• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN SAMPAH TERDEGRADASI DALAM PENERAPAN TPA berkelanjutan DENGAN KONSEP SANITARY LANDFILL

Perubahan Berat Badan Tikus

PEMANFAATAN SAMPAH TERDEGRADASI DALAM PENERAPAN TPA berkelanjutan DENGAN KONSEP SANITARY LANDFILL

Hijrah Purnama Putra1*, Akhmad Marzuko2, Widya Dwi Irawan1, Dwi Agung Subroto1

1Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia

2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia

*hijrah_purnama@yahoo.com

ABSTRAK

Sanitary landfill adalah metode penanganan sampah tahap akhir dengan terkontrol dan memiliki sistem sanitasi yang baik agar tidak mencemari lingkungan di sekitar lokasi. Salah satu tantangan terbesar untuk menerapkan metode ini adalah penyediaan tanah penutup, sehingga biaya operasional menjadi lebih tinggi. Sampah organik yang masuk ke TPA hampir mendekati 85%, dengan waktu yang singkat sampah jenis ini akan terurai, salah satu produknya adalah tanah. Selama ini belum ada pemanfaatan terhadap tanah tersebut, sementara pengelola TPA membutuhkan tanah sebagai penutup di TPA dalam rangka mewujudkan TPA berkategori sanitary landfill. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi tanah yang dihasilkan dari penguraian sampah di zona yang tidak digunakan lagi berdasarkan karakteristik fisiknya, diharapkan dapat digunakan sebagai tanah penutup. Menggunakan metode pengambilan sampel dengan melakukan pengeboran di dua lokasi dalam zona 1 yang dianggap mewakili. Sampel melalui pengujian fisik tanah diantaranya adalah analisa ukuran butiran, berat volume tanah, kadar air, berat jenis dan analisa proctor. Hasil menunjukkan bahwa tanah hasil penguraian sampah di zona 1 TPA Piyungan Bantul, Yogyakarta dapat digunakan sebagai tanah penutup baik untuk keperluan daily cover, drainage layer maupun final cover.

Kata kunci : penambangan TPA, tanah penutup, kompos organik, sanitary landfill

ABSTRACT

Sanitary landfill is a waste handling method final stage with a controlled and has a good sanitation system so as not to pollute the environment around the site. One of the biggest challenges to implement this method is the provision of cover soil, so that operating costs would be higher. Organic waste that goes to landfill nearing 85%, with a short time this type of waste will be decompose, and produce the soil. So far there has been no use to the soil, while the landfill operators need soil as cover at the landfill in order to realize the landfill sanitary landfill category. This study aims to analyze the potential of the soil resulting from the decomposition of waste in the zones that have not been used again by its physical characteristics, expected to be used as a cover soil. Using the method of sampling by drilling in two locations in first zone are supposed to represent. Through physical testing of the samples include grain size analysis, soil weight volume, moisture content, density and proctor analysis. The results showed that soil decomposition of waste in Piyungan landfill, Bantul, Yogyakarta especially for first zone can be used as cover soil, both for daily cover, drainage layer and the final cover.

Keywords : landfill mining, cover soil, organic compost, sanitary landfill

PENDAHULUAN

Sanitary landfill adalah metode penanganan sampah tahap akhir dengan terkontrol dan memiliki sistem sanitasi yang baik agar tidak mencemari lingkungan di sekitar lokasi. Sampah

diangkut menuju ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), kemudian sampah disebarkan lapis per lapis di lahan tersebut, dipadatkan dengan alat berat dan selanjutnya ditutup tanah setiap harinya (Damanhuri, 2008; InSWA, 2013). Sistem yang disiapkan kemudian dioperasikan secara sistematis, namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana serta biaya operasional yang cukup mahal dalam penerapan metode ini. Salah satunya adalah penyediaan tanah penutup, di lokasi TPA belum tentu memiliki tanah penutup yang memadai, sehingga diperlukan pengadaan tanah dari luar lokasi yeng menyebabkan biaya operasional menjadi lebih tinggi.

TPA Piyungan sebagai TPA regional, melayani sampah yang berasal dari wilayah perkotaan Kabupaten Sleman, Bantul dan Yogyakarta. Terletak di wilayah administrasi Kabupaten Bantul memiliki kapasitas tampungan mencapai 2,7 juta m3. Dioperasikan sejak 1995, dalam perencanaannya TPA ini akan berakhir masa pakainya pada tahun 2015 (Putra dkk, 2016). Namun masih digunakan dengan mengoptimalkan zona-zona yang telah ditutup pada periode sebelumnya. Faktor pemadatan baik pemadatan dari sampah itu sendiri maupun pemadatan yang dihasilkan oleh alat mekanis (pemadat) dan terjadinya settlement (penurunan permukaan sampah akibat adanya proses degradasi) akan memperpanjang usia dari TPA tersebut (Hanson et. al., 2010; Ham et.al.,1978; Marques et al., 2003; Sharma and De, 2007; Sivakumar Babu et al., 2010; Gourc et al., 2010).

Sampah di TPA Piyungan sebagian besar adalah sampah organik, sampah sisa makanan sebanyak 47,13%, porsi organik lainnya terdiri dari sampah taman dan kebun sebesar 20,56%, dan kayu 3,39% (Adidarma, 2014). Menurut Nasa (2014), prosentase jumlah sampah organik mencapai 84.87%, sisanya berupa sampah anorganik yaitu 15.13%. Keduanya berpendapat bahwa sampah organik yang masuk ke TPA memang dalam jumlah yang tinggi sesuai dengan porsi sampah organik dalam komposisi sampah di Indonesia. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya tingkat degradasi sampah di TPA lebih cepat. Zona 1 TPA Piyungan telah beroperasi sejak 1995 hingga 2000, telah terjadi settlement dan mulai tahun 2016 telah dioperasionalkan kembali dengan menumpukkan sampah di atas tumpukan yang lama.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik sampah terdegradasi terutama yang telah menjadi tanah serta potensi pemanfaatannya, salah satunya sebagai tanah penutup alternatif dalam operasional TPA berkategori sanitary landfill. Harapannya akan memberikan kontribusi kebaruan dalam berbagai penelitian terkait operasional TPA. Konsep yang ditawarkan adalah penambangan TPA (landfill mining; urban mining), metode ini memang sangat familiar di negara maju seperti beberapa negara di Eropa, Amerika dan Timur Tengah. Metode ini pertama kali diperkenalkan di Israel pada tahun 1953 untuk mendapatkan pupuk

hasil degradasi sampah di TPA (Savage et al., 1993). Namun karena kandungan Pb dalam tanah TPA Piyungan mencapai 232 mg/kg, diperlukan pengolahan pendahuluan sebelum digunakan sebagai pupuk organik (Putra, 2016). Pemanfaatan lain yang lebih menjanjikan adalah mengembalikan tanah hasil degradasi tersebut menjadi tanah penutup alternatif dalam operasional TPA berkategori sanitary landfill.

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait