• Tidak ada hasil yang ditemukan

SALIB SEBAGAI TRANSFORMASI KEKERASAN MENJADI KEBAIKAN

2.1. Memahami Penebusan

Dalam bagian ini, akan dibahas gagasan mengenai penebusan secara umum.

Untuk itu, bagian ini meliputi pemaparan tentang Penebusan sebagai Kata, Akhir, dan Mediasi; Penebusan sebagai Komunikasi; Penebusan sebagai Misteri, dan Keterpahaman Penebusan.

2.1.1. Penebusan: Kata, Akhir, dan Mediasi

Pada bagian ini, hendak dijelaskan makna penebusan seturut arti katanya.

Kemudian, akan dijelaskan bahwa penebusan bisa dipandang sebagai akhir, yaitu keselamatan dan juga sebagai mediasi, yaitu Kristus yang bertindak sebagai rekonsiliator antara Allah dengan manusia.

2.1.1.1. Penebusan sebagai Kata

Dalam “The Redemption”, Lonergan menulis bahwa Perjanjian Baru memasukkan dua tradisi atau konteks untuk mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan kata “penebusan”.8 Tradisi pertama berasal dari tradisi Yahudi yang

8 “The Redemption,” 18. Lonergan mengacu pada ahli alkitabiah kontemporer, Stanislaus Lyonnet dan karyanya “De notione emptionis seu acquisitionis,” Verbum Domini 36 (1958): 257-69;

De peccato et redemptione, vol. 2, De vocabulario redemptionis (Rome: Pontifical Biblical Institute, 1960): 49-66.

ditampilkan dalam Perjanjian Lama atau Kitab Suci Yahudi. Kitab itu memakai penebusan dalam istilah Yahudi, “pâdâh, gâ’al, dan kipper.”9 Istilah pâdâh diterjemahkan Lonergan dengan kata “redimere” (digunakan dalam konteks pembebasan dari orang Mesir),10 gâ’al, diterjemahkan Lonergan dengan kata

“liberare” (digunakan dalam konteks pembebasan dari tawanan Babilonia dan juga Mesir)11, dan kipper, diterjemahkan Lonergan dengan kata “extinguere” (dipakai terutama dalam konteks pembebasan dari penyakit atau dosa)12.

Tradisi kedua berasal dari konteks Perjanjian Baru di mana istilah penebusan diambil dari tempat jual beli orang kafir dan praktik kuno kegiatan membeli dan menjual budak dan tawanan.13 Jika dalam konteks Yahudi dan Perjanjian Lama, penebusan berarti pelepasan seseorang dari musuh dan kedosaan demi ketenangan sosial dan kesucian personal, sebaliknya, dalam konteks pasar paganis, penebusan berfokus pada transaksi finansial, pembayaran uang tebusan (ransom) atau harga yang harus dibayar dalam pertukaran untuk mendapatkan barang-barang. 14

9 “The Redemption,” 17. Juga, DVI, 457.

10 Ulangan 7: 8; 9: 26; 15: 15; 21: 8; 24: 18; Kisah Para Rasul 7: 35.

11 Yeremia 31: 7-11; Yesaya 43; Mazmur 74: 2; 77: 16; 78: 35. Mengenai sumber dari Mazmur yang diacu Lonergan, ada beberapa koreksian bab acuan. Misalnya, dalam DVI Lonergan menulis Mzm.

73: 2 padahal yang dimaksud adalah Mzm. 74: 2. Lih. Hugo A. Meynell, The Theology of Bernard Lonergan (Georgia: Scholars Press, 1986) 121, bagian catatan kaki nomor 25.

12 DVI, 457.

13 “The Redemption,” 18.

14 “The Redemption,” 18.

Dalam tesis 15 De Verbo Incarnato, Lonergan menulis bahwa kata Inggris

“redemption” dalam Perjanjian Baru merupakan terjemahan dari redemptio (penebusan) dari versi Vulgata, yang memiliki akar Yunani yaitu,15

1. Lytron (Mrk. 10: 45, Mat. 20: 28) 2. Antilytron (1Tim 2: 6)

3. Lytrôsis (Luk. 1: 68, 2:38, Ibr. 9: 12)

4. Apolytrôsis (Luk. 21: 28, Rom. 3: 24, Rom. 8: 23, 1Kor 1: 30; Ef. 1: 7, 14, 4: 30; Ibr. 9: 15; Ibr. 11: 35).

5. Lytrousthai (Luk. 24: 21; Tim. 2: 14) 6. Lytrôtês (Kis. 7: 35).

Versi septuaginta menggunakan lytron dan kata yang mirip untuk menerjemahkan kata-kata asli Yahudi yang sudah disebutkan sebelumnya.

