• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perubahan Struktur Agraria terhadap Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tan

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN

5.4. Hubungan Perubahan Struktur Agraria terhadap Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tan

5.4.1. Kampung Ciharashas

Sebagai wujud aktivitas menjual lahan pertanian yang dilakukan oleh petani pemilik, mengakibatkan terjadinya perubahan luas pemilikan lahan pertanian yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat tani, dari petani pemilik menjadi petani penggarap. Aktivitas menjual lahan pertanian ini semakin menambah jumlah petani tunakisma di Kampung Ciharashas. Sementara itu bagi petani yang mengalami peningkatan struktur sosial dari sektor non-pertanian (pedagang sayuran) berubah menjadi petani pemilik sebagai akibat aktivitas membeli lahan pertanian milik orang lain. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa aktivitas jual-beli lahan pertanian akan

mengakibatkan terjadinya perubahan struktur agraria dalam hal pemilikan lahan pertanian dan selanjutnya akan menyumbang pada perubahan struktur sosial bagi petani pemilik (Tabel 23).

Tabel 23. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Luas Pemilikan Lahan Pertanian Ciharashas , 2009

Perubahan Pemilikan Lahan pertanian

Perubahan Stuktur Sosial Masyarakat Tani

Total PM ke PG Tidak berubah Non- pertanian ke PM PM ke PM- PG Tunakisma 0 10 0 0 10 Menurun 5 0 0 0 5 Tetap 0 5 0 2 7 Meningkat 0 0 1 0 1 Total 5 15 1 2 23

Keterangan: PM : Petani pemilik PG : Petani penggarap

PM-PG : Petani pemilik-penggarap

Terjadinya perubahan struktur sosial dari petani pemilik menjadi petani pemilik-penggarap sesungguhnya menggambarkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan efektif lahan melalui penggarapan lahan pertanian milik PT. PW, sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam hal luasan lahan garapan. Akan tetapi peningkatan luas penguasaan lahan pertanian tersebut tidak menjadi jaminan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, karena lahan tersebut nantinya akan dialihfungsikan ke sektor non-pertanian, sehingga ke depannya berpotensi untuk memunculkan masalah sosial bagi kelangsungan hidup petani akibat “ketiadaan” penguasaan lahan pertanian. Pada umumnya, luas penguasaan lahan pertanian masyarakat tani Kampung Ciharashas “tidak berubah banyak”, hal ini dilatarbelakangi oleh struktur sosial masyarakat tani Kampung Ciharashas pada umumnya merupakan petani penggarap yang menguasai lahan pertanian milik PT. PW dengan kategori sempit, yaitu dari 0,01-0,49 hektar (Tabel 24).

Akan tetapi, pada Kampung Ciharashas pada umumnya tidak mengalami perubahan dalam hal pola pemanfaatan lahan pertanian. Masyarakat tani Kampung Ciharashas tetap bertahan untuk menanam padi. Hal ini disebabkan oleh campur tangan dari pihak majikan, yang dalam hal ini ialah PT. PW dan petani kaya yang bertempat tinggal di luar Mulyaharja. Majikan mengharuskan

untuk menanam padi, agar proses pembagian bagi hasil mudah dilakukan (Tabel 25).

Tabel 24. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Luas Penguasaan Lahan Pertanian Ciharashas, 2009

Perubahan penguasaan luas lahan pertanian

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat tani Total

PM ke PG Tidak berubah Non- pertanian ke PM PM ke PM- PG Menurun 1 1 0 0 2 Tetap 4 13 0 1 18 Meningkat 0 1 1 1 3 Total 5 15 1 2 23

Keterangan: PM : Petani pemilik PG : Petani penggarap

PM-PG : Petani pemilik-penggarap

Tabel 25. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Ciharashas, 2009

Perubahan pemanfaatan lahan pertanian

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani

Total PM ke PG Tidak berubah Non- pertanian ke PM PM ke PM- PG Tetap 5 13 1 1 20 Berubah 0 2 0 1 3 Total 5 15 1 2 23

