• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSIA MENURUT BERNARD LONERGAN

4.3. Konversi sebagai Gerak Kembali pada Autentisitas

Pada bagian sebelumnya, telah dibahas tentang gagasan dosa yang membuat manusia menjadi tidak autentik dan tidak mampu untuk terus-menerus mengikuti semangat roh untuk trasendensi-dirinya. Pada bagian ini, akan dibahas tentang konversi80 (conversion) sebagai sikap perlawanan terhadap dosa untuk kembali kepada arus utama menuju manusia autentik. Konversi merupakan seruan bagi manusia untuk merealisasikan tingkat transendensi-diri yang semakin tinggi dalam tindakan manusia

78 Bernard Lonergan, Topics in Education, 62.

79 Mark T. Miller, “Why The Passion?”, 102.

80 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu penjelasan yang diberikan untuk kata “konversi” adalah “perubahan dari satu bentuk (rupa, dan sebagainya) ke bentuk (rupa, dan sebagainya) yang lain”. Karena itu, penulis menerjemahkan kata “conversion” dengan kata “konversi”

untuk lebih menekankan perubahan dalam keseluruhan bidang kehidupan seseorang daripada menerjemahkannya dengan kata “pertobatan” yang cenderung dipahami hanya terkait dengan bidang religius.

yang sifatnya kognitif, moral, dan afektif.81 Hanya dengan konversi yang terus-menerus, transendensi diri yang konsisten dapat diusahakan.82 Dengan kata lain, apa yang membuat seseorang menjadi manusia yang autentik adalah bahwa ia secara konsisten melakukan transendensi-diri, dan transendensi-diri yang konsisten mengharuskan seseorang menjalani proses konversi yang berlapis-lapis83 dan berkelanjutan. Dengan demikian, konversi yang tak henti-hentinya dibutuhkan seseorang untuk sampai pada autentisitas dirinya yang optimal.84

Robert M. Doran menunjukkan bahwa untuk memahami konversi seperti yang dipahami Lonergan, diperlukan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan

“cakrawala”85 (horizon).86 Menurut Lonergan, dalam arti literalnya, kata “cakrawala”, menunjuk lingkaran pembatas, garis tempat bumi dan langit bertemu. Garis ini adalah batas bidang penglihatan seseorang.87 Apa yang ada di balik cakrawala tidak bisa dilihat. Tetapi ketika seseorang bergerak, batas bidang pandangan seseorang berubah,

81 John Berry, “Man’s capacity for self-transcendence. On ‘conversion’ in Bernard Lonergan’s Method in Theology,” Melita theologica: the review of the Royal University Students' Theological Association, Malta 58/1, (Jan. 2007), 23.

82 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 2. Diunduh dari https://www.lonerganresource.com/pdf/lectures/What%20Does%20Bernard%20Lonergan%20Mean%

20by%20Conversion.pdf (9 April 2019).

83 Seturut tahap-tahap konversi, hal ini dikaitkan dengan kesadaran manusia yang dibagi Lonergan menjadi tiga: intelektual, moral, dan religius.

84 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 2.

85 Walaupun kata “horizon” ada dalam KBBI, tetapi penulis lebih memilih menerjemahkan kata

“horizon” (Inggris) dengan “cakrawala” karena “horizon” (Indonesia) hanya dijelaskan dalam satu sudut pandang, yaitu “kaki langit”, sedangkan kata “cakrawala” dijelaskan dari beberapa sudut pandang seperti, “kaki langit; tepi langit; batas pemandangan; horizon,” “jangkauan pandangan” (dalam hal pengetahuan), “khazanah; kekayaan” (dalam hal budaya). Kiranya, kata “cakrawala” lebih mendekati apa yang dimaksud Lonergan.

86 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 3.

