• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ST RUCT URAL EQUAT ION MODELING (SEM)

Muhammad Ibnu

HASIL ST RUCT URAL EQUAT ION MODELING (SEM)

Selanjutnya, dalam Tabel 4, dapat dilihat bahwa semua hasil analisis indikator SEM memiliki kebaikan statistik (goodness of statistics) lebih baik daripada nilai yang direkomendasikan. Oleh karena itu, kebaikan fit dari model struktural adalah sebanding dengan model CFA sebelumnya, dan menawarkan bukti yang cukup bagi kesesuaian model saat ini.Hasil analisis SEM dan semua faktor loadings (koefisien jalur) antara konstruksisi dapat dilihat pada Gambar 2. dan Gambar 3. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, dapat dilihat bahwa persepsi kegunaan (PU) mempengaruhi kedua sikap (ATT) dan niat berperilaku (BI). Namun, persepsi kegunaan (PU) memiliki pengaruh langsung yang tidak signifikan terhadap niat berperilaku karena t-values kurang dari 1,96 pada p = 0,05. Dapat dilihat juga t-values koefisien jalur (λ) dari persepsi kegunaan untuk niat berperilaku adalah merah yang menunjukkan ketidaksignifikanannya. Sebaliknya, persepsi kegunaan adalah salah satu faktor penentu yang kuat terhadap sikap, dan sikap secara signifikan memiliki efek langsung terhadap niat berperilaku. Secara keseluruhan, dengan membandingkan efek langsung pada sikap berdasarkan faktor loadings (λ), pengalaman

masa lalu (PE, λ = 0. 35) adalah penentu terkuat sikap diikuti oleh persepsi kegunaan (PU, λ = 0. 31) dan persepsi kemudahan penggunaan (PEOU, λ = 0. 30). Semua koefisien path atau faktor loadings signifikan pada p < 0,05.

Dalam hubungan lain, koefisien jalur dari variabel independen dalam model yaitu persepsi pengendalian perilaku (PBC), kondisi sumberdaya yang memfasilitasi (RFC) dan persepsi resiko (PR) lebih dari 0,1, dengan t-values lebih dari 1,96 . Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel

adalah prediktor penting niat berperilaku (BI) dan semuanya signifikan pada p <0,05. Dalam

0. 23) dan PR (λ = 0. 18). Secara keseluruhan, berdasarkan koefisien jalur (λ) langsung ke BI, dapat dilihat bahwa sikap (λ = 0. 28) adalah penentu terkuat dari niat berperilaku, diikuti oleh persepsi pengendalian perilaku (λ = 0. 26), sumberdaya yang memfasilitasi (λ = 0 23.) dan

persepsi resiko (λ = 0 18.) (lihat Gambar 2).

Namun, menurut Bollen dan Long (1992) sangat penting untuk tidak hanya mempertimbangkan efek langsung tetapi juga memperhatikan efek tidak langsung dan efek total, ketika menafsirkan hasil dalam model persamaan struktural. Saran mereka sangat penting. Ketika efek tidak langsung diperhitungkan, pengaruh total variabel menjadi lebih kuat daripada hanya efek langsung. Efek diperoleh dengan menjumlahkan efek langsung dan tidak langsung melalui faktor- faktor intervensi yang relevan dan program LISREL dapat melakukan perhitungan secara otomatis. Efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari hubungan antar faktor dapat

dilihat pada Tabel 5. Selanjutnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5, dengan memperhatikan efek tidak langsung

pada efek total, dapat diketahui bahwa efek total persepsi kegunaan (PU) untuk niat berperilaku (BI) meningkat dari 0,16 ke 0,25 dan signifikan pada p = 0,05 . Berdasarkan efek standar total (λ)

terhadap niat berperilaku/behavioral intention (BI), didapatkan hasil yang menarik bahwa

sikap/attitude (λ = 0. 28) adalah penentu terkuat BI, diikuti oleh pengendalian perilaku dirasakan/ perceived behavioral control (λ = 0. 26 ), persepsi kemudahan menggunakan /

perceived ease of use (λ = 0. 25), kondisi yang memfasilitasi sumberdaya/ resource facilitationg condition (λ = 0. 23) dan persepsi risiko/ perceived risk (λ = 0. 18).