Keterangan: PM : Petani pemilik PG : Petani penggarap

PM-PG : Petani pemilik-penggarap 5.4.2. Kampung Cibeureum Batas

Terjadi perubahan struktur sosial petani, dari petani pemilik menjadi buruh tani. Petani tersebut mengalami perubahan struktur sosial sebagai akibat aktivitas menjual lahan pertanian yang dimiliki. Perubahan dalam hal luas pemilikan lahan pertanian selanjutnya mempengaruhi penguasaan lahan pertanian serta pemanfaatan terhadap lahan pertanian tersebut. Perubahan struktur sosial yang dialami oleh petani pemilik tersebut terbentuk dari perubahan struktur agraria yang dialaminya berkaitan dengan perubahan pemilikan lahan pertanian. Akan tetapi, pada umumnya petani pemilik Kampung Cibeureum Batas tidak mengalami perubahan dalam hal luas pemilikan lahan pertanian, hal ini disebabkan oleh konsistensi keberadaan lahan pertanian yang memang tidak

terkena proses konversi lahan pertanian seperti yang terjadi di Kampung Cibeureum Batas (Tabel 26).

Tabel 26. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Luas Pemilikan Lahan Pertanian Cibeureum Batas, 2009

Perubahan pemilikan lahan pertanian

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani

Total PM ke Buruh tani Tidak berubah PM ke PM-PG Tunakisma 0 6 0 6 Menurun 2 0 0 2 Tetap 0 8 1 9 Total 2 14 1 17

Keterangan: PM : Petani pemilik

PM-PG : Petani pemilik-penggarap

Perubahan luas pemilikan lahan pertanian yang dialami petani pemilik selanjutnya akan berdampak pada penguasaannya, seperti yang terjadi pada petani yang mengalami perubahan struktur sosial dari petani pemilik menjadi buruh tani/tunakisma. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan juga terjadi perubahan penguasaan lahan pertanian bagi petani yang tidak mengalami perubahan struktur sosial. Fenomena ini terjadi pada petani penggarap yang dahulunya memiliki penguasaan lahan pertanian dengan kategori sedang, akan tetapi sekarang menguasai lahan dengan kategori sempit. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian yang menjadi garapannya selama ini sebagian besar telah dijual oleh majikannya (Tabel 27).

Tabel 27. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Luas Penguasaan Lahan Pertanian Cibeureum Batas, 2009

Perubahan penguasaan lahan pertanian

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani

Total PM ke Buruh tani Tidak berubah PM ke PM-PG Menurun 2 1 0 3 Tetap 0 13 1 14 Total 2 14 1 17

Keterangan: PM : Petani pemilik

PM-PG : Petani pemilik-penggarap

Bagi petani yang mengalami perubahan penguasaan sebagai akibat terjadinya perubahan pemilikan, yang dalam hal ini tidak lagi memiliki lahan pertanian, maka akan mempengaruhi pola pemanfaatannya. Perubahan pola

pemanfaatan yang terjadi ialah dari dapat memanfaatkan lahan pertanian menjadi tidak dapat memanfaatkan lahan pertanian. Misalnya, yang terjadi pada petani pemilik berubah menjadi buruh tani. Selain karena perubahan struktur sosial yang selanjutnya mempengaruhi pola pemanfaatannya, perubahan pola pemanfaatan yang dialami petani juga dipengaruhi oleh faktor: (1) kondisi lahan pertanian; (2) keputusan pemilik; (3) modal yang dimiliki; (4) bergantung pada musim yang dihadapi, dan; (5) luas lahan yang dimiliki (Tabel 28).

Tabel 28. Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ditinjau dari Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Cibeureum Batas, 2009

Perubahan pemilikan lahan pertanian

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Tani

Total PM ke Buruh tani Tidak berubah PM ke PM-PG Tetap 0 11 1 12 Berubah 2 3 0 5 Total 2 14 1 17

Keterangan: PM : Petani pemilik

PM-PG : Petani pemilik-penggarap

5.5 Ringkasan

Struktur agraria yang dibahas dalam penelitian ini berkenaan dengan pola pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan pertanian. Terjadi perubahan struktur agraria pada lahan sisa konversi pertanian sebagai akibat pembelian lahan pertanian oleh pihak swasta, terutama pada Kampung Ciharashas. Dimana terjadi perubahan pada land tenure pattern dalam hal luas pemilikan lahan dan cara perolehan penguasaan lahan pertanian. Pola penguasaan dengan sistem penggarapan banyak ditemukan di Kampung Ciharashas. Hal ini disebabkan oleh pemberian kesempatan menggarap oleh pihak PT. PW, sehingga mengakibatkan bertambahnya luas penguasaan lahan pertanian. Akan tetapi, bertambahnya luas penguasaan lahan pertanian tidak mencerminkan “keterjaminan” hidup di masa yang akan datang, karena pada dasarnya mereka menggarap lahan pertanian yang akan dialihfungsikan ke non-pertanian. Ketika nantinya lahan tersebut diambil kembali, maka akan hilang pengharapan untuk hidup. Sementara itu pada land tenancy pattern, terjadi perubahan pada praktik penyakapan yang digunakan serta para pelaku yang terlibat di dalamnya.

Sebaliknya pada Kampung Cibeureum Batas, perubahan struktur agraria yang terjadi hanya pada hal land tenancy pattern, berkaitan dengan praktik sakap yang digunakan (Tabel 29). Tidak begitu banyak perubahan struktur agraria yang ditemukan di kampung ini. Hal ini disebabkan oleh konsistensi keberadaan lahan pertanian. Perbedaan perubahan struktur agraria yang ditampilkan oleh kedua kampung dipengaruhi oleh kondisi geografis lahan pertanian itu sendiri. Pada Kampung Ciharashas misalnya, karena lahan pertanian berbentuk hamparan, maka berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan perumahan di masa yang akan datang. Berbeda halnya dengan kampung Cibeureum Batas, dimana lahan pertanian dikelilingi oleh jalan dan rumah penduduk sehingga pihak swasta tidak tertarik untuk menjadikannya sebagai aset pembangunan perumahan, seperti di kampung Ciharashas.

Perubahan struktur agraria erat kaitannya terhadap perubahan struktur sosial masyarakat tani. Pada Kampung Ciharashas, terjadi perubahan dari petani pemilik ke petani penggarap, dari petani pemilik ke petani pemilik-penggarap, serta non-pertanian menjadi petani pemilik. Sehingga pada saat ini terdapat tiga tingkatan struktur sosial petani yang ditemukan di Kampung Ciharashas, yaitu: (1) petani pemilik-penggarap; (2) petani pemilik; (3) petani penggarap (tunakisma) (Gambar 4). Sedangkan pada kampung Cibeureum Batas, terjadi perubahan dari petani pemilik ke buruh tani dan dari petani pemilik menjadi petani pemilik- penggarap. Dengan demikian terdapat tiga tingkatan struktur sosial yang ada di kampung Cibeureum Batas, yaitu: (1) petani pemilik-penggarap; (2) petani pemilik, dan; (3) buruh tani (tunakisma). Tingkatan struktur sosial petani tersebut didasarkan kepada luas pemilikan dan penguasaan terhadap lahan pertanian (Gambar 5).

Gambar 4. Tingkatan Struktur Sosial Masyarakat Tani Ciharashas

Gambar 5. Tingkatan Struktur Sosial Masyarakat Tani Cibeureum Batas Pemilik- Penggarap Pemilik Penggarap (tunakisma) Pemilik- Penggarap Pemilik

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Land tenure pattern

1) Status hak pemilikan Surat desa dan segel Surat desa

2) Cara perolehan lahan Beli dan warisan Warisan

3) Luas pemilikan lahan Berlahan sempit Tunakisma Berlahan sempit

4) Luas penguasaan lahan Bertambah, akan tetapi masih pada kategori lahan sempit Berlahan sempit 5) Cara perolehan

penguasaan lahan

Milik saja Menggarap Milik saja

Land tenancy pattern

1) Pola hubungan produksi Bagi hasil dan sistem gadai Bagi hasil dan sistem gadai

2) Praktik penyakapan Maro atau 50:50 70:30 dan 80:20 Maro atau 50:50 80: 20, 75:25, 70:30 dan

50:50

3) Para pelaku Masyarakat tani yang

tinggal di dalam dan luar Mulyaharja

Pihak swasta, masyarakat tani yang tinggal di dalam dan luar Mulyaharja

Masyarakat tani yang tinggal di dalam dan luar Mulyaharja

4) Hubungan antar pelaku Orang lain Orang lain

5) Tanaman yang disakapkan

Padi Padi

6) Hak dan kewajiban pemilik dan penggarap

Pemilik: menyediakan lahan pertanian dan berhak memperoleh hasil pertanian.

Penggarap: menggarap lahan pertanian.

Pemilik: menyediakan lahan pertanian dan berhak memperoleh hasil pertanian.

Penggarap: menggarap lahan pertanian. Pola

pemanfaatan

1) Jenis komoditi Padi Palawija

2) Alasan memilih komoditi

Keputusan pemilik dan keterbatasan modal yang dimiliki Mengikuti siklus 3) Perlakuan terhadap hasil

pertanian

Dijual Dijual