• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kondisi dan Kinerja Pasar Tuna Indonesia dengan Model Pendekatan Bayesian Untuk Pasar Domestik

21%Sarana dan

4.4. Identifikasi Kondisi dan Kinerja Pasar Tuna Indonesia dengan Model Pendekatan Bayesian Untuk Pasar Domestik

Untuk mengidentifikasi kondisi dan kinerja pasar tuna di pasar domestik dilakukan dengan menggunakan pendekatan Bayesian. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dari hulu hingga hilir pada pasar domestik perikanan tuna. Pada pasar domestik penyusunan model Bayesian berdasarkan analisis dan pengumpulan data lapang yang terdiri dari 5 (lima) hierarki yaitu konsumen, komoditas, bahan baku, suplier dan jenis armada. Untuk hierarki pertama yaitu konsumen dibedakan menjadi restoran dan rumah tangga. Pada hierarki kedua yaitu komoditas dibedakan berdasarkan jenis ikan tuna segar dan olahan (kaleng, abin, bakso, dendeng, nuget dan asap). Pada hierarki ketiga yaitu bahan baku dibedakan menjadi bentuk segar, tetelan dan dada tuna. Pada hierarki keempat yaitu suplier debedakan menjadi pengecer dan perusahaan, sedangkan pada hierarki kelima yaitu jenis armada dibedakan menjadi armada motor tempel, armada ukuran 10 GT, armada ukuran 11-30 GT, armada ukuran 31-100 GT dan armada > 100 GT. Hasil analisis Bayesian dengan menggunakn software Genie 2.0 untuk pasar domestik dapat dilihat pada Gambar berikut.

92 Analisis Bayesian Pasar Domestik Tuna dengan Software Genie 2.0

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa pasar domestik konsumsi tuna adalah kota Ambon dan Bitung, dengan probabilitas masing-masing sebesar 60% dan 40%. Kota Ambon memiliki probabilitas lebih besar karena tingkat konsumsi masyarakat ambon terhadap komoditas tuna cukup besar, hal ini juga didukung oleh kondisi sumberdaya yang dimiliki sehingga masyarakat dapat dengan mudah untuk mendapatkan komoditas tersebut. Pada hierarki berikutnya telihat bahwa konsumen yang paling dominan adalah rumah tangga dengan probabilitas sebesar 98% dan restoran sebesar 2%. Hal ini dikarenakan rumah tangga memiliki akses yang mudah dalam mendapatkan komoditas tersebut. Pada hierarki selanjutnya diketahui bahwa komoditas yang paling banyak di konsumsi oleh rumah tangga adalah dalam bentuk segar dengan probabilitas sebesar 51%, sedangkan komoditas olahan yang paling besar probobilitasnya adalah asap sebesar 35%. Untuk komoditas olahan lain probabilitasnya sangat kecil yaitu kaleng (8%), abon (2%), bakso (2%), dendeng (1%) dan nuget (1%). Komoditas olahan tersebut, pemasarannya lebih banyak untk di luar Kota Ambon seperti Makasar, Surabaya dan lain sebagainya. Pada hierarki berikutnya untuk bahan baku probabilitas yang paling besar adalah dalam bentuk segar (89%), tetelan (6%) dan dada tuna (5%). Bahan baku tersebut diperolah dari suplier dengan probabilitas paling besar dari pengecer (53%) dan perusahaan (47%). Bahan baku tersebut diperoleh dari pengecer dalam hal ini nelayan yang menggunakan jenis armada yang paling tinggi dengan probabilitas 42% yaitu armada 10 GT. Untuk armada 31-100 GT (23%), armada 11-30 GT (19%), armada motor tempel (12%) dan armada > 100 GT (5%).

