• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi penelitian

Kotak 7.5 Komentar seorang penduduk desa Sengayan tentang pembagian fee IPPK

Tetangga saya mendatangi kepala desa dan meminta fee IPPK; dia mendapat Rp. 245.000. Ketika saya juga meminta fee, diberi tahu kalau fee itu belum tiba. Belakangan saya menerima Rp. 124.000.

berbeda karena aturan pembagian fee IPPK sangat terperinci (lihat Tabel 7.4). Sistem administrasi sepertinya tampak paling maju di Tanjung Nanga, dengan adanya panitia yang terdiri dari enam orang tokoh masyarakat yang mengendalikan semua keputusan tentang masalah IPPK, dan beberapa sub-komisi yang bertanggung jawab atas berbagai kelompok (keluarga, janda, pemuda, siswa, dan lain-lain). Namun, menilai keadilan pembagian hanya berdasarkan adanya aturan dan isinya pasti akan mengalami masalah validitas. Untuk itu, para responden ditanya langsung tentang persepsi mereka terhadap pembagian fee. Sekali lagi, Sengayan berbeda karena hanya sekitar sepertiga rumah tangga mengatakan bahwa pembagiannya sudah adil, sementara mayoritas merasa puas di Tanjung Nanga (80 persen) dan Adiu (94 persen) (lihat Gambar 7.7). Rumah tangga yang tidak puas di Sengayan sebagian besar mengeluhkan kurangnya rapat desa, fee yang lebih rendah bagi para pendatang baru dan janda, dan pemberian fee yang relatif lebih tinggi kepada Tabel 7.4 Aturan persentase pembagian fee IPPK di tiga desa

Tanjung Nangaa Adiue Sengayanf

Long Adiu Punan Adiu

Dewasa 100

Pemuda 25 35–40 25 25

Siswa SMP dan lebih tinggi 10b 10 25

Anak-anak (usia di bawah SMP) 8 (4)c 10

Rumah tangga 100 100 100

Janda 50 (25)d 33 50

Pendatang 25

Penduduk sementara 33

Catatan:

Perbandingan ini didasarkan pada contoh-contoh dari beberapa informan kunci dan disusun menurut kelompok rujukan. Di Punan Adiu, rujukannya adalah dewasa, sementara pada kasus lain, merujuk ke rumah tangga.

a Aturan-aturan pembagian di Tanjung Nanga didasarkan pada dua laporan yang dibuat oleh panitia pembagian fee. b Di Tanjung Nanga, kategori ini dinamakan beasiswa.

c Anak-anak yang tinggal di dalam desa menerima 8 persen dan anak-anak yang tinggal di luar desa hanya menerima 4 persen.

d Para janda yang hidup sendiri menerima 50 persen dan janda yang tinggal bersama kerabatnya menerima 25 persen. e Aturan-aturan pembagian di Long Adiu didasarkan pada berbagai laporan produksi dan wawancara kelompok terfokus. f Aturan-aturan pembagian di Sengayan didasarkan pada berbagai wawancara kelompok terfokus.

kepala desa dan kepala adat. Rumah tangga di Adiu dan Tanjung Nanga menjelaskan alasan-alasan mereka memandang pembagian sudah adil: semua rumah tangga menerima jumlah yang lebih kurang sama.

Distribusi yang setara

Kecuali beberapa rumah tangga di Sengayan yang menyatakan belum menerima pembayaran apa pun, umumnya semua rumah tangga menerima bagian dari fee IPPK. Penjelasan umum adanya pengecualian beberapa rumah tangga ini karena mereka dipandang sebagai ‘pendatang baru’ yang tidak pantas menerima jumlah yang sama dengan penduduk asli. Mereka pindah ke desa ini beberapa tahun lalu dan sering bekerja di tambang batubara atau sebagai pedagang. Seluruh fee IPPK yang diterima oleh Sengayan dibagikan ke rumah tangga dan tidak diinvestasikan ke sarana-sarana umum, seperti di Tanjung Nanga dan Adiu (lihat Tabel 7.1 sampai 7.3).

Hal ini mungkin bisa dijelaskan oleh fakta bahwa banyak proyek pemerintah dan swasta telah terealisasi di Long Loreh sehingga menggantikan kebutuhan bagi proyek-proyek sarana umum.

Mengenai jumlah dan ukuran pembayaran yang diterima per rumah tangga, ternyata rumah tangga di Tanjung Nanga rata-rata, menerima fee yang cukup rendah dibandingkan dengan rumah tangga di Adiu dan Sengayan. Investasi pada sarana-sarana umum lebih diprioritaskan oleh panitia di Tanjung Nanga. Rumah tangga di Adiu rata-rata menerima hampir tiga kali lebih banyak daripada rumah tangga di Tanjung Nanga (Rp. 1,37 juta dibanding Rp. 475.000). Walaupun rumah tangga di Adiu rata-rata menerima Rp. 450.000 lebih besar daripada rumah tangga di Sengayan (Rp. 851.000), perbedaan ini tidak signifikan. Kalau seluruh desa dilihat sebagai satu populasi, fee total rata-rata yang

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tanjung Nanga Adiu Sengayan Ketiga desa

% rumah tangga

Gambar 7.6 Proporsi rumah tangga yang mengenal nama operator IPPK (persentase rata-rata digambarkan dengan error bar ± 2 * SE)

% rumah tangga

Distribusi yang adil Distribusi yang tidak adil 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tanjung Nanga Adiu Sengayan Ketiga desa

Gambar 7.7 Persentase rumah tangga yang menilai distribusi fee IPPK di desanya adil atau tidak adil (persentase rata-rata dgambarkan dengan error bar ± 2 * SE)

diterima per rumah tangga diperkirakan sekitar Rp. 689.000. Semua perkiraan ini diperiksa ulang dengan membandingkannya dengan berbagai perhitungan berdasarkan fee total yang diterima desa yang didistribusikan ke rumah tangga (lihat Gambar 7.8).

Karena survei rumah tangga dilakukan menurut strata pendapatan, bisa dibandingkan alokasi fee kepada rumah tangga dalam berbagai kelompok pendapatan di masing-masing desa. T-test mengungkap hanya di Tanjung Nanga terbukti ada dua perbedaan signifikan (P = 0.04) yang cenderung memihak yang lebih kaya. Rumah tangga di strata pendapatan sangat rendah hanya menerima Rp. 2.187.000, sementara rumah tangga di strata menengah menerima lebih dari tiga kalinya, Rp. 7.065.000.

Kemunculan konflik

Jumlah, jenis dan intensitas konflik yang disebabkan oleh kehadiran IPPK bisa mengungkap berbagai hambatan dan kekuatan utama di dalam modal sosial. Dalam hal ini, konflik dipahami sebagai kejadian negatif yang berpotensi merusak ikatan sosial (Colfer dan Wadley, 2001). Persentase rumah tangga yang pernah mengalami konflik karena kegiatan IPPK tidak berbeda di antara ketiga desa. Tetapi, karena lebih dari separuh rumah tangga di populasi total studi ini pernah mengalami konflik karena IPPK, maka perlu diteliti rincian dan penjelasannya. Dengan kehadiran IPPK di Adiu, muncul pula konflik menyertai masuknya uang; bukan hanya antara Adiu dan desa-desa tetangganya, tetapi juga secara internal. Terutama, hubungan antara suku Merap dengan suku Punan mengalami banyak

sengketa setelah adanya IPPK, dan berbagai kontroversi serta kesalahpahaman menyebabkan suku Merap tidak membagi pembayaran terakhir dengan suku Punan. Selain itu, suku Punan tidak menerima manfaat non-tunai yang sama, seperti kantor desa dan puskesmas. Di Tanjung Nanga dan Sengayan, alasan-alasan konflik adalah: jumlah uang yang diterima per rumah tangga, distribusi pendatang baru dan penduduk lama; distribusi antara rumah tangga dengan banyak anak dan dengan sedikit anak; rumah tangga dengan satu orang tua dibanding dengan rumah tangga dengan dua orang tua; golongan elit yang dituduh menerima suap; dan kurangnya partisipasi dan transparansi tentang pembagian fee IPPK. Pengaruh IPPK terhadap kondisi kehidupan

Untuk membuat para responden bisa mengungkapkan pendapat agar diperoleh informasi berharga tentang berbagai perubahan kehidupan mereka oleh adanya IPPK, responden diminta membandingkan kualitas hidup mereka sekarang ini dengan kualitas sebelum adanya IPPK dan menjabarkan penyebab perubahan itu. Walaupun ternyata pemeringkatan kuantitatif memiliki kegunaan terbatas, karena responden sulit memahami metode yang diterapkan, penjelasan kualitatif yang ada ternyata lebih bermanfaat.

Di Adiu, lebih dari separuh responden menganggap kehidupan mereka lebih baik karena meningkatnya kualitas rumah dan peralatan, serta meningkatnya akses kepada obat-obatan. Seorang responden menganggap kehidupan rumah tangganya saat ini lebih sulit karena memiliki lebih banyak anak, sementara yang lain tidak merasakan perbedaan dalam hal ini. Di Tanjung Nanga, dua pertiga responden mengatakan kehidupan mereka menjadi

Tanjung Nanga Adiu Sengayan Ketiga desa 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Total f ee IPPK y ang dit er

ima per rumah tangga

(juta rupiah)

Gambar 7.8 Dua perkiraan total fee IPPK yang diterima per rumah tangga: Satu perkiraan didasarkan pada data dari kuesioner semi terbuka di tingkat rumah tangga (kolom kiri berwarna abu-abu muda); perkiraan lain didasarkan pada data dari berbagai wawancara kelompok terfokus dan laporan produksi mengenai jumlah rumah tangga penerima fee dan fee total yang diterima di tingkat desa (kolom kanan berwarna abu-abu tua)

Catatan:

% rumah tangga 0 20 40 60 80 100

Tanjung nanga Adiu Sengayan Ke tiga desa

Gambar 7.9 Proporsi rumah tangga yang berdagang karyawan IPPK (persentase digambarkan dengan

error bar ± 2 * SE)

% rumah tangga 0 20 40 60 80 100

Tanjung nanga Adiu Sengayan Ke tiga Desa

Gambar 7.10 Proporsi rumah tangga yang bekerja di perusahaan IPPK (persentase digambarkan dengan

error bar ± 2 * SE)

lebih baik. Hanya satu yang merasa kehidupannya menjadi lebih sulit, sementara yang lain tidak merasakan perbedaan. Di sini, umumnya penyebab utama yang diungkapkan adalah membaiknya kondisi kesehatan, rumah yang lebih bersih, jalan lebih bagus, transportasi lebih baik, pendidikan lebih baik, serta lebih tingginya pendapatan bagi penduduk desa,

sehingga lebih banyak pekerjaan bagi para pengrajin. Di Sengayan, hanya separuh dari responden mampu menjawab pertanyaan ini. Semuanya, kecuali satu orang, menilai kehidupan mereka kini lebih baik daripada sebelum adanya IPPK. Para responden ini tidak memberi penjelasan, sedangkan responden yang lain menilai kehidupannya lebih sulit karena banyaknya konflik, walaupun secara ekonomi telah membaik.

Akses kepada pendidikan

Pembagian fee IPPK (lihat Gambar 7.3) mengungkapkan, hampir separuh rumah tangga dalam seluruh populasi yang diteliti menggunakan sebagian fee IPPK untuk biaya yang berhubungan dengan pendidikan. Tidak tampak ada perbedaan signifikan di antara ketiga desa. Hampir semua pengeluaran yang disebutkan adalah untuk baju seragam, buku dan alat tulis; tetapi untuk seperempat dari rumah tangga yang memberi tanggapan, pengeluaran untuk uang sekolah anak-anak adalah yang terpenting. Informan kunci di ketiga desa menekankan dampak positif dari IPPK: anak-anak menerima pendidikan yang lebih baik.

Akses kepada fasilitas kesehatan

Gambar 7.3 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat dari seluruh populasi studi ini menggunakan sebagian fee IPPK untuk kesehatan. Biaya pengobatan disebut oleh semua rumah tangga ini, dan hampir separuh dari mereka menggunakan sebagian fee IPPK untuk biaya berobat ke rumah sakit di Malinau atau Tarakan. Informan kunci menyebut, sampai sekarang, penduduk desa belum punya kemampuan finansial untuk sampai ke Tarakan (satu hari perjalanan) dan membayar bantuan pengobatan.

Perubahan dalam akses kesempatan kerja dan aktivitas berpenghasilan

Dampak tidak langsung IPPK dalam kesempatan kerja dan kesempatan berdagang terutama ditemukan menguntungkan bagi rumah tangga di Adiu. Tiga perempat rumah tangga di Adiu telah terlibat dalam penjualan hasil, terutama hasil pertanian, kepada para karyawan IPPK (lihat Gambar 7.9). Berbeda dengan Adiu, rumah tangga di Tanjung Nanga punya sedikit kesempatan menjual produk-produk lokal mereka kepada para pekerja IPPK. Di kedua desa, potensi perdagangan produk-produk lokal bisa lebih besar lagi, tetapi karena banyak pekerja IPPK berbelanja sendiri di Malinau Kota, di mana harga makanan dan bahan pokok lain lebih rendah dan pilihannya lebih banyak, kesempatan ini berkurang. Dalam hal kesempatan pekerjaan, lebih dari setengah responden (semua pria) di Adiu dipekerjakan oleh pemegang IPPK (lihat Gambar 7.10). Kesempatan kerja umumnya berupa pekerjaan lapangan sebagai juru-tebang, operator traktor, pengupas kulit, petugas keamanan atau anggota tim survei pencari pohon-pohon yang berharga (terutama dari suku Punan). Warga Tanjung Nanga hampir tidak pernah dipekerjakan di kamp pembalakan. Di Sengayan dan Adiu, di mana pekerjaan IPPK sepertinya menjadi pilihan pendapatan umum, pekerjaan ini terkesan hanya untuk jangka waktu yang singkat. Di Sengayan, informan kunci menyatakan walaupun desa ini mendapat manfaat dari kesempatan kerja, penduduknya hanya bekerja untuk jangka waktu singkat. Hanya satu orang responden menyebutkan kalau dia bekerja selama satu tahun penuh, sedangkan masa kerja yang wajar adalah antara dua sampai lima bulan. Rata-rata gaji seorang karyawan IPPK adalah sekitar Rp. 330.000 per bulan; berdasarkan pernyataan dari enam orang responden.

Kotak 7.6 Pernyataan dari wawancara kelompok terfokus di