun reaksi dari pembentukan Cl2 dan OCl- adalah sebagai

berikut . 2Cl- ↔ Cl 2 + 2e- (R-11) 2H2O ↔ O2 + 4H+ + 4e- (R-12) Cl2 + H2O ↔ HClO + H+ + Cl- (R-13) HClO ↔ ClO- + H+ (R-14)

Feng, et.al.[18] dalam Zayas, et.al.[19] mendemonstrasikan bahwa spesi aktif klorin dalam larutan bergantung pada pH larutan. Pada pH<7, HClO mendominasi dimana ion hipoklorit mendominasi pada pH>7.

Tegangan yang diberikan pada elektroda adalah salah satu parameter penting yang paling berpengaruh terhadap kinerja dan faktor ekonomi dari proses elektrokoagulasi. Tegangan yang diberikan mempengaruhi efisiensi arus. Semakin meningkat arus yang diberikan, maka akan meningkatkan dan mempercepat disolusi alumunium, lebih banyak ion Al3+ yang

dilepaskan oleh elektroda maka lebih banyak jumlah koagulan yang akan dilepaskan sehingga lebih banyak jumlah polutan yang terendapkan. Selain itu juga, pembentukan gelembung gas akan meningkatkan polutan yang dihilangkan [20,21]. Pembentukan gelembung gas yang meningkat karena meningkatnya arus mempengaruhi efisiensi proses karena terjadi penurunan ukuran gelembung gas sehingga meningkatkan upwards flux sehingga lebih banyak polutan yang terbawa keatas [22].

Ozyonar F., et.al.[23] mengatakan bahwa ketika arus yang diberikan rendah, maka dosis ion-ion logam yang merupakan agen pendestabilisasi tidak sesuai untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan suspensi sehingga penghilangan polutannya rendah.

Proses Elektrokoagulasi Pada Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas

Pengaruh variasi pH terhadap proses elektrokoagulasi pada limbah cair industri pulp dan kertas ditunjukkan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Tegangan yang digunakan pada proses ini adalah 2 V. Power supply yang digunakan menunjukkan tegangan maksimum yang dapat diberikan terhadap sel elektrokoagulasi berada pada nilai 2 V.

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

155 Gambar 13. Grafik pengaruh pH terhadap

presentase penghilangan absorbansi dan waktu elektrolisis pada limbah cair industri pulp dan

kertas

Gambar 14. Grafik pengaruh pH terhadap

presentase penghilangan COD dan waktu elektrolisis pada limbah cair industri pulp dan

kertas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada limbah cair industri pulp dan kertas presentase penghilangan warna paling tinggi berada pada pH 7 dengan presentase penghilangan absorbansi sebesar 92,5% dengan waktu elektrolisis 40 menit dan nilai presentase penghilangan COD paling tinggi sebesar 83,53% pada pH 8 dengan waktu elektrolisis 40 menit.

Pada pH 8 nilai presentase penghilangan absorbansi sebesar 91,3%, tidak jauh berbeda dengan nilai presentase pada pH 7. Akan tetapi, presentase penghilangan COD lebih tinggi pada nilai pH 8. Dengan alasan tersebut, pH 8 dipilih menjadi pH yang optimum untuk aplikasi sel elektrokoagulasi terhadap limbah. COD

(Chemical Oxygen Demand) merupakan indikator dari tingkat polusi dalam limbah. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar senyawa organik maupun anorganik yang berkontribusi terhadap penurunan kadar polutan juga warna pada limbah cair industri pulp dan kertas.

Pada penelitian ini, kondisi optimum proses elektrokoagulasi terhadap limbah cair

industri pulp dan kertas adalah pada pH = 8, konsentrasi NaCl = 600 ppm, tegangan = 2 V, dan waktu elektrolisis = 40 menit dengan presentase penghilangan absorbansi sebesar 91,3% dan presentase penghilangan COD sebesar 83,53%.

