• Tidak ada hasil yang ditemukan

ULKUS GASTER JUMLAH PERSENTASE

KARAKTERISTIK PASIEN ULKUS GASTRODUODENAL DI LAMPUNG

ULKUS GASTER JUMLAH PERSENTASE

Fundus 3 6%

Antrum 9 19%

Sfingter pilorikum 36 75%

Total 48 100%

Untuk ulkus duodenal, dari seluruh kejadian (97 kasus), lokasi ulkusnya 100% berada di daerah bulbus duodenal atau bagian proximal awal dari duodenal. Sedangkan pada ulkus kombinasi gaster-duodenal, dari 6 kasus yang ada, lokasi ulkusnya selalu berada di daerah sfingter pilorikum dan bulbus duodenal.

Dari keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal, 74% disebabkan oleh Helicobacter pylori. Helicobacter pylori merupakan penyebab utama

terjadinya ulkus dengan perbandingan kasus ulkus kausa Helicobacter pylori dan non Helicobacter pylori adalah 3:1, tersaji pada gambar 3.

  Bulbus (64%)  Fundus         (2%) Antrum          (6%) S. Pilorikum       (26%)  S. pilorikum+bulbus       (4%)  Ulkus gaster Ulkus duodenal Ulkus gastroduodenal Sfingter pilorikum   (24%)       Diagnosa:  Ulkus kombinasi 

Gambar 3. Distribusi keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal berdasarkan Helicobacter pylori sebagai kausa

Dari penelitian ini didapatkan bahwa Helicobacter pylori merupakan penyebab mayor ulkus

gaster dan ulkus duodenal. Sebanyak 67% kasus ulkus gaster dan 79% ulkus duodenal disebabkan oleh Helicobacter pylori. Sedangkan penyebaran Helicobacter pylori sebagai kausa ulkus

kombinasi gaster-duodenal tersebar merata, 50% kasus disebabkan oleh Helicobacter pylori dan

50% sisanya tidak disebabkan oleh Helicobacter pylori, tersaji pada gambar 2.

Tabel 2. Distribusi kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal berdasarkan Helicobacter pylori sebagai kausa

Helicobacter Pylori

DIAGNOSIS (+) (-) TOTAL

Ulkus Gaster 32 16 48

Ulkus Duodenal 77 20 97

Ulkus Kombinasi 3 3 6

Dari keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal, 55% penderita adalah wanita dan 45% sisanya adalah pria. Perbandingan kasus penderita pria dan wanita adalah 4,5:5,5, tersaji pada gambar 4.

Gambar 4. Distribusi keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gastrer-duodenal berdasarkan jenis kelamin

Meski distribusi kejadian penyakit menurut jenis kelamin cukup merata tetapi wanita cenderung lebih sering terkena ulkus. Sebanyak 54% (26 kasus) penderita ulkus gaster adalah wanita dan persentase penderita pria adalah 46% (22 kasus). Begitu pula dengan kejadian ulkus duodenal,

 

74% 26% 

51% (49 kasus) penderitanya adalah wanita dan pria merupakan 41% penderita (48 kasus). Untuk kasus ulkus kombinasi gaster-duodenal penyebarannya merata, baik pria maupun wanita memiliki jumlah kasus yang sama yakni sebanyak 3 kasus.

Tabel 3. Distribusi kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal berdasarkan jenis kelamin

Diagnosis Pria Wanita Total

Ulkus Gaster 22 26 48

Ulkus Duodenal 48 49 97

Ulkus Kombinasi 3 3 6

Terjadi peningkatan jumlah insidensi keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal yang signifikan pada tiap tingkatan dekade usia penderita. Puncak insidensi adalah pada usia lebih dari 59 tahun. Dari hasil rekam medik yang ada didapatkan bahwa usia termuda adalah 14 tahun dan tertua adalah 90 tahun.

Gambar 5. Distribusi keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal berdasarkan usia

Distribusi usia pasien ulkus gaster ialah 3 kasus (6%) penderita ulkus gaster berusia 20-29 tahun, 4 kasus (8%) berusia 30-39 tahun, 3 kasus (6%) berusia 40-49 tahun, 17 kasus (35%) berusia 50-59 dan usia tersering terjadinya ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal adalah di atas 59 tahun yakni sebanyak 21 kasus (44%). Terdapat 2 kasus (2%) ulkus duodenal dimana penderitanya berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan sisanya, 8 kasus (8%) penderita ulkus duodenal berusia 20-29 tahun, 14 kasus (14%) berusia 30-39 tahun, 21 kasus (22%) berusia 40-49 tahun, 25 kasus (26%) berusia 50-59 dan insidensi tersering adalah di atas 59 tahun yakni sebanyak 27 kasus (28%). Untuk ulkus kombinasi gaster-duodenal, dari enam kasus yang ada, 67% (4 kasus) berumur lebih dari 59 tahun dan sisanya 17 % (1 kasus) berusia 40-49 tahun dan 1 kasus lagi berusia 50-59 tahun, tersaji pada gambar 6.

<20 20-29 30-39 40-49 50-59 >59 umur 0 10 20 30 40 50 60

Keterangan Usia:

Gambar 6. Distribusi kasus ulkus gaster,ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal berdasarkan usia

PEMBAHASAN

Kasus-kasus ulkus yang ditemukan di Laboratorium Sentra Patologi Anatomi Lampung terjadi pada gaster, duodenal dan kombinasi gaster-duodenal. Insidensi tersering terjadi pada duodenal (64,24%), pada gaster (31,79%) dan sisanya pada gaster dan duodenal (kombinasi) sebanyak 3,97%. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga menemukan ulkus duodenal sebagai kasus ulkus dengan insidensi tertinggi. Penelitian Malaty et al pada tahun 1997 menemukan hasil bahwa 75% kasus ulkus intestinal merupakan ulkus duodenal. Pendapat sejenis juga dikemukakan oleh Kumar (2003) dan Lindseth (2005) yang menyatakan bahwa ulkus duodenal merupakan kasus ulkus dengan insidensi tersering dibandingkan dengan ulkus di organ pencernaan lain.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, patogenesis terjadinya ulkus pada prinsipnya terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara faktor pertahanan dan faktor agresif mukosa gastroduodenal. Hipersekresi asam merupakan salah satu faktor agresif utama yang bisa menyebabkan timbulnya ulkus. Oleh karena itu, tingginya insidensi ulkus pada duodenal diprediksi berkaitan dengan keadaan anatomi dan fisiologi duodenal yang lebih rentan terhadap hipersekresi asam lambung dibandingkan dengan lambung yang cenderung lebih tahan terhadap asam (Ackerman, 1996; Martini et al., 2005).

Dari keseluruhan ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal di Laboratorium Sentra Patologi Anatomi Lampung periode Oktober 2008-Oktober 2009 didapatkan bahwa lokasi tersering terjadinya ulkus adalah di daerah bulbus atau bagian proksimal awal dari duodenal (64% kasus). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Metz and John (2000) bahwa lokasi ulkus tersering adalah pada bulbus duodenal.

  3  2 3  4  8 17  21  14 21 25 27 4  1 1

Pada kasus ulkus gaster di Laboratorium Sentra Patologi Anatomi Lampung, ulkus ditemukan di daerah sfingter pilorikum, antrum dan fundus. Lokasi tersering adalah pada daerah sfingter pilorikum (75%), antrum (19%) dan sisanya terdapat pada fundus (6%). Hal ini sesuai bila dibandingkan dengan data statistik Universitas Maryland (2005) mengenai lokasi ulkus gaster di Amerika Serikat. Utuk distribusi kasus ulkus kombinasi gaster-duodenal, pada penelitian ini didapatkan bahwa keenam kasus yang ada berlokasi pada sfingter pilorikum dan bulbus duodenal. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan oleh Vu (2000) pada 7 kasus ulkus kombinasi gaster-duodenal di Singapura.

Kejadian ulkus khususnya pada duodenal berkaitan dengan hipersekresi asam. Lokasi ulkus yang lebih sering terjadi pada bulbus duodenal ini berkaitan dengan letak bulbus sebagai daerah paling proksimal duodenal yang berhubungan langsung dengan gaster sehingga menerima paparan asam lambung lebih banyak dari bagian duodenal lainnya (Ackerman, 1996; Martini et al., 2005). Di lain pihak, pH daerah sekitar bulbus duodenal dan sfingter pilorikum relatif kurang

asam dibandingkan dengan bagian-bagian gaster yang lain sehingga memudahkan H. pylori untuk

tumbuh. Sedangkan untuk insidensi ulkus di daerah antrum gaster yang cukup tinggi berkaitan dengan kecendrungan daerah ini untuk lebih rentan terhadap difusi balik H+ (Lindseth, 2003).

Kejadian ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster- duodenal di Laboratorium berkaitan erat dengan Helicobacter pylori. Helicobacter pylori ditemukan sebagai kausa 67% kasus ulkus gaster, 79% kasus ulkus duodenal dan 50% kasus ulkus kombinasi gaster-duodenal. Persentase H. pylori sebagai kausa kasus ulkus kombinasi gaster-duodenal pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vu di tahun 2000. Meskipun demikian, persentase Helicobacter pylori sebagai kausa kasus ulkus gaster dan duodenal pada penelitian ini masih lebih besar dibandingkan dengan data statistik di Amerika yang mencatat Helicobacter pylori merupakan kausa 50-70% kasus ulkus duodenal dan 30-50% ulkus gaster (Cohen, 2007) dan lebih rendah dari data di India dimana H. pylori ditemukan sebagai kausa 70% kasus ulkus gaster dan 90% kasus ulkus duodenal (Vineet, 2006). Perbedaan hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian O’rourke (2003) dan Malaty (2007) bahwa infeksi H. pylori erat kaitannya dengan keadaan ekonomi suatu negara sehingga cenderung lebih tinggi pada populasi yang pendapatannya rendah. Ini dimungkinkan dengan asumsi bahwa kualitas pendidikan dan pengetahuan ibu, personal higien, kebiasaan makan, sumber air minum, ketersediaan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) yang belum baik.

Meski distribusi kejadian ulkus menurut jenis kelamin cukup merata (perbandingan pria dan wanita 1:1) tetapi wanita cenderung lebih sering terkena ulkus. Dari keseluruhan kasus ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal di Laboratorium Sentra Patologi Anatomi Lampung periode Oktober 2008 - Oktober 2009, 55% penderita adalah wanita dan 45% sisanya adalah pria. 54% penderita ulkus gaster, 51% penderita ulkus duodenal dan 50% penderita ulkus kombinasi gaster-duodenal adalah wanita. Hasil ini berbeda dengan apa yang dikemukakan Kumar (2003) bahwa pria cenderung lebih beresiko terkena ulkus daripada wanita. Sedangkan data statistik Universitas Maryland (2005) bahwa ulkus duodenal lebih sering terjadi pada pria dan ulkus gaster umumnya lebih sering mengenai wanita di Amerika Serikat.

Tingkat insidensi yang lebih sering terjadi pada wanita pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh wanita yang cenderung lebih mudah stress karena mereka lebih mudah mengkhawatirkan banyak hal dibandingkan pria (Kessler, 1998). Dalam bukunya yang berjudul Handbook of Women's Health, Rosenfeld mengemukakan bahwa wanita merupakan sosok pemerhati (caregivers) lingkungannya, keluarga dan orang-orang di sekelilingnya. Sehingga wanita cenderung lebih mudah stress dan merasa cemas. Sedangkan stress dalam kaitannya dengan peningkatan asam lambung adalah salah satu faktor yang berkontribusi dalam terjadinya ulkus (Metz, 2000; Belsare, 2007). Meskipun demikian, faktor lain yang juga diprediksi

menyebabkan tingkat insidensi ulkus pada penelitian ini lebih sering terjadi pada wanita adalah kecendrungan pria yang lebih malas berobat dibandingkan wanita. Seperti apa yang dikemukakan oleh Legato (2009), secara kultural wanita lebih sering meminta bantuan sedangkan pria cenderung baru mencari pengobatan bila didesak pasangannya atau setelah kondisi penyakitnya bertambah buruk.

Pada penelitian ini, dari seluruh pasien yang menderita ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal didapatkan usia termuda adalah 14 tahun dan tertua adalah 90 tahun. Terjadi peningkatan angka kejadian yang nyata pada setiap dekade usia. Semakin tua usia pasien maka insidensi terjadinya ulkus makin meningkat. Puncak insidensi ulkus gaster, ulkus duodenal dan ulkus kombinasi gaster-duodenal adalah pada usia di atas 59 tahun. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Kumar (2003) bahwa insidensi ulkus meningkat dari tingkatan usia paruh baya hingga lanjut usia.

Universitas Maryland (2005) mencatat bahwa insidensi ulkus duodenal di Amerika Serikat umumnya terjadi pada usia 30-50 tahun dan ulkus gaster tersering terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Sedangkan pada penelitian ini didapatkan 10% kasus ulkus duodenal yang berasal sari kelompok usia di bawah 30 tahun, bahkan pada kasus ulkus gaster yang seharusnya cenderung baru timbul pada usia tua didapatkan 20% kasus terjadi pada kelompok usia kurang dari 50 tahun. Untuk puncak insidensi ulkus, hasil penelitian ini sesuai dengan data Universitas Hopkins (2008) bahwa puncak insidensi ulkus adalah pada dekade ke-7.

Usia penderita ulkus pada penelitian ini yang cenderung berasal dari kelompok usia yang lebih muda dari penelitian sebelumnya kemungkinan berkaitan dengan tingginya tingkat infeksi H.

Pylori. Dengan pemahaman saat seseorang telah terkena infeksi H. pylori berarti ia telah

memiliki satu faktor agresif untuk beresiko terkena ulkus sehingga saat faktor agresif lain juga timbul (misalnya stress , kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak sehat) maka rentang waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya ulkus akan dipersempit dan ulkus akhirnya timbul pada usia yang relatif lebih muda (Metz, 2000; Belsare, 2007; Adam Inc, 2008). Sedangkan untuk distribusi kasus dimana semakin tua usia pasien insidensinya makin meningkat dengan puncak insidensi pada usia di atas 59 tahun kemungkinan berkaitan dengan fungsi sistem imunitas tubuh

(immunocompetence) manusia yang cenderung menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas

tubuh melawan infeksi akan menurun, termasuk pula kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Ini dikarenakan, kelompok lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem imun. Sel perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif daripada sel yang ditemukan pada kelompok dewasa muda. Selain itu, ketika antibodi dihasilkan, durasi respons kelompok lansia lebih singkat dan sel yang dihasilkan lebih sedikit sedangkan pada sistem imun kelompok dewasa muda, limfosit akan bereaksi lebih kuat dan cepat terhadap infeksi daripada kelompok lansia (Fatmah, 2006; Haase, 2009).

Kesimpulan adalah insidensi yang tersering adalah ulkus duodenal pada daerah bulbus. Umumnya kasus ulkus disebabkan oleh Helicobacter pylori. Predominan penderita adalah wanita dengan puncak insidensi terjadi pada usia di atas 59 tahun.

Daftar Pustaka

Akil, H. A. M. 2007. Tukak Duodenum. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1.

Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman: 345-348

Anonim. 2003. Gastric gland. http://www.becomehealthynow.com/ glossary/parital_cellbh.htm. Diakses tanggal 17 September 2009

Anonim. 2007. Gastric Ulcer In-Depth Report. http://www.nytimes.com/ imagepages/ 2007/08 /01/health/adam. Diakses tanggal 18 September 2009

Cohen, S. 2007. Peptic Ulcer Diseas. http://www.merck.com/mmpe/ec02/ch013/ch013e.html. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

Djojoningrat, D. 2007. Dispepsia Fungsional. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Halaman : 352-354

Franco, T. A., Elizabeth J., Uma K., Yoshio Y., Dawn A. Israel, Toni A. Nagy, Lydia E. Wroblewski, Maria B. P., Pelayo C., Richard M. P. Jr. 2008. Regulation of Gastric Carcinogenesis by Helicobacter pylori Virulence Factors. Aacr Journal.

http://www.aacrjournals.org. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

Fauci, B., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008. Harrison's Edisi 17. United States of America : McGraw’s Hill.

Fatmah. 2006. Resspon Imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut. Jurnal UI.

http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/07_Fatmah _Imunitas _revisi. PDF. Diakses tanggal 17 November 2009

Fawcet, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC. Halaman 544,

Guyton, A. C., Hall, J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. Halaman: 1002-1003, 1013-1032

Haase,H., Lothar, R. The immune system and the impact of zinc during aging. 2009. Immunity &

Ageing journal. http://www.immunityageing.com/ content/6/1/9.html. Diakses tanggal

18 November 2009

Hopkins University. 2009. Peptic Ulcer Disease. http://www.hopkins-gi.org/ GDL_Disease.aspx. Diakses tanggal 27 September 2009

Izzotti, A., Silvio D. F., Cristina C., Bianca M. A., Mariagrazia L., Anna C., Ida M., Maria P. D., Antonio M. S., Paolo C. R. 2006. Interplay between Helicobacter pylori and host gene polymorphisms in inducing oxidative DNA damage in the gastric mucosa. Oxford Journal. http://carcin.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/28/4/892. Diakses tanggal 17 September 2009

Junquiera L.C., Carneiro J, Kelley R.O. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: EGC. Halaman 291-306