93 4.4.1. Pasar Domestik

4.4.1.1. Ambon

Ambon merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Maluku yang memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat besar, dengan komoditas unggulan adalah ikan tuna. Sehingga tidak mengherankan apabila sebagian besar masyarakat Ambon senang mengkonsumsi ikan tersebut karena ketersediaan ikan tersebut sangat melimpah. Berdasarkan hasil olahan dengan menggunakan pendekatan Bayesian diperoleh informasi bahwa untuk pasar domestik Ambon konsumennya didominasi oleh rumah tangga yaitu sebesar 100%. Dimana tingkat konsumsi pada konsumen rumah tangga sangat dipengaruhi oleh selera makan ikan dan ketersediaan ikan tuna. Selera makan ikan sangat mempengaruhi rumah tangga dalam mengkonsumsi ikan, apakah ikan yang dibeli dalam bentuk segar maupun olahan (asap, bakso, abon, nugget, dendeng, dan kaleng). Ketersediaan ikan juga akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga, karena jika ikan yang tersedia banyak makan harganya akan terjangkau oleh rumah tangga tersebut.

Konsumsi ikan tuna yang dilakukan oleh rumah tangga didominasi dalam bentuk segar yaitu sebesar 50%. Sedangkan untuk konsumsi dalam bentuk ikan olahan asap sebesar 36%, kaleng 8%, abon dan bakso masing-masing sebesar 2% serta nuget dan bakso masing-masing sebesar 1%. Bahan baku dalam pasar domestik dibagi menjadi tiga yaitu segar, tetalan dan dada tuna, dimana bahan baku segar memiliki persentase yang terbesar yaitu 89%, tetelan 5% dan dada tuna 5%. Bahan baku ikan segar tersebut diperoleh oleh rumah tangga dari suplier yaitu pengecer dan perusahaan, dimana pembelian dari pengecer yang paling mendominasi dengan persentase sebesar 53%, sedangkan dari perusahaan sebesar 47%. Suplier memperoleh bahan baku segar tersebut lebih banyak dari nelayan yang menggunakan armada 10 GT dengan persentase sebesar 42%, armada 31-100 GT 23%, armada 11-30 GT sebesar 19% dan armada 100 GT sebesar 5%. Biasanya masyarakat membeli ikan dari pengecer dalam bentuk segar seperti ikan tongkol dan cakalang. Untuk ikan tuna dari hasil tangkapan nelayan biasanya dijual ke perusahaan untuk diolah atau langsung diekspor ke luar negeri. Ikan tuna yang dikonsumsi oleh rumah tangga biasanya berukuran kecil (baby tuna) atau dalam bentuk tetelan (biasanya untuk dijadikan bakso, abon atau nuget).

Sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Maluku tidak mengherankan jika Ambon merupakan salah satu kota yang memberikan sumbangan cukup besar untuk angka konsumsi ikan di Provinsi Maluku. Angka konsumsi ikan secara nasional pada tahun 2012 sebesar 38,89 kg/kapita/tahun, Sedangkan angka konsumsi ikan di Provinsi Maluku pada tahun 2012 lebih tinggi

94 dibandingkan angka konsumsi ikan nasional yang mencapai 49,55 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan di Provinsi Maluku (termasuk Kota Ambon) sudah cukup baik seiring dengan semakin meningkatnya produksi perikanan (khususnya perikanan tangkap) (Ditjen P2HP, 2013).`

4.4.1.2. Bitung

Bitung merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Kota Bitung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya perikanan tangkap. Seperti halnya dengan Kota Ambon komoditas tuna juga merupakan komoditas unggulan di Kota Bitung. Kota Bitung merupakan sentra produksi perikanan tuna di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan persentase jumlah kapal handline mencapai 60%. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar rumah tangga banyak mengkonsumsi ikan tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan pendekatan Bayesian diketahui bahwa konsumen tuna di Bitung didominasi oleh rumah tangga dengan persentase sebesar 95% dan restoran dengan persentase sebesar 5%. Tingkat konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh ketersediaan ikan tuna dan selera makan ikan.

Konsumsi rumah tangga untuk tuna yang paling mendominasi dalam bentuk segar dengan persentase sebesar 53%, untuk ikan olahan seperti ikan asap dengan persentase sebesar 34%, kaleng (8%), abon dan bakso (masing-masing 1%) serta dendeng dan nuget (masing-masing 1%). Konsumsi rumah tangga untuk tuna dalam bentuk segar diperoleh dari suplier yaitu pengecer dan perusahaan, dimana pengecer memiliki persentase yang lebih besar yaitu sebesar 53% dan perusahaan dengan persentase sebesar 47%. Dalam memperoleh bahan baku (ikan segar) tersebut, suplier mendapatkannya dari nelayan yang menggunakan armada 10 GT dengan persentase sebesar 42%, armada 31-100 GT (23%) dan armada 11-30 GT (19%).

