• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bina Benua); IPPK n = 3 petak (CV Hanura); dan

di hutan bekas tebangan, HPH n = 6 petak (PT Intracawood) dan IPPK n = 15 petak •

(CV Hanura, CV Malinau Jaya Sakti dan CV Wanabakti).

Data kerusakan pohon dianalisa per unit luas atau panjang jalan pembalakan atau jalan sarad, dan per jumlah dan volume (meter kubik) pohon yang ditebang menggunakan SPSS (1999, versi 9.0.1). Digunakan analisa varian satu arah (ANOVA) untuk membandingkan tingkat kerusakan. Karakteristik kerusakan dan frekuensi tunggul menurut kelas diameter, diperbandingkan dengan sebuah tes non-parametrik untuk dua sampel independen (Mann-Whitney). Digunakan tingkat kepercayaan p=0.05 untuk semua pembandingan statistik.

Hasil Penelitian

Praktik pemanenan kayu oleh HPH

Pemanenan kayu oleh pemegang izin HPH di hutan primer dilakukan dalam dua sistem, oleh petugas lapangan HPH lalu oleh subkontraktor HPH yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang lebih baik. Namun hasil analisa awal menunjukkan bahwa pemanenan yang dilakukan oleh subkontraktor HPH lebih tinggi daripada yang dilakukan oleh petugas lapangan HPH (3 tunggul berbanding dengan 1 tunggul per hektar). Dari kedua sistem itu, masing-masing 10% dan 3% berada di bawah batas diameter TPTI. Secara statistik, tidak ada perbedaan signifikan antara subkontraktor HPH dan HPH dalam panjang jalan sarad (52m dan 34m per hektar) serta panjang jalan pembalakan yang dibuat (27m dan 25m per hektar). Namun, subkontraktor HPH menghasilkan laju kerusakan lebih tinggi terhadap sisa tegakan dibandingkan dengan HPH. Ditemukan perbedaan nyata dalam jumlah pohon rusak (32 pohon berbanding 20 pohon per 100m) dan luas bukaan kanopi

(0.3ha berbanding 0.1ha bukaan per hektar hutan). Jumlah pohon yang dipanen dan rusak oleh subkontraktor HPH juga lebih tinggi di seluruh kelas diameter, dan dua kali lebih tinggi untuk kelas diameter pohon kurang dari 50cm, dibandingkan dengan penebangan oleh petugas lapangan HPH (19 pohon berbanding 7 pohon per hektar).

Ketika kegiatan pemanenan di hutan primer oleh subkontraktor HPH dibandingkan dengan kegiatan IPPK, tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada intensitas pemanenan (3 berbanding 4 tunggul per hektar), panjang jalan sarad (52m berbanding 49m per hektar), panjang jalan pembalakan (27m berbanding 25m per hektar), jumlah pohon rusak (32 berbanding 38 pohon per 100m) dan total bukaan kanopi (masing-masing 0.3ha gap per hektar). Selain itu, ketika praktik pemanenan oleh petugas lapangan HPH dibandingkan dengan IPPK, tidak ditemukan perbedaan nyata pada total panjang jalan sarad dan jalan pembalakan. Sebaliknya, perbedaan nyata ditemukan pada intensitas pemanenan (1 tunggul berbanding 4 tunggul per hektar), jumlah pohon rusak (20 pohon berbanding 38 pohon per 100m), dan jumlah total bukaan kanopi (0.1ha berbanding 0.3ha bukaan per hektar). Perbedaan ini menyebabkan areal bekas tebangan subkontraktor HPH kami keluarkan dari pembandingan kegiatan antara pemegang izin HPH dan IPPK di hutan primer. Deskripsi lebih rinci tentang praktik pemanenan oleh HPH dan IPPK di hutan primer akan disajikan di sub bab ’Diskusi’.

Intensitas pemanenan

Intensitas pemanenan di hutan primer oleh pemegang izin HPH dan IPPK adalah sebesar 1 dan 4 tunggul per hektar. Di hutan bekas tebangan, intensitas pemanenan oleh pemegang izin HPH dan IPPK relatif sama (3 tunggul berbanding 4 tunggul per hektar). Di hutan primer, pemegang IPPK meninggalkan lebih banyak tunggul per hektar untuk seluruh kelas diameter dibandingkan dengan HPH, dan lebih banyak pada kelas diameter 30cm-50cm, 50cm-70cm, dan 70cm-90cm (tes Mann-Whitney; lihat Gambar 8.2(a)). Kegiatan IPPK di hutan bekas tebangan juga menghasilkan lebih banyak tunggul per hektarnya dibandingkan HPH untuk semua kelas diameter (lihat Gambar 8.2(b)) dan lebih signifikan lagi pada kelas diameter 10cm-30cm.

