• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Telp.08127287225. e-mail: rudihilmanto@gmail.com

ABSTRAK

Konservasi tanah dan air merupakan usaha untuk mengurangi terjadinya degradasi lahan. Lubang angin merupakan salah satu teknologi konservasi tanah dan air secara mekanik. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan model teknologi dan peran konservasi tanah menggunakan lubang angin dalam pengelolaan sistem agroforestri. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran erosi kotak hitam dan pembuatan model menggunakan bantuan program komputer (Agroecological Knowledge Toolkit 5) Akt 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa erosi

yang terjadi bisa mencapai dengan tingkat tinggi hingga 43%, sedang 38%, dan rendah 19%. Tingkat erosi bukan di daerah yang dibuat lubang angin bisa mencapai 35% sedangkan tingkat erosi di daerah yang dibuat lubang angin mencapai 8% dan hasil analisis data yang dilakukan terdapat perbedaan nyata pada tingkat erosi antara daerah yang ada lubang angin dengan daerah yang tidak ada lubang angin.

Kata kunci: Lubang angin, erosi, teknologi, model

PENDAHULUAN

Petani dan pemerintah sering dihadapkan pada masalah penggunaan lahan dan pengelolaannya, khususnya dalam pengelolaan agroforestri. Usaha agroforestri dapat dikelola secara berkelanjutan, optimal, dan berwawasan lingkungan, jika penerapan teknologi konservasi tanah dan air menjadi prioritas utamanya (Ai Dariah et al. 2004). Masalah penggunaan lahan dan

pengelolaannya terutama dalam degradasi lahan, menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas lahan sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat pendapatan dan berdampak pada tingkat kemiskinan di masyarakat petani.

Degradasi lahan yang terjadi secara umum di Indonesia penyebabnya adalah: erosi air hujan, kelerengan lahan, kemasaman lahan, dan miskinnya unsur hara (Ai Dariah et al. 2004 dan Djoko

Santoso et al. 2004). Konservasi tanah dan air merupakan usaha untuk mengurangi terjadinya

degradasi lahan. Konservasi tanah dan air bisa secara mekanik, kimia, dan vegetatif. Konservasi tanah dan air secara mekanik adalah: semua bentuk perlakuan fisik mekanis yang diberikan pada tanah, dan pembuatan bangunan yang diarahkan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta mampu meningkatkan kelas kemampuan tanah (Ai Dariah et al. 2004).

Lubang angin merupakan salah satu teknologi konservasi tanah secara mekanik. Asal mula nama “lubang angin” digunakan karena teknologi konservasi tanah ini, diperuntukkan untuk mempermudah sistem perakaran untuk menyerap udara. Dimensi lubang angin memiliki kedalaman 20 cm, panjang 20 cm dengan lebar 10 cm, dan bentuk lain lubang angin adalah:

kedalaman 20 cm, berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm (Rudi Hilmanto 2009, 2010a). Lubang angin ditempatkan diantara tanaman dalam pengelolaan sistem agroforestri. Pembuatan Lubang angin diantara tanaman dilakukan untuk efesiensi dan efektifitas pemanfaatan lahan dan pengelolaan sistem agroforestri.

Berdasarkan gambaran di atas mengenai lubang angin dari dimensi, fungsi, bentuk, dan manfaatnya maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan model dan peran teknologi konservasi tanah menggunakan lubang angin dalam pengelolaan sistem agroforestri. Dari penelitian dapat menambah khasanah pengembangan teknologi konservasi tanah dan air dalam pengembangan pengelolaan sistem agroforestri.

BAHAN DAN METODE

a. Pelaksanaan dan Pengamatan Pengukuran erosi

Penelitian ini didanai oleh Dana DIPA BLU Unila tahun 2011. Pelaksanaan pengukuran erosi menggunakan petak percobaan lapangan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran satu meter persegi. Pada ujung bagian bawah petak di pasang tangki/wadah (Borst et al. 1945; Hays et al.

1945; Meyer dan Hormon 1979 dalam Sitanala Arsyad 2006).

Metode pengukuran erosi menggunakan pendekatan kotak hitam dengan penyesuaian curah hujan dengan sedimen dengan suatu fungsi matematika, yaitu;

Qs = a Qw b

Keterangan:

Qs = banyaknya tanah yang terangkut Qw = banyaknya aliran permukaan

a = konstanta yang merupakan indeks kehebatan erosi

b: 2,25 (Javanovic dan Vulkemic 1958 dalam Morgan 1980 )

a: > 7x10-4 untuk kehilangan tanah berat dan < 3x10-4 untuk tanah dengan

laju erosi rendah (Javanovic dan Vulkemic 1958 dalam Sitanala Arsyad 2006)

Setelah dilakukan pengukuran erosi dilakukan klasifikasi Indeks Bahaya Erosi yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara peran lubang angin dengan erosi, yaitu:

NILAI INDE KS BAHAYA EROSI TINGKAT

< 1,0 Rendah

1,01 – 4,0 Sedang

4,01 – 10,0 Tinggi

Sumber: Hammer 1981 dalam Sitanala Arsyad 2006

b. Sampel Penelitian

Sampel dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) pada lahan petani yang pengelolaan

c. Metode Analisis

Metode analisis data digunakan untuk mengetahui peran lubang angin terhadap tingkat erosi dan tingkat pertumbuhan (deskripsi komunitas) dengan menggunakan uji Khi – kuadraat (X2).

Pengukuran simpangan jumlah yang diamati dari jumlah-jumlah yang diharapkan diberikan dengan persamaan (Sugiyono 2007) :

X2 = (O – E)2

E

Di mana O adalah jumlah yang diamati dan E adalah jumlah yang diharapkan. Untuk menemukan

X2 tiap simpangan

(O – E) di kuadratkan, dibagi dengan E dan hasil baginya dijumlah. Dalam uji

tersebut digunakan tabel kontingensi (Sugiyono 2007).

Pembuatan model berdasarkan metode Knowledge Based System (KBS) melalui hasil-hasil

penelitian dibentuk saling berkaitan menjadi sistem yang kompleks. Data-data tersebut kemudian disusun menjadi pernyataan (statements) berdasarkan rumus (grammar) yang telah

diterapkan pada program Agroecoligical Knowledge Toolkit5 (AKT 5) (Dixon JH et al. 2001).

Pernyataan-pernyataan (statements) tersebut membentuk model teknologi konservasi tanah

menggunakan lubang angin dalam pengelolaan agroforestri. Model yang sudah terbentuk kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masyarakat di lokasi penelitian pada usaha tani mereka menerapkan sistem agroforestri. Jenis- jenis pohon pada sistem agroforestri tersebut adalah: kakao (Theobrama cacao) wareng, durian (Durio zibethinus), dan jati (Tectona grandis). Sistem agroforestri merupakan salah satu teknik konsevasi tanah dan air. Agroforestri adalah: pemanfataan lahan yang mengkombinasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau hewan ternak secara terus-menerus atau secara periodik, baik secara sosial dan ekologi dilakukan oleh petani yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan dan mengaplikasikan pengelolaan dengan kebudayaan masyarakat sekitarnya (Nair 1989 King 1989 dalam Djoko Santoso et al. 2004).

Sistem agroforestri yang memiliki struktur tajuk multistrata, dimulai dengan tajuk tinggi, tajuk sedang, dan tajuk rendah mampu memecah daya perusak air hujan sebagai penyebab utama terjadinya erosi terbesar yang ada di wilayah Indonesia Bagian Barat. Sistem agroforestri dengan sistem perakaran yang kompleks mampu mengurangi tingkat erosi pada permukaan lahan ditambah lagi dengan sistem siklus air berupa transpirasi, respirasi, evaporasi dan sebagainya sehingga sistem agroforestri sangat berperan dalam menjaga kondisi siklus tersebut, hal ini menunjukkan sistem agroforestri mempunyai peran dalam konservasi tanah dan air.Sistem agroforesti adalah Tanaman kakao sebagai tanaman pokok pada usaha tani mereka.

Penerapan lubang angin pada sistem agroforestri pada masyarakat tersebut mampu mengurangi tingkat degradasi dan erosi tanah. Degradasi lahan adalah: proses penurunan tingkat produktivitas lahan yang bersifatnya sementara dan tetap, sehingga pada akhirnya menyebabkan lahan menjadi kritis (Ai Dariah et al. 2004 hal 2). Degradasi lahan secara umum yang terjadi di

wilayah Indonesia disebabkan oleh erosi air hujan, hal ini berkaitan dengan tingginya intensitas curah hujan di Indonesia terutama di Wilayah Bagian Barat. Aktifitas-aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan perumahan semakin meningkatkan kondisi ini, sehingga diperlukan tindakan konservasi tanah dan air untuk mengurangi terjadinya degradasi lahan melalui konservasi tanah dan air. Erosi adalah: proses pindahnya/terangkutnya atau

bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media alami (Sitanala Arsyad 2006).

d. Peran Lubang Angin terhadap Erosi Tanah

Pengukuran erosi pada lokasi penelitian menggunakan petak percobaan lapangan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran satu meter persegi. Pada ujung bagian bawah petak di pasang tangki/wadah (Borst et al. 1945; Hays et al. 1945; Meyer dan Hormon 1979 dalam Sitanala

Arsyad 2006).

Hasil penelitian di lokasi penelitian menunjukkan bahwa erosi yang terjadi bisa mencapai dengan tingkat tinggi hingga 43%, sedang 38%, dan rendah 19%. Tingkat erosi bukan di daerah yang dibuat lubang angin bisa mencapai 35% sedangkan tingkat erosi di daerah yang dibuat lubang angin mencapai 8%. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 tingkat erosi berdasarkan ada tidaknya lubang angin  

Tingkat Indeks Erosi Parameter

Tinggi Sedang Rendah Jumlah

Erosi Bukan di Daerah Lubang Angin 35 (35%) 10 (10%) 5 (5%) 50 (50%)

Erosi di Daerah Lubang Angin 8 (8%) 28 (28%) 14 (14%) 50 (50%)

Jumlah 43 (43%) 38 (38%) 19 (19%) 100 (100%)

Perbandingan indeks erosi dari 100 sampel yang dibuat pada daerah yang terdapat lubang angin dan daerah yang tidak terdapat lubang angin terdapat perbedaan dari tingkat indeks erosi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 grafik perbandingan indeks tingkat erosi pada sampel

 

Pada Gambar 1 terlihat bahwa grafik nilai indeks erosi di daerah lubang angin dan di daerah tidak terdapat lubang angin bervariasi. Hal ini dikarenakan tingkat erosi yang tinggi disebabkan oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki kelerengan yang tinggi, tidak adanya rumput dan/atau seresah tanaman, dan tidak adanya kombinasi lain seperti dibuatnya gulud untuk mencegah erosi yang terdapat pada daerah tersebut.

Hasil analisis data yang dilakukan terdapat perbedaan nyata pada tingkat erosi antara daerah yang dibuat lubang angin dengan daerah yang tidak terdapat lubang angin, hal ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 analisis perbedaan tingkat erosi berdasarkan ada tidaknya lubang angin

Indeks Tingkat Erosi Parameter

Tinggi Sedang Rendah Jumlah

Erosi di Daerah Lubang Angin 35.00 (21,50) 10.00 (19,00) 5.00 (9,50) 50.00 Erosi tidak di Daerah Lubang Angin 8.00 (21,50) 28.00 (19,00) 14.00 (9,50) 50.00

Jumlah 43.00 38.00 19.00 100.00 Dejarat Bebas (db) (r-1) (k-1): 3 X2(0,05) (3) = 7,815 Xo2 = 29,74 Xo2 > Xα2 Ho : ditolak

Artinya: lubang angin berbeda nyata terhadap tingkat erosi

e. Model Sistem Konservasi Tanah Menggunakan Lubang Angin dalam Pengelolaan Sistem Agroforestri

Gambar 1 model teknologi lubang angin dalam pengelolaan sistem agroforestri (Rudi Hilmanto 2009,2010a).

Lubang angin merupakan teknologi konservasi tanah dan air yang di buat oleh petani dalam pengolahan tanah. Peran lubang angin pada konservasi tanah dan air adalah sebagai tempat menampung tanah yang terangkut dan menyerap air dari aliran permukaan saat terjadinya erosi. Kondisi curah yang tinggi berkisar 2000-3000 mm/tahun menyebabkan tingkat intensitas curah hujan mampu meningkatkan tingkat erosi tanah dan tingkat aliran permukaan yang menyebabkan terjadinya erosi, tetapi dengan sistem agroforestri yang memiliki kerapatan tajuk multistrata mampu menahan tingkat erosi tanah yang tinggi.

Tingkat Intensitas Curah Hujan Tingkat Pertumbuhan Tanaman Pengolahan tanah Tingkat Erosi Tanah Tingkat Aliran Permukaan Kerapatan Tajuk Multistrata Jumlah Air yang Terserap Keterangan: 

=  Hubungan  antar komponen    = Sifat benda, proses atau kegiatan

Lubang Angin

KESIMPULAN

1. Tingkat erosi pada daerah yang tidak dibuat lubang angin lebih tinggi dibandingkan daerah yang tidak dibuat lubang angin.

2. Tingkat erosi hampir 35% sangat tinggi pada daerah yang tidak dibuat lubang angin

3. Lubang angin mempunyai peranan yang berbeda nyata terhadap tingkat erosi pada lokasi penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ai Dariah, Achmad Rachman, Undang Kurnia. 2004. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Undang Kurnia,

Achmad Rachman, Ai Dariah (editor). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan.

Dixon JH et al. 2001. Agroforestry Knowledge Toolkit for Windows (WinAKT): Methodological

Guidelines, Computer Software and Manual. Bangor: School of Agricultural and Forest

Science. University of Wales.

Djoko Santoso, Joko Purnomo, I G. P. Wigenia, Enggis Tuherkih. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Vegetatif dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Undang

Kurnia, Achmad Rachman, Ai Dariah (editor). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan.

Rudi Hilmanto. 2009. Sistem Local Ecological Knowledge dan Teknologi Masyarakat Lokal pada Agroforestri. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung (Unila).

____________. 2010a. Analisis Penelusuran dan Perekaman Teknik Pengelolaan Lahan Untuk Standardisasi Kegiatan Produksi Komoditas Agroforestri Lokal. Jurnal Standardisasi. Volume 12. No.2 Tahun 2010. Badan Standardisasi Nasional (BSN)

___________. 2010b. Peran Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) pada Kualitas Pengelolaan Lahan. Jurnal Widya Riset. Volume 13 No. 2 Tahun 2010. Pusat Pendidikan dan Latihan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pusdiklat LIPI).

Sitanala Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB) Press Sugiyono. 2007. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta

Pengaruh Kosentrasi Natrium Hidroksida Dan Enzim Selulase Dalam