87 Bernard Lonergan, Method in Theology, 235.

dan mungkin apa yang tidak bisa dilihat seseorang dari satu sudut pandang tertentu dapat dilihat dari sudut pandang yang lain. Maka, kunci cakrawala seseorang adalah sudut pandangnya. Sebuah cakrawala memiliki kutub subjektif dan kutub objektif, dan ketika kutub subjektif berubah, cakrawala pun berubah.88

Cakrawala merupakan hasil terstruktur dari pencapaian masa lalu dan, juga, syarat dan batas perkembangan lebih lanjut. Semua pembelajaran, bukan sekadar tambahan terhadap pembelajaran sebelumnya, tetapi lebih merupakan pertumbuhan organik darinya.89 Selain itu, sebuah cakrawala adalah batas dari apa yang diketahui dan diminati seseorang.90 Apa yang ada di luar cakrawala bukan hanya apa yang tidak diketahui seseorang tetapi apa yang tidak diinginkannya untuk diketahui dan apa yang tidak seseorang ketahui ada untuk diketahui.91 Sebagai garis batas atas apa yang kita ketahui dan kita minati, cakrawala juga menjadi garis batas pertanyaan-pertanyaan dan perasaan-perasaan. Cakrawala kita bukan hanya batas terhadap apa yang sudah kita ketahui, tetapi bahkan atas pertanyaan yang dapat kita ajukan. Hal ini termasuk tidak hanya pertanyaan bagi intelegensi (apa, mengapa, atau bagaimana hal itu?), tetapi juga bertanyaan untuk refleksi (apakah benar demikian?) dan pertanyaan untuk pertimbangan (apakah hal itu sungguh bernilai dan jika demikian apa yang akan saya lakukan?). Walaupun demikian, batas yang ditandai oleh sebuah cakrawala tidak

88 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 3.

89 Bernard Lonergan, Method in Theology, 237.

90 Karena itu, cakrawala juga dipahami sebagai posisi eksistensial seseorang (existential stance).

Lih. Robert M. Doran, Psychic Conversion and Theological Foundations (Marquette: Marquette University Press, 2006), 105.

91 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 3.

sepenuhnya merupakan garis batas yang permanen sebab pertanyaan yang kita tanyakan dari dalam cakrawala kita saat ini mungkin mengarahkan kita pada perubahan cakrawala kita.92

Mungkin ada banyak hal dalam cakrawala seseorang yang tidak diketahuinya tetapi orang itu ingin mengetahuinya. Misalnya, saya tidak memiliki pengetahuan tentang teologi post-kolonial, tetapi saya ingin mempelajarinya. Dan, jika itu masalahnya, hal ini masih berada dalam cakrawala saya, dalam bidang yang saya geluti. Tetapi, yang dimaksud dengan ada di luar cakrawala seseorang berarti suatu bidang besar yang saya bahkan tidak peduli untuk mengetahuinya, tentang apa yang tidak saya perhatikan, dan saya hanya mengabaikannya bahkan jika saya diminta memperhatikannya.93

Cakrawala dapat dikaitkan dengan berbagai bidang. Misalnya, dokter, pengacara, insinyur, musisi, seniman, guru, dan teknisi memiliki cakrawala yang berbeda, tetapi cakrawala dari masing-masing tersebut sifatnya pelengkap. Masing-masing mengakui yang lain, dan mengakui bahwa cakrawala pelengkap (complementary) yang berbeda penting untuk kesejahteraan tatanan sosial. Sekali lagi, saya mungkin tidak tahu apa-apa tentang teologi post-kolonial, tetapi jika saya tertarik dan mengambil kuliah, saya memperluas cakrawala saya, dan dalam hal ini cakrawala

92 Donna Teevan, Lonergan, Hermeneutics and Theological Method (Marquette: Marquette University Press, 2002), 152-153.

93 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 3.

saya sebelum saya belajar teologi post-kolonial dan cakrawala saya setelah saya mempelajari teologi post-kolonial terkait secara genetik (genetic).94

Tetapi, konversi memerlukan perubahan radikal dalam cakrawala. Konversi bukanlah sekedar belajar seperti belajar teologi post-kolonial. Yang dimaksud konversi oleh Lonergan adalah sebuah pergerakan menuju cakrawala baru yang mengandung perubahan arah.95 Konversi merupakan gerak keluar dari yang lama dengan menolak kualitas karakteristik yang lama. Konversi memulai rangkaian peristiwa baru dalam kehidupan seseorang yang mengatur kehidupan seseorang pada jalur yang sangat berbeda. Jenis hubungan antara cakrawala-cakrawala ini disebut Lonergan sebagai dialektis (dialectical). Konversi juga merupakan perkembangan, tetapi konversi itu memerlukan hubungan kontradiktif untuk berpindah dari yang salah ke yang benar, dari yang jahat ke yang baik. Konversi sekali lagi merupakan pembalikan arah.96