Sehingga sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara tidak mengherankan jika Bitung merupakan kota yang memberikan sumbangan cukup besar untuk angka konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Utara. Angka konsumsi ikan secara nasional pada tahun 2012 sebesar 38,89 kg/kapita/tahun, Sedangkan angka konsumsi ikan di Provinsi Maluku pada tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan angka konsumsi ikan nasional yang mencapai 43,87 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Utara (termasuk Kota Bitung) sudah cukup baik seiring denga semakin meningkatnya produksi perikanan (khususnya perikanan tangkap) (Ditjen P2HP, 2013).

95 4.4.2. Konsumen

Pada hierarki kedua dari model Bayesian untuk pasar domestik adalah terdapat dua jenis konsumen baik di Kota Bitung maupun Kota Ambon yaitu restoran dan rumah tangga.

4.4.2.1. Restoran

Pada pasar Ambon persentase untuk restoran 0% sedangkan untuk pasar Bitung persentase untuk konsumen restoran sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa serapan konsumsi tuna dari konsumen yang berasal dari restoran masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan konsumen rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, restoran-restoran di lokasi Ambon dan Bitung lebih banyak menyajikan jenis ikan kerapu, bawal, baronang, kakap, kuwe dan lain sebagainya.

4.4.2.2. Rumah Tangga

Konsumen rumah tangga baik di pasar domestik Ambon dan Bitung sangat mendominasi untuk konsumsi tuna yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 100% dan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa akses konsumen rumah tangga untuk mengkonsumsi ikan tuna sangat mudah karena dekat dengan daerah produksi. Biasanya konsumen rumah tangga lebih banyak mengkonsumsi jenis ikan tongkol, cakalang dan tuna yang berukuran kecil karena harganya lebih terjangkau.

4.4.3. Komoditas 4.4.3.1. Kaleng

Komoditas kaleng baik di pasar Ambon maupun Bitung menunjukkan persentase yang sama yaitu sebesar 8%. Ikan kaleng yang biasanya dikonsumsi oleh rumah tangga dikedua pasar tersebut lebih banyak untuk jenis ikan cakalang dibandingkan ikan tuna. Biasanya ikan kaleng ini lebih banyak digunakan sebagai campuran untuk pembuatan nasi goreng.

4.4.3.2. Abon

Komoditas untuk ikan olahan dalam bentuk abon baik di pasar Ambon maupun Bitung memiliki persentase yang sama terhadap tingkat konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 2%. Pembuatan abon ini biasanya lebih banyak menggunakan ikan jenis tongkol dan cakalang. Sedangkan untuk pembuatan abon dari ikan tuna biasanya bahan bakunya berasal dari perusahaan yang merupakan sisa dari pemotongan untuk pasar ekspor yang biasa disebut “tetelan”. Kualitas ikan tuna yang disebut “tetelan” ini sama dengan tuna yang di ekspor keluar negeri.

96 4.4.3.3. Bakso

Komoditas untuk ikan olahan dalam bentuk bakso baik di pasar Ambon dan Bitung memiliki persentase yang sama terhadap tingkat konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 2%. Pembuatan bakso ikan ini lebih banyak menggunakan bahan baku yang berasal dari ikan jenis tongkol dan cakalang.

4.4.3.4. Dendeng

Komoditas untuk ikan olahan dalam bentuk dendeng baik di pasar Ambon dan Bitung memiliki persentase yang sama terhadap tingkat konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 1%. Persentase ini sangat rendah dibandingkan dengan jenis komoditas olahan lain yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Pembuatan dendeng ikan ini lebih banyak menggunakan bahan baku yang berasal dari ikan jenis tongkol dan cakalang.

