• Tidak ada hasil yang ditemukan

SALIB SEBAGAI TRANSFORMASI KEKERASAN MENJADI KEBAIKAN

2.2. Hukum Salib (Lex Crucis)

Setelah membahas pemahaman umum penebusan, sekarang kita beralih pada gagasan hukum salib (lex crucis) yang merupakan esensi dari penebusan.93 Gagasan mengenai hukum salib ditulis dalam tesis 17 De Verbo Incarnato. Bagi Lonergan,

93 DVI, 577.

hukum salib merupakan jalan untuk memperoleh pemahaman yang sifatnya tak sempurna tentang misteri penebusan.94 Isi tesis 17 De Verbo Incarnato adalah sebagai berikut:

Oleh karena itu, Putra Allah menjadi manusia, menderita, mati, dan dibangkitkan kembali sebab kebijaksanaan ilahi mengatur dan kebaikan ilahi menghendaki, mengambil hal-hal jahat ras manusia tidak melalui kekuasaan, tetapi mengubah hal-hal jahat itu menjadi kebaikan tertinggi seturut hukum salib yang adil dan misterius. (Dei filius ideo homo factus, passus, mortuus, et resuscitatus est, quia divina sapientia ordinavit et bonitas voluit, non per potentiam mala generis humani auferre, sed secundum iustam atque mysteriosam crucis legem eadem mala in summum quoddam bonum convertere.)95

Tesis tersebut berfokus pada penyaliban Yesus dan bagaimana kekerasan yang dilakukan kepada-Nya diubah menjadi kebaikan. Meskipun peristiwa salib tidak didefinisikan sebagai kekerasan dalam teks ini, secara implisit dipahami bahwa penyaliban adalah tindakan kekerasan dalam arti berbuat celaka terhadap seseorang, dalam hal ini, seseorang yang juga adalah Tuhan.96 Dalam tesis tersebut, Lonergan juga memang tidak menulis istilah kekerasan. Walaupun demikian, dalam kuliahnya yang berjudul “The Transition from a Classicist World-View to Historical-Mindedness”, Lonergan menyampaikan hubungan eksplisit antara teks, “Hukum Salib,”97 dan persoalan kekerasan.98 Karena itu, hukum salib dibahas sebagai lensa

94 DVI, 445.

95 DVI, 552.

96 Mary Gerhart, “Bernard Lonergan’s “Law of the Cross””, 79.

97 Istilah “lex crucis” dalam lingkaran akademisi yang mempelajari pemikiran Lonergan secara umum berarti mengacu pada tesis 17 De Verbo Incarnato.

98 Mary Gerhart, “Bernard Lonergan’s “Law of the Cross””, 90.

untuk memperjelas apa yang telah Allah lakukan sebagai tanggapan atas penderitaan manusia yang disebabkan oleh kekerasan.

2.2.1. Mengapa disebut Hukum Salib?

Pada bagian ini, hendak dipaparkan penjelasan Lonergan tentang istilah

“Hukum Salib”. Selanjutnya, dijelaskan klarifikasi tentang Hukum Salib yang bagi Lonergan merupakan hukum spiritual yang sifatnya supernatural, sesuai, efektif, dan universal.

2.2.1.1. Memahami Hukum Salib

Lonergan menjelaskan bahwa hukum salib terdiri dari tiga tahap: 1) gerak dari kejahatan yang sifatnya berdosa (ex malo culpae) ke hukuman atas dosa (in malum poenae), 2) transformasi sukarela kejahatan menjadi kebaikan, dan 3) Allah Bapa memberkati transformasi ini.99 Menurut Lonergan, mengapa disebut hukum karena kesesuaian yang ditangkap dalam masing-masing tahap tersebut dan karena sifat umum yang dimiliki dalam ekonomi keselamatan.100 Untuk memperjelas hukum yang

99 DVI, 556.

100 “Dicitur lex tum ex convenientia quae in singulis gressibus perspicitur tum ex generalitate quam in hac oeconomia salutis habet”. Lih. DVI, 556.

dia maksud, Lonergan memberi sebuah analogi berdasarkan teori empat kausa Aristoteles.101