Di sisi lain, tentu saja dimungkinkan terjadinya jenis pembalikan arah yang berlawanan dalam kehidupan seseorang, yaitu permindahan ke rangkaian peristiwa yang tidak dapat disebut sebagai konversi, melainkan lebih sebagai sebuah kegagalan.

Yaitu, rangkaian peristiwa baru yang membatasi daripada memperluas cakrawala

94 Yang dimaksud Lonergan sebagai terkait “secara genetik” adalah bidang-bidang yang terkait sebagai tahap berturut-turut dalam beberapa proses perkembangan. Setiap tahap selanjutnya mengandaikan tahap-tahap sebelumnya, sebagian untuk menambahkannya, dan sebagian untuk mentransformasinya. Dalam contoh yang penulis sampaikan, saya perlu mempelajari terlebih dahulu kuliah-kuliah pengantar untuk bisa memahami bidang teologi yang lebih maju seperti teologi post-kolonial. Lih. Method in Theology, 236.

95 Bernard Lonergan, Method in Theology, 237.

96 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 3-4.

seseorang, menutup pikiran atau hati seseorang, dan membutakan seseorang terhadap relevansi pertanyaan lebih lanjut tertentu. Lalu, pertanyaannya, apa yang membuatnya berbeda?97

Pada dasarnya, konversi yang dimaksud Lonergan merupakan perubahan positif dalam orientasi fundamental seseorang, sebuah pembalikan arah, dari keterpusatan diri atau ketertutupan diri menuju transendensi diri dalam bidang tertentu dari aktivitas seseorang sebagai manusia. Menurut Lonergan, konversi itu bisa terjadi baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, konversi merupakan sebuah keputusan atau pilihan yang terjadi dalam cakrawala yang terbentuk sebelumnya.

Secara vertikal, konversi merupakan rangkaian penilaian dan keputusan yang dengannya seseorang bergerak dari satu cakralawa ke cakrawala lainnya.98

Sebagian besar dan biasanya, perubahan atau pembalikan arah ini sebenarnya adalah sebuah proses. Konversi biasanya terjadi tidak secara sekaligus tetapi dalam tahap-tahap. Konversi memiliki beberapa momen yang dramatis bagi sebagian orang, tetapi bagi kebanyakan orang, hal itu merupakan gerakan yang berkelanjutan, lambat, dan tidak mencolok yang melampaui isolasi subjek, melampaui cakrawala diri yang diacu terus-menerus, menuju transendensi-diri. Dan bagi hampir semua dari kita, hal ini harus terus-menerus diperbarui.99

97 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 4.

98 Bernard Lonergan, Method in Theology, 237.

99 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 4.

4.3.1. Konversi: Religius, Moral, dan Intelektual

Konversi bagi Lonergan memiliki tiga bentuk, yaitu intelektual, moral, dan religius. Walaupun ketiganya terhubung satu sama lain, tetapi masing-masing konversi merupakan jenis peristiwa yang berbeda dan perlu dibahas tersendiri sebelum dikaitkan dengan lainnya.100 Dari sudut pandang kausal, Lonergan menyatakan bahwa, bentuk pertama dan paling mendasar adalah konversi religus, yang kedua adalah konversi moral, dan yang ketiga adalah konversi intelektual. Biasanya, meskipun tidak selalu, konversi itu akan muncul dalam kehidupan seseorang dalam urutan tersebut.101

Dasar untuk membedakan aneka konversi terletak pada apa yang Lonergan sebut sebagai tingkat kesadaran yang berbeda: pengalaman (experience), pemahaman (understanding), penilaian (judgment), keputusan (decision), dan kasih (love).