PEMBAHASAN

Dalam melakukan perilaku tertentu, niat memiliki peran yang sangat penting sebagai faktor motivasi pendorong manusia untuk melaksanakan perilaku yang sebenarnya atau tindakan yang sebenarnya. Dalam konteks penelitian ini, niat adalah indikasi seberapa kuat para petani sungguh antusias untuk mencoba, seberapa dalam mereka mencari informasi dan berapa banyak upaya yang sedang dipersiapkan untuk menggunakan teknologi baru segera dan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, seorang petani yang memiliki niat untuk mengadopsi teknologi baru mungkin akan memanfaatkan teknologi secara teratur di masa depan. Selanjutnya, studi ini menemukan bahwa niat petani dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi niat mereka. Oleh karena itu beberapa implikasi dapat dibahas dari hasil penelitian.

Seperti prediksi sebelumnya, persepsi kegunaan tampaknya menjadi salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi baik sikap dan niat petani untuk mengadopsi teknologi baru. Koefisien

path (efek keseluruhan) dari persepsi kegunaan untuk sikap dan niat berperilaku semuanya signifikan. Oleh karena itu, berdasarkan efek langsung, tidak langsung (melalui sikap) dan efek total persepsi kegunaan pada niat berperilaku, persepsi kegunaan memiliki pengaruh yang besar pada niat petani untuk menggunakan teknologi baru. Temuan ini konsisten dengan hasil dari penelitian TAM sebelumnya (misalnya Davis, 1989; Adam et al, 1992; Chau dan Hu, 2002; Fu et al, 2006 dan Chen et al, 2007).

Selanjutnya, temuan ini memiliki beberapa implikasi. Pertama, petani tampaknya memiliki kecenderungan untuk menjadi pragmatis dalam keputusan penerimaan mereka terhadap teknologi. Petani tampak fokus pada kegunaan ketika mereka menilai teknologi, yaitu petani cenderung menerima teknologi ketika dianggap berguna bagi kegiatan mereka. Kedua, persepsi kegunaan merupakan faktor penentu penting dari sikap dan mengungkapkan pengaruh besar pada pengembangan sikap individu. Dalam konteks ini, faktor penting untuk penerimaan petani

terhadap eknologi baru adalah apakah teknologi memenuhi kebutuhan mereka atau tidak. Oleh karena itu, temuan ini cukup masuk akal dan membuktikan bahwa petani juga rasional. Petani tampaknya menghubungkan teknologi baru dengan praktek-praktek mereka yang sebenarnya. Jika teknologi baru dianggap berguna, sikap positif dan niat untuk menggunakannya mungkin akan muncul atau sebaliknya.

Selain itu, persepsi kemudahan penggunaan tampaknya memiliki pengaruh yang signifikan pada sikap dan berkorelasi positif dengan persepsi kegunaan. Secara tidak langsung (melalui sikap) persepsi kemudahan penggunaan memiliki peran penting dalam mempengaruhi niat petani untuk menerima teknologi baru. Hasil ini konsisten dengan temuan beberapa studi sebelumnya (misalnya Davis, 1989; Adam et al, 1993; Subramanian, 1994; Fu et al, 2006 dan Chen et al,