4.4.3.5. Segar

Untuk komoditas ikan segar yang dikonsumsi oleh rumah tangga baik di pasar Ambon maupun Bitung memiliki persentase yang cukup besar dibandingkan dengan komoditas lain yang ada di hierarki kedua dalam model Bayesian pasar domestik, yaitu 50% untuk pasar Ambon dan 53% untuk pasar Bitung. Berdasarkan hasil di lapangan, konsumen dalam hal ini rumah tangga lebih senang mengkonsumsi ikan dalam bentuk segar karena rasanya lebih enak. Selain karena rasanya, ikan segar memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan olahan.

4.4.3.6. Asap

Komoditas untuk ikan olahan dalam bentuk ikan asap baik di pasar Ambon dan Bitung terhadap tingkat konsumsi rumah tangga memiliki persentase sebesar 36% (pasar Ambon) dan 34% (pasar Bitung).

4.4.4. Bahan Baku 4.4.4.1. Segar

Bahan baku ikan yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga baik di Pasar Ambon maupun Bitung didominasi oleh ikan segar yang memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 89%. Konsumsi ikan tuna dalam bentuk segar diperoleh rumah tangga dari pengecer. Dimana pengecer lebih banyak membeli dari nelayan yang menggunakan armada 10 GT.

97 4.4.4.2. Tetelan

Bahan baku ikan dalam bentuk tetelan yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga baik di Pasar Ambon maupun Bitung memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 6%. Bahan baku tetelan ini diperoleh rumah tangga dari perusahaan yang merupakan sisa dari pemotongan untuk pasar ekspor.

4.4.4.3. Dada Tuna

Bahan baku ikan dalam bentuk dada tuna yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga baik di Pasar Ambon maupun Bitung memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 5%. Konsumsi ikan tuna dalam bentuk dada tuna diperoleh rumah tangga dari suplier. Dimana suplier memperoleh bahan bakunya dari nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan armada 10 GT.

98 4.5. Aspek Sosial Ekonomi Perikanan Tuna untuk Pasar Domestik

4.5.1. Pasar Domestik 4.5.1.1. Ambon

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi permintaan tuna di pasar domestik Ambon adalah pendapatan, harga ikan, ketersediaan ikan dan selera makan ikan masyarakat di kota Ambon. Aspek yang paling berpengaruh terhadap permintaan tuna di pasar Ambon adalah jumlah pendapatan yaitu sebesar 29%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi jumlah pendapatan maka akan semakin mudah rumah tangga untuk memenuhi tingkat konsumsi terhadap ikan (dalam hal ini ikan tuna, tongkol, cakalang). Sedangkan selera makan ikan dan ketersediaan ikan memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 25%. Selera makan ikan juga memiliki pengaruh terhadap tingkat konsumsi ikan, karena Kota Ambon merupakan kota yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar sehingga tidak mengherankan apabila selera masyarakat terhadap tingkat konsumsi ikan sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan permintaan terhadap ikan segar sangat tinggi. Selain itu juga ketersediaan ikan di Kota Ambon selalu mencukupi kebutuhan masyarakat kota tersebut. Selain memenuhi kebutuhan dalam kota, pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan di kota Ambon juga sampai keluar kota dan pulau. Persentase aspek sosial ekonomi yang mempegaruhi permintaan tuna (dalam hal ini tuna) seperti terlihat pada Gambar 52.

Gambar 52. Persentase Aspek Sosial Ekonomi Permintaan Tuna di Pasar DomestikKota Ambon Pendapatan 28% Harga ikan 23% Ketersediaan ikan 25% Selera makan ikan 25%

99 4.5.1.2. Bitung

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi permintaan tuna di pasar domestik Bitung adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga ikan, ketersediaan ikan dan selera makan ikan masyarakat di kota Ambon. Aspek yang paling berpengaruh terhadap permintaan tuna di pasar Bitung adalah jumlah pendapatan yaitu sebesar 21%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi jumlah pendapatan maka akan semakin mudah rumah tangga untuk memenuhi tingkat konsumsi terhadap ikan (dalam hal ini ikan tuna, tongkol, cakalang). Sedangkan selera makan ikan dan ketersediaan ikan memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 21%. Selera makan ikan juga memiliki pengaruh terhadap tingkat konsumsi ikan, karena Kota Bitung merupakan kota yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar sehingga tidak mengherankan apabila selera masyarakat terhadap tingkat konsumsi ikan sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan permintaan terhadap ikan segar sangat tinggi. Selain itu juga ketersediaan ikan di Kota Bitung selalu mencukupi kebutuhan masyarakat kota tersebut. Selain memenuhi kebutuhan dalam kota, pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan di kota Bitung juga sampai keluar kota dan pulau. Faktor yang juga sangat berpengaruh adalah jumlah penduduk dan harga ikan, karena dengan semakin terjangkaunya harga ikan oleh masyarakat, makan tingkat konsumsi terhadap ikan juga akan meningkat. Persentase aspek sosial ekonomi yang mempegaruhi permintaan tuna (dalam hal ini TCT) seperti terlihat pada Gambar 53.

Gambar 53. Persentase Aspek Sosial Ekonomi Permintaan Tuna di Pasar Domestik Kota Bitung Pendapatan 22% Harga ikan 18% Ketersediaan ikan 21% Selera makan ikan

21%

Jumlah Penduduk 18%

100 4.5.2. Konsumen

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat konsumen adalah jenis produk dan harga ikan. Persentase untuk harga ikan sebesar 52% dan jenis produk sebesar 48%. Harga ikan yang terjangkau oleh masyarakat akan menyebabkan permintaan terhadap konsumsi ikan meningkat. Selain itu pemilihan jenis produk juga perlu diperhatikan, hal ini untuk mengetahui konsumen mana yang akan dibidik apakah rumah tangga atau perusahaan. Jika rumah tangga perlu juga memperhatikan untuk rumah tangga kelas atas, menengah atau bawah.

4.5.3. Komoditas

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi terhadap komoditas ikan adalah harga, modal, akses pasar dan teknologi produksi. Faktor yang paling berpengaruh dari keempat faktor tersebut adalah harga dengan persentase sebesar 32%. Hal ini menunjukan bahwa jika harga terhadap suatu komoditas masih terjangkau oleh masyarakat, otomatis permintaan terhadap komoditas tersebut akan meningkat. Peningkatan terhadap komoditas juga perlu diperhatikan, misalnya untuk komoditas olahan (ikan asap, abon, nuget, kaleng dan dendeng).

4.5.4. Bahan Baku

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap bahan baku adalah harga, ketersediaan ikan dan jarak tempuh dengan masing-masing persentase sebesar 37%, 33% dan 30%. Faktor harga sangat menetukan jenis bahan baku yang digunakan apakah bentuk segar, tetelan atau bentuk lainnya. Sedangkan ketersediaan ikan juga akan menentukan kontinuitas bahan baku yang akan digunakan baik oleh perusahaan, restoran maupun rumah tangga. Selain itu, jarak tempuh juga menentukan kualitas bahan baku yang digunakan. Untuk kegiatan perikanan semakin dekat jarak tempuh antara tempat produksi dan pemasaran makan kualitasnya akan semakin baik.

4.5.5. Suplier

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap suplier adalah akses pasar dan ketersediaan bahan baku, dimana persentase untuk masing-masing faktor tersebut sebesar 33% dan 37%. Ketersediaan bahan baku dan akses pasar akan menetukan keberlangsungan usaha dari suplier (dalam hal ini penngecer dan perusahaan). Akses pasar yang masih terbuka lebar dapat dimanfaatkan oleh suplier untuk meingkatkan nilai produksi penjualannya.

4.5.6. Armada Penangkapan

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap armada penangkapan adalah keterseidaan modal, kemampuan sumberdaya dalam memanfaatkan armada tersebut, jangkauan daerah penangkapan dan kapasitas produksi. Modal memiliki persentase yang paling besar yaitu 32%, hal ini dikarenakan jika modal tidak tersedia maka akan menghambat dalam kegiatan penangkapan.

101 Kemampuan sumberdaya dan jangkauan daerah penangkapan memiliki persentase sebesar 29%. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran kapal penangkapan akan membutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengendalikan armada tersebut.

4.6. Strategi Penetrasi Pasar Domestik Berdasarkan Aspek Sosial Ekonomi yang