Adapun karakteristik limbah cair industri pulp dan kertas sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakterisitik Limbah Sebelum dan

Setelah Proses Elektrokoagulasi

Parameter Sebelum

Proses

Setelah Proses

Warna Coklat Pekat Kekuningan

pH 8 10

COD 3400 ppm 560 ppm

Absorbansi 0,783 0,068

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kombinasi pengolahan koagulasi-flokulasi dan irradiasi UV/H2O2 dan elektrokoagulasi

dapat digunakan pada model limbah cair industri pulp dan kertas.

2. Kondisi optimum pengolahan limbah cair model industri pulp dan kertas dengan metode koagulasi-flokulasi dan irradiasi UV/H2O2

yaitu pH 8, dosis koagulan PAC 700 ppm, dosis kitosan 60 ppm,kecepatan pengadukan koagulan 130 rpm, kecepatan pengadukan flokulan 40 rpm, waktu irradiasi UV 1 hari dan dosis hidrogen peroksida 25 mmolL-1.

Pada kondisi ini, absorbansi limbah mengalami penurunan sebesar 71%, Turbiditas limbah berkurang sebesar 72,4%, dan COD limbah berkurang sebesar 38,23%. 3. Pada metode elektrokoagulasi, diperoleh

penghilangan warna limbah cair sebesar 91,31% dan COD sebesar 83,53% dengan waktu elektrolisis 40 menit, pH larutan 8, tegangan 2 V dan konsentrasi NaCl 600 ppm. 4. Metode elektrokoagulasi menunjukkan

efisiensi pengolahan yang lebih baik dibandingkan metode koagulasi-flokulasi dan irradiasi UV/H2O2. Selain itu, pada metode

elektrokoagulasi dihasilkan limbah lumpur yang lebih sedikit. Selanjutnya, diperlukan kajian ekonomis untuk membandingkan kedua metode secara lebih komprehensif. 88 89 90 91 92 93 94 95 5 6 7 8 9 % pe ng hi la ng a n a bs o r ba ns i pH 55 65 75 85 95 5 6 7 8 9 % pe ng hi la ng a n a bs o r ba ns i pH

156

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas skema hibang bersaing dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Nomor 3463/UN40/PL/2013. Penulis juga mengucapkan terima kasih terhadap Ibu Hana laboran Laboratorium Riset Kimia Material dan Pangan UPI dan Pak Ishak laboran Laboratorium Kimia Dasar dan Analitik UPI atas bantuan dan kerja samanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

REFERENSI

[1] BARR, CHRISTOPHER, “Profits on Paper: The Political-Economy of Fiber and Finance in Indonesia’s Pulp and Paper Industries” in C. Barr, Banking on Sustainability: Structural Adjustment and Forestry Reform in Post-Suharto Indonesia, Center for International Forestry Research (CIFOR) and WWF Macroeconomic Program Office, Washington, DC, (2001).

[2] KUMAR, ET.AL., Treatment of Paper and Pulp Mill Effluent by Coagulation.

International Journal of Civil and Environmental Engineering. 3(3) ,(2011). [3] CARTER, H.A. The Chemistry of Paper

Preservation : Part 2. The Yellowing of Paper and Conservation Bleaching.

Journal of Chemical Education. 73 (11), 1068, (1996).

[4] P. SINGH AND A. SINGH,

Physiochemical characteristics of the distillery effluent and its chemical treatment, Journal. Nat. Sci. Technol. 3, 205-208, (2004).

[5] RASTOGI, AKANKSHA & VIR SINGH, Pulp And Paper Mill Wastewater Treatment: Using A Cost Effective And Affordable Method”. International Journal of Sustainable Development and Green Economics (IJSDGE),

ISSN.No.2315-4721, Vol-1 Iss-1. (2012). [6] RODRIGUES, ANGELA CLAUDIA, ET.

AL. Treatment of Paper Pulp dan Paper Mill Wastewater by Coagulation- Flocculation Followed by Heterogeneous Photocatalysis, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry194 : 1– 10, (2008).

[7] KALYANI, K.S.P,

BALASUBRAMANIAN, N., SRINIVASAKANNAN, C.

Decolorization and COD reduction of paper industrial effluent using electro- coagulation. Chemical Engineering Journal. 151, 97-104, (2009).

