• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Proses Perencanaan dan Penganggaran Program KIA

5.1.2. Identifikasi Program/Kegiatan dan Rencana Kegiatan

situasi dan perumusan masalah dan atau penentuan tujuan program, dan hasil rekapitulasi ini didasarkan pada rapat musrenbang kecamatan, kemudian didiskusikan kembali pada forum SKPD. Pada tahapan ini komponen yang terlibat adalah seluruh unsur di Dinas Kesehatan dan puskesmas.

Tahapan ini biasanya sudah diarahkan pada jenis, kuantitas dan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program kesehatan nantinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa langkah teknis yang diperlukan pada tahapan ini adalah mengidentifikasi jumlah program KIA yang akan diusulkan sebagai usulan program dan anggaran dan seluruh bentuk indikator kinerja, capaian yang diharapkan, serta sasaran program. Secara normatif bentuk kegiatan yang diusulkan harus disesuaikan dengan visi misi pemerintah Kabupaten Deli Serdang, visi-misi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, kebijakan strategis serta berpedoman pada ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah dan perubahannya agar dapat dialokasikan dalam bentuk anggaran.

Hasil penelitian menunjukkan hal ini cenderung kurang diperhatikan, tetapi hanya didasarkan pada semua usulan yang telah ada dari hasil musrenbang, sehingga

berimplikasi terhadap pencapaian program KIA. Berikut petikan wawancara salah satu informan dari unsur Dinas Kesehatan yaitu

“Mendata dan evaluasi hasil kegiatan tahun lalu, dan usulan dari puskesmas dan desa, kemudian setelah dibahas dalam musrenbang kecamatan.. baru disusun rencana kegiatan apa saja yang berkaitan dengan program KIA”

Fakta ini dapat dijelaskan bahwa kurangnya analisa berbasis kinerja terhadap semua usulan program KIA, dan hanya didasarkan pada apa saja usulan yang telah ada tahun lalu, sementara secara terus-menerus permasalahan tersebut belum tentu menjadi kebutuhan program pada tahun depan, meskipun pada perencanaan lima tahunan usulan suatu program diharapkan dapat berkesinambungan.

Berdasarkan telaah dokumen tahun 2012-2014, dapat dilihat masih adanya kegiatan pelatihan dan seminar yang dilakukan setiap tahunnya, salah satunya adalah kegiatan seminar pola asuh anak. Seminar pola asuh anak merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas anak dan ibu balita tentang pola asuh anak yang tepat. Kegiatan ini perlu dikaji ulang apakah perlu dilakukan setiap tahun atau perlu dipikirkan kegiatan kelanjutan seperti supervisi pasca seminar pola asuh anak, dengan tujuan untuk melihat aplikasi pengetahuan yang telah diterima selama mengikuti seminar dalam kehidupan sehari-hari.

Pertimbangan lain dalam menyusun program KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang juga berkaitan dengan alokasi anggaran yang disediakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang. Fenomena umum menunjukkan adanya penetapan pagu anggaran SKPD berimplikasi terhadap skala prioritas

program, sehingga pada rapat forum SKPD adanya batasan-batasan anggaran masing-masing bidang membuat seluruh usulan program KIA dari hasil musrenbang kecamatan tidak dapat diakomodir.

Penetapan pagu tentunya berdampak terhadap kebutuhan program KIA yang sebenarnya, dan wajar saja jika porsi anggaran untuk bidang Kesehatan Keluarga lebih kecil dibandingkan dengan alokasi anggaran bidang lain, misalnya bidang Pelayanan Kesehatan. Jika diidentifikasi seluruh kebutuhan memang membutuhkan biaya yang besar, dan masing-masing bidang juga membutuhkan alokasi anggaran yang sesuai dengan usulan program, sementara alokasi dana terbatas.

Berikut petikan wawancara salah satu informan unsur Dinas Kesehatan berkaitan dengan alokasi anggaran untuk program KIA.

“Pertimbangannya pasti anggarannya berapa, tersedia nggak, baru kita sesuai dengan program-program kesehatan KIA yang sudah ada dan sudah diusulkan”

Kebutuhan seluruh program KIA yang dapat diusulkan dalam RKA dapat ditentukan pada forum SKPD sebelum dimusyawarakan pada musrenbang kabupaten, artinya fomulasi kebutuhan program mutlak penting pada forum SKPD, dan ini tentunya sangat dibutuhkan dedikasi dan kemampuan tenaga perencana bidang Kesehatan Keluarga untuk menjelaskan dan mendeskripsikan kebutuhan yang prioritas terhadap program KIA.