Selanjutnya, Lonergan lebih memilih kata “pelepasan” (deliverance) sebagai terjemahan dari aneka istilah Ibrani dan Yunani itu. Untuk mendukung pilihannya itu, Lonergan mengutip Kidung Zakharia dalam Lukas 1: 68-79,

Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku,

15 “The Redemption,” 16-17, juga DVI, 456.

akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera (huruf tebal dari penulis).16

Menurut Lonergan, ketika penulis Perjanjian Baru mencoba mengekspresikan iman mereka atas apa yang telah Allah lakukan dalam Kristus, mereka menggali kembali akar istilah-istilah Ibrani seperti pâdâh, gâ’al, dan kipper, yang diekspresikan dalam bahasa Yunani dengan kata lutron, dalam Latin dengan kata redemptio, dan dalam bahasa Inggris dengan kata “redemption.” Dengan demikian, makna awal kata

“penebusan” dalam Bahasa Indonesia atau “redemption” dalam Bahasa Inggris, sebagai atribut atas karya Kristus yang dikenakan berkali-kali dalam Perjanjian Baru, adalah pelepasan (deliverance) dari para musuh dalam arti sosial dan dan lebih-lebih lepas dari dosa dalam arti personal. Dan, tujuan dari pelepasan itu adalah ketentraman dan kesucian.17

2.1.1.2. Penebusan sebagai Akhir

Menurut Lonergan penebusan dapat dipandang sebagai akhir (redemptio ut finis) dan sebagai mediasi (redemptio ut mediatio). Lonergan kemudian memberi

16 “The Redemption,” 17-18.

17 “The Redemption”, 18.

penjelasan apa yang ia maksud dengan penebusan sebagai akhir dan penebusan sebagai mediasi:

Penebusan sebagai akhir adalah keadaan orang tertebus, sedang orang-orang tertebus adalah mereka yang telah dibebaskan dari hal-hal jahat masa lampau, yang sekarang menikmati hal-hal baik yang dianugerahkan pada mereka.18

Penebusan sebagai medium adalah mengusahakan proses yang mengarah pada tujuan (medium: sesuatu yang mengarahkan kepada tujuan); memerlukan intervensi seorang pribadi sehingga tujuan itu dapat dicapai.19

Lonergan menyatakan bahwa penebusan sebagai akhir umumnya disebut

“keselamatan” (salus).20 Ia kemudian mengutip Roma 8: 24, “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan,” untuk mengindikasikan bahwa keselamatan atau penebusan sebagai akhir dibagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama yang sudah terjadi dan tahap kedua yang masih dalam pengharapan; atau yang pertama bersifat duniawi dan yang kedua bersifat surgawi. Dengan demikian, menurut Lonergan, kemanusiaan sudah diselamatkan oleh Kristus dan ada kebaikan real dan nyata yang dirasakan. Namun, tetap ada harapan untuk tujuan akhir, yaitu keselamatan yang definitif.21

Bagi Lonergan, sudah di kehidupan ini kita dibebaskan dari “kekuatan kegelapan”, “rasa takut akan kematian” dan “dosa dan hukuman”. Kita sudah

“direkonsiliasi dengan Allah dan dibenarkan”, telah menerima “tinggalnya Roh Kudus dan diangkat sebagi putra” dan mampu untuk “mendekati Allah dengan

18 “Redemptio ut finis: est status redemptorum; redempti autem sunt qui, a praeteritis malis liberati, collatis bonis fruuntur.” DVI, 446.

19 “Redemptio ut mediatio: respicit processum ad finem (medium = id quod est ad finem); dicit interventum personae ut finis attingatur.” DVI, 446.

20 “Ipse finis communi nomine dicitur “salus””. DVI, 459.