2007). Selanjutnya, temuan ini memiliki beberapa implikasi. Pertama, petani memiliki kecenderungan untuk menerima sebuah teknologi baru jika mereka berpikir tidak akan perlu banyak upaya bagi mereka untuk menguasainya. Dengan kata lain, mereka memiliki sikap positif terhadap teknologi jika teknologi tersebut dianggap mudah untuk digunakan. Kedua, persepsi petani tentang manfaat dari teknologi dipengaruhi oleh persepsi kemudahan pemanfaatannya. Artinya teknologi tidak dianggap sangat berguna jika petani berpikir sulit bagi mereka untuk menggunakannya. Oleh karena itu, hasil ini dapat menunjukkan bahwa cara berpikir petani relatif sederhana dalam konteks persepsi kemudahan penggunaan. Petani mungkin berpikir teknologi baru yang lebih mudah digunakan akan lebih baik dan berguna dibandingkan dengan teknologi yang menjanjikan hasil yang lebih baik, tetapi sulit untuk dipelajari atau untuk digunakan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman memiliki pengaruh paling signifikan terhadap sikap. Dengan demikian. temuan ini memiliki beberapa implikasi. Pertama, sikap petani tampaknya memiliki hubungan positif dengan pengalaman mereka. Seorang petani yang merasa bahwa ia tidak mengalami kesulitan menggunakan teknologi baru kemungkinan memiliki pandangan optimis untuk menerima teknologi baru lainnya. Kedua, sikap tampaknya juga didorong oleh keberadaan pengalaman memuaskan dengan menggunakan teknologi baru di masa lalu. Seorang petani yang mengalami bahwa teknologi baru yang pernah digunakanannya memilik kinerja yang lebih baik dari yang lama dan memberikan hasil yang lebih baik, kemungkinan memiliki sikap positif untuk menerima teknologi baru berikutnya. Akibatnya, temuan ini menunjukkan bahwa umumnya manusia tidak melupakan segala sesuatu yang telah mereka alami. Baik pengalaman mengecewakan maupun pengalaman menyenangkan yang melekat pada ingatan petani, sampai batas tertentu, mempengaruhi sikap mereka saat dihadapkan pada hal atau situasi yang serupa.

Selain itu, seperti yang diperkirakan, sikap tampaknya menjadi penentu paling penting dari niat petani untuk menerima teknologi baru dalam budidaya padi. Temuan ini konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan TPB dan TAM sebagai struktur dasar dalam model mereka (misalnya Godin dan Kok, 1996; Hausenblas et al, 1997; Chau dan Hu, 2002 dan Chen et al, 2007) . Implikasinya, seorang petani yang memiliki sikap positif terhadap teknologi baru, kemungkinan besar mendukung ide menggunakan teknologi baru karena dianggap sebagai ide yang bijaksana. Ia juga akan mendorong dirinya sendiri menggunakan teknologi baru dalam pertanian. Kemudian, pada gilirannya sikap ini mempengaruhi niatnya untuk mengadopsi teknologi baru. Secara keseluruhan, hasil ini bisa menggambarkan peran penting sikap dalam pengambilan keputusan penerimaan teknologi baru oleh individu petani. Oleh karena itu, semua

stakeholder harus mengenali dan memberi perhatian lebih pada pentingnya pembinaan sikap

petani terhadap teknologi, untuk suksesnya penerapan teknologi di sektor pertanian.

Persepsi pengendalian perilaku tampaknya memiliki pengaruh signifikan terhadap niat berperilaku, dan tampaknya menjadi penentu terkuat kedua pada niat petani untuk mengadopsi

teknologi baru. Hasil ini konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan TPB atau dekomposisi TPB (misalnya Hausenblas et al, 1997; Sheeran dan Taylor, 1999 dan Armitage dan Corner, 2001). Selanjutnya, temuan ini memiliki beberapa implikasi. Pertama, kendala niat petani untuk mengadopsi teknologi dipengaruhi oleh persepsi mereka apakah mereka memiliki waktu yang tersedia untuk belajar menerapkan teknologi baru dalam budidaya padi. Kedua, jika petani memandang ia memiliki sumber daya yang diperlukan dalam menerapkan teknologi baru, niatnya mungkin berkembang untuk menerima teknologi baru. Ketiga, petani cenderung berpikir bahwa pengetahuan dan keterampilan akan diperlukan untuk menerapkan teknologi baru dalam budidaya padi. Seorang petani yang merasakan sebuah teknologi baru dapat diterapkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang ada, kemungkinan menerima teknologi, daripada jika ia berpikir bahwa teknologi benar-benar berbeda atau sangat kompleks. Oleh karena itu, hasil ini dapat menjelaskan mengapa sikap positif, sebagai faktor tunggal, tidak dapat menjamin seorang petani secara langsung begitu saja menerima teknologi baru. Hal ini karena petani juga melihat ke dalam dirinya sendiri, yaitu, persepsi tentang apakah waktu untuk belajar, sumber daya, pengetahuan dan keterampilannya

cukup memadai untuk memanfaatkan teknologi.