[8] MOLLAH, ET.AL. Electrocoagulation (EC) – science and applications, Journal of Hazardous Materials. B84, 29-41, (2001).

[9] UGURLU, ET.AL. The removal of lignin and phenol from paper mill effluents by electrocoagulation.. Journal of Environmental Management. 22, 52-61, (2007).

[10] PUTERO S.H., KUSNANTO,

YUSRIYANI. Pengaruh Tegangan dan Waktu Pada Pengolahan Limbah Radioaktif yang Mengandung Sr-90

Menggunakan Metode Elektrokoagulasi.Prosiding Seminar

Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Bandung, 5 Nopember 2008. (2008). [11] VEPSӓLӓINEN, MIKKO.

Electrocoagulation in the treatment of industrial water and wastewater. Disertasi Doktor Sains (Teknologi) pada Department of Chemistry University of Jyväskylä, Finland, (2012)..

[12] MOHSIN, YULIANTO. Alumunium.

Situs Kimia Indonesia [Online], halaman 1. Tersedia : http://www.chem-is- try.org/tabel_periodik/alumunium/. [20 Desember 2013]. (2006).

[13] HOLT, PETER. Electrocoagulation : Unravelling and Synthesising The Mechamisms Behind a Water Treatment Process. Tesis pada Departemen of Chemical Engineering University of Sydney, (2002).

[14] ZAIED, M., BELLAKHAL, N.,

Electrocoagulation Treatment of Black Liquor from Paper Industry. Journal of Hazardous Materials. 163, 995-1000, (2009).

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

157 [15] BOROSKI, ET.AL. The Effect of

Operational Parameters on Electrocoagulation-flotation Process Followed by Photocatalysis Applied to the Decontamination of Water Effluents from Cellulose and Paper Factories. Journal of Hazardous Materials. 160. 135-141, (2008).

[16] SHANKAR, ET.AL. Removal of Lignin from Wastewater through Electrocoagulation. World Journal of Environmental Engineering. 1 (2), 16-20, (2013).

[17] EL-ASHTOUKHY, E.-S.Z., AMIN, N.K., AND ABDELWAHAB, O. Treatment of paper mill effluents in a batch-stirred electrochemical tank reactor. Chemical Engineering Journal, (2008).

[18] FENG, Y., SMITH, D.W. BOLTON, J.R. Photolysis of Aqueous Free Chlorine Species (HOCl and OCl-)

with 254 nm Ultraviolet Light,Engineering and Sciences. 6 (3), 277-284, (2007).

[19] ZAYAS, T., PICAZO, M., DAN

SALGADO, L. Removal of Organic Matter from Paper Mill Effluent by Electrochemical Oxidation., Journal of Water Resource and Protection. 3. 32-40, (2011).

[20] BAZRAFSHAN, ET.AL., Slaughterhouse Wastewater Treatment by Combined Chemical Coagulation and Electrocoagulation Process. PloS ONE 7(6), (2012).

[21] ESSADKI,ET.AL.Electrocoagulation/elec troflotation in an external-loop airlift reactor-application to the decolorization of textile dye wastewater : a case study.

Chemical Engineering Process. 47, 1211- 1223, (2008).

[22] KOBYA, M., TANER CAN, O., DAN BAYRAMOGLU, M., Treatment of Textile Wastewater by Electrocoagulation Using Iron and Alumunium Electrodes,

Journal of Hazardous Materials. B100, 163-178, (2003).

[23] OZYONAR, F., KARAGOZOGLU, B., Operating Cost Analysis and Treatment of

Domestic Wastewater by Electrocoagulation Using Alumunium Electrodes, Polish Journal of Environmental Study. 20 (1), 173-179, (2011).

[24] MAMERI, ET.AL. “eflouridation of septentrional Sahara water of North Africa by electrocoagulation process using bipolar alumunium electrodes, Water Research 32 (5), 1604-1612, (1998).

158

STUDI CALON TAPAK DISPOSAL LIMBAH RADIOAKTIF OPERASI PLTN DI