21 “Ipse finis communi nomine dicitur “salus””. DVI, 459.

kepercayaan”.22 Semuanya ini adalah “kebaikan-kebaikan yang sejati” yang telah dicurahkan kepada kita dalam tahap duniawi. Selanjutnya, kebaikan-kebaikan itu termasuk “pengampunan dosa, pembenaran, Roh Kudus yang dicurahkan ke dalam hati kita, kemurahan hati, damai dengan Allah, kehidupan tersembunyi kita dengan Allah, dan sebagainya.”23

Penebusan sebagai final dengan demikian merupakan kondisi dinamis yang secara tradisional diyakini sebagai ada bersama Allah di surga. Kondisi itu adalah sebuah “kelepasan yang kekal” (Ibr. 9: 12), “pembebasan tubuh kita” (Rm. 8: 23), sebuah kondisi kedamaian, “saat ketika kita tidak lagi mengusahakan keselamatan kita dalam takut dan gemetar” (Fil. 2: 12).24 Dan kita akan menerima “kebangkitan badan, mahkota kemuliaan, dan kehidupan abadi bersama Kristus.”25

2.1.1.3. Penebusan sebagai Mediasi

Lonergan melihat bahwa penebusan itu tidak hanya merupakan sebuah akhir, tetapi juga sebuah proses atau pergerakan. Dan bagi Lonergan, proses ini merupakan medium. Penebusan memiliki sisi “intervensi personal” (interventus personalis) sebab penebusan berkaitan dengan “relasi interpersonal antara Kristus dan Allah Bapa,

22 DVI, 446.

23 Tema tentang bagaimana kita diselamatkan tentu saja membutuhkan banyak penjelasan, misalnya tentang rahmat, sakramen, eklesiologi dan pneumatologi. Namun, tema-tema tersebut di luar cakupan tesis ini. DVI, 459.

24 DVI, 459-460.

25 “resurrectionem carnis, gloriae coronam, aeternam cum Christo vitam”. DVI, 446.

antara Kristus dan para pendosa, dan antara Kristus dengan mereka yang dibenarkan.”26

Lonergan mengafirmasi bahwa Kristus sebagai manusia adalah sang Mediator tunggal antara Allah dan kemanusiaan. Kristus menengahi penebusan dalam inkarnasinya,27 keseluruhan hidup-Nya (semua kata dan tindakannya, keseluruhan pribadinya),28 penderitaan dan kebangkitan-Nya. Mediasi Kristus itu merupakan bentuk mediasi yang baru dan lebih baik antara Allah dan pribadi manusia.29 Apa yang disebut dalam Kitab Suci sebagai perjanjian baru (new covenant), mungkin disebut sebagai rekonsiliasi oleh masyarakat modern.30 Penebusan sebagai mediasi dengan demikian merujuk pada peran Kristus yang secara personal menjadi perantara rekonsiliasi interpersonal.31

26 “inter Christum et Deum Patrem, inter Christum et peccatores, inter Christum et iustificatos.”

DVI, 447.

27 DVI, 447.

28 Hal ini Lonergan sebut sebagai “makna yang berinkarnasi” (incarnate meaning), yaitu makna yang tinggal dalam pribadi seseorang. Makna yang berinkarnasi menggabungkan semua atau setidaknya banyak aspek pembawa makna lainnya. Sifatnya bisa sekaligus intersubjektif, artistik, simbolis, dan linguistik serta terungkap dalam cara hidup seseorang, kata-katanya, atau perbuatannya. Lih. Bernard Lonergan, “Time and Meaning,” dalam Philosophical and Theological Papers 1958-1964, 101-02 dan Bernard Lonergan, Method in Theology (Toronto: University of Toronto Press, 1971), 73.

29 Lonergan mengacu pada Ibr. 8: 6, 8-12; 9: 15; 12: 24. Lih. DVI, 462.

30 “The Redemption,” 6, dengan kutipan dari 2Kor. 5: 18-19.

31 “Thema reconciliationis totum aspectum personalem tum peccati ut offensae Dei tum redemptionis ut mediationis complectitur.” DVI, 485.