Teori empat kausa Aristoteles dipakai Lonergan untuk menjawab pertanyaan penting mengenai penebusan: untuk apa (tujuan, finis), oleh siapa (agen, agens), tentang apa (materia, materia), dan dengan cara apa (bentuk, forma)102. Lewat teori itu, dijawab empat konteks yang lebih luas untuk memahami Hukum Salib.103 Sebagai konteks, empat kausa ini membantu untuk mendefinisikan hukum secara umum:

hukum mengekspresikan bagaimana sebuah bentuk tertentu dibangun oleh suatu agen untuk tujuan tertentu dalam suatu materia yang ada. Hukum salib mengekspresikan bagaimana Kerajaan Allah didirikan oleh Kristus dalam kemanusiaan yang berdosa untuk merestorasi tatanan dunia dan membangun relasi yang lebih intim dengan Allah.

Dengan demikian, Lonergan memasukkan unsur tujuan, agen, materia, dan bentuk ke dalam hukum salib.104

Dalam kerangka empat kausa, Lonergan kemudian memberi contoh yang terkait dengan praktik membangun rumah. Di sini, tujuannya adalah bentuk yang dihasilkan dari materia yaitu, rumah yang jadi. Materianya adalah material bangunan, kayu, batu, dan lain sebagainya. Bentuknya adalah sesuai dengan permintaan mulai dari bagian per bagian sampai menjadi keseluruhan. Sang agen mengubah material

101 DVI, 565.

102 DVI, 565.

103 Mark T. Miller, “Why The Passion?”, 240.

104 Mark T. Miller, “Why The Passion?”, 240-241.

sesuai dengan bentuk yang diinginkan hingga selesai. Dalam contoh ini, agennya adalah orang atau pribadi yang secara aktual membangun rumah.105

Dalam contoh membangun rumah, empat kausa tersebut menampilkan sebuah keahlian, sebuah karya dari seorang tukang bangunan. Hal yang sama juga terjadi dalam karya penebusan Kristus. Dalam ekonomi keselamatan, materianya adalah bangsa manusia yang terinfeksi oleh dosa asal, terbebani oleh dosa-dosa aktual, terjerat oleh hukuman dosa-dosa, teralienasi dari Allah, dan dalam bangsa manusia terbagi baik secara individual maupun secara sosial.106 Tujuan penebusan adalah keselamatan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Allah adalah tujuan ekstrinsiknya.107 Sedangkan, tujuan instrinsiknya adalah tatanan alam semesta108 (ordo universi).109 Walaupun demikian, kedua sifat tujuan ini tidaklah terpisah sebab Allah mengkomunikasikan dirinya kepada ciptaan baik secara substansial dalam unio hypostatica maupun secara aksidental dalam karunia tak tercipta Roh Kudus dan dalam pemberian Diri-Nya yang dilihat oleh orang-orang yang berbahagia.110 Forma penebusan adalah keseluruhan diri

105 DVI, 566.

106 DVI, 566.

107 Tujuan ekstrinsik ini tidak ditulis secara eksplisit oleh Lonergan. Tetapi, hal ini bisa disimpulkan lewat pembacaan atas buku Thomas, Summa Theologica, I, q. 103, a. 2 yang diacu Lonergan, De Verbo Incarnato, 566. Lih. “Question 103. The government of things in general,” diakses dari http://www.newadvent.org/summa/1103.htm (24 Februari 2019).

108 Tatanan alam semesta adalah sebuah tatanan kemanusiaan dalam persekutuan kebaikan ilahi, yang dibawa melalui kebijaksanaan yang dipahami (sapientiam apprehensionis) dan kasih yang dikehendaki (caritatem voluntatis), dan kita mencapai kepenuhan kebijaksanaan dalam hidup ini lewat iman (per fidem) dan dalam hidup masa depan melalui penglihatan Allah (per visionem Dei).

Demikianlah, tujuannya dicapai dalam dua tahap, sebagai “peziarah” (viator) yang hidup oleh iman dan sebagai “penglihat” (comprehensor) yang dikomunikasikan melalui penglihatan akan Allah. Lih. DVI, 566-567.

109 DVI, 566.

110 DVI, 566.

Kristus sebagai kepala dan anggota.111 Sang agen yang mengaktulisasikan forma tersebut adalah Kristus. Kristus merupakan agen yang unik sebab Ia sungguh Allah, sungguh Manusia. Ia seperti kita dalam segala sesuatu kecuali dalam hal dosa dan dalam persekutuan (communio) penuh dengan Allah.112

Demikianlah, Hukum Salib adalah cara untuk menjelaskan bagaimana Kristus Sang Penyelamat membawa manusia berdosa kepada Allah, bagaimana Kristus Sang Tukang membangun Kerajaan Allah dari kemanusiaan yang terluka oleh dosa baik itu secara individual maupun secara sosial. Kemanusiaan adalah materianya; Allah dan semesta yang teratur adalah tujuannya; keseluruhan Kristus adalah formanya; Yesus Kristus adalah agennya. Hukum salib adalah cara Kristus mengintroduksi forma ke dalam materia untuk mencapai tujuan.

2.2.1.2. Sebuah Hukum Spiritual: Supernatural, Sesuai, Efektif, dan Universal

Dari penjelasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa Hukum Salib dipahami dalam kerangka empat kausa Aristoteles. Hukum Salib menjelaskan proses sebuah karya pertukangan, cara bagaimana Kristus Sang Agen mengintroduksi forma keseluruhan Kristus kepada materia kemanusiaan untuk menghasilkan, dalam dua tahap, sebuah tujuan yang disebut Kerajaan Allah. Kini, kita akan beralih pada

111 “Forma proinde in oeconomia salutis est Christus totus, caput et membra”. DVI, 567.

112 DVI, 568.

pertanyaan, mengapa Lonergan menggunakan istilah “hukum” untuk proses ini. Apa yang ia maksud dengan “hukum”?

Lonergan menyampaikan beberapa pengertian hukum untuk mengklarifikasi istilah itu. Dengan istilah “hukum”, ia tidak memaksudkan sebuah relasi kemestian atau hubungan (nexus) sebagaimana dalam logika dan metafisika.113 Sebaliknya, relasi yang ia maksud di sini adalah sebuah keterpahaman positif (positive intelligibilis) atau kesesuaian (conveniens). Namun, Lonergan membedakan beberapa jenis hukum kesesuaian. Ada hukum alam yang diinvestigasi oleh ilmu empiris. Hukum ini dapat diobservasi di segala waktu yang memberikan kondisi-kondisi pasti yang diarahkan oleh probabilitas.114 Hukum Salib bukanlah hukum seperti itu. Hukum Salib bukanlah sebuah kemestian absolut hukum logika atau sebuah kemestian hukum alam yang bersyarat. Ada universalitas di dalamnya, tetapi bukan universalitas seperti hukum alam.

Hukum salib merupakan “tatanan spiritual” (ordinem spiritualem).115 Hukum salib itu bukanlah sebuah kemestian yang absolut. Sebab hukum salib mengarah pada penebusan dan sebagaimana Lonergan jelaskan bahwa penciptaan itu bukanlah kemestian yang absolut.116 Sebagai sebuah tindakan bebas Allah, penciptaan dan penebusan bukanlah sebuah tindakan awur, melainkan tindakan yang sungguh sesuai sebab berasal dari kebijaksanaan, kebaikan, dan cinta yang tak terbatas. Sebagai

113 DVI, 574.

114 DVI, 574.

115 DVI, 574.

116 “Nam absolute potuit Deus non creare.” DVI, 574.

tindakan lebih lanjut dari kebijaksanaan, cinta dan kebaikan Allah, penebusan sebagaimana yang dituntun oleh hukum salib sifatnya sesuai (conveniens) dalam hal bahwa hukum salib melampaui hukum alam yang biasa. Karena itu, hukum salib disebut supernatural karena melampuai hukum-hukum alam dan mentransendensi mereka. Secara lebih khusus, dalam tatanan hal-hal yang aktual, manusia diarahkan secara supernatural menunju penebusan yang sesuai dengan pemahaman rasio dan kehendak manusia akan kebaikan.117

Karena hukum salib berfungsi secara supernatural, hal itu dikenali oleh intelek dan diikuti oleh kehendak hanya melalui rahmat Roh Kudus. Pada bagian ini, Lonergan mengacu pada dua teks Kitab Suci118 yaitu, teks 1Kor. 1: 18-31:

“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang-orang-orang bijak akan Kulenyapkan." Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil. Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa

117 DVI, 566.

118 DVI, 575.

yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah. Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."

Lonergan juga mengutip 1Kor 2: 10-16:

“Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.

Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.”

Perikop yang pertama menyatakan bahwa walaupun salib merupakan sebuah kebijaksanaan Allah dan kekuatan Allah, tetapi bagi dunia, hal itu dipandang sebagai kebodohan dan kelemahan, serta sebuah batu sandungan. Allah memilih apa yang tampak bodoh dan lemah untuk mempermalukan mereka yang memegahkan diri.119 Perikop yang kedua memberi argumentasi bahwa sebagaimana tak seorang pun dapat

119 Lonergan juga menyebut tentang para musuh salib Kristus yang allahnya adalah perut mereka dan juga para filsuf seperti Nietzsche dan Marx yang secara langsung dan terang-terangan menyerang salib Kristus. Lih. DVI, 575.

memahami kedalaman hati manusia kecuali roh manusia, begitu pula tak seorang pun dapat memahami kedalaman Allah kecuali Roh Allah. Maka, tak seorang pun dapat memahami kedalaman Allah dan karya Allah tanpa karunia Roh Allah. Kemudian, Lonergan menunjukkan bagaimana Roh Kudus adalah “Roh kebenaran (Yoh. 14: 17, 16: 13) dan Roh kasih (Rm. 5: 5).”120 Hal ini memberi penekanan bahwa hanya melalui karunia Roh kebenaran dan kasih Allah, orang Kristiani dapat mengenali dan mengikuti kesesuaian Hukum Salib.

Lonergan kemudian menunjukkan bahwa hukum salib itu sesuai dalam kemampuannya untuk merestorasi kodrat manusia yang jatuh. Selain itu, kesesuaiannya tampak dalam sikap tidak melawan kejahatan dengan kejahatan, tetapi menanggapinya dengan kebaikan. Sebagaimana Rasul Paulus ingatkan, “janganlah kamu dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan ke dalam kebaikan!”

(Rm. 12: 21).121 Adalah sebuah kesesuaian122 untuk tidak melawan kejahatan dengan kekuasaan tetapi mengalahkan kejahatan dengan kebaikan sehingga tercapai tujuan kebaikan akhir, yaitu kemanusiaan dalam relasi kasih dengan Allah dan segala sesuatu atau Kerajaan Allah.

120 DVI, 586.

121 Penulis menerjemahkan apa yang ditulis Lonergan daripada mengambil kutipan langsung dari Kitab Suci Indonesia karena dengan menggunakan frasa “in bono” di sana ada unsur transformasi kejahatan ke dalam kebaikan. Noli vinci a malo, sed in bono malum. Lih. DVI. 576. Bandingkan dengan terjemahan Indonesia, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”

122 Lonergan mengatakan bahwa hukum salib itu “sesuai” (Latin, conveniens; Inggris, fitting) dengan maksud kedatangan Anak Manusia “untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Luk.

19:10). Lih. Bernard Lonergan, The Redemption: Collected Works of Bernard Lonergan Volume 9 (Toronto: University of Toronto Press, 2018), 235.