Konversi intelektual berhubungan dengan pengalaman (experience), pemahaman (understanding) dan penilaian (judgment), konversi moral berhubungan dengan keputusan (decision), konversi religius berhubungan dengan cinta (love).102

Salah satu cara terbaik untuk mengidentifikasi sebuah konversi adalah dengan menanyakan dari mana dan menuju ke mana seseorang bergerak terkait dengan masing-masing tingkat kesadaran tersebut. Jika transendensi-diri adalah tujuan atau

100 Bernard Lonergan, Method in Theology, 237.

101 Robert M. Doran kemudian menambahkan apa yang ia sebut sebagai dimensi psikis konversi yang menurutnya dapat terjadi pada tahap mana pun dalam kehidupan seseorang, dan ia senang karena Lonergan menunjukkan persetujuan dengan saran yang ia ajukan ini. Penjelasan lengkap mengenai konversi psikis silahkan baca Robert M. Doran, Psychic Conversion and Theological Foundations (Marquette: Marquette University Press, 2006).

102 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 6.

titik akhir, yaitu titik ke mana seseorang bergerak melalui konversi, maka harus ada titik awal, yaitu titik dari mana seseorang memulai. Secara umum, karena transendensi-diri adalah tujuan dari proses ini, maka titik awal, yang darinya seseorang berkonversi sehingga dapat bergerak menuju transendensi-diri, berupa suatu bentuk

“penyerapan-diri” atau “ketertutupan-diri” (self-absorption or self-enclosure).103 Setelah mengetahui pola umum konversi, selanjutnya kita akan membahas jenis-jenis konversi satu persatu, mulai dari konversi religius, moral, dan intelektual.

4.3.2. Konversi Religius: dari tanpa cinta menuju cinta yang tanpa batas

Secara umum, titik dari mana konversi religius menggerakkan kita, adalah kondisi radikal tanpa cinta (lovelessness) menuju ada dalam cinta (being in love).

Karena Allah adalah kasih (1Yoh. 4: 8), maka berada tanpa Allah berarti berada tanpa kasih, dan sebaliknya berada tanpa kasih berarti berada tanpa Allah. Menurut Lonergan, ada tiga bentuk cinta: cinta keintiman yang cenderung menjadi cinta dalam keluarga, cinta dalam komunitas manusia, dan cinta Tuhan. Ketiganya, walaupun berbeda, tidak terpisah, dan pada kenyataannya kekuatan dan soliditas dari dua bentuk cinta yang pertama tersebut (cinta dalam keluarga dan cinta dalam komunitas) berbanding lurus dengan cinta dengan Tuhan yang operatif dalam kehidupan seseorang.

103 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 6.

Tetapi, seseorang dapat jatuh cinta pada Tuhan tanpa mengetahui bahwa ia sedang jatuh cinta pada-Nya, dan sebaliknya seseorang dapat menjadi anggota komunitas agama dan menggunakan semua jenis bahasa religius tanpa jatuh cinta pada-Nya. Jatuh cinta pada Tuhan berarti jatuh cinta tanpa kualifikasi, kebimbangan, keraguan, dan batasan.104 Seseorang yang berada dalam keadaan ini mungkin atau mungkin tidak menyadari bahwa ia berada dalam keadaan seperti itu, dan bahkan lebih banyak lagi yang tidak menyadari bahwa berada dalam keadaan ini sebenarnya sedang jatuh cinta dengan Tuhan. 105 Dalam hal ini, ada banyak orang yang sangat dekat dengan Tuhan yang tidak mengetahuinya. Berada dalam cinta dengan Tuhan merupakan keadaan dinamis sadar yang mengatur segala sesuatu dalam hidup mereka, tetapi keadaan itu bisa menjadi sadar tanpa diketahui.106

Lonergan memperjelas maksudnya dengan menyatakan bahwa bagi orang Kristen, jatuh cinta itu berarti kasih Allah yang membanjiri hati kita melalui Roh Kudus yang diberikan kepada kita. Hal itu adalah karunia rahmat, baik itu rahmat operatif maupun kooperatif.107 Dengan karunia Roh Kudus, rahmat operatif terwujud dengan penggantian hati yang keras (heart of stone) dengan hati yang taat (heart of

104 Bernard Lonergan, Method in Theology, 241.

105 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 9.

