• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN a Kuantitas Tanah

Perubahan Berat Badan Tikus

HASIL DAN PEMBAHASAN a Kuantitas Tanah

Komposisi sampah yang didapatkan dari kegiatan pengeboran menunjukkan bahwa persentase tanah sangat mendominasi dibandingkan dengan komposisi sampah jenis lainnya. yaitu rata-rata 55,71% (dalam persen berat) (Putra dkk, 2015). Seperti yang disampaikan pada sub bab terdahulu, hampir 80% sampah yang masuk ke TPA Piyungan, Bantul adalah sampah organik. Sehingga dengan waktu pengurugan 15-20 tahun, sampah-sampah tersebut telah terdegradasi menjadi tanah. Namun, belum diketahui secara pasti berapa kuantitas tanah yang akan dihasilkan.

Proses pengambilan sampel menggunakan Spindle Stroke, akan didapatkan sampah terdegradasi sesuai kedalamannya per satuan meter (Gambar 1). Luas zona I mencapai 4 Ha (40.000 m2), pada umumnya 70% dari luasan akan digunakan sebagai lahan urug (28.000 m2), dan sisanya untuk sarana prasarana penunjang (12.000 m2). Tabel 1 menunjukkan ketinggian tanah didalam lubang yang digunakan sebagai titik sampling. Kuantitas tanah didapatkan dari hasil perkalian tinggi tanah di setiap meter sampling dengan luas area pengurugan.

.

Gambar 1. Sampel sampah terdegradasi, a). Sampel dalam plastik sampel sesuai kedalamannya masing-masing; (b). Sampel yang telah dipilah sesuai komposisi sampah

Tabel 1 menunjukkan bahwa lokasi sampling A memiliki kuantitas tanah yang lebih banyak dibandingkan lokasi B, yaitu 7,48 meter di lokasi A dan 6,28 meter di lokasi B. Secara total pengeboran dilakukan hingga 13 meter, sisanya merupakan komposisi sampah jenis lainnya. Sehingga total tanah yang dihasilkan dari zona 1 diprediksi mencapai 175.950,47 m3.

Tabel 1. Kuantitas tanah hasil degradasi sampah di Zona 1 TPA Piyungan, Bantul Yogyakarta Tinggi tanah (m) per

kedalaman sampling

Lokasi Sampling Rata-rata ketinggian tanah (m) Volume tanah (m3) A (m) B (m) 1 0,54 0,40 6,28 175.950,47 2 0,46 0,51 3 0,64 0,44 4 0,53 0,52 5 0,73 0,51 6 0,64 0,40 7 0,84 0,00 8 0,60 0,39 9 0,53 0,23 10 0,39 0,50 11 0,42 0,43 12 0,44 0,47 13 0,71 0,28 Total 7,48 5,09

b. Analisis Ukuran Butiran

Pengujian analisis ukuran butiran dilakukan dengan dua cara yaitu analisis tanah berbutir kasar yang saringan bertujuan untuk mengetahui persentase ukuran butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan 200. Sedangkan analisis berbutir halus yang diuji dengan hidrometer.

Tabel 2. Hasil uji saringan dan hidrometer

N

o Lokasi

Kedalaman (m)

Klasifikasi Tanah ASTM D 422-72 Pasir Sedang (mm) Pasir Halus (mm) Lanau (mm) Lempung (mm) Lempung Koloid (mm) 2 0,42 0,075 0,005 0,001 1 A 5 63,74% 34,58% 0,84% 0,84% 0% 10 66,70% 31,91% 0,70% 0,70% 0% 13 69,61% 23,35% 3,52% 3,52% 0% 2 B 5 56,93% 38,17% 2,45% 2,45% 0% 10 59,91% 30,79% 4,65% 4,65% 0% 13 59,10% 35,91% 2,50% 2,50% 0%

Sampel menunjukkan hasil bahwa persentase pasir sedang dan pasir halus lebih dominan dibandingkan dengan lanau dan lempung. Jika diamati secara kasat mata pasir hasil degradasi pada TPA Piyungan lebih mirip dengan tanah humus, karena warnanya hitam pekat dan sedikit gembur. Persentase yang hampir sama juga didapatkan oleh Kurniasari dkk (2014) sebesar 50% didominasi oleh pasir, sedangkan 31,94% tanah lanau dan clay/lempung hampir tidak ada. Secara teori hal ini tidak mungkin jika komponen utama hasil degradasi sampah yaitu berupa pasir, karena komponen sampah yang masuk ke TPA bukan pasir melainkan sampah organik dan anorganik. Pada proses pembusukan sampah bisa terjadi secara aerobik maupun anaerobik, aerobik menghasilkan humus, CO2, H2O sedangkan secara anaerobik menghasilkan lumpur,

CO2, CH4. Melalui pengujian ini dapat diketahui kategori tanah yang didapatkan termasuk

dalam kategori pasir sedang dan halus berdasarkan ukuran butirannya, bukan berdasarkan jenis tanahnya.

c. Berat Volume Tanah

Berat volume merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah, maka makin tinggi berat volumenya. Berat volume tanah yang baik berkisar antara 1,1-1,6 gr/cm3 namun ada juga yang <0,85 gr/cm3. Jika tanah memiliki berat volume tinggi bahkan

dapat mencapai >1,6gr/cm3 maka artinya tanah sangat keras sehingga sulit untuk meneruskan

Gambar 2. Nilai berat volume tanah pada dua lokasi sampling

Dengan berat volume tanah berkisar 1,2-1,3 gr/cm3 dapat diterapkan sebagai top soil atau

cover soil karena masih dapat meneruskan air yang masuk pada tanah yang berguna untuk tanaman diatasnya, dan juga masih baik untuk perkembangan akar tanaman. Selain itu memudahkan sirkulasi evaporasi air yang terkandung pada drainage layer.

d. Berat Jenis Tanah

Berat jenis tanah (granular specific) atau berat spesifik tanah adalah nilai perbandingan berat butiran tanah dengan berat air destilasi di udara dengan volume yang sama pada temperatur tertentu biasanya diambil pada suhu 26˚C. Menurut Hardiyatmo (1992), berat jenis tanah dibagi menjadi 7 kategori berikut: kerikil = 2,65-2,68; pasir = 2,65-2,68; lanau tak organik = 2,62-2,68; lempung organik = 2,58-2,65; lempung tak organik = 2,68-2,75; humus = 1,37; dan gambut = 1,25-1,80. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian lokasi A dan B di zona 1 TPA Piyungan, Bantul.

Tabel 3. Hasil pengujian berat jenis tanah

Lokasi Kedalaman

Berat Jenis (Gs) Jenis Tanah

(m) I 5 2,16 Humus 10 2,33 Humus 13 2,53 Humus II 5 2,09 Humus 10 2,06 Humus 13 2,51 Humus

Proses degradasi sampah di TPA Piyungan menghasilkan tanah jenis humus. Hal ini terlihat dari pembacaan berat jenis angka dari masing-masing sampel memberikan nilai rata- rata <2,68 (lempung tak organik) dan >1,25-1,80 (gambut). Selain dari berat jenis yang telah diuji, secara kasat mata warna dari tanah hasil degradasi ini agak kehitaman seperti ciri-ciri dari tanah humus.

e. Kadar Air Tanah

Gambar 3. Kadar air pada sampel di 2 lokasi sampling

Hasil uji berat jenis menunjukan bahwa sampel merupakan tanah humus, kemudian jika dihubungkan dengan kadar air dan gradasi butiran maka tanah hasil degradasi ini sangat cocok digunakan sebagai tanah penutup/urug permukaan (final cover) serata pada lapisan under drain

air infiltrasi ± 20 cm karena jenis tanah berupa tanah hitam agak berpasir dan kadar air yang baik untuk tanah dengan peruntukan tanaman tidak melebihi 50% sesuai dengan standar kualitas kompos yang ditetapkan SNI 19-7030-2004. Fungsi air pada tanah adalah untuk melarutkan hara-hara pada tanah sehingga dapat digunakan oleh tanaman atau tumbuhan. Akan tetapi kadar air yang tinggi pada tanah dapat mengakibatkan hara-hara tersebut tercuci sehingga tidak dapat diserap oleh tumbuhan.

f. Uji Proctor

Pada uji Proctor, tanah dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder bervolume 933,06 cm3 dengan diameter 10,12cm. Selama percobaan, cetakan tersebut direkatkan pada sebuah plat dasar dan di atasnya diberi perpanjangan batang (juga berbentuk silinder). Sampel dicampur dengan air, 150mL; 200mL; 300mL; 400mL; dan 500mL, kemudian dipadatkan menggunakan penumbuk khusus. Lapis per lapis dengan jumlah tumbukan sebanyak 25 kali setiap lapisannya, berat penumbuk 2,5kg dan tinggi jatuhan 30,5cm.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan tanah yang baik dengan variasi penambahan air di dalamnya (kadar air). Hasil uji menunjukkan lokasi A dan B memiliki kadar air optimum sebesar 27,88% (penambahan air sebesar 200 mL) dan 22,25% (penambahan air sebesar 300 mL) dengan berat volume kering 1,31537 gr/cm3 dan 1,61892 gr/cm3. Nilai kadar air lokasi A dan B masih sangat layak jika digunakan untuk tanah penutup TPA terutama untuk final cover. Jika dikondisi lapangan aslinya harus ada penambahan air untuk mencapai kadar optimum sesuai dengan uji proctor sehingga didapatkan pemadatan yang baik, karena hendaknya tanah urug tidak tergerus air hujan, operasional rutin, dan operasional alat berat. Hal ini nantinya bisa berguna untuk penerapan penutup harian atau daily cover serta pada lapisan

top soil atau final cover pada TPA.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari latar belakang penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan, berikut adalah beberapa kesimpulan pada penelitian ini:

1. Jumlah tanah hasil dari degradasi sampah di Zona 1 TPA Piyungan, Bantul Yogyakarta mencapai ±175.950,47 m3. Telah dikurangi 30% lahan yang digunakan sebagai area penunjang, hanya 2,8 Ha dari total 4 Ha sebagai area pengurugan.

2. Jenis tanah yang dihasilkan, termasuk kategori pasir sedang dan halus berdasarkan ukuran butiran, dengan tekstur gembur dan berwarna hitam menunjukkan jenis tanah ini adalah humus. Hal ini dibuktikan pada uji berat jenis tanah (2,06-2,53), termasuk kategori jenis tanah humus.

3. Berdasarkan hasil analisa ukuran butiran, berat volume tanah, kadar air, berat jenis tanah, analisa proctor, tanah hasil degradasi sampah di Zona 1 TPA Piyungan, Bantul dapat digunakan sebagai tanah penutup (cover soil)baik untuk keperluan daily cover,drainage layer, maupun final cover.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada DPPM UII atas biaya penelitian dengan topik Potensi Pemanfaatan Sampah Terdegradasi dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Sebagai Tanah Penutup Dalam Rangka Mewujudkan TPA Yang Berkelanjutan, melalui program Hibah Unggulan.

DAFTAR PUSTAKA

Adidarma, K.P., Al Rosyid, L.M., Putra, H.P, and Farahdiba, A.U. 2014. Gas emissions inventory of methane (CH4) with First Order Decay (FOD) method in TPA Piyungan,

Bantul, DIY. Proceedings of The 3rd International Conference on Sustainable Built Environment (ICSBE). October 21-22, 2014. Faculty of Civil Engineering and Planning. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Damanhuri, E., Padmi, T. 2008. Diktat Kuliah TL-3104 Pengelolaan Sampah. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Gourc, J.P., Staub, M.J., and Conte, M. 2010. Decoupling MSW settlement into mechanical and biochemical processes–modeling and validation on large-scale setups. Waste Management Journal, 30 (8–9), p. 1556–1568

Ham, R.K., Reinhardt, J.J., and Sevick, G.W. 1978. Density of milled and unprocessed refuse.

Journal of Environmental Engineering Division. 104. p. 109–125

Hanson, J.L., Yesiller, N., Stockhausen, S.A.V., Wong., W.W. 2010. Compaction

Characteristics of Municipal Solid Waste. Journal of Geothecnical and

Geoenvironmental Engineering 136 (8). p. 1095-1102

Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

InSwa. 2013. Indonesia Solid Waste Newsletter : Untuk Indonesia yang lebih bersih. Edisi 2 Maret 2013. Jakarta

Kurniasari, O., Damanhuri, E., Padmi, T., Kardena, E. 2014. Tanah penutup landfill menggunakan sampah lama sebagai media oksidasi metana untuk mengurangi emisi gas metana. Jurnal Bumi Lestari Vol 4 No 1 Februari 2014. 46-52

Marques, A.C.M., Filz, G.M., and Vilar, O.M. 2003. Composite compressibility model for municipal solid waste. Journal of Geotechnology Geoenvironmental Engineering. 129 (4). p. 372–378.

Putra, H.P., Afrillah, D., Marzuko. 2015. Analisis karakteristik dan potensi pemanfaatan sampah plastik dari hasil penambangan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) (studi kasus TPA Piyungan, Bantul, Yogyakarta). Proseding Seminar Nasional Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. DPPM Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta Putra, H.P., Marzuko, A., Sari, K., Septhiani, T., and Rahmadani, F. 2016. Identification of

compost potential on degraded solidwaste in Piyungan Landfill, Bantul, Yogyakarta as a step of landfill management optimization by using landfill mining method. Proceedings of The 4th International Conference on Sustainable Built Environment (ICSBE). October

12-14, 2016. Faculty of Civil Engineering and Planning. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Sharma, H.D., and De, A. 2007. Municipal solid waste landfill settlement: Postclosure perspectives, Journal of Geotechnology Geoenvironmental Engineering. 133 (6). p. 619– 629

Sivakumar Babu, G.L.S., Reddy, K.R., Chouskey, S.K., and Kulkarni, H.S. 2010. Prediction of long-term municipal solid waste landfill settlement using constitutive model. Pract. Period. Hazard. Toxic Radioact. Waste Management Journal. 14(2). 139–150

MODEL PENGEMBANGAN WIRAUSAHAWAN MUDA BAGI

Dokumen terkait