Sebagai sebuah hukum yang supernatural dan sesuai, menurut Lonergan hukum salib itu efektif dan universal. Walaupun demikian, hukum salib bukan seperti hukum gravitasi yang sifatnya tidak dapat ditolak dalam atmosfer bumi ini. Seseorang tidak dapat memilih untuk mengambang di udara tanpa bantuan, tetapi seseorang dapat memilih untuk kembali ke kejahatan. Secara tidak langsung Allah mengizinkan dosa dan menghendaki konsekuensi kejahatan dalam menghendaki semesta yang baik dan tertata.123 Demikianlah, ada konsekuensi atas pilihan-pilihan kita. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum alam gravitasi dan juga hukum supernatural Salib. Kristus mengkomunikasikan Hukum Salib. Ia mengajar kita melalui ajaran-ajaran (praeceptis) dan teladan-teladan (exemplis).124 Hukum salib menjadi efektif sejauh dipelajari, dipercayai, dan secara bebas disetujui.125 Efektivitasnya tidak terbatas hanya pada penerimaan oleh hati dan budi orang yang percaya. Hukum Salib itu sendiri menggerakkan kita. Sebab, bagi Lonergan, Hukum Salib bukanlah perintah yang diputuskan dan dikeluarkan oleh seorang legislator, yang hanya menggerakkan telinga, tetapi membiarkan hati tetap tak tergerak. Hukum Salib diajarkan oleh Tuhan kita dan oleh para rasul-Nya dalam Kitab Suci. Hukum Salib ditekankan (inculcatur) kepada kita tidak hanya dengan kata-kata saja, tetapi dengan teladan.126

Hukum salib yang supernatural, sesuai, dan efektif juga bersifat universal.

Dalam kata-kata dan tindakan-Nya, Kristus tidak hanya memanggil “sedikit pengikut”,

123 Bernard Lonergan, Insight, 691.

124 DVI, 556.

125 DVI, 557.

126 DVI, 576.

sebaliknya “Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mrk 8: 34). “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1Kor. 15: 22; bdk. Rm. 5: 12-21).127

2.2.2. Cara Kerja Hukum Salib

Pada bagian ini akan dijelaskan cara kerja Hukum Salib yaitu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan serta tidak dengan kekerasan melainkan dengan persuasi.

Dan, akan dipaparkan pula bahwa cara kerja hukum salib yang seperti itu merupakan sebuah tindakan dari kebijaksanaan dan kasih Ilahi.

2.2.2.1. Mengalahkan Kejahatan dengan Kebaikan

Kita sudah mempertimbangkan bagaimana menurut Lonergan, hukum salib dapat diilustrasikan dengan sebuah bentuk pertukangan. Gambaran pertukangan itu dimaksudkan untuk memudahkan kita membayangkan bagaimana cara kerja hukum salib, yaitu mengintroduksi sebuah bentuk ke dalam materi untuk mencapai tujuan

127 DVI, 576.

tertentu. Dengan demikian, hukum salib memperjelas proses atau perubahan.

Perubahan ini terbangun dari situasi yang ditandai oleh tindakan penuh dosa yang menghasilkan alienasi dari Allah, kekacauan dalam alam semesta, dan perpecahan di antara manusia, menuju kebijaksanaan, cinta kasih, pemulihan hubungan dengan Allah dan sesama manusia, dan pembaruan tatanan alam semesta. Kristus adalah seorang Tukang yang sedang membangun Kerajaan Allah atas dunia yang diliputi oleh kemanusiaan yang berdosa.

Kita sudah mempertimbangkan bagaimana menurut Lonergan, Hukum Salib adalah sebuah hukum. Hukum salib itu sifatnya bukan kemestian absolut (necessary) seperti hukum-hukum logika klasik dan metafisika. Hukum Salib juga tidak secara bersyarat (conditionally) harus seperti hukum empiris dalam ilmu pengetahuan alam (natural science). Hukum Salib adalah hukum spiritual yang dibawa oleh Kristus dalam bentuk ajaran dan teladan, sebuah hukum supernatural yang dipahami dan diikuti oleh manusia hanya melalui karunia Roh. Hukum itu efektif dalam tindakan Kristus dan dengan cara menggerakkan kita untuk menerimanya dengan penuh pengetahuan dan kebebasan. Hukum salib bersifat universal karena inilah jalan bagi semua orang berdosa untuk datang kepada Allah dan untuk membantu membawa orang berdosa lainnya kepada Allah.