106 Jeremy W. Blackwood, “Love and Lonergan’s Cognitional-Intentional Anthropology: An Inquiry on The Question of a “Fifth Level of Consciousness”” (Wisconsin: Disertasi pada Marquette University, 2012), 115.

107 Rahmat operatif (gratia operans) mengacu pada kondisi dinamis manusia yang dapat jatuh cinta dengan Tuhan dan rahmat kooperatif (gratia cooperans) mengacu pada prinsip-prinsip dari tindakan kasih, iman, harapan, pertobatan, dan sebagaianya. Lih. Bernard Lonergan, Method in Theology, 107.

flesh)108. Rahmat kooperatif adalah hati taat yang menjadi efektif dalam perbuatan baik melalui kebebasan manusia. Rahmat operatif adalah konversi religius. Rahmat kooperatif adalah efektivitas konversi itu, yaitu gerakan bertahap menuju transformasi penuh dan lengkap dari seluruh kehidupan dan perasaan seseorang, pikiran, kata-kata, dan perbuatan seseorang.109

Secara umum, keadaan-tanpa-cinta, disebut Lonergan sebagai "isolasi individu". Sebaliknya, “ada-dalam-cinta” membentuk kesadaran manusia sebagai individu yang interpersonal. Ketika seorang jatuh cinta, mereka yang dicintai bersifat konstitutif dalam kehadiran-diri seseorang. Kesadaran ada seseorang menjadi ada dalam cinta. Seseorang tidak lagi sendirian. Apa yang memecah keterasingan individu adalah jatuh cinta (falling in love) dan ada dalam cinta (being in love). Jika seseorang benar-benar ada dalam cinta, orang yang dicintai masuk ke dalam konstitusi kesadarannya, bahkan jika tidak secara fisik bersama dengan orang itu. Kehadiran diri seseorang adalah “ada-bersama” (being-with). Dan jika seseorang ada dalam cinta dengan cara tanpa syarat, apakah orang itu mengetahuinya atau tidak, orang itu ada dalam cinta dengan Tuhan, yang tinggal di dalamnya melalui karunia Roh Kudus.110

Bagi Lonergan konversi religius menjadikan manusia jatuh cinta tanpa kekhawatiran, kualifikasi, syarat, dan keraguan. Konversi religius itu berjalan beriringan dengan transendensi-diri religius karena trasendensi-diri religius

108 Yehezkiel 36: 26.

109 Bernard Lonergan, Method in Theology, 241.

110 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 11-12.

merupakan ungkapan paling penuh dari ada-dalam-cinta-dengan-Tuhan. Lonergan mengatakan bahwa cinta religius adalah pemenuhan dasar dari intensionalitas sadar manusia, dari pertanyaan untuk kecerdasan, untuk refleksi, dan untuk pertimbangan.

Cinta religius merupakan suatu pemenuhan yang membawa sukacita yang mendalam yang tetap ada meskipun manusia mengalami penghinaan, kegagalan, sakit, pengkhianatan, dan pengabaian. Pemenuhan itu membawa kedamaian yang radikal, kedamaian yang tidak bisa diberikan oleh dunia. Pemenuhan itu menghasilkan buah dalam cinta kepada sesama manusia dengan berusaha keras untuk mewujudkan kerajaan Allah di bumi ini.111

4.3.3. Konversi Moral: dari kepuasan menuju nilai

Selanjutnya, titik dari mana konversi moral menggerakkan manusia adalah keterpusatan pada diri sendiri, yaitu orang hidup, berpikir, dan menilai dengan tujuan akhirnya adalah dirinya sendiri (aku melakukan sesuatu untuk diriku). Aku ada supaya aku sendiri disempurnakan. Kesempurnaan saya adalah demi saya. Makanan saya adalah demi saya. Kegembiraan saya dalam makan adalah demi saya. Studi saya demi saya. Perbuatan baik saya adalah demi prestasi, dan prestasi adalah demi imbalan, dan imbalan adalah demi saya. Tujuan utamanya adalah kebahagiaan saya. Hal-hal lain dipilih sebagai sarana untuk mencapai tujuan ini. Inilah yang dimaksud dengan