2.1.2. Penebusan sebagai Komunikasi

Setelah menjelaskan makna penebusan dari akar kata dan definisinya, bagian ini akan memaparkan refleksi Lonergan tentang penebusan yang baginya merupakan sebuah komunikasi. Lonergan melihat penebusan sebagai ungkapan komunikasi Allah yang menakjubkan bagi manusia yang dimulai dengan inkarnasi, “Sang Sabda telah menjadi manusia”. Kata-kata St. Yohanes itu mengacu pada fakta bahwa pribadi yang satu sekaligus merupakan Allah dan manusia. Namun, penebusan tidak sekedar kenyataan bahwa pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus menjadi manusia, melainkan penebusan itu juga merupakan sebuah tindakan komunikasi antara Allah dan manusia dari hati ke hati (cor ad cor loquitur).32 Lonergan menjelaskan bahwa kita mengungkapkan diri kita, kita berkomunikasi, melalui daging, melalui kata-kata dan gerak tubuh, dan aneka macam ekspresi raut wajah kita. Dan, bagi Lonergan, inkarnasi dan penebusan adalah contoh luar biasa dari Allah yang mengkomunikasikan dirinya kepada kita dalam hidup ini. Allah tidak hanya berkomunikasi dengan kita, tetapi Allah juga memberikan diri-Nya kepada kita. Dan, motif kedatangan Kristus adalah cinta yang berulang kali diafirmasi dalam Perjanjian Baru.33

Pengutusan Sang Putra ke dunia adalah ungkapan cinta Allah. “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus

32 Frasa itu merupakan moto Kardinal Newman. Lih. catatan kaki, “The Redemption”, 6.

33 “The Redemption”, 5-6.

Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya” (1Yoh. 4: 9).

Cinta itu bukan pertama-tama muncul karena kita menunjukkan cinta kepada Allah, tetapi sebaliknya, Allah-lah yang lebih dahulu mencintai kita ketika ia mengutus Putra-Nya sebagai tebusan (atonement) bagi dosa kita. “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” (2Kor. 5: 18-19).

Penebusan selalu merupakan karya Allah. Dia-lah melalui Kristus, merekonsiliasi kita dengan Diri-Nya dan mengizinkan kita untuk menjadi pelayan rekonsiliasi antara Dia dengan manusia lainnya. Allah, di dalam Kristus, merekonsiliasi dunia dengan diri-Nya, serta menetapkan di dalam diri kita pesan rekonsiliasi-Nya. Perutusan Putra ke dunia adalah tindakan Allah yang di dalamnya Ia merekonsiliasi dunia dengan Diri-Nya, Ia merekonsiliasi kita dengan Dia.34 Dengan mengutip tulisan St. Agustinus dalam De Trinitate, bahwa “bahkan ketika kita adalah musuh Allah, bahkan ketika kita adalah pendosa, Allah mencintai kita,”35 Lonergan menggarisbawahi bahwa penyebab utama dan penggerak penebusan adalah cinta Allah bagi kita.36

34 Lonergan menunjukkan beberapa teks yang menekankan cinta Allah kepada manusia sehingga Allah mengutus Putra-Nya seperti Roma 5:6-10 dan Efesus 2:4.

35 Roma 5: 8.

36 “The Redemption”, 6.

Cinta Allah yang ditemukan dalam inkarnasi, kematian, dan kebangkitan Kristus, di atas segalanya merupakan sebuah komunikasi personal. Komunikasi itu diarahkan pada masing-masing jiwa individual. Dan, komunikasi itu menjadi objek meditasi dan kontemplasi kita. Setiap dari kita mengambil buah-buah kontemplasi dan refleksi bagi jiwa kita masing-masing. Lonergan mencontohkan bahwa Ignasius dalam Latihan Rohani mendesak para retretan dalam mengontemplasikan misteri kehidupan Kristus Tuhan kita agar menggunakan daya pikir sendiri dan kemudian mengambil buah dari misteri yang dikontemplasikan yang sesuai dengan dirinya. Pemikiran yang muncul, afeksi yang timbul, dan kehendak yang muncul menunjukkan kebebasan manusia untuk menanggapi komunikasi Allah.37

Dengan demikian, Lonergan juga ingin menunjukkan bahwa penebusan dapat diakses oleh setiap orang, tak menjadi persoalan apa pun bakat kemampuannya atau kesempatan-kesempatannya, budayanya, perkembangan intelektual atau perkembangan spiritual seseorang. Hal ini merupakan tindakan komunikasi manusia yang ditunjukkkan oleh seorang pribadi ilahi. Bagi Lonergan, penebusan bukanlah suatu proposisi abstrak, tetapi merupakan sebuah tindakan bagi masing-masing kita, yang dapat dilihat, dibayangkan, dan dikenang kembali. St. Paulus38 berkali-kali mengingatkan tentang relevansi penebusan bagi masing-masing individu.

