• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Budaya dan Iklim Organisasi yang Menguatkan Kohesivitas Organisasi 1 Budaya Organisas

Perubahan Berat Badan Tikus

KOHESI RELIGIUSITAS ORGANISASIONAL Arif Budiharjo

A. Kajian Budaya dan Iklim Organisasi yang Menguatkan Kohesivitas Organisasi 1 Budaya Organisas

Menurut Kasali (2005), Budaya Korporat terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan yang umumnya mudah dilihat (Visible Artifact) dan sering diangap mewakili perusahaan secara menyeluruh, terdiri atas cara orang berperilaku, berdandan serta simbol- simbol seperti logo perusahaan, lambang merek slogan, ritual, figur-figur hero, simbol-simbol yang dipakai, kegiatan protokoler, bahasa dan ceritera yang sering dibicarakan oleh para angotanya. Sedangkan lapisan kedua adalah yang lebih dalam dan yan sesungguhnya disebut sebagai budaya, terdiri dari nilai-nilai pokok, filosofis, asumsi, kepercayaan, sejarah korporasi, dan proses berfikir dalam organisasi.

2. Iklim Organisasi

Iklim organisasi, menurut Shereen Ragab Dorgham (2012), telah diidentifikasi sebagai penghubung penting antara anggota suatu organisasi dengan organisasi itu sendiri. Shereen Ragab Dorgham, mengemukakan Iklim organisasi atau organisasi budaya, tercermin dalam

Kohesivitas Organisasi Ke terka ita n Bu d ay a Organ is as i d an Ik li m O rgan is a si d al a m k aj ian i n i ko n se p Ko h e si v ita s O rgan is a si Budaya Organisasi Lingkungan, Kondisi Kerja, Kebijakan, Prosedur, Penghargaan, dll Iklim Organisasi Persepsi Budaya yang mengemuka Kohesi Religiousitas Organisasional Prinsip Organisasi Syariah Kolektivitas Organisasi Teori Pembentukan Kelompok Karakter Organisasi Syariah Tahapan Norming

Ajaran Agama Islam (Budaya Universal)

Prinsip Syariah

tujuan organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan staf atau karyawan dengan memberikan lingkungan kerja dan kondisi kerja yang baik, mendampingi dan mendukung mereka agar dapat memunculkan kepuasan kerja bagi mereka. Penciptaan iklim orgnaisasi yang demikian dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan koitmen dai para karyawannya.

Sedangkan menurut Ahmed, P.K., 1988, dikatakan bahwa manusia atau individu dalam organisasi adalah pengamat aktif lingkungan organisasi dimana mereka berada. Mereka membentuk lingkungan dan dibentuk oleh lingkungan, kemudian mereka menyimpulkan atas perioritas organisasi. Dari pemahaman mereka, mereka mencoba menyesuaikan diri untuk mencapai tujuan mereka sendiri khususnya. Kadang-kadang ini berakhir sebagaimana yang kehendaki secara pribadi (atau berdasarkan persepsi pribadi), namun mungkin bertepatan dengan orang-orang atau individu lain yang ada di organisasi tersebut atau mereka (individu- individu yang lain tersebut) mungkin bertentangan dengan seseorang tersebut. Pemahaman dan persepsi dari lingkungan bertindak sebagai pedoman mekanisme pembentukan iklim sebagai suatu persepsional. Praktik dan prosedur sebagaimana dimaksud untuk mendefinisikan persepsi ini sebagai iklim organisai.

Iklim di Organisasi itu disimpulkan oleh anggotanya melalui praktek-praktek yang ada pada organisasi, prosedur yang dijalankan di organisasi, dan sistem penghargaan dikerahkan. Semua ini menjadi indikasi dari suatu penyimpulan akan suatu iklim dalamsuatu organisasi apabila apa yang dimaksudkan tersebut menjadi cara bisnis dan berjalan secara rutin. Di satu sisi adalah enkapsulasi sejati organisasi prioritas.

Sedangkan Schneider et al. (1996) mendefinisikan empat dimensi iklim :

a) Sifat hubungan interpersonal (dalam hal ini berkaitan dengan aspek kepercayaan, hubungan timbal balik, hubungan berbasis pada kolaborasi, karakter kompetitif dalam hubungan, karakter sosialisasi organisasi kepada pendatang baru dan karakter dukungan organisasi terhadap pendatang baru atas upaya sosialisasi mereka, karakter asimilias para pendatang baru, karakter penghargaan organisasi kepada individu)

b) Sifat hirarki (dalam hal ini berkait dengan aspek keputusan organisasi yang dibuat terpusat atau melalui konsensus dan partisipasi, aspek semangat kerja tim atau karakter individualistis para anggotanya, karakter pemberian hak-hak istimewa yang diberikan kepada individu tertentu, seperti manajemen Staf)

c) Sifat pekerjaan (dalam hal ini berkaitan dengan adanya pekerjaan yang bersifat menantang atau membosankan, adanya fleksibilitas dalam organisasi, adanya sumber daya yang cukup dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas dan tanggung jawab oleh para anggotanya)

d) Fokus dukungan dan penghargaan (dalam hal ini berkaitan dengan aspek penilaian atau penghargaan atas kinerja, adanya pekerjaan-pekerjaan yang dapat mendukung perilaku anggota, aspek hubungan kuantitas pekerjaan dan kualitas hak kerja, Landasan dasar mempekerjakan orang)

3. Budaya, Iklim, Kolektivitas Organisasi, Teori Pembentukan Kelompok dalam menguraikan Konsep Kohesivitas Organisasi

Matthew B. Miles (Ochitwa, 2003), mengemukakan bahwa salah satu dari unsur kesehatan organisasi adalah kohesivitas organisasi. Kohesivitas organisasi sangat berkaitan erat dengan iklim organisasi. Dan Ahmed (1988), mengatakan bahwa iklim organisasi sebagai suatu persepsi anggota organisasi atas lingkungan dan kondisi kerja. Lingkungan dan kondisi kerja tersebut, perwujudannya sangat memungkinkan terbentuk dari kebijakan-kebijakan atau perilaku yang berasal dari mengemukanya kohesi nilai, mitos dan berbagai item-item budaya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Peters dan Waterman, bahwa budaya organisasi dijelaskan salah satunya adalah sebagai "Kohesi nilai, mitos, pahlawan dan simbol yang memiliki makna yang sangat berarti untuk orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Dari kajian tersebut, menunjukkan adanya keterkaitan pembahasan antara Iklim Organisasi dengan Budaya Organisasi atas konsep Kohesivitas Organisasi. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa konsep kohesivitas organisasi adalah merupakan kondisi atau lingkungan kerja yang dipersepsikan oleh para anggotanya (iklim organisasi), dengan mana lingkungan dan kondisi kerja tersebut menjadi suatu perwujudan dari mengemukanya kohesi nilai, mitos dan berbagai item-item budaya. Atau artinya bahwa kohesivitas adalah berkait dengan iklim organisasi yang menjadi perwujudan dari kohesi nilai dan seperangkat budaya-budaya perusahaan.

Pada sisi lain Peters dan Waterman, masih berkait dengan budaya organisasi, dikatakan sebagai asumsi tentang kehidupan perusahaan yang telah bekerja cukup baik di masa lalu, dianggap sah dan diajarkan kepada anggota baru sebagai persyaratan keanggotaan dalam kehidupan perusahaan. Namun menurut pandangan. Sedangkan menurut Ahmed, 1988, manusia adalah pengamat aktif lingkungan di mana mereka berada di suatu organisasi, mereka membentuk lingkungan dan dibentuk oleh lingkungan. Ini berarti tekanan iklim organisasi berada pada para anggota, bahwa iklim organisasi sebagai suatu persepsi yang terbentuk pada setiap individu atas lingkungan dan kondisi kerja. Akan tetapi Shereen Ragab Dorgham, mengemukakan Iklim organisasi atau budaya organisasi, tercermin dalam tujuan organisasi untuk mengembangkan staf atau karyawan dengan memberikan lingkungan kerja dan kondisi

kerja yang baik, mendampingi dan mendukung mereka agar dapat memunculkan kepuasan kerja bagi mereka. Dari kajian tersebut, menunjukkan keterkaitan pembahasan antara Budaya Organisasi dengan Iklim organisai tidak dapat dipisahkan.

Kohesivitas, menurut Saragih dan Akib (2004), merupakan keterikatan anggota kelompok terhadap kelompok dan anggotanya merasa selalu menjadi bagian dari kelompoknya. Mengenai kelompok, Tuckman (1965), mengemukakan, bahwa terdapat 5 (lima) tahapan pembentukan kelompok, yaitu : tahap pembentukan (forming), tahap mengacau (Storming), tahap membuat norma (norming), tahap mewujudkan (performing), dan tahap menyesuaikan (adjouring). Yalom (1985), mengemukakan penyempurnaan terhadap teori yang dikemukakan Tuckman dengan mengajukan peran orientasi, konflik dan kohesivitas. Tahap orientasi dan konflik berfokus pada proses terbentuknya kelompok di awal. Dan yang lebih spesifik adalah pada proses tahap ketiga, yaitu kohesivitas kelompok.

Erez dan Somech, (1996), kolektivis melihat diri mereka sebagai bagian integral dari hubungan sosial dan lebih memungkin untuk mendefinisikan diri mereka sebagai terikat kepada orang lain dalam jaringan sosial mereka, Erez dan Somech (1996) menyatakan bahwa bekerja dengan orang lain dan membuat kontribusi kepada kinerja kelompok membantu kolektivis memenuhi diri saling tergantung dan memperkuat identitas kelompok mereka.

Jika dicari keterkaitan antara pengertian Kohesivitas Organisasi yang meupakan suatu persepsi dari para anggotanya, maka persepsi mereka berkait dengan lingkungan dan kondsi kerja, serta berbagai macam kebijakan, prosedur, penghargaan, ketentuan dan berbagai macam hal dari perusahaan atas anggoa-anggotanya, adalah sama halnya dengan atmosfir dari suatu perusahaan sebagai suatu kaidah iklim, yang akan membentuk suasana bathin baik dari masing- masing anggotanya maupun kelompok / organisasi tersebut. Dan hal yang demikian, karaker kolekstivitas di dalam organisasi yang terdiri dari para anggotanya, sebagaimana yang didefinisikan oleh Erez dan Somech (1996) menjadi lebih dekat dengan karakter Kohesivitas Organisasi. Hal ini dikarenakan, menjadi semakiN terikatnya para individu kepada jaringan sosial yang terbentuk dalam organisasi ini, dan akan semakin berketergantungan diantara anggota yang satu dengan yang lainnya.

Dokumen terkait