Pada kedua tipe hutan, pemegang izin IPPK menebang lebih banyak pohon berdiameter lebih kecil dari batasan diameter TPTI (50cm) dibandingkan dengan HPH. Di hutan primer, persentase penebangan oleh HPH dan IPPK adalah 3 dan 26 persen, sedangkan di hutan bekas tebangan angkanya masing-masing sebesar 19 dan 30 persen.

Panjang jalan pembalakan dan jalan sarad

Kegiatan pemegang izin IPPK menghasilkan jalan pembalakan dan jalan sarad per hektar lebih panjang dibandingkan HPH di hutan primer, dan hanya jalan sarad yang lebih panjang di hutan bekas tebangan (lihat Tabel 8.1, ‘a’). Namun perbedaan panjang jalan per hektar di antara pemegang IPPK dan HPH di kedua tipe hutan tidak signifikan. Satu-satunya perbedaan nyata di antara kedua tipe operator itu adalah untuk panjang jalan sarad di hutan bekas tebangan (63m per hektar oleh IPPK dan 43m per hektar oleh HPH).

Ketika dianalisa per pohon yang ditebang, kegiatan IPPK menghasilkan jalan dan jalan sarad lebih pendek daripada HPH di kedua tipe hutan (lihat Tabel 8.1, ‘b’). Namun perbedaan signifikan hanya untuk panjang jalan di hutan primer (7m berbanding 32m per tunggul) dan di hutan bekas tebangan (9m berbanding 14m per tunggul). Pemegang IPPK

Sumber: Iskandar dkk, 2006

Gambar 8.2 Frekuensi dan distribusi diameter tunggul bekas tebangan (tunggul per hektar) oleh pemegang izin HPH, subkontraktor HPH, dan pemegang IPPK di kedua tipe hutan

>10-30 Diameter tunggul (cm) (b) Fr ek uensi (ha -1)

Hutan bekas tebangan

>30-50 >50-70 >70-90 >90-110 >110 -0.1 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 >10-30 (a) Fr ek uensi (ha -1) Hutan primer >30-50 >50-70 >70-90 >90-110 >110 -0.1 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 HPH IPPK Subkontraktor HPH

juga membuat jalan pembalakan per unit volume tebangan (meter kubik) lebih sedikit daripada pemegang HPH di kedua tipe hutan, dan jalan sarad lebih pendek di hutan primer (lihat Tabel 8.1, ‘c’). Namun perbedaan signifikan hanya terjadi pada panjang jalan pembalakan di hutan primer (1m oleh IPPK berbanding 3m per meter kubik oleh HPH).

Tabel 8.1 Perbandingan panjang jalan sarad dan jalan pembalakan antara HPH, subkontraktor HPH dan IPPK

A. Per luasan unit area (ha-1) HPH IPPK HPH Subkontraktor

Rata-rata± SE Ratas-rata ± SE Rata-rata ± SE Hutan Primer

Panjang jalan sarad (m/ha-1) 33.6 ± 5.9 a 48.9 ± 13.5 a 51.6 + 8.8 a Panjang jalan pembalakan (m/ha-1) 24.9 ± 4.4 a 27.0 ± 6.4 a 27.3 + 2.8 a Hutan bekas tebangan

Panjang jalan sarad (m/ha-1) 43.4 ± 5.9 a 62.7 ± 5.2 b n.d. Panjang jalan pembalakan (m/ha-1) 34.2 ± 1.9 a 29.8 ± 1.8 a n.d.

B. Per jumlah pohon yang ditebang Rata-rata± SE Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Hutan Primer

Panjang jalan sarad (m) 41.4 ± 8.2 a 14.1 ± 4.5 b 18.3 ± 1.7 b Panjang jalan pembalakan (m) 31.5 ± 7.1 a 7.4 ± 1.4 b 11.1 ± 2.1 b Hutan bekas tebangan

Panjang jalan sarad (m) 17.4 ± 2.7 a 18.6 ± 2.4 a n.d. Panjang jalan pembalakan (m) 13.5 ± 0.5 a 8.9 ± 1.3 b n.d.