37 “The Redemption”, 7.

38 1Kor. 8: 11.

2.1.3. Penebusan sebagai Misteri

Menurut Lonergan, kategori fundamental penebusan diungkapkan dengan kata

“misteri”. Arti kata “misteri” yang dipakai Lonergan tidak terkait dengan usaha para teolog yang mencari kebenaran yang tidak dapat dipahami secara memadai dalam hidup ini. Bukan juga dalam kaitan dengan kesalahan orang-orang Kristiani yang berbicara mengenai misteri-misteri hidup Kristus dan memeditasikannya dalam misteri doa rosario. Kata “misteri” yang dimaksud Lonergan mengacu pada rencana rahasia Allah (secret counsel of God) dalam Perjanjian Baru.39

Dalam Markus 4: 11-12, dinyatakan bahwa para rasul menerima misteri Kerajaan Allah, "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah”. Di akhir bab 16, dalam Surat kepada umat di Roma, St. Paulus berbicara mengenai “pemberitaan tentang Yesus Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya, tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman” (Rm. 16: 25-26). Misteri yang tersembunyi selama berabad-abad dan sekarang menjadi terang benderang adalah misteri dalam kaitannya dengan rancangan tersembunyi (secret counsel).40

39 “The Redemption”, 24.

40 “The Redemption”, 24.

Setelah mempelajari makna kata “misteri” dari beberapa ahli Kitab Suci41, Lonergan mengartikan misteri sebagai rencana rahasia dari raja. Dalam kaitan dengan hal itu, secara fundamental maknanya diterapkan dalam Perjanjian Baru. Ketika St.

Paulus berbicara tentang pewahyuan misteri yang sekarang menjadi jelas (sebagaimana yang ia katakan dalam Efesus dan 1Korintus bab 1 dan 2, dan bab akhir Roma dan dalam membawakan puisi dalam 1Timotius 3: 16), kita bersinggungan dengan rancangan Allah, rencana Allah, ide-ide Allah, yaitu kebijaksanaan ilahi sendiri, polypoikilos, kebijaksanaan Allah yang tak terselami (the incredibly complex wisdom of God), sebagaimana itu dikatakan dalam Efesus 3: 10, “pelbagai ragam hikmat Allah” dan juga dalam Kolose 2: 3, “sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.”42

Rencana ilahi itu ditampilkan dalam Perjanjian Baru dalam aneka macam cara.

Dalam Markus dan Matius, khususnya dalam Lukas, rencana ilahi itu disebut sebagai Kerajaan Allah, kerajaan surga. Dan, ada banyak perumpamaan untuk mengilustrasikan apa itu Kerajaan Allah. Setelah pembabtisan oleh Yohanes Pembabtis, diceritakan dalam Markus 1: 14-15 bahwa Yesus datang ke Galilea untuk mewartakan bahwa waktunya sudah dekat dan Kerajaan Allah sudah datang, bertobatlah dan percayalah.43

41 Lonergan mengacu pada beberapa tulisan yaitu, Ernst Vogt, ‘Mysteria in textibus Qumran’

Biblica 37 (1956) 247–57; Karl Prümm, ‘Zur Phänomenologie des paulinischen Mysterion und dessen seelischer Aufnakme.Ein Übersicht, ’ Biblica 37 (1956) 135–61; Karl Prümm, ‘Mystères,’ in Supplément au dictionanaire de bible, L. Pirot, A. Robert, dan Henri Cazelles (ed.), (Paris: Librairie Letouzey et Ané, 1960) cols. 1–226.

42 “The Redemption”, 24-25.

43 “The Redemption”, 25.

Tema tentang Kerajaan Allah dapat ditelusuri pada ekspektasi mesianis Yahudi. Sebagaimana kita ketahui, bentuk kerajaan diperkenalkan oleh Nabi Samuel untuk mengakhiri bentuk teokrasi yaitu pemerintahan langsung oleh Allah terhadap bangsa-Nya. Dan kemudian, para raja diperkenalkan, namun nabi Samuel tidak menyukai hal ini dan ia mengeluh. Allah berkata kepada Samuel, “bukan kamu yang mereka tolak, melainkan Aku” (1Sam. 8: 7). Konsekuensi atas diperkenalkannya para raja adalah munculnya gagasan mengenai Sang Mesias, seseorang yang diurapi oleh Allah, seseorang yang datang dan menjadi raja dan mendirikan Kerajaan Allah sehingga gagasan kerajaan dan teokrasi dapat terwujud bersama-sama.44

Ketika Kristus mengumumkan Kerajaan Allah, ia sedang mengingatkan latar belakang yang kaya dari sejarah dan tradisi bangsa Yahudi. Eksposisi tentang apa itu kerajaan dan apa maknanya merasuki sebagian besar Injil-Injil sinoptik. Misalnya, perumpamaan tentang kerajaan surga dalam Matius 13. Kini, gagasan yang sama juga muncul dalam Kolose 1: 12-13 tempat dimana kita mendapatkan referensi mengenai kerajaan, “dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih.”45

Tema yang sama tentang kerajaan mengambil bentuk yang lain dalam Perjanjian Baru yaitu tubuh Kristus yang memiliki pernyataan fundamental dalam Roma 12: 4-5, pernyataan yang lebih lengkap dalam 1 Korintus bab 12 dan dalam

44 “The Redemption”, 25.

45 “The Redemption”, 25.

Efesus bab 2. Dan tubuh Kristus merupakan juga Gereja Kristus. Struktur misteri ini, apakah itu dibicarakan sebagai kerajaan, pemakluman kerajaan, tubuh Kristus, dan pendirian Gereja ditampilkan dalam bentuk antitesis.46

Ada antitesis hukum lama, yang berulang kali dibicarakan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia47 dan Roma48, di mana hukum dan dosa serta kemarahan dan kematian dikontraskan dengan janji yang dibuat bagi Abraham dan keadilan serta rahmat dan kehidupan. Inilah presentasi kehidupan kita dalam Kristus jika dikaitkan dengan antitesis hukum lama. Tema ini menjadi tema yang konstan dalam Galatia dan khususnya dalam tiga bab pertama Roma, dan kemudian dalam bab 6, 7, dan 8.49 Dan juga dijelaskan dalam antitesis adam pertama dan adam kedua dan di sana kontrasnya bukan antara Kerajaan Kristus, tubuh Kristus dan hukum lama, tetapi antara kemanusiaan yang ditebus dan kemanusian tanpa penebusan. Kita juga

46 Pihak editor memberi catatan bahwa di sini Lonergan mengidentifikasi Kerajaan Allah dengan Gereja secara parsial. Kemudian, ia berfokus untuk membedakannya. Sebagai contoh, lihat transkrip kuliah Lonergan oleh Nicholeas Graham tentang Method in Theology di Boston College, 3-12 Juli 1968.

“Ketika saya mahasiswa teologi, Kerajaan Allah diidentifikasi dengan Gereja dan hal itu sudah dieliminasi oleh konsili vatikan II. Gereja adalah instrumen Allah, salah satu instrumen Allah, dalam dunia ini untuk mempromosikan Kerajaan Allah dalam relasinya dengan seluruh dunia”. Lih. Bernard Lonergan, Philosophical and Theological Papers 1958-1964, 26.

47 Lihat misalnya Gal. 2: 16 dan Gal. 5: 1-6.

48 Lihat misalnya Rm. 6: 14 dan Rm. 8: 1-4.

49 “The Redemption”, 26.

akan menemukannya dalam 1Korintus 15: 21-2250; 45-4951 dan Roma 5: 12-2152. Antitesis umum yang sama yang diungkapkan oleh St. Paulus dalam kaitan dengan Adam pertama dan kedua ditemukan dalam St. Yohanes yaitu, antara dunia dan kegelapan dan hukum dan dosa; di sisi lain, kehidupan dan kebenaran dan rahmat dan terang.53

Dengan demikian, menurut Lonergan, Perjanjian Baru merupakan dokumen keselamatan. Injil adalah kabar gembira dan kabar gembira itu adalah kabar tentang

50 “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”

51 “Seperti ada tertulis: "Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup", tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga.

Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi.”

52 “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang

52 “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang