• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Membangun Konsep Kohesi Religiousitas Organiasional

Perubahan Berat Badan Tikus

KOHESI RELIGIUSITAS ORGANISASIONAL Arif Budiharjo

B. Kajian Membangun Konsep Kohesi Religiousitas Organiasional

Untuk menguraikan bagaimana konsep Kohesi Religiusitas Organisasional dapat dibangun, maka akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut :

Forrester, W.R., dan Tashchian, A., (2006), Kohesi Organisasi didefinisikan sebagai kecenderungan kelompok untuk tetap bersatu dalam mencapai tujuan-tujuan instrumental dan kepuasan para anggotanya. Kohesi Organisasi terbangun dari dua dimensi, yaitu : komitmen bersama untuk tugas sebagai dimensi “Kohesi Tugas”, dan hubungan sosial yang dapat menguatkan keterikatan masing-masing angota kelompok, sebagai dimensi

“Kohesi Sosial”.

Kohesi Sosial berkait dengan karakter Kolektifis Organisasi, Erez dan Somech, (1996), merupakan karakter para individu dalam suatu kohesivitas organisasi yang semakin menguat. Hal ini karena, menurut Erez dan Somech (1996), kolektivis organisasi memiliki keterikatan yang sangat kuat terhadap kelompok. Baldwin, Bedell, dan Johnson, 1997, menemukan bahwa kohesi sosial menaikkan tingkat efektivitas dan kinerja tim. 2. Prinsip Organisasi Syariah

Untuk membahas kajian bagiamana Konsep Prinsip Organisasi Syariah dimunculkan, termasuk bagaimana dan teori-teori apa yang mendukungnya, maka sebelum kajian tersebut diuraikan, untuk lebih memudahkan pemahaman, digambarkan ikhtisar Alur Pembahasan Konsep Prinsip Organisasi Syariah.

Gambar 2.

Ikhtisar Alur Pembahasan Prinsip Organisasi Syariah

Sumber : dikembangkan untuk keperluan tulisan ini

Prinsip Syariah Ekonomi Islam Prinsip Organisasi

Budaya Organisasi

Perusahaan Syariah

Lembaga Keuangan Syarah Prinsip Organisasi

Syariah

a. Budaya Organisasi dan Prinsip Organisasi

Budaya Korporat (Kasali, 2005), dikatakan sebagai satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berfikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh para anggota baru seluruhnya. Selanjutnya Kasali juga mengemukakan bahwa secara pragmatis, budaya organisasi dapat diartikan sebagai ”norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap dan perioritas para anggotanya.

Jika nilai, norma, atau kaidah-kaidah tersebut, benar-benar dapat secara kental memberikan warna budaya organiasi, dan dapat secara konsisten terimplikasikan dalam proses dan menguatkan karakter organisasi, maka nilai, norma, atau kaidah tersebut, organisasi yang bersangkutan akan memunculkan kekhasan atau karakteristik yang kuat sebagai keunikan

tersendiri, dan bahkan dapat tumbuh sebagai suatu kenggulan yang muncul dari ”nilai organisasi” yang menguat. Artinya organisasi akan mendapatkan sesuatu yang dapat menghidupkan ”brand awwaraness” di masyarakat. Alhasil organisasi tersebut akan semakin

mengemuka di benak masyarakat sebagai organisasi yang berkarakter atas ”nilai” tersebut. Dengan demikian maka terciptalah suatu ”positif image” yang kuat dan sebagai karakter khusus

atau unik bagi organisasi tersebut di benak masyarakat. Gambar 3. Prinsip Organisasi

Sumber : Kasali (2005), yang dikembangkan untuk keperluan tulisan ini Prinsip Organisasi Filosofis Asumsi Kepercayaan Proses berfikir dalam organisasi Sejarah Korporat Konten-konten budaya, setelah dikaji,

ditelaah, disaring dan diyakini, kemudian dijunjung tinggi, diimplementasikan, dan menjadi kebanggaan, bahkan menjadi nilai perusahaan Nilai-nilai pokok

b. Prinsip Organisasi Syariah

1. Ekonomi Islam

Islam, menurut Rivai (2002), sebagai Ad-dien, mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (Syumul), Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam.

Islam, menurut Yekini Olawaiye Lawal (2010), telah diakui sebagai cara hidup seorang muslim, dengan perilaku dan setiap kegiatan yang mendasarkan pada Al Qur'an dan praktek Nabi Muhammad (SAW), dengan demikian apa yang menjadi dasar bagi perilaku dan kegiatan seorang muslim tentunya harus sesuai dengan syari'ah tersebut.

Tapi apa sebenarnya adalah "ekonomi Islam" ? Rivai, 2004, menyatakan, salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (muamalah, iqtishodiyah).

Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al qur’an, Assunnahah, maupun

Ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar.

Adapun Adi Setia (2011), mengemukakan Ekonomi Islam atau yang diistilahkan sebagai

The Islamic Gift Economy (IGE) sebagai suatu sistem ekonomi integratif berdasarkan prinsip- prinsip operasi dari kerjasama (ta’āwun), kesepakatan bersama, kemitraan, dan didasarkan pada pula etika utama, syukur, kemurahan hati, moderasi, Khilafah dan Amanah.

2. Perusahaan Syariah

Patricia Sloane White (2001), mencoba untuk mengkritisi suatu bentuk yang terlihat hanya dari suatu permukaan atas suatu korporasi di Malaysia berkait dengan pandangan perusahaan syariah, yaitu :

“Para pemimpin perusahaan pada perusahaan syariah, yang juga dalam tampilan disebut sebagai "personel syariah", sebagai satu set perusahaan syariah, yaitu aturan "sumber daya manusia", kode, prosedur, dan disiplin bagi karyawan. Hal ini menjadi suatu nilai normative atas kerja syariah Islam sangat salah, di mana para pemimpin perusahaan membuat dan menegakkan kebijakan Islam untuk personil, memastikan bahwa karyawan menunjukkan nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip moral yang ditetapkan oleh atasan mereka. Bersama-sama, "perusahaan dan personil syariah" menggambarkan perbedaan antara pemimpin perusahaan dan orang-orang yang mereka kelola, sifat hubungan hirarkis dan gender di tempat kerja Islam, dan konsep-konsep dan keyakinan yang mendasari pekerjaan dalam ekonomi Islam.

Pemikiran atas Sloane White, didasarkan atas apa yang dikemukakan oleh Rudnyckyj, D., (2009), yang menyebutkan "ekonomi spiritual" Muslim, memberikan kursus pelatihan menggunakan syariah atau ajaran Islam untuk mengubah kesalehan dan menjadikan karyawan untuk membentuk mereka menjadi personel kompetitif secara global untuk ekonomi kapitalis neoliberal.

b. Lembaga Keuangan Syariah

El Hawary et al.(2004) mendefinisikan Perbankan Islam dan

Finance (IBF) sebagai sistem yang melekat pada empat prinsip berikut:

- Risiko-Sharing : transaksi keuangan harus mencerminkan risk return yang terdistribusikan secara simetris diantara pihak-pihak yang bertransaksi.

- Materialitas: Semua transaksi keuangan harus secara langsung terkait dengan transaksi ekonomi riil.

- Tidak Mengeksploitasi : harus tidak ada pihak untuk dieksploitasi.

- Tidak ada pendanaan kegiatan berdosa: Transaksi tidak dapat digunakan untuk memproduksi barang dilarang oleh Al-Qur'an.

C. Kajian Budaya, Iklim, Kohesivitas, Kolektivitas Organisasi, Karakter Organisasi Syariah

Dokumen terkait