Kato, S., Philip M. S,. What Is New Related to Helicobacter pylori Infection in Children and

Teenagers?. Arch Pediatr Adolesc Med/Vol 159. www.archpediatrics.com 2005. Diakses

tanggal 30 September 2009

Kessler. Do Women Have More Stress than Men?. 1998.http://www.myhealth sense. com/ F20020813_womenStress.html. Diakses tanggal 16 November 2009

Kumar, V., Cotran, S., Robbins, S. L. 2003. Robbin Basic Pathology 7th edition. Saunders. United Stated of America. Halaman 554-560

Legato, J. M. 2008. Why Men Die First? (How to lengthen your lifespan). Palgrave McMillan

Lindseth, G. N. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1.

Jakarta : EGC. Halaman : 437-450

Malaty, H. M., Kim J. G., H. M. T., El-Zimaity., Graham D. Y. 1997. High Prevalence of Duodenal Ulcer and Gastric Cancer in Dyspeptic Patients in Korea. Scandinavian Journal of

Gastroenterology.http://www.informa world.com/smpp/

ftinterface%7Econtent=a790450875%7Efulltext. Diakses tanggal 10 November 2009

Malaty, H.M. 2007. Epidemiology of Helicobacter pylori infection.

http://www.sciencedirect.com/epidemiologyhp.pdf. Diakses tanggal 18 November 2009 Marin, L. 2008. Anatomy, Histology, &, Embryology of the Stomach.

http://anatomytopics.com/tag/cardia. Diakses tanggal 27 September 2009

Martini, H. F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology 7th. Pearson. United Stated of

America. Halaman 877-888

Maryland University. 2008. Digestive Disorders Stomach and Duodenal Ulcers.

http://www.umm.edu/digest/ulcers.htm. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

Metz, C D., John H. W,. 2000. Gastroduodenal ulcer disease and gastritis. Dalam kelley's textbook of internal medicine 4th edition. United States of America. Lippincott williams & wilkins publishers . Halaman 114 - 120

Moore, K. L. 2002. Anatomi Klinik Dasar. Hipokrates. Jakarta. Halaman 101-106

O’Rourke, K., Karen J. G., Mariah G., Thomas R., Sue D. 2003. Determinants of Geographic Variation in Helicobacter pylori Infection among Children on the US-Mexico Border.

American Journal of Epidemiology. http://aje.oxfordjournals.org/cgi/content/full/

158/8/816. Diakses tanggal 30 September 2009

Peek, M. R. 2008. Prevention of gastric cancer: When is treatment of Helicobacter pylori warranted?. SAGE Journal online. http://tag.sagepub.com 2008. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

Rosenfeld, A. J. 2009. Handbook’s of Women Health. http://assets.cambridge.org/ 97805216/95251/excerpt/9780521695251_excerpt.pdf 

Shayne, P. 2008. Gastritis and Peptic Ulcer Disease

http://emedicine.medscape.com/article/776460-overview. Diakses tanggal 30 September 2009

Soemoharjo, S. 2009. Helicobacter pylori dan penyakit gastroduodenal. Mataram Biomedical Research Group http://biomedikamataram.com/2009/05/18/helicobacter-pylori-dan- penyakit-gastroduodenal. Diakses tanggal 27 september 2009

Tarigan, P. 2007. Tukak Gaster. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman : 338-344

Triantafyllopoulou, M. 2008. Helicobacter Pylori Infection: Multimedia.

http://emedicine.medscape.com/article/929452-media. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

Vineet, A. 2006. The case for Helicobacter pylori eradication in India: sensationalism,

skepticism and scientific salesmanshi. Indian Journal of

Gastroenterology.http://indianjournals.org/content/full. Diakses tanggal 1 November

2009

Vu, C. Ng, Y.Y. 2000. Prevalence of Helicobacter pylori in peptic ulcer disease in Singapore hospital. Singapore Med Journal. http://www.uptodate.com/ online/content/abstract.html. Diakses tanggal 20 November 2009

WHO. 2000. Republic of Korea Environmental Health Country Profile.

http://www.wpro.who.int/NR/rdonlyres/AD60AB15-ACBD-4167-9310-

3FD9F82FEB05/0/KOREHCPEHDS_TheLast_.pdf. Diakses tanggal 7 Oktober 2009

WHO.2006. Country Health System Profile Bhutan. http://www.searo.who.int/ EN/Section313/Section1517_10813.htm. Diakses tanggal 7 Oktoberer 2009