Lalu bagaimana hukum salib itu berfungsi? Lonergan menjelaskannya dengan memberikan kontras. Mengalahkan kejahatan “melalui kekuatan” (per potentiam)128

128 DVI, 554.

merupakan salah satu sarana keselamatan, tetapi Allah dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas tidak memilihnya. Sebab, hal itu diasosiasikan dengan “cara setan”

(modum diaboli) dan “keangkuhan manusia” (humanae superbiae).129 Cara yang ditolak ini kontras dengan cara sebenarnya yang Kristus kerjakan dengan lembut dan rendah hati (Mat. 11: 29), dan “keselamatan tertentu datang melalui pewartaan injil, melalui iman dan pertobatan”130 yang dilakukan “tidak melalui kekerasan melainkan melalui persuasi”.131

Kedua pendekatan tersebut merupakan solusi untuk problem penderitaan dan kejahatan manusia.132 Definisi Lonergan mengenai kejahatan dalam tesis 16 sama dengan dalam tesis 17, yaitu kejahatan adalah kurangnya kebaikan (malum est boni privatio). Dalam ranah kebebasan manusia, seseorang dapat membedakan dosa (malum culpae) dan konsekuensi dosa (malum poenae).133 Bagi Lonergan, malum poenae berasal dari malum culpae dan malum culpae mengarahkan seseorang pada malum poenae. Dengan demikian, dosa melahirkan kejahatan dan kejahatan menyebabkan dosa lebih lanjut. Dalam masyarakat, ketika dosa merusak situasi manusia sehingga menjadi korup, dorongan menuju dosa menjadi sangat kuat.134

129 DVI, 555.

130 “salus singulis venit per praedicationem evangelii, per fidem et paenitentiam”. Lih. DVI, 555.

131 “non per violentiam sed per persuasionem”. Lonergan mengacu pada pemikiran Ireneus. Lih.

DVI, 555.

132 John D. Dadosky, “The Transformation of Suffering in Paul of the Cross, Lonergan and Buddhism” dalam New Blackfriars (2015), 553. doi:10.1111/nbfr.12128.

133 DVI, 554.

134 DVI, 554.

Menurut Mark T. Miller, dalam bahasa alternatif Lonergan, hal inilah yang disebutnya sebagai gerak mundur (decline) atau lingkaran kejahatan.135

Bagi Lonergan, Allah dapat memilih untuk mengeliminasi gerak mundur dosa dan kejahatan, kekerasan dan penderitaan dengan paksaan dan kekuatan, baik itu secara militer atau secara sederhana seperti menghapus papan tulis agar bersih dan membangun kembali tatanan manusia tempat dosa tidak mungkin tumbuh lagi. Tanpa keraguan, adalah mungkin dalam kekuatan absolut-Nya, Allah mengubah kodrat manusia yang jatuh menjadi kondisi tanpa dosa “dalam sekejap mata” [1Kor 15:

52].”136

Namun, dengan mengutip Kisah Para Rasul 1: 6, “Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" dan Luk. 24: 21, “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel,” Lonergan menyatakan bahwa dalam cara, ekspektasi mesianik bangsa Yahudi pada saat itu berbeda dengan apa yang dipilih Allah.137 Kitab Samuel mengisahkan bagaimana bangsa Israel frustrasi karena raja menginterupsi perintah langsung dari Allah. Dari rasa frustrasi atas pemerintahan manusiawi ini, muncullah sebuah ekspektasi mengenai seseorang yang diurapi Allah untuk memulihkan kembali pemerintahan langsung oleh Allah.138 Pribadi yang terurapi ini kerapkali dibayangkan sebagai raja yang akan menghancurkan

135 Mark T. Miller, “Why The Passion?”, 249.

136 DVI, 574.

137 DVI, 554, 574.

138 “The Redemption,” 25.

musuh Israel secara militer. Namun, penggunaan kekuatan dan kekuasaan tidak akan sesuai bagi Israel dan bagi kemanusiaan secara keseluruhan sebab hal itu akan membahayakan tatanan yang sudah tercipta, mencederai kebebasan manusia yang

musuh Israel secara militer. Namun, penggunaan kekuatan dan kekuasaan tidak akan sesuai bagi Israel dan bagi kemanusiaan secara keseluruhan sebab hal itu akan membahayakan tatanan yang sudah tercipta, mencederai kebebasan manusia yang