C. Per volume (m3) dari pohon tebangan Rata-rata± SE Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Hutan Primer

Panjang jalan sarad (m/m-3) 3.4 ± 0.7 a 1.2 ± 0.2 b 1.7 ± 0.1 b Panjang jalan pembalakan (m/m-3) 2.5 ± 0.4 a 0.7 ± 0.2 b 1.1 ± 0.2 b Hutan bekas tebangan

Panjang jalan sarad (m/m-3) 1.6 ± 0.2 a 2.3 ± 0.4 a n.d. Panjang jalan pembalakan (m/m-3) 1.3 ± 0.1 a 1.1 ± 0.2 a n.d.

Catatan:

Petak sampel untuk HPH dan IPPK di hutan primer (masing-masing 6 dan 3 petak) dan di hutan bekas tebangan (6 dan 15 petak).

n.d. = data tidak ada

Nilai rata-rata yang diberi tanda sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (ANOVA p < 0.05) Sumber: Iskandar dkk, 2006

Kerusakan sisa tegakan akibat pembalakan

Pada kedua tipe hutan, pemegang IPPK merusak lebih banyak pohon per hektar daripada pemegang HPH. Ada perbedaan nyata pada hutan primer untuk kelas-kelas diameter 10cm–30cm (17 berbanding 4 pohon per hektar), 30cm–50cm (8 berbanding 4 pohon per hektar) dan 50cm–70cm (2 berbanding 1 pohon per hektar). Selain itu, 82 persen dari kerusakan pohon oleh kegiatan pemegang IPPK berdiameter setinggi dada kurang dari 50cm.

Di hutan bekas tebangan, kebanyakan kerusakan pohon terjadi pada kelas diameter 10cm–30cm (24 berbanding 13 pohon per hektar) dan 30cm-50 cm (12 berbanding 8 pohon per hektar) yang merupakan 86 persen dari seluruh kerusakan pohon yang terjadi.

Perbedaan signifikan dari kegiatan pembalakan oleh pemegang IPPK dan HPH di kedua tipe hutan hanya ditemukan pada jumlah pohon yang rusak serta luas areal bukaan kanopi per unit luasan (Tabel 8.2, ‘a’). Namun tidak ada perbedaan nyata di antara subkontraktor HPH dan pemegang IPPK, pada kedua kategori kerusakan tersebut di hutan primer.

Sebaliknya, terdapat perbedaan nyata antara subkontraktor HPH dengan pemegang HPH. Di hutan primer, angka-angka untuk IPPK, subkontraktor HPH, dan HPH adalah 38, 32, dan 20 pohon rusak per 100m, dan pembukaan kanopi sebesar 0,3 ha, 0,3 ha dan 0,1 ha. Di hutan bekas tebangan, angka-angka kerusakan pohon adalah 43 berbanding 32 pohon per 100m, serta untuk bukaan kanopi seluas 0,3 ha dan 0,2 ha oleh IPPK dan HPH.

Ketika kerusakan dianalisa per jumlah dan volume pohon yang ditebang (lihat Tabel 8.2, ’b’ dan ‘c’) tidak ditemukan perbedaan nyata di antara kedua tipe operator di kedua tipe hutan. Namun kegiatan pembalakan HPH menimbulkan kerusakan lebih besar dibandingkan dengan IPPK di hutan primer, sedangkan di hutan bekas tebangan, pembalakan IPPK menimbulkan tingkat kerusakan lebih tinggi daripada sistem HPH. Kategori kerusakan terhadap sisa tegakan

Di hutan primer, untuk kedua operator, kebanyakan jenis kerusakan pembalakan pada sisa tegakan adalah kerusakan tajuk, dahan patah atau mati, atau pohon tercerabut (lihat Tabel 8.3). Di sepanjang jalan sarad dan di dalam bukaan kanopi, jumlah pohon yang Tabel 8.2 Perbandingan kerusakan akibat pembalakan antara HPH, subkontraktor HPH dan IPPK

A. per unit panjang atau luas HPH IPPK HPH Subkontraktor

Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Hutan Primer

Hutan yang rusak per 100 m-1 19.9 ± 4.1 a 38.0 ± 6.1 b 32.2 ± 2.6 b Bukaan kanopi (ha ha-1) 0.11 ± 0.02 a* 0.31 ± 0.01 b 0.30 ± 0.04 b Hutan bekas tebangan

Hutan yang rusak per 100 m-1 32.0 ± 2.0 a* 43.3 ± 2.2 b n.d. Bukaan kanopi (ha ha-1) 0.19 ± 0.14 a 0.32 ± 0.03 b n.d.

B. jumlah pohon yang diambil Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Hutan Primer

Jumlah pohon rusak 13.6 ± 3.3 a 7.8 ± 0.8 a 9.5 ± 1.2 a Total Bukaan kanopi (m2) 1,506 ± 387 a 865 ± 59 a 1,099 ± 84 a Hutan bekas tebangan

Jumlah pohon rusak 9.9 ± 1.1 a 11.2 ± 1.1 a n.d. Total Bukaan kanopi (m2) 757 ± 77 a 904 ± 105 a n.d. C. jumlah pohon yang diambil

per volume (m3)

Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE Rata-rata ± SE

Hutan Primer

Jumlah pohon rusak 1.2 ± 0.3 a 0.7 ± 0.1 a 0.9 ± 0.1 a Total Bukaan kanopi (m2 m-3) 120.4 ± 18.6 a 77.1 ± 7.6 a 102.2 ± 8.0 a Hutan bekas tebangan

Jumlah pohon rusak 0.9 ± 0.1 a 1.3 ± 0.2 a n.d.

Total Bukaan kanopi (m2 m-3) 72.2 ± 7.9 a 114.2 ± 22.7 a n.d.

Petak untuk HPH dan IPPK di hutan primer (masing-masing 6 dan 3) dan di hutan bekas tebangan (masing-masing 6 dan 15 petak).

Catatan:

Tidak ada data. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut ANOVA pada p< 0.05 dan tanda * menunjukkan perbedaan nyata pada p< 0.01.

Tabel 8.3 Kerusakan pohon per 100m panjang jalan sarad atau jalan pembalakan (pohon per m-1) akibat kegiatan HPH dan IPPK dalam hutan primer

Jenis kerusakan/ lokasi Jalan sarad + bukaan kanopi Jalan pembalakan Rata-rata ± SE Kisaran Rata-rata ± SE Kisaran HPH (n = 6 petak)

kerusakan kulit kayu 2.3 ± 0.5 0.1 - 3.5 0.4 ± 0.2 0.0 - 1.3

doyong 3.9 ± 1.5 0.1 - 10.4 0.6 ± 0.3 0.0 - 1.7 kerusakan tajuk 8.2 ± 1.7 2.8 - 14.6 3.4 ± 1.5 0.0 - 9.3 patah-hidup 0.6 ± 2.4 1.3 - 4.9 * 1.1 ± 0.5 0.0 - 3.4 patah-mati 5.5 ± 1.4 1.3 - 11.1 * 1.8 ± 0.8 0.0 - 5.4 pohon tercerabut 7.6 ± 3.2 1.0 - 22.3 * 1.4 ± 0.6 0.0 - 4.1 IPPK (n = 3 petak)

kerusakan kulit kayu 2.4 ± 0.5 1.5 - 3.0 0.5 ± 0.2 0.0 - 0.9

doyong 1.7 ± 0.2 1.5 - 2.1 0.7 ± 0.3 0.0 - 1.2 kerusakan tajuk 8.2 ± 2.5 3.2 - 11.2 9.1 ± 1.2 7.1 - 11.2 patah-hidup 2.8 ± 1.1 0.7 - 4.0 * 4.9 ± 0.9 3.3 - 6.2 patah-mati 4.3 ± 0.8 2.9 - 5.8 * 11.8 ± 2.0 8.5 - 15.5 pohon tercerabut 15.4 ± 4.1 7.3 - 21.1 * 25.7 ± 4.9 17.0 - 34.1 catatan:

* perbedaan signifikan secara stastistik oleh Mann-Whitney tes - SPSS, antara HPH dan IPPK pada p< 0.05 p: 2*(tailed sig) - tidak dikoreksi.

Tabel 8.4 Kerusakan pohon per 100 m panjang jalan sarad atau jalan pembalakan (pohon 100m-1) akibat kegiatan HPH dan IPPK di hutan bekas tebangan

Jenis kerusakan/ lokasi Jalan sarad + bukaan kanopi Jalan pembalakan Rata-rata ± SE Kisaran Rata-rata ± SE Kisaran HPH (n = 6 petak)

kerusakan kulit kayu 1.4 ± 0.3 0.5 - 2.7 0.1 ± 0.0 0.0 - 0.1

doyong 2.1 ± 0.4 1.1 - 3.0 0.4 ± 0.1 0.0 - 0.7 kerusakan tajuk 15.3 ± 1.5 10.4 - 19.8 11.3 ± 1.3 7.9 - 15.1 patah-hidup 4.4 ± 0.6 2.7 - 6.7 4.5 ± 0.5 2.9 - 6.1 patah-mati 4.7 ± 0.5 2.6 - 5.6 4.6 ± 0.6 2.4 - 6.5 pohon tercerabut 9.5 ± 1.1 5.0 - 13.7 * 5.3 ± 0.8 2.8 - 8.0 IPPK (n = 15 petak)

kerusakan kulit kayu 1.3 ± 0.2 0.0 - 3.1 0.4 ± 0.1 0.0 - 1.2

doyong 1.6 ± 0.2 0.0 - 2.9 1.2 ± 0.3 0.0 - 4.4 kerusakan tajuk 16.8 ± 1.2 8.4 - 22.2 17.2 ± 2.5 6.9 - 47.5 patah-hidup 4.3 ± 0.3 2.7 - 6.1 5.2 ± 0.4 3.1 - 8.3 patah-mati 4.2 ± 0.3 2.3 - 6.5 7.5 ± 0.9 1.4 - 14.2 pohon tercerabut 14.3 ± 1.6 6.1 - 27.2 * 15.0 ± 2.9 1.6 - 38.7 catatan:

* perbedaan signifikan secara stastistik oleh Mann-Whitney tes - SPSS, antara HPH dan IPPK pada p< 0.05 p: 2*(tailed sig) - tidak dikoreksi

rusak ditemukan sama pada pembalakan HPH maupun IPPK. Namun di sepanjang jalan pembalakan, secara signifikan IPPK merusak lebih banyak pohon dibandingkan HPH untuk kategori ‘dahan patah (hidup)’ (4,9 berbanding 1,1 pohon per 100m), ‘dahan patah (mati)’ (11,8 berbanding 1,8 pohon per 100m), dan ‘roboh tercerabut’ (25,7 berbanding 1,4 pohon per 100m). Kategori kerusakan yang sama pada hutan bekas tebangan adalah ‘kerusakan tajuk’ dan ’roboh tercerabut’ (lihat Tabel 8.4). Perbedaan nyata hanya ditemukan pada jumlah pohon roboh tercerabut per panjang jalan pembalakan (15 berbanding 5 pohon per 100m, pada sistem IPPK dan HPH).

Hipotesa yang kita ajukan adalah sisa tegakan yang mengalami empat kategori kerusakan (doyong, kerusakan tajuk, dahan patah, dan roboh tercerabut), akan membusuk atau mati, sehingga akan hilang dari populasi pohon untuk panen di masa depan. Hal itu berarti, di hutan primer, secara signifikan para pemegang IPPK akan kehilangan lebih banyak pohon dibandingkan dengan pemegang HPH, untuk semua kelas diameter (28 berbanding 9 pohon per hektar; lihat Gambar 8.3(a)). Lebih dari 80 persen dari pohon-pohon rusak itu berada dalam kelas-kelas diameter 10cm–30cm (15 berbanding 4 pohon-pohon per hektar) dan 30cm–50cm (8 berbanding 3 pohon per hektar).

Pembalakan IPPK juga menimbulkan kerugian lebih besar daripada pembalakan HPH pada populasi pohon untuk panenan masa depan di hutan bekas tebangan (39 berbanding 28 pohon per hektar; lihat Gambar 8.3(b)). Perbedaan nyata ditemukan pada kelas diameter 10cm-30cm (21 berbanding 11 pohon per hektar), dan 30cm-50cm (11 berbanding 7 pohon per hektar). Sementara itu, pembalakan subkontraktor HPH di hutan primer menimbulkan tingkat kerusakan di semua kelas diameter lebih tinggi secara signifikan daripada pembalakan oleh HPH (23 berbanding 9 pohon per hektar), sama dengan akibat pembalakan oleh IPPK (28 pohon per hektar). Perbedaan hanya ditemukan pada kelas diameter 10cm-30cm (11 berbanding 15 pohon per hektar.

Diskusi