Rapat forum SKPD atau disebut juga Rapat Kerja Perencanaan Kedua di Dinas Kesehatan, bahwa hal yang sangat perlu diperhatikan adalah : (a) dalam menerima usulan kegiatan Puskesmas, programer Dinas Kesehatan harus

memperhatikan latar belakang rencana usulan tersebut (analisis situasi), dan Puskesmas dalam memberikan rencana usulannya harus disertai dengan data pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pencoretan usulan oleh programer Dinas kesehatan apabila pagu anggaran dari APBD tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, (b) apabila pagu anggaran bersumber APBD Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, sebaiknya programer Dinas Kesehatan atau Bina Program melakukan langkah penyesuaian volume kegiatan terlebih dahulu sebelum pencoretan usulan kegiatan atau mengalihkan pembiayaannya ke sumber anggaran lain seperti APBD Propinsi, DAK, dan APBN Dekon, dan (c) kewajiban Puskesmas bila sudah pasti akan melaksanakan kegiatan yang sudah disetujui oleh Dinas Kesehatan, harus segera membuat rencana pelaksanaan kegiatannya (Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perencana Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang secara umum dilakukan dengan merekapitulasi seluruh usulan program dari kecamatan dan puskesmas dan ditentukan program apa saja yang penting. Namun hanya tenaga perencana di seksi Kesehatan Ibu yang sudah menggunakan metode skoring. Akan tetapi pertimbangan prioritas program KIA tersebut terbentur dengan jumlah anggaran yang ada. Sementara yang diharapkan adalah usulan program dan prioritas program adalah benar-benar suatu kebutuhan.

Selanjutnya pada tahap penentuan sasaran, tolok ukur dan indikator kinerja secara umum juga sudah dapat dipahami oleh perencana Dinas Kesehatan Kabupaten

Deli Serdang, dan sudah berpedoman pada peraturan yang ada. Berikut petikan wawancara dengan salah satu informan dari unsur Dinas Kesehatan:

“Cara menyusunnya ya disesuaikan dengan program apa dalam KIA itu... baru dipilah-pilah dulu, sasarannya apa, baru bisa kita tetapkan indikator dan tolok ukur program KIA. Dasarnya juga dari peraturan keuangan, renstra dinas kesehatan, peraturan menteri dalam negeri tentang pengelolaan keuangan daerah...jadi kita gak salah dalam menentukan tolok ukur dan hasil kerja programnya”

Akan tetapi fenomena menunjukkan berdasarkan telaah dokumen pada draft usulan Rencana Kerja Tahun 2014, masih ditemui kesalahan dalam penentuan sasaran, indiaktor kinerja dan tolok ukur program, misalnya kegiatan pelatihan Post Partum Haemoraghie (PPH) dan Manajemen Aktif Kala III (MAK) bagi bidan penolong persalinan yang betujuan untuk meningkatkan pengetahuan bidan penolong persalinan, justru sasaran yang ditentukan dalam kegaitan bukan hanya bidan tetapi malah dokter puskesmas dan petugas anak puskesmas. Persoalan ini muncul karena rancangan rencana kerja awal cenderung tidak dilakukan secara serius dan didiskusikan dengan baik terlebih dahulu secara internal di masing-masing bidang, sehingga ketika rapat forum SKPD diadakan cenderung tidak valid.

Sejalan dengan Symond (2006), bahwa data untuk penyusunan perencanaan sudah tersedia namun terdapat permasalahan seperti kurang akurat, tidak valid, tidak aktual dan tidak baru. Akibat data yang kurang lengkap menjadi sulit untuk bisa dianalisis lebih jauh.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran yang merupakan output dari forum SKPD harus bersifat performance based budgeting sehingga menciptakan efesiensi,

efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas (Sancoko, dkk, 2008). Meskipun kenyataannya penyusunan RKA berdasarkan Permendagri 13 tahun 2006 dan perubahannya masih ditemukan kendala.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya sub-sub kegiatan yang berbeda dalam satu kegiatan yang sama, sehingga sulit untuk mengevaluasi kegiatan karena penentuan target kinerja dan penentuan sasaran kegiatan masih diakumulasikan, padahal target dan sasaran subkegiatan tersebut berbeda.

5.1.3. Integritas Perencanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak

Integritas perencanaan merupakan langkah penting dalam penyusunan program dan pengambilan keputusaan anggaran. Integritas program dengan kebijakan umum anggaran (KUA) perlu diperhatikan yang akan menjadi dasar SKPD dalam penyusunan RKA. Berikut petikan dengan salah satu informan unsur TAPD:

“Kebijakan umum anggaran yang sudah disahkan harus dipedomani SKPD dalam menyusun RKA. Kalau ada ketidaksesuaian biasanya RKA SKPD bersangkutan tidak kita terima”

Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), setelah RKA-SKPD selesai dibahas dan disetujui TAPD, maka seluruh RKA-SKPD dijadikan bahan dalam menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam pembahasannya didapati adanya rencana program, kegiatan dan anggaran yang tidak sesuai dengan pedoman dimaksud, maka dilakukan perbaikan atau penyempurnaan oleh SKPD yang bersangkutan, kemudian dibahas kembali antara DPRD dan SKPD

setelah disempurnakan. Selanjutnya dibuat keputusan anggaran untuk tahun mendatang pada akhir tahun sebelumnya.

Dalam pengambilan keputusan anggaran tidak terlepas dari peran TAPD.

TAPD bertugas membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan melakukan koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan termasuk mengelola keuangan daerah. Sebagai pengelola keuangan daerah, TAPD mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap RKA yang disusun oleh SKPD. Tenaga perencana SKPD dalam penyusunan perencanaan anggaran dituntut untuk bekerja optimal dalam mempertahankan anggaran kegiatan yang telah diusulkan.

Berikut petikan dengan salah satu informan dari unsur TAPD:

“Kalau itu ya dalam rapat antara SKPD dengan DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah, kalau biasa dipertahankan biasanya tidak ada pengurangan pagu”

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kani, dkk., (2012) bahwa TAPD menilai RKA yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat belum efisien karena masih menekankan pembelian alat habis pakai, biaya pemeliharaan kenderaan dan perjalanan dinas, sehingga berakibat TAPD melakukan penyusunan anggaran dengan mematok anggaran.

Selain TAPD, peran DPRD dalam keputusan anggaran juga penting. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan intervensi politik pihak DPRD terhadap penetapan pagu anggaran untuk program/kegiatan KIA. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Purnamasari dan Herawati (2012), bahwa intervensi politik DPRD mempunyai peran dominan dalam penganggaran kesehatan yang bersifat fisik.

Sejalan dengan hasil penelitian Herawati (2008), bahwa intervensi politik DPR mempunyai peran dominan dalam proses penganggaran Departemen Kesehatan Tahun 2006-2007, khususnya dalam anggaran rumah sakit yang bersifat fisik.

Secara keseluruhan penyusunan rencana kerja dan anggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang cenderung masih ditemui beragam masalah, diantaranya disebabkan adanya penetapan pagu anggaran dan didukung oleh tidak fokusnya dalam melakukan analisa masalah program kesehatan dan menentukan program apa saja yang sangat prioritas direncanakan. Fenomena ini juga ada kaitannya dengan adanya alokasi anggaran bersumber dana lain seperti dana lembaga donor seperti USAID dalam bentuk program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (KIBBLA), BOK, sehingga wajar jika adanya batasan anggaran bersumber dana APBD Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi mengingat program KIA merupakan salah satu isue penting yang harus diperhatikan oleh SKPD Dinas Kesehatan dan menjadi agenda pencapaian MDGs, maka seharusnya sangat perlu diprioritaskan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana bantuan di luar APBD sangat berkontribusi terhadap peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu informan dari unsur Dinas Kesehatan menyatakan:

“Kontribusinya sangat besar dan dinilai sangat membantu dalam mengatasi masalah KIA di Deli Serdang, misalnya dana BOK, dana Jampersal apalagi ada dana dari sumber lembaga donor. Pokoknya sejauh ini sangat membantu Dinas Kesehatan. Bentuk kegiatannya seperti pelayanan KIA puskesmas, penanganan ibu hamil resti”.

Sejalan dengan penelitian Faulia (2009), bahwa pada perencanaan dan penganggaran program KIA, penetapan prioritas dalam alokasi anggaran bersumber APBD masih memperhatikan alokasi dana APBN atau sumber lain, artinya sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan pada proses penganggaran, jika suatu program telah mendapatkan sumber dana lain maka alokasi dari APBD-nya diberikan sedikit agar terjadi pemerataan dengan program yang tidak mempunyai dana APBN atau sumber dana lain. Pagu belanja langsung telah ditetapkan pada tahun tersebut tidak berubah atau tidak meningkat sehingga anggaran suatu program tidak dapat dinaikkan atau diturunkan begitu saja. Peningkatan anggaran kegiatan untuk penurunan AKI dan AKB sangat berpengaruh terhadap alokasi dana untuk kegiatan lainnya.

Seyogyanya perencanaan program KIA disusun secara lengkap yang di dalamnya ada kegiatan pelayanan langsung, pelayanan masyarakat, kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan (Depkes RI, 2007). Berdasarkan hasil penelitian hal ini juga tidak disusun, sehingga evaluasi terhadap besaran anggaran yang digunakan tidak dapat dilakukan.

Proses integrasi kegiatan dilakukan setelah semua program menyusun kegiatan secara lengkap, Dalam melakukan integritas perencanaan perlu diperhatikan kesamaan sasaran, jadwal dan output kegiatan. antara kegiatan yang berbeda. Apabila ada rencana kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lain maka rencana program untuk kegiatan bersangkutan perlu dirubah dan kegiatan tersebut dialihkan ke program lain (Depkes RI, 2007).