111 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 12-13.

kelekatan-diri atau penyerapan-diri: semuanya tentang aku, aku, dan aku. Sifatnya bisa halus, dan seringkali memang demikian, tetapi bisa juga sangat jelas. Inilah yang disebut dengan kepuasan saya sendiri adalah kriteria dari keputusan dan pilihan saya.112 Dalam istilah buku Insight, titik dari mana seseorang digerakkan dalam konversi moral adalah bias baik itu bias individu atau egoisme pribadi maupun bias kelompok.113

Secara singkat, konversi moral adalah perubahan kriteria keputusan dan tindakan seseorang dari kepuasan (satisfactions) menuju nilai-nilai (values).114 “Nilai-nilai”, kemudian, berarti apa yang benar-benar baik, dimana “apa yang benar-benar baik” diukur dengan tingkat transendensi-diri yang diembannya.115 Lonergan kemudian menggarisbawahi peran perasaan sebagai respons intensional terhadap nilai-nilai116 dan bagaimana perasaan juga menunjukkan tingkat skala nilai dalam urutan naik, yaitu dari nilai vital, sosial, budaya, pribadi, hingga nilai religius.117

Nilai-nilai vital, seperti kesehatan dan kekuatan, rahmat dan stamina, biasanya lebih disukai untuk menghindari pekerjaan, kesulitan, rasa sakit yang muncul dalam memperoleh, mempertahankan, memulihkannya. Nilai-nilai sosial, seperti tata tertib yang mengkondisikan nilai-nilai vital dari seluruh komunitas, harus lebih dipilih daripada nilai-nilai vital anggota individu dari komunitas.118 Nilai-nilai budaya tidak

112 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 13-14.

113 Penjelasan lebih rinci silahkan lihat Bernard Lonergan, Insight, 244-267.

114 Bernard Lonergan, Method in Theology, 240.

115 Bernard Lonergan, Method in Theology, 34-36.

116 John Berry, “Man’s capacity for self-transcendence”, 33.

117 Bernard Lonergan, Method in Theology, 31.

118 Bernard Lonergan, Method in Theology, 31.

ada tanpa dukungan nilai-nilai vital dan sosial, tetapi tingkatnya lebih tinggi. Manusia hidup bukan dari roti saja dan lebih dari sekadar hidup dan beraktivitas, manusia harus menemukan makna dan nilai dalam hidup dan aktivitas mereka. Menurut Lonergan, inilah fungsi budaya yaitu untuk menemukan, mengekspresikan, memvalidasi, mengkritik, mengoreksi, serta mengembangkan makna dan nilai tersebut. Nilai pribadi adalah orang dalam transendensi-dirinya, sebagai pribadi yang penyayang dan dicintai, sebagai pencetus nilai-nilai dalam dirinya dan dalam lingkungannya, sebagai inspirasi dan promotor kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama. Nilai-nilai religius, akhirnya, adalah jantung dari makna dan nilai kehidupan manusia.119

Dengan demikian, gerakan yang terlibat dalam konversi moral adalah gerakan menjauh dari kepuasan pribadi dan kriteria “rujukan-diri” (dimana “rujukan-diri”

dapat mengacu hanya pada diri sendiri atau kelompok sendiri) menuju pertanyaan,

“Apakah ini benar-benar baik atau apakah itu hanya tampaknya baik?” Yang dipersoalkan di sini adalah orientasi, kriteria, dan cakrawala dasar tempat seseorang membuat keputusan dan pilihan yang membentuk diri sendiri untuk menjadi tipe pribadi tertentu yang terwujud dalam pertanyaan, misalnya: apakah ini semua hanya untukku? Apakah itu semua demi kelompok saya, partai politik saya, ras saya, agama saya, jenis kelamin saya? Atau apakah itu semua untuk serangkaian tujuan yang melampaui saya dan semua kepentingan kelompok yang sempit?120

119 Bernard Lonergan, Method in Theology, 31-32.

120 Robert M. Doran, “What Does Bernard Lonergan Mean by ‘Conversion’?”, 14-15.