Sementara itu, kondisi fasilitas sumberdaya muncul sebagai faktor lain yang signifikan mempengaruhi niat petani. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (yaitu Fu et al, 2007), di mana kondisi fasilitas sumberdaya hanya memiliki pengaruh yang kecil atau tidak ada terhadap niat berperilaku. Selanjutnya, hasil ini memiliki beberapa dampak. Pertama, petani cenderung menerima teknologi ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup (misalnya tanah, buruh dan dana) untuk mendukung penggunaan teknologi. Selain itu, jika mereka yakin bahwa sarana pendukung yang sesuai (misalnya alat-alat dan bahan bakar) tidak sulit untuk ditemukan, mereka menjadi lebih mudah untuk menerima teknologi baru. Ketiga, keputusan petani untuk menggunakan teknologi ini juga ditentukan oleh kemampuannya apakah teknologi baru terjangkau atau tidak untuknya. Dengan kata lain, seorang petani yang yakin ia memiliki kemampuan untuk membayar biaya memanfaatkan teknologi akan cenderung memiliki niat yang lebih kuat untuk menerimanya. Oleh karena itu, petani rupanya juga mempertimbangkan realitas yang ada dan lingkungan sekitarnya dalam menerima teknologi. Dalam konteks ini, petani tidak memperhitungkan lagi apa yang dirasakan, tapi lebih melihat ke arah realita yang mengelilinginya sehingga ia menjadi percaya diri atau tidak percaya diri. Sebagai contoh, seorang petani yang yakin bahwa sarana pendukung akan tersedia dan dapat dengan cepat ditemukan di banyak toko atau pasar di sekitar desanya, kemungkinan besar niatnya untuk menggunakan teknologi baru akan berkembang.

Akhirnya, persepsi risiko juga tampil sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi niat petani. Namun, risiko dianggap memiliki pengaruh paling lemah meskipun dampaknya terhadap niat berperilaku masih cukup signifikan. Hasil ini agak berbeda dengan studi sebelumnya (yaitu

Fu et al, 2007), di mana persepsi risiko hampir tidak memiliki pengaruh terhadap niat

berperilaku. Temuan ini membawa beberapa implikasi. Pertama, seorang petani yang merasa khawatir dengan menggunakan teknologi baru akan membawa risiko terhadap pendapatan saat ini, kemungkinan besar menghindari teknologi baru atau hanya pasif menunggu dan melihat. Di sisi lain, seorang petani yang mempertimbangkan bahwa penggunaan teknologi baru tidak akan mengancam pendapatannya kemungkinan akan menerima teknologi tersebut. Kedua, petani juga mempertimbangkan kondisi psikologis jika mereka menggunakan teknologi baru. Ketiga, petani tampaknya juga mempertimbangkan keamanan menggunakan teknologi baru saat mereka melakukan evaluasi.

Dengan demikian, tampak jelas bahwa petani mempertimbangkan konsekuensi dari menggunakan sesuatu yang baru bagi mereka. Hal tersebut wajar karena orang kadang-kadang merasa cemas jika mereka harus keluar dari zona nyaman mereka saat ini karena situasi atau

keadaan yang baru. Kondisi psikologis yang dirasakan petani merupakan hal-hal yang mereka bayangkan seperti belajar, menerapkan, membiasakan diri terhadap teknologi baru akan membawa kesulitan dan situasi stres kepadanya atau tidak. Selanjutnya, hasil ini juga memiliki implikasi lain yang masuk akal, yaitu seorang petani yang percaya bahwa sebuah teknologi baru adalah handal karena telah diuji coba oleh orang lain, kemungkinan lebih mudah menerima teknologi. Ini juga berarti bahwa informasi tentang apakah teknologi baru telah diuji atau tidak adalah penting bagi petani, untuk mengurangi kecemasan mereka dalam menerima teknologi. Lepas dari hasilnya, penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Pertama, penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan korelasi data, sehingga hubungan kausal tidak

teridentifikasi. Kedua, dengan menghapus dua parameter dari model (norma subjektif dan kondisi fasilitas sumberdaya), studi ini tidak dapat mengkonfirmasi apakah kedua parameter tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap niat berperilaku petani atau tidak. Ketiga, model penelitian ini hanya mampu menjelaskan sekitar 61% varians dari niat berperilaku (R2

BI = 0.61),

yang berarti bahwa selain variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini, variabel-variabel lain masih perlu diidentifikasi untuk menjelaskan varians tambahan.